Waktu terus berlalu, 9 bulan sudah terlewati dengan penuh perjuangan. Setelah mengetahui kehamilan Bella, Marco sengaja membawa Bella pergi ke luar negri, tempat dimana semua orang tidak bisa menemukan mereka berdua. Selama sembilan bulan juga, hubungan Bella dan Marco mulai merenggang, mereka bersama tapi tidak banyak bicara, tidur tidak saling menghadap malah saling memunggungi. Bella masih belum bisa menerima kenyataan dirinya hamil. Entah anak siapa yang dia kandung, anak Marco atau Diego?Marco tidak bisa tidur, waktu setempat menunjukkan pukul 10 malam, Marco memilih pergi ke dekat kolam renang dan memandangi langit London yang cerah dengan berbagai bintang yang indah. Walau Marco hanya diam tapi pikirannya begitu ramai, banyak hal yang Marco pikirkan.Marco sebenarnya begitu jengah dengan kondisi rumah tangganya, tadinya meraka hidup bahagia dan penuh gairah, tapi kini hubungan mereka sangat dingin, seperti dua orang asing. Namun, Marco menyadari, perubahan sikap Bella padanya
Marco memandangi istri yang sudah memberikan kepuasan kepadanya tadi malam, dipandanginya wajah cantik Bella walau tanpa polesan make up, bibir seksinya yang membuat Marco kecanduan, apalagi cinta Bella pada Marco yang telah mengisi hari-hari hampanya menjadi lebih berwarna.Bella menggeliat saat jemari Marco bermain di pipinya yang mulus, "Mas, kamu sudah bangun," tanya Bella ketika sudah terbangun."Sudah." "Aku terlalu lama tidur ya? Mas ingin makan sesuatu?" "Tidak, Mas hanya ingin memandangi wajah cantik istriku ini," cicit Marco sambil tersenyum dan terus memandangi Bella."Sudah ah, Aku mau mandi dulu," Bella malu di pandangi seperti itu oleh Marco, pipinya bersemu merah."Ayo mandi bareng saja kalau gitu," Marco lalu segera bangun dan memegang tangan istrinya untuk di ajak ke kamar mandi.Mengerti maksud suaminya, kalau suaminya pasti tidak hanya akan mandi saja, melainkan meminta jatah lagi, Bella berusaha menolak."Mas, kita semalam sudah melakukannya, Aku lelah," ujar B
"Cepat! Bawa masuk wanita ini ke dalam mobil, jangan sampai ada yang melihat!" titah Diego pada orang suruhannya untuk membawa Bella.Melihat Bella yang di bawa dengan kasar, Diego membentak kacungnya, "Hati-hati t*lol! Dia sedang mengandung anakku!" "Ma..maaf bos!" jawab dua kacung itu lalu membawa Bella dengan hati-hati.Diego masuk ke kursi belakang pengemudi, agar bisa memeluk Bella dan menjaganya.Kali ini tingkah Diego sudah di luar batas, kakak iparnya sendiri ia culik dalam kondisinya sedang hamil besar. "Kita ke apartemenku, cepat!" titah Diego."Baik bos." Mobil Alphard itu segera melaju meninggalkan rumah sakit, Diego memeluk erat Bella dalam dekapannya. "Kini Kamu dan bayiku akan menjadi milikku seutuhnya!" lirih Diego sambil mengelus kepala Bella dan sesekali menyentuh perut buncit Bella.*******Marco yang tadi sedang pergi untuk membeli bunga di toko bunga, tiba-tiba mobilnya mengalami pecah ban dan ponselnya mati. Padahal Marco belum sempat mengabari istrinya untuk
Diego membawa Bella terbang dengan menggunakan jet pribadi. Bella di ikat di tempat duduknya dengan mulut tertutup lakban.Tenaga Bella seolah habis jika terus meronta, walau air matanya tidak bisa membohongi perasaan takut dan marahnya.Setelan take off, Diego mendekati Bella yang berada di ruangan khusus dan terikat sendirian, "Bagaimana seksi, masih mau meronta terus?" seru Diego sambil duduk di hadapan Bella.Melihat Diego saja membuat Bella sangat muak, kebenciannya pada Diego benar-benar dalam, hanya tatapan tajam seolah ingin menguliti Diego."Kamu terikat dan diam seperti ini sangat cantik tidak berteriak ataupun mencaci maki diriku," kekeh Diego meledek Bella yang tengah tak berdaya.Diego berdiri dan mendekati Bella, tangannya mulai menyusup ke dalam celana legging Bella, walau Bella berusaha menghalangi Diego agar tidak menyentuh dirinya tapi semua seolah percuma, Bella tidak akan bisa mengelak dengan kondisi seperti itu.Tangan itu dengan leluasa bermain-main di daerah int
"Akkkhhhh..." Bella menarik ulur nafasnya bersiap untuk mengejan. Perutnya semakin sakit dan kencang, walau sudah pernah lahiran satu kali, di saat seperti itu, Bella lupa, kalau belum pembukaan lengkap di larang untuk mengejan. "Jangan di dorong dulu, Nyonya, jika belum pembukaan lengkap, ini baru pembukaan 4." Mendengar ucapan Rika, sekuat tenaga Bella menahan agar tidak mengejan terlebih dahulu, walau hasrat ingin mengejan itu ada di setiap pembukaan bertambah, sekuat tenaga Bella tahan untuk tidak mengejan. "Ikuti saya, Nyonya. Tatik nafas... Huhhh.. hembuskan," sikap Rika yang tenang membuat Bella juga tenang dan mengatur pernafasannya agar bisa lebih rileks. "Bagus, seperti itu terus, atur pernapasan nya, sampai saya perintahkan untuk mengejan." Bella segera mengangguk, rasa sakit lahiran kedua ini berbeda ketika Bella melahirkan Ethan. Tiga puluh menit berlalu, rasa ingin mengejan itu semakin kuat. Pyuuukkk... Air ketuban sudah pecah, Rika dengan sigap menuntun
BAB ini ada adegan kekerasan fisik. Mohon bijak menyikapinya, hanya sebuah alur cerita, agar lebih menantang. ---------------------------------------------------- Pesawat jet yang Marco tumpangi mendarat dengan sempurna di bandara, di saat yang mendesak baginya, bantuan dari kakeknya dengan mengirimkan pesawat jet dan para bodyguard sangat membantu Marco. Informasi tentang semua yang Diego kerjakan bahkan tempat untuk menyembunyikan Bella sudah di Ketahui oleh Marco. "Bos, Diego membawa istri Anda ke sebuah gudang yang sudah tidak berfungsi. Disana penjagaannya begitu ketat," tutur seseorang yang Marco suruh untuk mencaritahu yang bernama Peter itu. "Kita akan kesana sekarang juga! Menyelamatkan istriku jauh lebih penting kali ini!" titah Marco dan supirnya membawa mereka ke gudang yang sudah tidak terpakai itu. Sebenarnya ada banyak hal yang Marco pikirkan, bagaimana bisa Diego 'menikmati' semua fasilitas milik keluarga Pratama, dari jet pribadi, bodyguard dan uang. Marc
POV Diego Alexander, menjebak kakek Yulius agar bisa menguasai hartanya. 5 bulan yang lalu... Malam itu seperti malam yang begitu gelap pekat, hujan yang deras di sertai guntur yang bersahutan bergantian. Aku meminta kakek Yulius, kakek kandungku untuk menemuiku. Bak dayung bersambut, kakek Yulius mau menemuiku. Ku pikir dirinya adalah orang yang paling egois di muka bumi ini tapi ternyata mau memenuhi permintaanku untuk bertemu denganku, cucu yang sudah dia buang sewaktu bayi. "Ada apa kamu ingin bertemu dengan Saya?" ucap pria tua yang masih terlihat bugar di usianya itu kepadaku. "Aku menemuimu hanya ingin meminta Hak ku yang telah kau rampas!" "Hak apa? Bukankah kamu hidup bahagia bersama keluarga angkatmu di America?" "Hak atas harta dan kekuasaanmu, Aku ingin memiliki lebih dari apa yang Marco miliki." Di luar dugaanku, kakek Yulius malah menghampiriku dengan kedua netra yang mengembun, memegang kedua pipiku lalu memelukku. "Kakek sangat merindukanmu Nak, m
"Jadi, dengan cara licik seperti itu, Diego menguasai harta dan kekuasaan keluarga Pratama!" ujar Marco dengan geram dan mengepalkan kedua tangannya.Rahangnya mengeras dan giginya saling bergeretak ketika Peter dan Jhony menceritakan semua kepadanya tentang sebuah kebenaran. Dimana Diego dengan begitu mudahnya memperdaya kakek dengan mengancamnya menggunakan Raffa disaat dirinya tidak ada dirumah lalu melumpuhkan kakek dengan sebuah racun yang membuat kakek tidak sadarkan diriWalau kini Peter dan Jhony harusnya mematuhi semua perintah Diego , tapi perasaan mereka sudah begitu setia kepada kakek Yulius dan Marco. Hingga menginginkan Marco lah yang akan menghancurkan Diego.Keduanya memerintah tanpa menghina dan menjadi pemimpin yang disukai oleh bawahannya, tidak seperti Diego yang tukang marah dan arogant."Kami harap Tuan muda bisa segera mengambil alih kekuasaan dan membebaskan Bos besar dari cengkraman Tuan Diego!" ucap Peter penuh putus asa.Selama beberapa bulan di pimpin oleh
Axel memeluk tubuh indah Anjani yang tanpa memakai sehelai baju dan hanya tertutup selimut. Setelah lelah, Keduanya menghabiskan waktu untuk bercerita. "Mas minta maaf, karna tetap tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Sandra." Mendengar itu Anjani hanya terdiam, pandangannya menerawang langit-langit rumahnya. Axel tahu jika Istri tercintanya itu kecewa, tetapi tidak mau mengungkapkan isi hatinya. "Andai kami menikah secara Sah negara mungkin Aku bisa mencegah pernikahan kedua suamiku. Tidak ada wanita yang mau berbagi suami. Posisiku hanya istri siri." batin Anjani. "Sayang... Aku tahu ini berat, tapi aku janji tidak akan pernah berpaling darimu. Ini hanya pernikahan Bisnis," bujuk Axel lalu mengecup pipi mulus Anjani. "Benarkah?" Anjani mengerlingkan matanya. "Tentu, Kamulah wanita satu-satunya di hatiku." Axel hendak mencium bibir ranum Anjani, namun istri sirinya itu malah menjauh. "Bagaimana jika kamu jatuh cinta kepada Wanita itu setelah melakukan mala
Malam ini, Axel pulang ke Apartemen Anjani. Pikirannya benar-benar sangat kusut kali ini, permasalahan perusahaannya sudah berakhir. Tapi dia tetap harus menikah dengan Sandra dan hari H menuju pernikahan mereka tinggal 7 hari lagi. Bagaimana tidak? Undangan sudah di sebar, gedung sudah di pesan, terlebih Sandra sudah begitu mengharap. Dalam dunia ini memang yang paling kerjam adalah sebuah harapan. "Mas, mandilah dulu, Aku sudah menyiapkan air hangat untuk kamu berendam." celetuk Anjani membuyarkan segala macam pikirannya. Axel berjalan mendekati Anjani, lalu memegang tangannya mesra lalu berbisik di telinga Anjani. "Ikut aku mandi." "Aku sudah mandi, Mas." Tidak ingin mendapatkan penolakan dari Anjani, Axel mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Anjani lalu menciuminya. Hal yang Axel lakukan itu membuat Anjani memdesah pelan. "Sayang.. saat ini aku membutuhkanmu, jangan menolak permintaanku." bisiknya. "Baiklah kalau begitu." Setelah mendapat persetuju
"Pak Tristan, Maaf, saya ingin minta izin untuk pulang sekarang."Jono, Supir pribadi Tristan terlihat sangat panik. "Sa.. saya baru di kabari oleh ibu saya jika Istri saya jatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri." Claire yang mendengarnya ikut khawatir dan kasihan. Namun, Wajah Tristan nampak tidak senang. "Bukankah saya sudah bilang jika saya tidak suka pekerja yang meminta izin di saat sedang bekerja!" Rasa kagum Claire saat di ruangan meeting tadi seolah sirna. Bosnya itu tetaplah pria dingin tak berperasaan. "Ma..Maafkan saya, Pak! Tapi ini sangat darurat, istri saya sedang mengandung 9 bulan, saya sangat khawatir dengan keadaan mereka berdua." Tristan nampak menimbang-nimbang, setelah mendengar istrinya Jono tengah mengandung masih ada sedikit rasa belas kasih di hati Tristan. "Baiklah, hanya kali ini saya menginzinkanmu." Awalnya Claire sangat tidak suka saat Tristan tidak mengizinkan Jono untuk pergi, tapi gadis itu juga ikut merasakan lega saat akhirnya
Pagi itu, Claire berjalan dengan cepat menghampiri ruangan CEO. Sorot matanya tajam penuh kemarahan dan tangannya mengepal karena menahan amarah. Baru hari ini Claire tahu masalah kedua orangtuanya tentang perusahaan mereka yang hampir bangkrut karena tender yang di rebut paksa oleh perusahaan Titan Corp, tempatnya bekerja. Bella dan Marco memang sengaja tidak memberitahukan keadaan mereka kepada Claire. Bagi mereka, Claire masih lah putri kecil yang tidak harus tahu segala permasalahan keluarganya. Ruangan Tristan yang memang berhadapan dengan meja kerja Claire sebagai sekretarisnya seolah tidak bisa menghentikan niat Claire untuk meluapkan emosinya. Tristan sedikit terkejut karena Claire membuka pintu ruangannya begitu saja. "Kenapa Anda melakukannya?" seru Claire tanpa rasa takut pada atasannya itu dan tanpa basa basi. "Rupanya kamu sudah mendengarnya?" Tristan tampak begitu santai menanggapi Claire. "Permasalahan sudah selesei, kamu tidak perlu khawatir lagi!"
Tristan duduk di depan sang ayah dengan perasaan berkecamuk. Pasalnya, sang Ayah telah mengambil langkah di luar perkiraannya, Franky langsung menyerang perusahaan Marco tanpa membicarakannya dengan Tristan terlebih dahulu. "Segera hentikan tindakan Papi!" Suara bariton Tristan berbicara santun namun tegas. "Bukan balas dendam seperti ini yang Aku inginkan, Pi." "Lalu seperti apa, Tan?" Franky menyesap rokoknya lalu menghembuskan asapnya. "Kamu terlalu lama dalam bertindak, sedangkan Aku sudah ingin melihat Marco dan keluarganya menderita." "Hal paling mudah untuk menyerang Marco memang langsung menyerang perushaannya." Tristan menyandarkan punggungnya dan menatap sang Ayah, "Hal itu pasti sudah Aku lakukan dari dulu, Pi. Tapi aku menginginkan hal yang lebih menyakitkan untuk mereka." "Hal seperti apa? Nyatanya, Papi belum melihat kamu melakukan tindakan apapun." "Aku ingin membuat Marco lebih menderita dengan memanfaatkan putri kesayangan mereka!" Tristan menatap taja
"A...Axel sudah menikah?" pekik Sandra terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Bella segera mengajak Sandra ke dalam kamar Axel agar tidak membuat keributan dan terdengar oleh Tuan Chandra. Axel juga terkejut melihat kedatangan Mamanya bersama Sandra. "Ada apa ini, Ma?" "Sepertinya kamu harus menjelaskan saat ini juga yang sebenarnya kepada Sandra, Axel." Melihat tatapan Sandra yang penuh tanda tanya dan juga kesedihan Axel mengerti maksud Mamanya. Mungkin tadi Sandra mendengar apa yang Bella dan Axel katakan. "Jelaskan semuanya kepadaku, Xel." Sandra duduk di samping Axel. "Aku butuh kejelasan untuk apa yang aku dengar." Axel menghembuskan nafasnya, sebenarnya Axel tidak tega jika menceritakan yang sebenernya kepada Sandra, tapi Sandra sudah mendengar kebenarannya. "Baiklah, Aku akan menceritakan semuanya kepadamu." Dengan penuh perhatian Sandra memperhatikan Axel yang tengah membicarakan tentang hubungannya dengan Anjani. Berulang kali Sandra memejamkam mat
"Axel , putraku." Seru Marco, "Kamu akan segera menikah dengan Casandra, ini sudah keputusan kami semua." Bagaikan petir di siang bolong, ucapan Ayahnya mampu membuatnya tidak bisa berkata apapun. "Papa dan Om Chandra sudah sepakat untuk menikahkan kamu dengan Casandra, satu bulan lagi." Lanjut Marco menjelaskan. "Pernikahan!" Pekik Axel tercekat. "Iya Axel, pernikahan kamu dan Casandra," Ulang Marco saat melihat putranya tercengang, "Papa sudah yakin bahwa kamu dan Casandra sangat cocok." "Tapi pa.." Marco segera memotong ucapan Axel, "Jika kamu ingin protes, kita bisa bicarakan nanti, sekarang ajak Casandra berbicara agar kalian jadi lebih dekat." Marco memberikan kode kepada Axel untuk berhenti tidak mengucapkan hal yang ingin dia katakan. "Tentang Anjani akan kita bicarakan setelah para tamu ini pulang. Sekarang, patuhi saja apa kata Papa." Tekan Marco dengan membisikkan pada putranya. Tidak ingin membuat malu Ayahnya, Axel terpaksa menuruti permintaannya.
"A...Apa?" Marco seolah tidak yakin dengan apa yang di dengarnya, "Kenapa Titan Excelent seolah menyerang perusahaanku?" Untuk pertama kalinya, perusahaan Marco mengalami kesulitan. Media yang terus 'menggoreng' berita menjadikan semakin runyam. Marco berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengadakan konferensi pers. Bermaksud agar kesalahpahaman menjadi terang. Marco membuat keputusan, "Segera adakan konferensi pers, agar masalah ini tidak berlarut dan semakin runyam." "Tapi pak, apakah kita tidak seharusnya mencari dalang di balik ini semua? Baru kita melakukan konferensi pers." ujar Axel memberi masukan. "Kita tidak punya waktu lagi, sebelum saham kita semakin merosot turun, kita harus memberikan penjelasan kepada khalayak." Saran Axel tidak di hiraukan oleh Marco. Konferensi pers itu akan segera di adakan. Besok siang adalah waktu yang tepat untuk meluruskan semua kesalahpahaman tersebut. Axel masuk ke ruangan ayahnya dengan raut wajah sedikit gusar, "Pah
Hubungan Marco dan Axel menjadi merenggang pasca Marco mengetahui, putranya telah menikahi seorang muslim. Marco tidak mempermasalahkan latar belakang Anjani, bukan soal harta. Hanya saja sebuah pernikahan harus berlandaskan pada pandasi yang kuat. Yang satu keyakinan saja masih sering mengalami cekcok , apalagi yang berbeda keyakinan. Marco hanya tidak ingin Putranya gagal. Bella yang tidak tahan melihat suami dan putranya saling mendiamkan merasa sangat jengah, "Sampai kapan kalian akan saling mendiamkan seperti ini?" "Sampai Axel memutuskan hubungan dengan Anjani." Seru Marco tanpa keraguan sembari melahap makanannya. Axel tidak terima dengan ucapan ayahnya, "Dan Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskan Anjani, Pah." Brakk... Marco menggebrak meja makan dan membuat Bella serta Claire terkejut. "Apa kamu mau menghancurkan keluarga ini, Axel!" pekik Marco dengan suara baritonnya. "Tidak ada yang ingin menghancurkan keluarga ini, Anjani wanita yang sangat baik.