"Mas, kenapa kamu mengajakku kemari?" Protes Bella pada Marco yang membawanya ke Apartemen lotus. "Aku merindukanmu, Sayang." Jawab Marco sembari mengecup lembut bibir Bella."Ish kamu ini Mas." Wajah Bella merona merah. "Kita sedang sibuk loh mengurus pernikahan Axel dan Sandra.""Oleh karena itu, Mas ingin mencuri waktu sibuk kita untuk menghabiskan waktu bersama." Kembali Marco menyesap bibir lembut Bella, walau hampir berusia kepala 5, Bella masih terlihat muda dan cantik.Perlahan Marco bahkan mengecupi leher jenjang Bella. Tawa kecil terdengar dari bibir Bella. "Mas, kamu ini gak sabaran terus."Tidak memperdulikan protes Istrinya, Marco justru membawa Bella ke atas ranjang mewah yang sudah dia siapkan.Tanpa melepaskan pagutannya, Marco mulai menindih tubuh Bella. Perlahan mulai membuka kancing kemeja berwarna skyblue yang di pakai Bella satu per satu. Menikmati Aroma bargamot dan lavender di setiap inci tubuh Bella.Perlahan Marco mulai melepas penutup kedua gunung kembar
Di atas Sofa dekat kolam renang, dengan Bella berada di dekapan suaminya, Marco. Mereka menikmati malam yang cerah dengan bertabur bintang. Setelah pertempuran panas mereka tadi, dengan tubuh hanya tertutup selimut, Marco dan Bella menikmati keindahan malam. "Jika berada di apartemen ini membuatku senang karena banyak kenangan indah yang kita lalui bersama, Baby." Bella terkekeh, susah 20 tahun lebih, tapi suaminya itu masih memanggilnya Baby. Tentu panggilan itu hanya akan di lakukan jika mereka tengah berdua saja. "Iya Mas, di tempat ini pertama kali kita bersama dan aku pertama kali menjadi Sugar Baby mu." Marco mengecup kening Bella. "Aku beruntung memilikimu, Baby." Pandangan Marco lalu tertuju ke arah kolam renang. "Lihatlah kolam renang itu, di sana kita menghabiskan waktu untuk bercinta." Sejurus kemudian Bella juga memandang kolam renang yang berwarna biru dengan airnya yang hangat. Dulu dia dan Marco bercinta di dalam kolam renang dengan begitu berg
Claire memegangi perutnya, hari ini adalah hari pertama dia datang bulan. Kram dan nyeri perut sering di rasakannya di saat hari pertama. Berbeda dari bulan kemarin, kali iki rasanya lebih nyeri, tapi Claire tahan karena setelah makan siang nanti akan ada rapat penting dan dia harus datang mendampingi Bosnya. Alvin, Eva dan Rendi datang untuk mengajak Claire makan siang di restoran chiken di dekat kantor. "Hai Claire, pekerjaanmu sudah selesei?" tanya Alvin sembari menepuk pundak Claire. "Sudah ini, oya kalian mau makan siang, bukan?" "Tentu, makannya kami kemari untuk mengajakmu." sahut Eva. "Ayo kita makan di restoran chiken dekat kantor, di sana ada menu spesial." ajak Rendi. "Sepertinya kalian pergi makan tanpaku. Aku sedang tidak enak badan." Tolak Claire lirih sembari meringis menahan nyeri haidnya. "Kamu sedang sakit?" Tanya Eva lagi. Belum sempat Claire menjawab, suara bariton milik Tristan mengagetkan mereka bertempat. "Siapa yang sakit?" Sont
Bugh... Tubuh Claire terhuyung karena seseorang mendorongnya ke pinggir jalan. Hampir saja Claire tertabrak oleh pengemudi mobil yang ngebut. "Claire!" pekikan teman-teman di sebrang jalan terdengar panik. Perasaan terkejut dan juga takut masih menguasai Claire, sampai dia tidak melihat siapa yang telah menolongnya. Perlahan Claire membalikkan tubuhnya dan melihat Tristan tidak sadarkan, gadis itu lebih terkejut lagi saat melihat darah mengalir di kening Bosnya itu. "Pak Tristan!" pekik Claire kaget. Spontan Claire memegang wajah Tristan dan mencoba untuk membuat pria itu tersadar. Alvin, Rendi dan Eva juga segera berlari ke sebrang jalan untuk menolong Tristan. "Bagaimana keadaanmu, Claire?" Alvin nampak sangat khawatir pada Claire, lalu pandangannya beralih kepada Tristan. "Aku baik-baik saja, Vin." Claire nampak sangat panik. "Karena Pak Tristan menolongku, akhirnya dia yang malah terluka!" Claire terlihat ketakutan, bahkan sampai menangis. Segera Alvin m
Di sebuah kelab malam dengan hingar bingarnya, musik keras dan banyak pemuda pemudi berjoget riang di altar dansa mengikuti alunan musik. Namun di balik keramaian itu tidak bisa membuat kesepian seorang laki-laki tampan bernama Marco Pratama terobati."Marco, Ayo kita nikmati malam panjang ini dengan kesenangan." Ajak Charles kepada temannya, Marco. Lagi, Marco menolak ajakan Charles untuk kesekian kalinya."Biar Aku disini saja, Char. Kamu saja yang berdansa, Aku sedang minum." Alasan Marco lalu menyesap winenya."Lalu untuk apa kamu datang kemari jika tidak untuk menikmati hiburan disini? Banyak wanita cantik yang akan membuatmu melupakan Laura!" "Diamlah Char! Jangan ungkit Laura saat ini, saat ini Aku sedang tidak ingin membahas wanita itu.""Jika wanita itu membuatmu terluka, ceraikan saja Dia, Co! Carilah wanita yang akan mencintaimu dengan tulus."Marco tertawa kecut mendengar penuturan Charles itu."Tidak ada wanita yang bisa membuatku jatuh cinta seperti Laura, Char.""W
Aku adalah seorang CEO dari perusahaan raksasa M&P yang di wariskan oleh keluargaku. Bisa di bilang aku adalah konglomerat generasi ketiga.Orang sering menyebutku tampan, memiliki body yang keren dan selalu memakai pakaian mewah, banyak orang ingin memiliki hidup sepertiku. Tapi tidak banyak orang tahu kekuranganku, yaitu Aku memiliki kekurangan dalam hal cinta.Aku terlahir dari keluarga besar Pratama, kakekku Yulius Pratama mendirikan perusahaan di bidang pangan yang saat ini telah bertumbuh pesat menjadi salah satu perusahaan raksasa. Sebagai cucu laki-laki pertama Aku sudah di takdirkan untuk meneruskan bisnis keluarga ini, walau sebenarnya Aku memiliki perusahaan sendiri yang bergerak di bidang jasa pengamanan atau bodyguard, Bisnisku, Aku serahkan pengurusannya kepada sahabatku Charles, ku percayakan padanya untuk mengelola perusahaanku.Aku memiliki seorang saudari yang berbeda sepuluh tahun denganku, bernama Nathalia Pratama. Gadis yang cukup cerewet tapi ceria. Walau kadan
Marco sudah mulai sibuk dengan pekerjaan di kantornya, hingga sedikit melupakan sakit hatinya atas penghianatan Laura."Pak Widodo, bagaimana untuk sekretaris yang akan menggantikan Cantika. Apakah sudah ada penggantinya?" Tanya Marco di sela-selanya menadatangani berkas. Cantika adalah sekretaris Marco, sudah satu bulan resign karena hamil dan ingin fokus pada kehamilannya."Sudah pak, baru masuk hari ini, sedang di trening oleh Bu Zoya agar mengerti apa saja yang harus dilakukannya sebagai sekretaris pribadi Pak Marco." Tukas Pak Widodo memberitahu."Baiklah, segera kirim dia nanti untuk menemani saya rapat di Hotel Husada." Tidak berapa lama, Bu Zoya masuk ke dalam kantor Marco dengan seorang gadis mengekor di belakangnya.Marco masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada di hadapannya, Marco dengan sangat teliti membacanya sebelum menandatangani berkas tersebut. "Pak Marco, Saya membawa sekretaris baru sebagai pengganti Bu Cantika. Pegawai baru bernama Isabella." Marco segera men
"Tapi ada syaratnya.""Syarat apa Pak? Pasti saya akan memenuhinya.""Kamu harus tidur denganku malam ini."Bella sangat terkejut mendengar syarat yang harus Dia penuhi agar bisa meminjam uang itu."A.. apa?""Tidurlah denganku, untuk mendapatkan pinjaman itu."Rasanya Bella ingin memukul pria yang berada di hadapannya kini. Jika tidak mengingat itu adalah Bosnya."Saya terpaksa meminjam uang karena hal yang mendesak, tapi saya juga bukan wanita murahan yang akan mau begitu saja untuk menghabiskan malam dengan seorang pria!""Terserah, jika kamu tidak menerima syaratnya tidak masalah. Silahkan keluar, kamu tahu pintu keluarnya." Tukas Marco sembari menunjukkan tangannya ke arah pintu."Permisi!" Ketus Bella.Bella segera pergi dari ruangan Marco dengan hati sakit dan tercabik, merasa harga dirinya begitu di rendahkan. Air mata membendung di sudut netranya.Bella menangis di koridor kantor, begitu bingung dirinya mencari uang begitu banyak dalam waktu satu hari.Ponselnya berdering, t
Bugh... Tubuh Claire terhuyung karena seseorang mendorongnya ke pinggir jalan. Hampir saja Claire tertabrak oleh pengemudi mobil yang ngebut. "Claire!" pekikan teman-teman di sebrang jalan terdengar panik. Perasaan terkejut dan juga takut masih menguasai Claire, sampai dia tidak melihat siapa yang telah menolongnya. Perlahan Claire membalikkan tubuhnya dan melihat Tristan tidak sadarkan, gadis itu lebih terkejut lagi saat melihat darah mengalir di kening Bosnya itu. "Pak Tristan!" pekik Claire kaget. Spontan Claire memegang wajah Tristan dan mencoba untuk membuat pria itu tersadar. Alvin, Rendi dan Eva juga segera berlari ke sebrang jalan untuk menolong Tristan. "Bagaimana keadaanmu, Claire?" Alvin nampak sangat khawatir pada Claire, lalu pandangannya beralih kepada Tristan. "Aku baik-baik saja, Vin." Claire nampak sangat panik. "Karena Pak Tristan menolongku, akhirnya dia yang malah terluka!" Claire terlihat ketakutan, bahkan sampai menangis. Segera Alvin m
Claire memegangi perutnya, hari ini adalah hari pertama dia datang bulan. Kram dan nyeri perut sering di rasakannya di saat hari pertama. Berbeda dari bulan kemarin, kali iki rasanya lebih nyeri, tapi Claire tahan karena setelah makan siang nanti akan ada rapat penting dan dia harus datang mendampingi Bosnya. Alvin, Eva dan Rendi datang untuk mengajak Claire makan siang di restoran chiken di dekat kantor. "Hai Claire, pekerjaanmu sudah selesei?" tanya Alvin sembari menepuk pundak Claire. "Sudah ini, oya kalian mau makan siang, bukan?" "Tentu, makannya kami kemari untuk mengajakmu." sahut Eva. "Ayo kita makan di restoran chiken dekat kantor, di sana ada menu spesial." ajak Rendi. "Sepertinya kalian pergi makan tanpaku. Aku sedang tidak enak badan." Tolak Claire lirih sembari meringis menahan nyeri haidnya. "Kamu sedang sakit?" Tanya Eva lagi. Belum sempat Claire menjawab, suara bariton milik Tristan mengagetkan mereka bertempat. "Siapa yang sakit?" Sont
Di atas Sofa dekat kolam renang, dengan Bella berada di dekapan suaminya, Marco. Mereka menikmati malam yang cerah dengan bertabur bintang. Setelah pertempuran panas mereka tadi, dengan tubuh hanya tertutup selimut, Marco dan Bella menikmati keindahan malam. "Jika berada di apartemen ini membuatku senang karena banyak kenangan indah yang kita lalui bersama, Baby." Bella terkekeh, susah 20 tahun lebih, tapi suaminya itu masih memanggilnya Baby. Tentu panggilan itu hanya akan di lakukan jika mereka tengah berdua saja. "Iya Mas, di tempat ini pertama kali kita bersama dan aku pertama kali menjadi Sugar Baby mu." Marco mengecup kening Bella. "Aku beruntung memilikimu, Baby." Pandangan Marco lalu tertuju ke arah kolam renang. "Lihatlah kolam renang itu, di sana kita menghabiskan waktu untuk bercinta." Sejurus kemudian Bella juga memandang kolam renang yang berwarna biru dengan airnya yang hangat. Dulu dia dan Marco bercinta di dalam kolam renang dengan begitu berg
"Mas, kenapa kamu mengajakku kemari?" Protes Bella pada Marco yang membawanya ke Apartemen lotus. "Aku merindukanmu, Sayang." Jawab Marco sembari mengecup lembut bibir Bella."Ish kamu ini Mas." Wajah Bella merona merah. "Kita sedang sibuk loh mengurus pernikahan Axel dan Sandra.""Oleh karena itu, Mas ingin mencuri waktu sibuk kita untuk menghabiskan waktu bersama." Kembali Marco menyesap bibir lembut Bella, walau hampir berusia kepala 5, Bella masih terlihat muda dan cantik.Perlahan Marco bahkan mengecupi leher jenjang Bella. Tawa kecil terdengar dari bibir Bella. "Mas, kamu ini gak sabaran terus."Tidak memperdulikan protes Istrinya, Marco justru membawa Bella ke atas ranjang mewah yang sudah dia siapkan.Tanpa melepaskan pagutannya, Marco mulai menindih tubuh Bella. Perlahan mulai membuka kancing kemeja berwarna skyblue yang di pakai Bella satu per satu. Menikmati Aroma bargamot dan lavender di setiap inci tubuh Bella.Perlahan Marco mulai melepas penutup kedua gunung kembar
Axel memanggil Claire berulang kali tapi tidak menyahut, gadis itu tengah melihat ke arah kolam koi sambil tersenyum. Pikiran Claire melayang ke tempat lain, pertemuan dengan Tristan di pagi hari tadi saat jogging membuatnya berbunga-bunga. Wajah tampan Tristan yang seolah menjadi daya tarik tersendiri untuknya. Entah perasaan apa yang menguasai Claire, gadis itu belum memahami betul yang terjadi kepadanya. Kesal adiknya tidak menyahut terus, Axel mendekati Claire yang masih saja asyik menatap ke arah kolam koi sembari tersenyum itu. "Claire.. Kakak panggil kamu dari tadi, sedang melamunin apa sih!" keluh Axel pada adiknya itu. Claire sontak kembali ke alam nyata dan menatap kakak laki-lakinya itu. "Kakak manggil aku?" "Iya, tapi kamu malah asyik melamun disini." Axel pura-pura sebal. "Kakak mau minta tolong sama kamu." "Iya maaf ka, Claire sedang memikirkan sesuatu tapi sudah lupakan saja, tidak penting kok. Kakak mau minta tolong apa?" Beruntung Axel tidak be
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi Claire belum bisa tidur juga. Pikirannya teringat saat makan malam bersama Tristan. Dari waktu yang mereka habiskan, tampak sisi lain dari Tristan yang Baik dan hangat. Jantung Claire kembali berdetak lebih cepat, apalagi teringat saat Tristan membersihkan nasi yang menempel di bibir Claire. Claire segera menepuki kepalanya perlahan. "Apa yang kamu pikirkan, Claire!" Selimut tebal berwarna ivory itu segera di tariknya untuk menutupi seluruh tubuhnya, agar berhenti membayangkan tentang Tristan.Claire akhirnya tertidur begitu saja tanpa sengaja. Waktu berlalu begitu cepat, pagi segera menampakkan sinar matahari yang hangat dan cerah. Gadis cantik itu menggeliat, lalu terdiam sejenak dan berdecak. "Bahkan di mimpiku pun, Aku memimpikannya!" gerutu Claire merasa kesal pada dirinya sendiri. Claire memimpikan Tristan, pria itu sekarang seolah melekat dalam pikirannya. "Lebih baik Aku mandi lalu pergi berolahraga sa
Axel memeluk tubuh indah Anjani yang tanpa memakai sehelai baju dan hanya tertutup selimut. Setelah lelah, Keduanya menghabiskan waktu untuk bercerita. "Mas minta maaf, karna tetap tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Sandra." Mendengar itu Anjani hanya terdiam, pandangannya menerawang langit-langit rumahnya. Axel tahu jika Istri tercintanya itu kecewa, tetapi tidak mau mengungkapkan isi hatinya. "Andai kami menikah secara Sah negara mungkin Aku bisa mencegah pernikahan kedua suamiku. Tidak ada wanita yang mau berbagi suami. Posisiku hanya istri siri." batin Anjani. "Sayang... Aku tahu ini berat, tapi aku janji tidak akan pernah berpaling darimu. Ini hanya pernikahan Bisnis," bujuk Axel lalu mengecup pipi mulus Anjani. "Benarkah?" Anjani mengerlingkan matanya. "Tentu, Kamulah wanita satu-satunya di hatiku." Axel hendak mencium bibir ranum Anjani, namun istri sirinya itu malah menjauh. "Bagaimana jika kamu jatuh cinta kepada Wanita itu setelah melakukan mala
Malam ini, Axel pulang ke Apartemen Anjani. Pikirannya benar-benar sangat kusut kali ini, permasalahan perusahaannya sudah berakhir. Tapi dia tetap harus menikah dengan Sandra dan hari H menuju pernikahan mereka tinggal 7 hari lagi. Bagaimana tidak? Undangan sudah di sebar, gedung sudah di pesan, terlebih Sandra sudah begitu mengharap. Dalam dunia ini memang yang paling kerjam adalah sebuah harapan. "Mas, mandilah dulu, Aku sudah menyiapkan air hangat untuk kamu berendam." celetuk Anjani membuyarkan segala macam pikirannya. Axel berjalan mendekati Anjani, lalu memegang tangannya mesra lalu berbisik di telinga Anjani. "Ikut aku mandi." "Aku sudah mandi, Mas." Tidak ingin mendapatkan penolakan dari Anjani, Axel mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Anjani lalu menciuminya. Hal yang Axel lakukan itu membuat Anjani memdesah pelan. "Sayang.. saat ini aku membutuhkanmu, jangan menolak permintaanku." bisiknya. "Baiklah kalau begitu." Setelah mendapat persetuju
"Pak Tristan, Maaf, saya ingin minta izin untuk pulang sekarang."Jono, Supir pribadi Tristan terlihat sangat panik. "Sa.. saya baru di kabari oleh ibu saya jika Istri saya jatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri." Claire yang mendengarnya ikut khawatir dan kasihan. Namun, Wajah Tristan nampak tidak senang. "Bukankah saya sudah bilang jika saya tidak suka pekerja yang meminta izin di saat sedang bekerja!" Rasa kagum Claire saat di ruangan meeting tadi seolah sirna. Bosnya itu tetaplah pria dingin tak berperasaan. "Ma..Maafkan saya, Pak! Tapi ini sangat darurat, istri saya sedang mengandung 9 bulan, saya sangat khawatir dengan keadaan mereka berdua." Tristan nampak menimbang-nimbang, setelah mendengar istrinya Jono tengah mengandung masih ada sedikit rasa belas kasih di hati Tristan. "Baiklah, hanya kali ini saya menginzinkanmu." Awalnya Claire sangat tidak suka saat Tristan tidak mengizinkan Jono untuk pergi, tapi gadis itu juga ikut merasakan lega saat akhirnya