Di sebuah kelab malam dengan hingar bingarnya, musik keras dan banyak pemuda pemudi berjoget riang di altar dansa mengikuti alunan musik.
Namun di balik keramaian itu tidak bisa membuat kesepian seorang laki-laki tampan bernama Marco Pratama terobati.
"Marco, Ayo kita nikmati malam panjang ini dengan kesenangan."
Ajak Charles kepada temannya, Marco. Lagi, Marco menolak ajakan Charles untuk kesekian kalinya.
"Biar Aku disini saja, Char. Kamu saja yang berdansa, Aku sedang minum." Alasan Marco lalu menyesap winenya.
"Lalu untuk apa kamu datang kemari jika tidak untuk menikmati hiburan disini? Banyak wanita cantik yang akan membuatmu melupakan Laura!"
"Diamlah Char! Jangan ungkit Laura saat ini, saat ini Aku sedang tidak ingin membahas wanita itu."
"Jika wanita itu membuatmu terluka, ceraikan saja Dia, Co! Carilah wanita yang akan mencintaimu dengan tulus."
Marco tertawa kecut mendengar penuturan Charles itu.
"Tidak ada wanita yang bisa membuatku jatuh cinta seperti Laura, Char."
"Wanita cantik, sexy tentu kamu bisa dengan mudah mendapatkannya lebih dari Laura. Kenapa kamu tidak mencari kebahagiaanmu sendiri?"
Marco tersenyum kecut karena Charles begitu Sok tahu.
"Gairah! Hanya Laura yang bisa membuatku bergairah di ranjang maupun di kehidupan ini, kamu tidak akan mengerti karena kamu belum pernah jatuh cinta."
Charles malah terbahak mendengar alasan Marco, bagi Charles wanita adalah hiburan. Sedangkan cinta itu membuat hidup menjadi sengsara. Prinsip Charles , Kenapa harus jatuh cinta jika bisa menikmati wanita kapan saja walau Charles sudah menikah dengan Frisca, pernikahan bisnis tentunya, Charles tidak pernah menganggap Frisca ada.
"Kamu itu seorang CEO perusahaan terbesar di kota ini , Co. Perusahaan M&P yang hampir memiliki saham senilai ratusan triliun, kenapa harus terpaku dan menderita karna satu wanita?"
"Maksudmu? Aku harus menikah lagi? Jangan bodoh kamu, Char. Pasti hal itu akan membuat huru hara di berbagai media sosial karena pernikahan keduaku. Tentu akan berpengaruh terhadap saham perusahaanku!"
Charles kembali menertawakan sahabatnya itu. Walau Marco seorang CEO dari perusahaan raksasa, berpenampilan gagah dan mewah, tapi hatinya berwarna merah muda. Marco seorang yang tidak mudah jatuh cinta dan tentu setia.
Berbeda dengan Charles yang seorang pemain, bagi Charles, cinta adalah hal konyol yang tidak ingin Charles rasakan. Charles hanya ingin bersenang-senang dengan para wanita , mendapat kepuasan lalu berganti dengan wanita lainnya.
"Bukan untuk menikah lagi, Marco. Tapi memiliki wanita simpanan , zaman sekarang lebih di kenal dengan sugar baby."
"Aku tidak tertarik!" Tolak Marco mentah-mentah.
"Kamu akan merasakan sensasi tersendiri memiliki hubungan di belakang pasanganmu dan itu bisa membuatmu lebih bergairah saat memiliki hubungan yang sembunyi-sembunyi."
"Saranmu tidak masuk akal , Char!"
"Akupun memiliki sugar baby, Co, karena memiliki hubungan di belakang pasangan kita itu membuat hati berdebar terus karena harus terus menyembunyikan kenakalan kita."
Marco tercenung sejenak untuk mencerna perkataan sahabatnya itu.
"Apakah harus Aku coba saran dari Charles? Laura sangat acuh kepadaku walau kami telah memiliki seorang anak laki-laki berusia enam tahun, tapi cinta di antara kami tidak pernah ada. Laura terpaksa menikah denganku karena perjodohan dari Ayahnya. Lebih tepatnya pernikahan bisnis." Ucap dalam hati Marco.
"Woy Bos.. kenapa malah melamun?"
Marco segera tersadar dan berusaha biasa saja walau sebenarnya saran dari Charles cukup membuatnya tertarik.
"Aku ingin bertanya dulu, bagaimana mendapatkan sugar baby itu?"
"Kamu tertarik juga dengan saranku?" Ledek Charles.
"Jangan banyak tanya, jawab saja yang Aku tanyakan."
"Baiklah Bos, maafkan Saya." Charles menjeda ucapannya, menundukkan kepala dengan tangan memutar lalu terhenti di dadanya, layaknya seseorang yang meminta maaf kepada Raja.
"Aku bisa Carikan wanita yang tepat untukmu. Aku punya kenalan yang bisa membantu mencarikan sugar baby untukmu, bagaimana?"
"Wanita seperti apa yang mau menjadi simpanan? Hanya wanita murahan yang mau." Ketus Marco.
"Tenang, wanita yang akan menjadi simpananmu tentu wanita yang sudah melalui banyak proses sebelum Aku menyerahkannya kepadamu."
"Aku belum berminat, Aku masih mengharapkan Laura bisa membuka hatinya untukku dan menerimaku. Agar kami bisa menjalani rumah tangga yang bahagia."
Charles terus nyerocos meyakinkan Marco untuk memiliki seorang sugar baby, mau tidak mau Marco mendengarkan sahabatnya itu bercerita, seorang Charles walau sebre*ng*sek itu tetapi dia teman yang baik dan setia. Hanya Charles satu-satunya teman yang di miliki Marco.
Seorang waitres wanita yang cantik dengan tubuh cukup berisi tapi bukan gemuk, memiliki rambut hitam bergelombang, berkulit putih dan bibir sensual berwarna merah merona, tanpa sengaja menjatuhkan minuman pada Marco yang sedang menjadi pendengar Charles.
Pluk.. prang... Minuman berakohol itu tumpah dengan sempurna di baju mahal Marco, dan gelas kaca itupun pecah ke lantai dan mengenai kaki mulus waitres tersebut.
"What the fuck!" Sinis Marco karena bajunya harus basah karena ketumpahan air.
"Ma.. maafkan saya Tuan, saya tidak sengaja." Waitres itu ketakutan setengah mati setelah mendengar suara bariton Marco tak berani melihat ke arah Marco waitres itu menundukkan kepala.
Marco langsung melihat ke arah waitres itu, melihat waitres itu ketakutan dan bergetar badannya lalu ada sedikit luka di kakinya yang mulus itu karena terkena serpihan gelas yang pecah.
Sang manajer kelab pun segera datang karena ada keributan, tahu waitres barunya telah membuat masalah terlebih kepada Marco yang merupakan pelanggan VVIPnya.
"Maafkan kami Tuan, Bella baru bekerja sebagai waitres baru di kelab ini, saya akan mengajarinya dengan baik lagi." Ucap pak Hendrik manajer kelab itu meminta maaf.
Melihat waitres dan manajernya meminta maaf dengan tulus, Marco tak sampai hati untuk memarahi waitres wanita itu. Terlebih wanita itu yang terluka oleh serpihan kaca dari pecahan gelas.
"Baiklah, lain kali lebih hati-hati ya mbak."
"I..iya Tuan." Jawab Bella gugup.
"Kami akan mengganti rugi atas baju Tuan yang basah." Ujar pak Hendrik lagi.
"Tidak perlu, bawa saja waitres itu, kakinya terluka."
Setelah meminta maaf Pak Hendrik meminta OB untuk membersihkan lantai dari serpihan kaca yang berserakan, pak Hendrik lalu menuntun Bella ke arah belakang kelab.
Marco kembali duduk ke tempatnya, Charles yang hanya jadi penonton saja dari tadi kini mulai membuka mulutnya."Bajumu ini mahal, Co. Kenapa kamu membiarkan mereka untuk tidak mengganti rugi?"
"Aku melihat mereka meminta maaf dengan tulus, baju seperti ini banyak dan mudah aku beli, tapi ketulusan orang meminta maaf itu sangat langka."
"Yakin hanya itu alasanmu tidak marah? Bukan Karena waitres itu cantik?" Cecar Charles menggodanya.
Wajah Marco bersemu merah beruntung Charles tidak melihatnya karena cahaya yang remang, jujur saja, Marco juga sedikit tertarik dengan waitres cantik tadi, dengan pakaian mini yang dikenakannya menonjolkan bagian tubuhnya yang indah, terutama bagian dadanya yang cukup besar.
"Aku tidak memperhatikan wajahnya." Jawab Marco acuh.
"Tapi kamu memperhatikan bagian yang lainnya kan?" Kembali Charles menggoda Marco.
"Ya. Aku memperhatikan kakinya yang berdarah karena terluka kena serpihan kaca."
Charles masih tetap tidak percaya, karena biasanya Marco akan sangat marah ketika ada yang menghancurkan harinya.
"Aku akan tanya kepada pak Hendrik, apakah wanita itu bisa menjadi sugar baby untuk bos Marco." Charles hendak berdiri tapi langsung di tarik untuk duduk lagi oleh Marco
Marco memukul kepala Charles untuk menghentikan bualannya.
"Jangan pukul lagi, baiklah aku diam." Ujar Charles dengan mengisyaratkan mengunci mulutnya, karena takut kena pukul lagi.
Benda pipih Marco bergetar, ada telepon dari sus Jenah, suster yang menjaga Raffa putranya dengan Laura.
"Halo sus ada apa?" Jawab Marco panik karena tidak seperti biasanya Suster anaknya itu menelepon.
(Ini Tuan, Den Raffa badannya panas sekali, padahal sudah sus kasih Paracetamol.)
"Bawa Raffa ke rumah sakit segera sus, bilang sama Nyonya Laura untuk mengantar Raffa ke rumah sakit."
(Maaf Tuan, Nyonya belum pulang sejak pergi pagi tadi, nomor teleponnya pun tidak bisa dihubungi jadi sus hubungi Tuan Marco.)
Degg, Istrinya bahkan tidak di rumah, ada rasa mencelos di hatinya, Laura telah mengabaikan dirinya, tapi tidak seharusnya Laura mengabaikan anaknya, Raffa.
"Baiklah sus, bawa Raffa segera ke Rumah Sakit Cahaya Anak bersama dengan pak Wahid, kita bertemu di rumah sakit saja." Titah Marco agar Sus Jenah dan Raffa segera ke rumah sakit bersama sopir keluarga Mereka.
(Baiklah Tuan.) Tut...telepon dimatikan.
"Aku harus pergi, Char. Anakku sakit."
"Baiklah, kabari saja jika kamu butuh sesuatu." Ujar Charles sembari memegang bahu sahabatnya itu.
"Tentu."
Marco segera pergi ke rumah sakit, Marco sengaja tidak menjemput dulu Raffa dari rumah karena agar Raffa bisa langsung di bawa ke Rumah Sakit dan tidak menunggunya lebih dulu. Dalam perjalanan Marco begitu marah kepada Laura, sikap baiknya selama ini kepada Laura justru membuat wanita itu bertindak sesuka hatinya.
Marco telah tiba di rumah sakit, lalu tak berapa lama mobil yang pak Wahid bawa pun tiba.
"Biar saya gendong Raffa, sus."
Suster Jenah memberikan Raffa kepada Tuan Marco, badan Raffa begitu panas bahkan sampai membuat Raffa mengingau.
Raffa segera mendapatkan pertolongan intensif dari Dokter di ruang UGD, dokter curiga jika Raffa terkena Demam Berdarah.
Marco di luar menunggu bersama suster Jenah dan pak Wahid.
Ponsel Marco kembali bergetar, sebuah pesan foto dari mata-mata yang diperintahkan Marco untuk mengawasi semua kegiatan Laura, Istrinya.
Hati Marco bagai di sayat pisau saat melihat gambar yang di kirim oleh mata-matanya. Sebuah foto Laura bersama seorang laki-laki tengah bercinta dengan panasnya.
Marco meremas ponsel mahalnya yang bergambar Apel itu, ingin sekali melampiaskan kekesalannya jika tidak mengingat sedang berada di rumah sakit.
Marco menarik nafas dan berusaha untuk setenang mungkin. Sebuah ide muncul di benak Marco. Marco segera menghubungi Charles.
"Charles, Aku ingin kau Carikan Aku seorang sugar baby. Besok Aku tunggu kabarmu."
---------------
Mohon bantuannya untuk buku keduaku ya teman-teman... Votenya dan likenya..Terimakasih ^_^
Aku adalah seorang CEO dari perusahaan raksasa M&P yang di wariskan oleh keluargaku. Bisa di bilang aku adalah konglomerat generasi ketiga.Orang sering menyebutku tampan, memiliki body yang keren dan selalu memakai pakaian mewah, banyak orang ingin memiliki hidup sepertiku. Tapi tidak banyak orang tahu kekuranganku, yaitu Aku memiliki kekurangan dalam hal cinta.Aku terlahir dari keluarga besar Pratama, kakekku Yulius Pratama mendirikan perusahaan di bidang pangan yang saat ini telah bertumbuh pesat menjadi salah satu perusahaan raksasa. Sebagai cucu laki-laki pertama Aku sudah di takdirkan untuk meneruskan bisnis keluarga ini, walau sebenarnya Aku memiliki perusahaan sendiri yang bergerak di bidang jasa pengamanan atau bodyguard, Bisnisku, Aku serahkan pengurusannya kepada sahabatku Charles, ku percayakan padanya untuk mengelola perusahaanku.Aku memiliki seorang saudari yang berbeda sepuluh tahun denganku, bernama Nathalia Pratama. Gadis yang cukup cerewet tapi ceria. Walau kadan
Marco sudah mulai sibuk dengan pekerjaan di kantornya, hingga sedikit melupakan sakit hatinya atas penghianatan Laura."Pak Widodo, bagaimana untuk sekretaris yang akan menggantikan Cantika. Apakah sudah ada penggantinya?" Tanya Marco di sela-selanya menadatangani berkas. Cantika adalah sekretaris Marco, sudah satu bulan resign karena hamil dan ingin fokus pada kehamilannya."Sudah pak, baru masuk hari ini, sedang di trening oleh Bu Zoya agar mengerti apa saja yang harus dilakukannya sebagai sekretaris pribadi Pak Marco." Tukas Pak Widodo memberitahu."Baiklah, segera kirim dia nanti untuk menemani saya rapat di Hotel Husada." Tidak berapa lama, Bu Zoya masuk ke dalam kantor Marco dengan seorang gadis mengekor di belakangnya.Marco masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada di hadapannya, Marco dengan sangat teliti membacanya sebelum menandatangani berkas tersebut. "Pak Marco, Saya membawa sekretaris baru sebagai pengganti Bu Cantika. Pegawai baru bernama Isabella." Marco segera men
"Tapi ada syaratnya.""Syarat apa Pak? Pasti saya akan memenuhinya.""Kamu harus tidur denganku malam ini."Bella sangat terkejut mendengar syarat yang harus Dia penuhi agar bisa meminjam uang itu."A.. apa?""Tidurlah denganku, untuk mendapatkan pinjaman itu."Rasanya Bella ingin memukul pria yang berada di hadapannya kini. Jika tidak mengingat itu adalah Bosnya."Saya terpaksa meminjam uang karena hal yang mendesak, tapi saya juga bukan wanita murahan yang akan mau begitu saja untuk menghabiskan malam dengan seorang pria!""Terserah, jika kamu tidak menerima syaratnya tidak masalah. Silahkan keluar, kamu tahu pintu keluarnya." Tukas Marco sembari menunjukkan tangannya ke arah pintu."Permisi!" Ketus Bella.Bella segera pergi dari ruangan Marco dengan hati sakit dan tercabik, merasa harga dirinya begitu di rendahkan. Air mata membendung di sudut netranya.Bella menangis di koridor kantor, begitu bingung dirinya mencari uang begitu banyak dalam waktu satu hari.Ponselnya berdering, t
"Mama... Mama." Anak kecil laki-laki berusia dua tahun memegangi tanganku, seperti hendak memohon agar Aku tidak meninggalkannya sendiri. "Ethan sayang, Mama pergi bekerja dulu yah, ini sudah malam Ethan tidurlah bersama Nenek." Ucapku menenangkan anak sekecil itu. "Bu, Aku pergi bekerja dulu." Aku mengulurkan tangan untuk mencium punggung tangan Wanita yang telah melahirkanku itu. "Nak, kamu sudah terlalu bekerja keras, istirahatlah sejenak, jangan memforsir diri." "Aku harus segera mengumpulkan uang untuk operasi Ethan, Bu. Aku harus bekerja keras." "Ya sudah, hati-hati ya nak, kamu sungguh ibu yang baik." Aku tersenyum mendengar ucapan ibuku, "Aku titip Entah ya Bu." Aku segera bergegas dadi rumah karena waktu ganti sift di kelab malam sekitar satu jam lagi. Aku harus segera sampai. Aku Isabella, wanita berusia dua puluh satu tahun , sudah memiliki anak karena rayuan seorang pria waktu masih kuliah dulu. Tidak ingin menambah dosa lagi dengan membu*nuh janin di dalam k
"Kau harus tidur denganku, malam ini."Bagai di sambar petir mendengar sebuah kalimat yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Bella, akan keluar dari pria yang memiliki status sosial yang tinggi itu."Saya terpaksa meminjam uang karena hal yang mendesak, tapi saya juga bukan wanita murahan yang akan mau begitu saja untuk menghabiskan malam dengan seorang pria!" Tubuh Bella bergetar menahan amarah saat mengucapkannya."Baiklah jika kamu tidak setuju, kau tentu tahu pintu keluarnya!""Permisi!"Bella segera melangkah keluar, rasanya di ruangan yang dingin ber AC ini , tubuhnya merasakan panasnya amarah. Bella merasa sangat tidak berdaya bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri saat di hadapan Bos Marco.Ponselnya berdering, ibunya yang menelepon, memberitahukan bahwa kondisi Ethan drop lagi bahkan harus segera dioperasi."Ethan putraku masuk rumah sakit lagi dan kali ini harus segera di operasi karena kondisinya sudah down." Ucapnya dalam hati saat mendengar telepon dari Ibunya.Su
Setelah membersihkan dirinya, Bella perlahan keluar dari kamar mandi. Cukup lama Bella berada di kamar mandi, mengguyur badannya dengan air, berharap noda-noda bekas sentuhan Marco pada tubuhnya hilang. Di sela-sela mandinya di bawah guyuran air, Bella malah membayangkan pergumulan panasnya tadi. Tak terasa tubuhnya menegang kala mengingatnya. Namun segera Bella tepis bayangan konyol itu,"Aku harus bisa mengendalikan diri dan hasratku, Aku tidak boleh melakukannya sampai menimbulkan 'perasaan' pada pria arogan itu!" Gumamnya.Bella segera mengganti pakaiannya, membuka lemari yang berada di kamar tersebut, Bella menyesali dirinya lupa membawa baju ganti. Melihat -lihat semua isi yang ada di lemari, tidak ada baju yang pantas Bella pakai, semua baju lingerie dengan model yang sexy dan menggairahkan."Apa-apaan ini! Kenapa hanya ada baju ini saja?" Rutuk Bella kesal karena tidak ada piyama tidur melainkan hanya lingerie saja.Terpaksa Bella memakai salah satu dari lingerie itu, Bella
Jam yang berada di atas nakas menunjukkan pukul lima pagi, Bella terbangun dan merasakan badannya sakit semua seperti di remuk oleh puluhan orang. Tangan pria yang sedang memeluknya perlahan ia singkirkan, agar tidak membangunkannya. Agar Bella bisa segera pergi dan menjenguk putranya yang sedang menunggunya.Begitu sudah rapih, Bella teringat bahwa dirinya juga harus bersikap 'perhatian' kepada Marco, jadi sebelum dirinya pergi, Bella membuatkan sandwich untuk Marco.Perlahan Bella pergi meninggalkan Marco yang masih tertidur pulas, memesan taksi dan menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Bella tak bisa menahan airmatanya lagi, kedua netranya membasah, dirinya tahu betul bahwa hal yang dirinya lakukan bersama Marco adalah sebuah kesalahan. Tapi Bella tidak mampu berontak karena dia sendiri menyetujui perjanjian itu."Sudahlah, Bel. Jangan berlarut dalam penyesalan, kamu hanya perlu bersabar selama satu tahun dalam kondisi ini. Setelah itu kamu bisa bebas." Ucap Bella dalam hat
Balkon yang telah di hias indah dengan berbagai macam hiasan lampu serta bunga, meja dengan penuh makanan lezat sudah tersedia dengan rapih.Marco telah mengenakan setelan jas mahalnya dengan memegang bucket bunga mawar di tangannya. Menghampiri Bella yang masih berdiri di tempatnya."Apa kau menyukainya?" Tanya Marco saat melihat Bella hanya terdiam. Lalu meraih tangan Bella."A.. apa ini Tuan?" "Saya ingin makan malam denganmu." "Tapi.." pertanyaan Bella menggantung seolah ragu akan melanjutkannya."Tapi kenapa?" Selidik Marco penasaran akan apa yang hendak Bella sampaikan."Tapi Aku tidak menyukainya." Cicit Bella datar.Marco tersenyum kecut, mendengar jawaban dari Bella. Untuk membuat candle light dinner seperti ini dirinya bahkan menyuruh orang yang profesional."Oh oke.. setidaknya mari kita nikmati makanannya." Ajak Marco.Bella terdiam seperti memikirkan sesuatu dan Marco sangat penasaran dengan apa yang sedang di pikirkan oleh Bella."Kenapa hanya diam saja? Ayo kita mak
Axel memeluk tubuh indah Anjani yang tanpa memakai sehelai baju dan hanya tertutup selimut. Setelah lelah, Keduanya menghabiskan waktu untuk bercerita. "Mas minta maaf, karna tetap tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Sandra." Mendengar itu Anjani hanya terdiam, pandangannya menerawang langit-langit rumahnya. Axel tahu jika Istri tercintanya itu kecewa, tetapi tidak mau mengungkapkan isi hatinya. "Andai kami menikah secara Sah negara mungkin Aku bisa mencegah pernikahan kedua suamiku. Tidak ada wanita yang mau berbagi suami. Posisiku hanya istri siri." batin Anjani. "Sayang... Aku tahu ini berat, tapi aku janji tidak akan pernah berpaling darimu. Ini hanya pernikahan Bisnis," bujuk Axel lalu mengecup pipi mulus Anjani. "Benarkah?" Anjani mengerlingkan matanya. "Tentu, Kamulah wanita satu-satunya di hatiku." Axel hendak mencium bibir ranum Anjani, namun istri sirinya itu malah menjauh. "Bagaimana jika kamu jatuh cinta kepada Wanita itu setelah melakukan mala
Malam ini, Axel pulang ke Apartemen Anjani. Pikirannya benar-benar sangat kusut kali ini, permasalahan perusahaannya sudah berakhir. Tapi dia tetap harus menikah dengan Sandra dan hari H menuju pernikahan mereka tinggal 7 hari lagi. Bagaimana tidak? Undangan sudah di sebar, gedung sudah di pesan, terlebih Sandra sudah begitu mengharap. Dalam dunia ini memang yang paling kerjam adalah sebuah harapan. "Mas, mandilah dulu, Aku sudah menyiapkan air hangat untuk kamu berendam." celetuk Anjani membuyarkan segala macam pikirannya. Axel berjalan mendekati Anjani, lalu memegang tangannya mesra lalu berbisik di telinga Anjani. "Ikut aku mandi." "Aku sudah mandi, Mas." Tidak ingin mendapatkan penolakan dari Anjani, Axel mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Anjani lalu menciuminya. Hal yang Axel lakukan itu membuat Anjani memdesah pelan. "Sayang.. saat ini aku membutuhkanmu, jangan menolak permintaanku." bisiknya. "Baiklah kalau begitu." Setelah mendapat persetuju
"Pak Tristan, Maaf, saya ingin minta izin untuk pulang sekarang."Jono, Supir pribadi Tristan terlihat sangat panik. "Sa.. saya baru di kabari oleh ibu saya jika Istri saya jatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri." Claire yang mendengarnya ikut khawatir dan kasihan. Namun, Wajah Tristan nampak tidak senang. "Bukankah saya sudah bilang jika saya tidak suka pekerja yang meminta izin di saat sedang bekerja!" Rasa kagum Claire saat di ruangan meeting tadi seolah sirna. Bosnya itu tetaplah pria dingin tak berperasaan. "Ma..Maafkan saya, Pak! Tapi ini sangat darurat, istri saya sedang mengandung 9 bulan, saya sangat khawatir dengan keadaan mereka berdua." Tristan nampak menimbang-nimbang, setelah mendengar istrinya Jono tengah mengandung masih ada sedikit rasa belas kasih di hati Tristan. "Baiklah, hanya kali ini saya menginzinkanmu." Awalnya Claire sangat tidak suka saat Tristan tidak mengizinkan Jono untuk pergi, tapi gadis itu juga ikut merasakan lega saat akhirnya
Pagi itu, Claire berjalan dengan cepat menghampiri ruangan CEO. Sorot matanya tajam penuh kemarahan dan tangannya mengepal karena menahan amarah. Baru hari ini Claire tahu masalah kedua orangtuanya tentang perusahaan mereka yang hampir bangkrut karena tender yang di rebut paksa oleh perusahaan Titan Corp, tempatnya bekerja. Bella dan Marco memang sengaja tidak memberitahukan keadaan mereka kepada Claire. Bagi mereka, Claire masih lah putri kecil yang tidak harus tahu segala permasalahan keluarganya. Ruangan Tristan yang memang berhadapan dengan meja kerja Claire sebagai sekretarisnya seolah tidak bisa menghentikan niat Claire untuk meluapkan emosinya. Tristan sedikit terkejut karena Claire membuka pintu ruangannya begitu saja. "Kenapa Anda melakukannya?" seru Claire tanpa rasa takut pada atasannya itu dan tanpa basa basi. "Rupanya kamu sudah mendengarnya?" Tristan tampak begitu santai menanggapi Claire. "Permasalahan sudah selesei, kamu tidak perlu khawatir lagi!"
Tristan duduk di depan sang ayah dengan perasaan berkecamuk. Pasalnya, sang Ayah telah mengambil langkah di luar perkiraannya, Franky langsung menyerang perusahaan Marco tanpa membicarakannya dengan Tristan terlebih dahulu. "Segera hentikan tindakan Papi!" Suara bariton Tristan berbicara santun namun tegas. "Bukan balas dendam seperti ini yang Aku inginkan, Pi." "Lalu seperti apa, Tan?" Franky menyesap rokoknya lalu menghembuskan asapnya. "Kamu terlalu lama dalam bertindak, sedangkan Aku sudah ingin melihat Marco dan keluarganya menderita." "Hal paling mudah untuk menyerang Marco memang langsung menyerang perushaannya." Tristan menyandarkan punggungnya dan menatap sang Ayah, "Hal itu pasti sudah Aku lakukan dari dulu, Pi. Tapi aku menginginkan hal yang lebih menyakitkan untuk mereka." "Hal seperti apa? Nyatanya, Papi belum melihat kamu melakukan tindakan apapun." "Aku ingin membuat Marco lebih menderita dengan memanfaatkan putri kesayangan mereka!" Tristan menatap taja
"A...Axel sudah menikah?" pekik Sandra terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Bella segera mengajak Sandra ke dalam kamar Axel agar tidak membuat keributan dan terdengar oleh Tuan Chandra. Axel juga terkejut melihat kedatangan Mamanya bersama Sandra. "Ada apa ini, Ma?" "Sepertinya kamu harus menjelaskan saat ini juga yang sebenarnya kepada Sandra, Axel." Melihat tatapan Sandra yang penuh tanda tanya dan juga kesedihan Axel mengerti maksud Mamanya. Mungkin tadi Sandra mendengar apa yang Bella dan Axel katakan. "Jelaskan semuanya kepadaku, Xel." Sandra duduk di samping Axel. "Aku butuh kejelasan untuk apa yang aku dengar." Axel menghembuskan nafasnya, sebenarnya Axel tidak tega jika menceritakan yang sebenernya kepada Sandra, tapi Sandra sudah mendengar kebenarannya. "Baiklah, Aku akan menceritakan semuanya kepadamu." Dengan penuh perhatian Sandra memperhatikan Axel yang tengah membicarakan tentang hubungannya dengan Anjani. Berulang kali Sandra memejamkam mat
"Axel , putraku." Seru Marco, "Kamu akan segera menikah dengan Casandra, ini sudah keputusan kami semua." Bagaikan petir di siang bolong, ucapan Ayahnya mampu membuatnya tidak bisa berkata apapun. "Papa dan Om Chandra sudah sepakat untuk menikahkan kamu dengan Casandra, satu bulan lagi." Lanjut Marco menjelaskan. "Pernikahan!" Pekik Axel tercekat. "Iya Axel, pernikahan kamu dan Casandra," Ulang Marco saat melihat putranya tercengang, "Papa sudah yakin bahwa kamu dan Casandra sangat cocok." "Tapi pa.." Marco segera memotong ucapan Axel, "Jika kamu ingin protes, kita bisa bicarakan nanti, sekarang ajak Casandra berbicara agar kalian jadi lebih dekat." Marco memberikan kode kepada Axel untuk berhenti tidak mengucapkan hal yang ingin dia katakan. "Tentang Anjani akan kita bicarakan setelah para tamu ini pulang. Sekarang, patuhi saja apa kata Papa." Tekan Marco dengan membisikkan pada putranya. Tidak ingin membuat malu Ayahnya, Axel terpaksa menuruti permintaannya.
"A...Apa?" Marco seolah tidak yakin dengan apa yang di dengarnya, "Kenapa Titan Excelent seolah menyerang perusahaanku?" Untuk pertama kalinya, perusahaan Marco mengalami kesulitan. Media yang terus 'menggoreng' berita menjadikan semakin runyam. Marco berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengadakan konferensi pers. Bermaksud agar kesalahpahaman menjadi terang. Marco membuat keputusan, "Segera adakan konferensi pers, agar masalah ini tidak berlarut dan semakin runyam." "Tapi pak, apakah kita tidak seharusnya mencari dalang di balik ini semua? Baru kita melakukan konferensi pers." ujar Axel memberi masukan. "Kita tidak punya waktu lagi, sebelum saham kita semakin merosot turun, kita harus memberikan penjelasan kepada khalayak." Saran Axel tidak di hiraukan oleh Marco. Konferensi pers itu akan segera di adakan. Besok siang adalah waktu yang tepat untuk meluruskan semua kesalahpahaman tersebut. Axel masuk ke ruangan ayahnya dengan raut wajah sedikit gusar, "Pah
Hubungan Marco dan Axel menjadi merenggang pasca Marco mengetahui, putranya telah menikahi seorang muslim. Marco tidak mempermasalahkan latar belakang Anjani, bukan soal harta. Hanya saja sebuah pernikahan harus berlandaskan pada pandasi yang kuat. Yang satu keyakinan saja masih sering mengalami cekcok , apalagi yang berbeda keyakinan. Marco hanya tidak ingin Putranya gagal. Bella yang tidak tahan melihat suami dan putranya saling mendiamkan merasa sangat jengah, "Sampai kapan kalian akan saling mendiamkan seperti ini?" "Sampai Axel memutuskan hubungan dengan Anjani." Seru Marco tanpa keraguan sembari melahap makanannya. Axel tidak terima dengan ucapan ayahnya, "Dan Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskan Anjani, Pah." Brakk... Marco menggebrak meja makan dan membuat Bella serta Claire terkejut. "Apa kamu mau menghancurkan keluarga ini, Axel!" pekik Marco dengan suara baritonnya. "Tidak ada yang ingin menghancurkan keluarga ini, Anjani wanita yang sangat baik.