Marco sudah mulai sibuk dengan pekerjaan di kantornya, hingga sedikit melupakan sakit hatinya atas penghianatan Laura.
"Pak Widodo, bagaimana untuk sekretaris yang akan menggantikan Cantika. Apakah sudah ada penggantinya?" Tanya Marco di sela-selanya menadatangani berkas. Cantika adalah sekretaris Marco, sudah satu bulan resign karena hamil dan ingin fokus pada kehamilannya.
"Sudah pak, baru masuk hari ini, sedang di trening oleh Bu Zoya agar mengerti apa saja yang harus dilakukannya sebagai sekretaris pribadi Pak Marco." Tukas Pak Widodo memberitahu.
"Baiklah, segera kirim dia nanti untuk menemani saya rapat di Hotel Husada."
Tidak berapa lama, Bu Zoya masuk ke dalam kantor Marco dengan seorang gadis mengekor di belakangnya.
Marco masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada di hadapannya, Marco dengan sangat teliti membacanya sebelum menandatangani berkas tersebut.
"Pak Marco, Saya membawa sekretaris baru sebagai pengganti Bu Cantika. Pegawai baru bernama Isabella."
Marco segera mendongakkan kepalanya untuk melihat sekretaris barunya. Marco terkejut melihat wanita yang akan menjadi sekretaris barunya adalah waitress wanita yang semalam menumpahkan minuman di bajunya.
Isabella juga nampak terkejut saat tahu CEO yang akan menjadi atasannya adalah laki-laki dengan suara bariton yang semalam dia temui di kelab dengan cara yang tidak begitu baik.
"A..anda.. Tu..Tuan.. yang tadi malam." Cicit Bella dengan gagap.
"Bella, jaga sikapmu, ini Pak Marco , CEO perusahaan ini. Kamu akan menjadi sekretarisnya." Bu Zoya mengingatkan.
"Ma..maafkan saya, Pak."
"Oke.. Tidak masalah, Bu Zoya sudah memberihu job deskmu kan?"
Isabella menarik nafasnya agar jadi setenang mungkin, Bella tidak menyangka bahwa laki-laki yang semalam tidak sengaja kena tumpahan air adalah bosnya di kantor itu.
"Saya sudah di ajarkan semuanya, saya akan bekerja dengan baik." Ucap Bella dengan nada lebih tenang dari sebelumnya.
"Baiklah, kamu ikut dengan saya hari ini, bawa semua keperluanmu, kita akan ada rapat di Hotel Husada."
"Baik pak."
Melihat kode dari Bu Zoya, Bella segera bergegas ke mejanya, Bella menyiapkan semuanya yang akan dia perlukan saat mengikuti rapat Bosnya. Laptop, catatan kecil juga bolpoin. Tugas Bella adalah mencatat setiap isi dari rapat, membuat surat kontrak dan mengatur jadwal Bosnya.
Marco dan Bella sudah berada di satu mobil, suasana di antara keduanya terasa canggung karena ini baru pertama kali Bella bekerja setelah lulus kuliah, Marco yang terlihat dingin dan kaku juga hanya terdiam saja , tapi sesekali mencuri pandang kepada Bella lewat kaca spion mobil.
Keduanya sampai di Hotel Husada, Bella sebenarnya sangat merasa gugup, ini kali pertamanya bekerja tapi sudah harus mengikuti kemanapun Bosnya pergi.
"Aku harus segera menyesuaikan diri." Ucap Bella dalam hati.
Bella mengekor di belakang Marco, pria bertubuh besar dengan tinggi 185cm membuat langkahnya lebih cepat dari sekretarisnya itu.
Marco menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang tepat Bella mengikuti.
"Aku tidak suka pekerja yang lamban, kamu harus bisa mengikuti langkahku, lalu jangan berjalan terlalu jauh, nanti orang kira saya sedang mengajak anak saya!" Titah Marco ketus.
Bella hanya mengiyakan dan mempercepat langkahnya setengah berlari agar bisa mengimbangi Marco. Marco kembali berjalan dengan cepat menuju tempat rapat.
"Uhh.. bukan karena aku yang lamban tapi kamunya saja yang terlalu tinggi dan cepat dalam bergerak!" Keluh Bella dalam hati tentunya.
Bella setengah berlari mengejar Bosnya, tiba-tiba Marco berhenti mendadak dan berbalik lagi kepada Bella. Alhasil Bella malah menabraknya dan Bella hampir terjatuh ke lantai.
Dengan sigap Marco menangkap Bella dengan kedua tangannya, menjaga agar Bella tidak terjatuh, layaknya seorang kekasih yang tengah berdansa, tatapan Marco dan Bella bertemu.
Untuk sejenak mereka saling pandang, ada desiran halus dalam dada Marco kala melihat wajah cantik dan bibir sensual Bella yang ranum. Tersadar bahwa mereka sedang berada di hotel dan menjadi tontonan pengunjung hotel Marco segera membantu Bella untuk berdiri.
Ketika Bella hendak berdiri, tanpa sengaja Marco menyentuh benda kenyal yang bulat dan besar milik Bella. Keduanya sempat terkejut dengan kejadian itu, rona merahpun terlihat dari wajah keduanya karena malu.
Bella segera membenarkan posisinya, merapihkan kembali bajunya, Marco tidak bisa berhenti memandang dada gadis belia itu, kedua benda kenyal itu bergoyang karena terlalu besar.
"Sadarlah Marco, ingat ini di tempat umum, dan gadis itu adalah pegawaimu." Ucap Marco dalam hati tentunya.
"Maafkan saya Pak, saya terlalu ceroboh."
"Tidak apa-apa, ayo kita segera ke ruangan rapat."
Marco tidak ingin melanjutkan ataupun membahas insiden tadi, itu hanya akan membuyarkan konsentrasinya saat rapat nanti, sedangkan ini rapat yang cukup penting.
Rapat berjalan dengan baik, Bella mampu mengikuti setiap kegiatan rapat, mencatat semua hal penting dan memberikan pendapat saat di minta oleh Marco, alasan Marco saja agar bisa mendengar suara lembut Bella.
Setelah rapat selesei, Bella dan Marco berjalan beriringan, tapi lagi-lagi mereka berdua hanya berdiam diri, berbicara jika membahas pekerjaan. Mengenai insiden tadi keduanya masih merasa malu.
Saat sedang menunggu lift, Marco mendapatkan telepon dari Charles.
"Saya angkat telepon dulu, kamu tunggu saja disini." Titah Marco pada sekretaris cantiknya itu.
"Baik pak."
Marco segera menjauh dari Bella, agar Bella tidak mendengar percakapannya dengan Charles.
"Halo, Char."
(Halo Bos, Aku sudah dapat info dari wanita itu namanya..."
Belum sempat Charles menjelaskan Marco susah memotong dan menjelaskan apa yang akan Charles katakan.
"Namanya Isabella, berusia dua puluh satu tahun, lulusan universitas ternama, dan kini gadis itu bekerja di kantorku sebagai sekretaris pribadiku." Jelas Bella.
(Kau sudah tahu , Co? Hebat. Tapi bagaimana bisa kebetulan sekali dia menjadi pegawaimu?)
"Entahlah, Akupun tidak mengerti, saat ini gadis itu sedang bersamaku."
(Kalau begitu langsung saja jadikan dia sebagai sugar baby mu.)
"Jangan gila kamu Char, Bella terlihat seperti wanita baik-baik, dia buka orang seperti itu." Sangkal Marco yang tidak terima dengan saran gi*la temannya.
(Haha.. baiklah, kita akan meminta bantuan dari manajer kelab untuk hal ini, Bella bekerja paruh waktu di kelab itu.)
"Ide bagus! Ya sudah, Aku harus segera pergi dari sini."
Marco segera mematikan teleponnya dan segera kembali menghampiri Bella. Marco kebingungan bahwa dirinya sudah tidak melihat Bella disana. Marco ditinggal sendirian.
"Kemana wanita itu? Tidak seharusnya dia meninggalkan Aku sendiri disini."
Marco segera menghubungi kantor , untuk bertanya kepada Bu Zoya. Telepon segera tersambung ke Bu Zoya.
"Zoya, apakah kamu sudah memberitahu Bella bahwa dia tidak bisa pergi sebelum jam kerja usai?"
Bu Zoya menjawab jika sudah semua dia beritahukan kepada Bella. Bu Zoya juga merasa khawatirkan jika nanti karena Bella , pekerjaannya menjadi terganggu.
Marco merasa sangat kesal, Marco meminta Zoya untuk menghubungi Bella dan menyuruhnya untuk segera datang ke kantor. Sekarang baru pukul dua siang, masih ada tiga jam waktu efektif untuk bekerja.Di hari pertamanya Bella malah membuat kesalahan dengan pergi begitu saja tanpa pamit. Sebagai karyawan baru dan masih kontrak seharusnya Bella harus lebih bekerja keras untuk bisa menjadi karyawan tetap.
Marco sudah tiba di kantor, benar saja, Bella tidak ada di kantor. "Jadi kemana perginya wanita itu?" Batin Marco.
Marco merasa sangat kesal, dirinya ingin mendekati Bella, tapi wanita itu terlihat tidak kompeten dengan pekerjaannya dan itu sangat membuat Marco murka. Marco tidak menyukai ada seorang karyawannya yang meremehkan pekerjaan.
Namun Marco harus segera meredam emosinya karena harus melakukan perjalanan lagi. Hingga melupakan amarahnya karena perginya Bella.
Sekitar pukul empat sore lebih tiga puluh menit, Marco merasa sangat lelah, hari ini begitu melelahkan dirinya seharian Marco harus menandatangani berbagai berkas , melihat perkembangan proyek yang sedang berjalan dan bertemu investor.
Marco menekan tombol telepon yang terhubung ke Bu Zoya untuk membawakannya segelas kopi.
"Zoya, bawakan saya segelas kopi segera!"
Tak berapa lama pintu ruangan Marco terbuka, wanita cantik membawa secangkir kopi pesanan Marco.
"Pak, ini kopi Anda." Ucap wanita itu dengan lembut dan membuat Marco menoleh.
"Bella?"
"Maafkan saya Pak, tadi setelah rapat saya pergi begitu saja. Ada hal yang sangat mendesak hingga saya tidak memikirkan hal lainnya." Bella beralasan.
Brakk.. Marco memukul mejanya dengan keras hingga secangkir kopi itu tertumpah.
"Saya paling tidak suka dengan pegawai yang seenaknya dan tidak kompeten! Ini perusahaan bukan tempat bermain, disini ada aturannya dan kamu sudah melanggar itu."
"Sa..saya tahu, saya salah. Saya si..siap mendapatkan hukuman dari Bapak."
Marco mendengus kesal, menarik nafasnya agar menjadi tenang.
"Baiklah, kali ini Aku maafkan keteledoran kamu. Lain kali jangan lakukan hal serupa lagi. Perusahaan memiliki aturan."
"Baik Pak, saya akan mengingat itu."
"Ya sudah, bersihkan mejaku dan pergilah, bawa kembali kopi ini, Aku sudah tidak berselera!" Titah Marco ketus.
Bella dengan cekatan membersihkan meja Marco yang tertumpah kopi sedikit dan memegang cangkir kopi itu lalu berdiri diam, seperti hendak mengatakan sesuatu.
"Kenapa masih berdiri disini, sana kembali bekerja dan buatkan surat kontrak dengan grup S&C yang tadi kita rapatkan di Hotel!"
"Ma..maafkan saya Pak, saya ingin mengajukan pinjaman ke perusahaan." Dengan bibir bergetar Bella mengatakannya.
"Apa?"
"Saya ingin mengajukan pinjaman sebesar Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah, Pak."
Marco terkekeh mendengar penuturan Bella.
"Apa kamu sadar jika kamu itu baru bekerja dan masih berstatus karyawan kontrak?"
"Tentu, saya tahu pak, tapi karena ini mendesak saya harus segera mendapatkan uang itu."
"Maaf, karyawan kontrak tidak bisa mengajukan pinjaman apalagi sebesar itu." Tolak Marco mentah-mentah tanpa memikirkannya.
Bella terlihat begitu kecewa, berjalan keluar dengan sangat sedih dan lemas. Ketika Bella hendak keluar ruangan.
"Baiklah akan saya pinjamkan uang itu, memakai uang pribadiku."
Bella spontan menoleh dan berjalan cepat menghampiri Bosnya itu, secercah harapan seakan datang padanya.
"Terimakasih Pak, saya tentu akan menyicil untuk membayarnya setiap bulan dengan gaji saya." Ucap Bella bersemangat.
"Tapi ada syaratnya."
"Syarat apa Pak? Pasti saya akan memenuhinya."
"Kamu harus tidur denganku malam ini."
"Tapi ada syaratnya.""Syarat apa Pak? Pasti saya akan memenuhinya.""Kamu harus tidur denganku malam ini."Bella sangat terkejut mendengar syarat yang harus Dia penuhi agar bisa meminjam uang itu."A.. apa?""Tidurlah denganku, untuk mendapatkan pinjaman itu."Rasanya Bella ingin memukul pria yang berada di hadapannya kini. Jika tidak mengingat itu adalah Bosnya."Saya terpaksa meminjam uang karena hal yang mendesak, tapi saya juga bukan wanita murahan yang akan mau begitu saja untuk menghabiskan malam dengan seorang pria!""Terserah, jika kamu tidak menerima syaratnya tidak masalah. Silahkan keluar, kamu tahu pintu keluarnya." Tukas Marco sembari menunjukkan tangannya ke arah pintu."Permisi!" Ketus Bella.Bella segera pergi dari ruangan Marco dengan hati sakit dan tercabik, merasa harga dirinya begitu di rendahkan. Air mata membendung di sudut netranya.Bella menangis di koridor kantor, begitu bingung dirinya mencari uang begitu banyak dalam waktu satu hari.Ponselnya berdering, t
"Mama... Mama." Anak kecil laki-laki berusia dua tahun memegangi tanganku, seperti hendak memohon agar Aku tidak meninggalkannya sendiri. "Ethan sayang, Mama pergi bekerja dulu yah, ini sudah malam Ethan tidurlah bersama Nenek." Ucapku menenangkan anak sekecil itu. "Bu, Aku pergi bekerja dulu." Aku mengulurkan tangan untuk mencium punggung tangan Wanita yang telah melahirkanku itu. "Nak, kamu sudah terlalu bekerja keras, istirahatlah sejenak, jangan memforsir diri." "Aku harus segera mengumpulkan uang untuk operasi Ethan, Bu. Aku harus bekerja keras." "Ya sudah, hati-hati ya nak, kamu sungguh ibu yang baik." Aku tersenyum mendengar ucapan ibuku, "Aku titip Entah ya Bu." Aku segera bergegas dadi rumah karena waktu ganti sift di kelab malam sekitar satu jam lagi. Aku harus segera sampai. Aku Isabella, wanita berusia dua puluh satu tahun , sudah memiliki anak karena rayuan seorang pria waktu masih kuliah dulu. Tidak ingin menambah dosa lagi dengan membu*nuh janin di dalam k
"Kau harus tidur denganku, malam ini."Bagai di sambar petir mendengar sebuah kalimat yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Bella, akan keluar dari pria yang memiliki status sosial yang tinggi itu."Saya terpaksa meminjam uang karena hal yang mendesak, tapi saya juga bukan wanita murahan yang akan mau begitu saja untuk menghabiskan malam dengan seorang pria!" Tubuh Bella bergetar menahan amarah saat mengucapkannya."Baiklah jika kamu tidak setuju, kau tentu tahu pintu keluarnya!""Permisi!"Bella segera melangkah keluar, rasanya di ruangan yang dingin ber AC ini , tubuhnya merasakan panasnya amarah. Bella merasa sangat tidak berdaya bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri saat di hadapan Bos Marco.Ponselnya berdering, ibunya yang menelepon, memberitahukan bahwa kondisi Ethan drop lagi bahkan harus segera dioperasi."Ethan putraku masuk rumah sakit lagi dan kali ini harus segera di operasi karena kondisinya sudah down." Ucapnya dalam hati saat mendengar telepon dari Ibunya.Su
Setelah membersihkan dirinya, Bella perlahan keluar dari kamar mandi. Cukup lama Bella berada di kamar mandi, mengguyur badannya dengan air, berharap noda-noda bekas sentuhan Marco pada tubuhnya hilang. Di sela-sela mandinya di bawah guyuran air, Bella malah membayangkan pergumulan panasnya tadi. Tak terasa tubuhnya menegang kala mengingatnya. Namun segera Bella tepis bayangan konyol itu,"Aku harus bisa mengendalikan diri dan hasratku, Aku tidak boleh melakukannya sampai menimbulkan 'perasaan' pada pria arogan itu!" Gumamnya.Bella segera mengganti pakaiannya, membuka lemari yang berada di kamar tersebut, Bella menyesali dirinya lupa membawa baju ganti. Melihat -lihat semua isi yang ada di lemari, tidak ada baju yang pantas Bella pakai, semua baju lingerie dengan model yang sexy dan menggairahkan."Apa-apaan ini! Kenapa hanya ada baju ini saja?" Rutuk Bella kesal karena tidak ada piyama tidur melainkan hanya lingerie saja.Terpaksa Bella memakai salah satu dari lingerie itu, Bella
Jam yang berada di atas nakas menunjukkan pukul lima pagi, Bella terbangun dan merasakan badannya sakit semua seperti di remuk oleh puluhan orang. Tangan pria yang sedang memeluknya perlahan ia singkirkan, agar tidak membangunkannya. Agar Bella bisa segera pergi dan menjenguk putranya yang sedang menunggunya.Begitu sudah rapih, Bella teringat bahwa dirinya juga harus bersikap 'perhatian' kepada Marco, jadi sebelum dirinya pergi, Bella membuatkan sandwich untuk Marco.Perlahan Bella pergi meninggalkan Marco yang masih tertidur pulas, memesan taksi dan menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Bella tak bisa menahan airmatanya lagi, kedua netranya membasah, dirinya tahu betul bahwa hal yang dirinya lakukan bersama Marco adalah sebuah kesalahan. Tapi Bella tidak mampu berontak karena dia sendiri menyetujui perjanjian itu."Sudahlah, Bel. Jangan berlarut dalam penyesalan, kamu hanya perlu bersabar selama satu tahun dalam kondisi ini. Setelah itu kamu bisa bebas." Ucap Bella dalam hat
Balkon yang telah di hias indah dengan berbagai macam hiasan lampu serta bunga, meja dengan penuh makanan lezat sudah tersedia dengan rapih.Marco telah mengenakan setelan jas mahalnya dengan memegang bucket bunga mawar di tangannya. Menghampiri Bella yang masih berdiri di tempatnya."Apa kau menyukainya?" Tanya Marco saat melihat Bella hanya terdiam. Lalu meraih tangan Bella."A.. apa ini Tuan?" "Saya ingin makan malam denganmu." "Tapi.." pertanyaan Bella menggantung seolah ragu akan melanjutkannya."Tapi kenapa?" Selidik Marco penasaran akan apa yang hendak Bella sampaikan."Tapi Aku tidak menyukainya." Cicit Bella datar.Marco tersenyum kecut, mendengar jawaban dari Bella. Untuk membuat candle light dinner seperti ini dirinya bahkan menyuruh orang yang profesional."Oh oke.. setidaknya mari kita nikmati makanannya." Ajak Marco.Bella terdiam seperti memikirkan sesuatu dan Marco sangat penasaran dengan apa yang sedang di pikirkan oleh Bella."Kenapa hanya diam saja? Ayo kita mak
Setelah bersiap untuk pergi dari apartemen, sebelumnya Bella menyimpan tas mahal itu di lemari agar lebih terjaga saja ketika Tuan Marco hendak mengambilnya kembali.Bella menuju ke rumah sakit, Ethan putranya sudah di pindahkan ke ruangan biasa. Bahkan Ethan sudah sadarkan diri, wajahnya yang tadinya pucat kini sudah berwarna dan ceria."Nak, kamu tidak lembur lagi?" Tanya ibu Sarah kepada putri semata wayangnya."Tidak Bu. Atasanku sedang bersama keluarganya." Jawab Bella sekenanya.Ibu Sarah hanya manggut-manggut saja dengan penjelasan dari Bella."Oya, kata dokter Dev, Ethan sudah boleh pulang lusa." Wajah Bella berbinar saat mendengar informasi dari ibunya."Benarkah, Bu? Putraku akan hidup normal seperti anak pada umumnya?""Ethan akan tumbuh dengan baik karena memiliki ibu yang hebat dan pekerja kerasnya."Bella tersenyum getir mendengar ucapan ibunya. "Pekerja keras? Andai ibu tahu apa yang telah ku lakukan, akankah ibu masih menganggapku putrimu?" Ucap dalam hati Bella."Ke
Sebelum jam tujuh pagi, Bella sudah berada di mejanya, meja yang tepat berada di luar ruangan Marco. Mempersiapkan semua yang akan di bawa oleh Marco saat rapat nanti.Tak selang berapa lama Marco datang dengan wajah datar tetapi tetap terlihat cool, Bella segera bangun dari kursinya dan mengucapkan selamat pagi kepada Marco."Selamat pagi, pak." "Pagi." Marco hanya melirik Bella sepintas lalu masuk ke dalam ruangannya.Sejujurnya hati Marco merasa berdesir kala berhadapan dengan Bella, tapi Marco harus bisa menahan diri agar rahasianya dengan Bella tetap tertutup rapat.Bella masuk ke dalam ruangan, menyerahkan berkas dan schedule yang akan Marco lakukan hari ini."Pak, tolong tanda tangani berkas ini karena sudah harus di serahkan ke pihak marketing lalu jadwal bapak akan ada kunjungan dari investor jam sebelas siang." Ucap Bella dengan menyerahkan sejumlah berkas di hadapan Marco.Tidak sengaja Marco memegang tangan Bella, sontak Bella menjauh dan terkejut atas kejadian tidak ter
Gedung di salah satu hotel bintang 5 itu terlihat begitu mewah dan mahal. Berhiaskan berbagai macam bunga serta aksesoris pernikahan mewah yang menampakkan bahwa yang akan menikah adalah orang yang berkelas. Pernikahan Axelo dan Sandra sedang berlangsung dengan di saksikan oleh para orang penting seperti pemimpin perusahaan, pejabat serta para Artis ternama. Setelah mengucapkan janji setia untuk bisa sehidup semati tanpa ada yang bisa memisahkan, kecuali kematian. Axelo dan Sandra kini resmi menjadi suami istri, yang di restui kedua belah pihak keluarga konglomerat. Para tamu bergantian untuk menyalami sang pengantin baru. "Selamat untuk pernikahannya Pak CEO, semoga selalu bahagia," ucap seorang tamu dari golongan pengusaha. "Terima kasih." Axelo menjawab dengan lugas dan tersenyum. Walau terpaksa menikahi Sandra, tentu dia tidak bisa menampakkan ketidaksukaannya itu, bukan? Axel dan Sandra harus terlihat bahagia di pernikahan mereka. Rangkaian acara sudah t
Pagi itu Claire duduk di dekat Tristan, sambil memegang lengan kanan Tristan lembut. "Pak, Aku harap Bapak bisa segera sadarkan diri." lirih Claire lalu mengecup lembut tangan Tristan. Entah dari kapan Claire memiliki perasaan kepada Tristan, nyatanya perasaan itu kini mulai timbul di hatinya. Ada kekhawatiran melihat kondisi Tristan yang lemah. Lama Claire mengecup tangan Tristan sambil memejamkan mata, sampai Gadis itu tidak sadar jika pemilik tangan itu tengah menatapnya. "Claire." Panggil Tristan dengan suara parau. Sontak Claire membulatkan kedua mata indahnya dan melepas genggaman tangannya. "Pak Tristan! Anda sudah sadar?" Melihat Claire yang terkejut dan pipinya merona merah, Tristan malah terkekeh. "Saya sudah sadar diri semalam, Claire." Claire sontak terkejut, kenapa jika ia sudah sadar kenapa tidak membangunkannya? "Kenapa Bapak tidak membangunkanku?" "Saya tidak tega," Tristan mencoba untuk duduk, Claire lalu membantunya. "Kamu terlihat begitu
Di depan ruang ICU, Claire duduk dengan gelisah. Sudah 2 jam berlalu, sedangkan Tristan masih dalam penanganan dokter. "Tenanglah Claire, dokter sedang menangani Pak Tristan," Alvin mencoba menenangkan Claire yang gelisah. Gadis itu kembali menitikkan airmata. "Bagaimana Aku bisa tenang, Vin. Pak Tristan seperti ini karena menolongku!" Alvin mendesah, temannya itu memang berhati lembut. Jelas semua itu terjadi karena kecelakaan. Tapi Claire masih saja menyalahkan dirinya begitu. Hal itu lah yang membuat Alvin menaruh hati kepadanya. Sejak duduk di bangku SMA, Alvin sudah menyukai Claire. Alvin yang berasal dari keluarga sederhana bisa beruntung mendapatkan beasiswa untuk sekolah di bangku SMA yang ternama. Tak sedikit kala itu yang memandang Alvin sebelah mata karena status sosialnya. Tapi ada satu gadis yang cantik, ceria dan juga kaya begitu baik dan tak memandang status sosial seseorang. Gadis itu adalah Claire, dia mau berteman dengan Alvin di saat teman lai
Bugh... Tubuh Claire terhuyung karena seseorang mendorongnya ke pinggir jalan. Hampir saja Claire tertabrak oleh pengemudi mobil yang ngebut. "Claire!" pekikan teman-teman di sebrang jalan terdengar panik. Perasaan terkejut dan juga takut masih menguasai Claire, sampai dia tidak melihat siapa yang telah menolongnya. Perlahan Claire membalikkan tubuhnya dan melihat Tristan tidak sadarkan, gadis itu lebih terkejut lagi saat melihat darah mengalir di kening Bosnya itu. "Pak Tristan!" pekik Claire kaget. Spontan Claire memegang wajah Tristan dan mencoba untuk membuat pria itu tersadar. Alvin, Rendi dan Eva juga segera berlari ke sebrang jalan untuk menolong Tristan. "Bagaimana keadaanmu, Claire?" Alvin nampak sangat khawatir pada Claire, lalu pandangannya beralih kepada Tristan. "Aku baik-baik saja, Vin." Claire nampak sangat panik. "Karena Pak Tristan menolongku, akhirnya dia yang malah terluka!" Claire terlihat ketakutan, bahkan sampai menangis. Segera Alvin m
Claire memegangi perutnya, hari ini adalah hari pertama dia datang bulan. Kram dan nyeri perut sering di rasakannya di saat hari pertama. Berbeda dari bulan kemarin, kali iki rasanya lebih nyeri, tapi Claire tahan karena setelah makan siang nanti akan ada rapat penting dan dia harus datang mendampingi Bosnya. Alvin, Eva dan Rendi datang untuk mengajak Claire makan siang di restoran chiken di dekat kantor. "Hai Claire, pekerjaanmu sudah selesei?" tanya Alvin sembari menepuk pundak Claire. "Sudah ini, oya kalian mau makan siang, bukan?" "Tentu, makannya kami kemari untuk mengajakmu." sahut Eva. "Ayo kita makan di restoran chiken dekat kantor, di sana ada menu spesial." ajak Rendi. "Sepertinya kalian pergi makan tanpaku. Aku sedang tidak enak badan." Tolak Claire lirih sembari meringis menahan nyeri haidnya. "Kamu sedang sakit?" Tanya Eva lagi. Belum sempat Claire menjawab, suara bariton milik Tristan mengagetkan mereka bertempat. "Siapa yang sakit?" Sont
Di atas Sofa dekat kolam renang, dengan Bella berada di dekapan suaminya, Marco. Mereka menikmati malam yang cerah dengan bertabur bintang. Setelah pertempuran panas mereka tadi, dengan tubuh hanya tertutup selimut, Marco dan Bella menikmati keindahan malam. "Jika berada di apartemen ini membuatku senang karena banyak kenangan indah yang kita lalui bersama, Baby." Bella terkekeh, susah 20 tahun lebih, tapi suaminya itu masih memanggilnya Baby. Tentu panggilan itu hanya akan di lakukan jika mereka tengah berdua saja. "Iya Mas, di tempat ini pertama kali kita bersama dan aku pertama kali menjadi Sugar Baby mu." Marco mengecup kening Bella. "Aku beruntung memilikimu, Baby." Pandangan Marco lalu tertuju ke arah kolam renang. "Lihatlah kolam renang itu, di sana kita menghabiskan waktu untuk bercinta." Sejurus kemudian Bella juga memandang kolam renang yang berwarna biru dengan airnya yang hangat. Dulu dia dan Marco bercinta di dalam kolam renang dengan begitu berg
"Mas, kenapa kamu mengajakku kemari?" Protes Bella pada Marco yang membawanya ke Apartemen lotus. "Aku merindukanmu, Sayang." Jawab Marco sembari mengecup lembut bibir Bella."Ish kamu ini Mas." Wajah Bella merona merah. "Kita sedang sibuk loh mengurus pernikahan Axel dan Sandra.""Oleh karena itu, Mas ingin mencuri waktu sibuk kita untuk menghabiskan waktu bersama." Kembali Marco menyesap bibir lembut Bella, walau hampir berusia kepala 5, Bella masih terlihat muda dan cantik.Perlahan Marco bahkan mengecupi leher jenjang Bella. Tawa kecil terdengar dari bibir Bella. "Mas, kamu ini gak sabaran terus."Tidak memperdulikan protes Istrinya, Marco justru membawa Bella ke atas ranjang mewah yang sudah dia siapkan.Tanpa melepaskan pagutannya, Marco mulai menindih tubuh Bella. Perlahan mulai membuka kancing kemeja berwarna skyblue yang di pakai Bella satu per satu. Menikmati Aroma bargamot dan lavender di setiap inci tubuh Bella.Perlahan Marco mulai melepas penutup kedua gunung kembar
Axel memanggil Claire berulang kali tapi tidak menyahut, gadis itu tengah melihat ke arah kolam koi sambil tersenyum. Pikiran Claire melayang ke tempat lain, pertemuan dengan Tristan di pagi hari tadi saat jogging membuatnya berbunga-bunga. Wajah tampan Tristan yang seolah menjadi daya tarik tersendiri untuknya. Entah perasaan apa yang menguasai Claire, gadis itu belum memahami betul yang terjadi kepadanya. Kesal adiknya tidak menyahut terus, Axel mendekati Claire yang masih saja asyik menatap ke arah kolam koi sembari tersenyum itu. "Claire.. Kakak panggil kamu dari tadi, sedang melamunin apa sih!" keluh Axel pada adiknya itu. Claire sontak kembali ke alam nyata dan menatap kakak laki-lakinya itu. "Kakak manggil aku?" "Iya, tapi kamu malah asyik melamun disini." Axel pura-pura sebal. "Kakak mau minta tolong sama kamu." "Iya maaf ka, Claire sedang memikirkan sesuatu tapi sudah lupakan saja, tidak penting kok. Kakak mau minta tolong apa?" Beruntung Axel tidak be
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi Claire belum bisa tidur juga. Pikirannya teringat saat makan malam bersama Tristan. Dari waktu yang mereka habiskan, tampak sisi lain dari Tristan yang Baik dan hangat. Jantung Claire kembali berdetak lebih cepat, apalagi teringat saat Tristan membersihkan nasi yang menempel di bibir Claire. Claire segera menepuki kepalanya perlahan. "Apa yang kamu pikirkan, Claire!" Selimut tebal berwarna ivory itu segera di tariknya untuk menutupi seluruh tubuhnya, agar berhenti membayangkan tentang Tristan.Claire akhirnya tertidur begitu saja tanpa sengaja. Waktu berlalu begitu cepat, pagi segera menampakkan sinar matahari yang hangat dan cerah. Gadis cantik itu menggeliat, lalu terdiam sejenak dan berdecak. "Bahkan di mimpiku pun, Aku memimpikannya!" gerutu Claire merasa kesal pada dirinya sendiri. Claire memimpikan Tristan, pria itu sekarang seolah melekat dalam pikirannya. "Lebih baik Aku mandi lalu pergi berolahraga sa