Marco sudah mulai sibuk dengan pekerjaan di kantornya, hingga sedikit melupakan sakit hatinya atas penghianatan Laura.
"Pak Widodo, bagaimana untuk sekretaris yang akan menggantikan Cantika. Apakah sudah ada penggantinya?" Tanya Marco di sela-selanya menadatangani berkas. Cantika adalah sekretaris Marco, sudah satu bulan resign karena hamil dan ingin fokus pada kehamilannya.
"Sudah pak, baru masuk hari ini, sedang di trening oleh Bu Zoya agar mengerti apa saja yang harus dilakukannya sebagai sekretaris pribadi Pak Marco." Tukas Pak Widodo memberitahu.
"Baiklah, segera kirim dia nanti untuk menemani saya rapat di Hotel Husada."
Tidak berapa lama, Bu Zoya masuk ke dalam kantor Marco dengan seorang gadis mengekor di belakangnya.
Marco masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada di hadapannya, Marco dengan sangat teliti membacanya sebelum menandatangani berkas tersebut.
"Pak Marco, Saya membawa sekretaris baru sebagai pengganti Bu Cantika. Pegawai baru bernama Isabella."
Marco segera mendongakkan kepalanya untuk melihat sekretaris barunya. Marco terkejut melihat wanita yang akan menjadi sekretaris barunya adalah waitress wanita yang semalam menumpahkan minuman di bajunya.
Isabella juga nampak terkejut saat tahu CEO yang akan menjadi atasannya adalah laki-laki dengan suara bariton yang semalam dia temui di kelab dengan cara yang tidak begitu baik.
"A..anda.. Tu..Tuan.. yang tadi malam." Cicit Bella dengan gagap.
"Bella, jaga sikapmu, ini Pak Marco , CEO perusahaan ini. Kamu akan menjadi sekretarisnya." Bu Zoya mengingatkan.
"Ma..maafkan saya, Pak."
"Oke.. Tidak masalah, Bu Zoya sudah memberihu job deskmu kan?"
Isabella menarik nafasnya agar jadi setenang mungkin, Bella tidak menyangka bahwa laki-laki yang semalam tidak sengaja kena tumpahan air adalah bosnya di kantor itu.
"Saya sudah di ajarkan semuanya, saya akan bekerja dengan baik." Ucap Bella dengan nada lebih tenang dari sebelumnya.
"Baiklah, kamu ikut dengan saya hari ini, bawa semua keperluanmu, kita akan ada rapat di Hotel Husada."
"Baik pak."
Melihat kode dari Bu Zoya, Bella segera bergegas ke mejanya, Bella menyiapkan semuanya yang akan dia perlukan saat mengikuti rapat Bosnya. Laptop, catatan kecil juga bolpoin. Tugas Bella adalah mencatat setiap isi dari rapat, membuat surat kontrak dan mengatur jadwal Bosnya.
Marco dan Bella sudah berada di satu mobil, suasana di antara keduanya terasa canggung karena ini baru pertama kali Bella bekerja setelah lulus kuliah, Marco yang terlihat dingin dan kaku juga hanya terdiam saja , tapi sesekali mencuri pandang kepada Bella lewat kaca spion mobil.
Keduanya sampai di Hotel Husada, Bella sebenarnya sangat merasa gugup, ini kali pertamanya bekerja tapi sudah harus mengikuti kemanapun Bosnya pergi.
"Aku harus segera menyesuaikan diri." Ucap Bella dalam hati.
Bella mengekor di belakang Marco, pria bertubuh besar dengan tinggi 185cm membuat langkahnya lebih cepat dari sekretarisnya itu.
Marco menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang tepat Bella mengikuti.
"Aku tidak suka pekerja yang lamban, kamu harus bisa mengikuti langkahku, lalu jangan berjalan terlalu jauh, nanti orang kira saya sedang mengajak anak saya!" Titah Marco ketus.
Bella hanya mengiyakan dan mempercepat langkahnya setengah berlari agar bisa mengimbangi Marco. Marco kembali berjalan dengan cepat menuju tempat rapat.
"Uhh.. bukan karena aku yang lamban tapi kamunya saja yang terlalu tinggi dan cepat dalam bergerak!" Keluh Bella dalam hati tentunya.
Bella setengah berlari mengejar Bosnya, tiba-tiba Marco berhenti mendadak dan berbalik lagi kepada Bella. Alhasil Bella malah menabraknya dan Bella hampir terjatuh ke lantai.
Dengan sigap Marco menangkap Bella dengan kedua tangannya, menjaga agar Bella tidak terjatuh, layaknya seorang kekasih yang tengah berdansa, tatapan Marco dan Bella bertemu.
Untuk sejenak mereka saling pandang, ada desiran halus dalam dada Marco kala melihat wajah cantik dan bibir sensual Bella yang ranum. Tersadar bahwa mereka sedang berada di hotel dan menjadi tontonan pengunjung hotel Marco segera membantu Bella untuk berdiri.
Ketika Bella hendak berdiri, tanpa sengaja Marco menyentuh benda kenyal yang bulat dan besar milik Bella. Keduanya sempat terkejut dengan kejadian itu, rona merahpun terlihat dari wajah keduanya karena malu.
Bella segera membenarkan posisinya, merapihkan kembali bajunya, Marco tidak bisa berhenti memandang dada gadis belia itu, kedua benda kenyal itu bergoyang karena terlalu besar.
"Sadarlah Marco, ingat ini di tempat umum, dan gadis itu adalah pegawaimu." Ucap Marco dalam hati tentunya.
"Maafkan saya Pak, saya terlalu ceroboh."
"Tidak apa-apa, ayo kita segera ke ruangan rapat."
Marco tidak ingin melanjutkan ataupun membahas insiden tadi, itu hanya akan membuyarkan konsentrasinya saat rapat nanti, sedangkan ini rapat yang cukup penting.
Rapat berjalan dengan baik, Bella mampu mengikuti setiap kegiatan rapat, mencatat semua hal penting dan memberikan pendapat saat di minta oleh Marco, alasan Marco saja agar bisa mendengar suara lembut Bella.
Setelah rapat selesei, Bella dan Marco berjalan beriringan, tapi lagi-lagi mereka berdua hanya berdiam diri, berbicara jika membahas pekerjaan. Mengenai insiden tadi keduanya masih merasa malu.
Saat sedang menunggu lift, Marco mendapatkan telepon dari Charles.
"Saya angkat telepon dulu, kamu tunggu saja disini." Titah Marco pada sekretaris cantiknya itu.
"Baik pak."
Marco segera menjauh dari Bella, agar Bella tidak mendengar percakapannya dengan Charles.
"Halo, Char."
(Halo Bos, Aku sudah dapat info dari wanita itu namanya..."
Belum sempat Charles menjelaskan Marco susah memotong dan menjelaskan apa yang akan Charles katakan.
"Namanya Isabella, berusia dua puluh satu tahun, lulusan universitas ternama, dan kini gadis itu bekerja di kantorku sebagai sekretaris pribadiku." Jelas Bella.
(Kau sudah tahu , Co? Hebat. Tapi bagaimana bisa kebetulan sekali dia menjadi pegawaimu?)
"Entahlah, Akupun tidak mengerti, saat ini gadis itu sedang bersamaku."
(Kalau begitu langsung saja jadikan dia sebagai sugar baby mu.)
"Jangan gila kamu Char, Bella terlihat seperti wanita baik-baik, dia buka orang seperti itu." Sangkal Marco yang tidak terima dengan saran gi*la temannya.
(Haha.. baiklah, kita akan meminta bantuan dari manajer kelab untuk hal ini, Bella bekerja paruh waktu di kelab itu.)
"Ide bagus! Ya sudah, Aku harus segera pergi dari sini."
Marco segera mematikan teleponnya dan segera kembali menghampiri Bella. Marco kebingungan bahwa dirinya sudah tidak melihat Bella disana. Marco ditinggal sendirian.
"Kemana wanita itu? Tidak seharusnya dia meninggalkan Aku sendiri disini."
Marco segera menghubungi kantor , untuk bertanya kepada Bu Zoya. Telepon segera tersambung ke Bu Zoya.
"Zoya, apakah kamu sudah memberitahu Bella bahwa dia tidak bisa pergi sebelum jam kerja usai?"
Bu Zoya menjawab jika sudah semua dia beritahukan kepada Bella. Bu Zoya juga merasa khawatirkan jika nanti karena Bella , pekerjaannya menjadi terganggu.
Marco merasa sangat kesal, Marco meminta Zoya untuk menghubungi Bella dan menyuruhnya untuk segera datang ke kantor. Sekarang baru pukul dua siang, masih ada tiga jam waktu efektif untuk bekerja.Di hari pertamanya Bella malah membuat kesalahan dengan pergi begitu saja tanpa pamit. Sebagai karyawan baru dan masih kontrak seharusnya Bella harus lebih bekerja keras untuk bisa menjadi karyawan tetap.
Marco sudah tiba di kantor, benar saja, Bella tidak ada di kantor. "Jadi kemana perginya wanita itu?" Batin Marco.
Marco merasa sangat kesal, dirinya ingin mendekati Bella, tapi wanita itu terlihat tidak kompeten dengan pekerjaannya dan itu sangat membuat Marco murka. Marco tidak menyukai ada seorang karyawannya yang meremehkan pekerjaan.
Namun Marco harus segera meredam emosinya karena harus melakukan perjalanan lagi. Hingga melupakan amarahnya karena perginya Bella.
Sekitar pukul empat sore lebih tiga puluh menit, Marco merasa sangat lelah, hari ini begitu melelahkan dirinya seharian Marco harus menandatangani berbagai berkas , melihat perkembangan proyek yang sedang berjalan dan bertemu investor.
Marco menekan tombol telepon yang terhubung ke Bu Zoya untuk membawakannya segelas kopi.
"Zoya, bawakan saya segelas kopi segera!"
Tak berapa lama pintu ruangan Marco terbuka, wanita cantik membawa secangkir kopi pesanan Marco.
"Pak, ini kopi Anda." Ucap wanita itu dengan lembut dan membuat Marco menoleh.
"Bella?"
"Maafkan saya Pak, tadi setelah rapat saya pergi begitu saja. Ada hal yang sangat mendesak hingga saya tidak memikirkan hal lainnya." Bella beralasan.
Brakk.. Marco memukul mejanya dengan keras hingga secangkir kopi itu tertumpah.
"Saya paling tidak suka dengan pegawai yang seenaknya dan tidak kompeten! Ini perusahaan bukan tempat bermain, disini ada aturannya dan kamu sudah melanggar itu."
"Sa..saya tahu, saya salah. Saya si..siap mendapatkan hukuman dari Bapak."
Marco mendengus kesal, menarik nafasnya agar menjadi tenang.
"Baiklah, kali ini Aku maafkan keteledoran kamu. Lain kali jangan lakukan hal serupa lagi. Perusahaan memiliki aturan."
"Baik Pak, saya akan mengingat itu."
"Ya sudah, bersihkan mejaku dan pergilah, bawa kembali kopi ini, Aku sudah tidak berselera!" Titah Marco ketus.
Bella dengan cekatan membersihkan meja Marco yang tertumpah kopi sedikit dan memegang cangkir kopi itu lalu berdiri diam, seperti hendak mengatakan sesuatu.
"Kenapa masih berdiri disini, sana kembali bekerja dan buatkan surat kontrak dengan grup S&C yang tadi kita rapatkan di Hotel!"
"Ma..maafkan saya Pak, saya ingin mengajukan pinjaman ke perusahaan." Dengan bibir bergetar Bella mengatakannya.
"Apa?"
"Saya ingin mengajukan pinjaman sebesar Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah, Pak."
Marco terkekeh mendengar penuturan Bella.
"Apa kamu sadar jika kamu itu baru bekerja dan masih berstatus karyawan kontrak?"
"Tentu, saya tahu pak, tapi karena ini mendesak saya harus segera mendapatkan uang itu."
"Maaf, karyawan kontrak tidak bisa mengajukan pinjaman apalagi sebesar itu." Tolak Marco mentah-mentah tanpa memikirkannya.
Bella terlihat begitu kecewa, berjalan keluar dengan sangat sedih dan lemas. Ketika Bella hendak keluar ruangan.
"Baiklah akan saya pinjamkan uang itu, memakai uang pribadiku."
Bella spontan menoleh dan berjalan cepat menghampiri Bosnya itu, secercah harapan seakan datang padanya.
"Terimakasih Pak, saya tentu akan menyicil untuk membayarnya setiap bulan dengan gaji saya." Ucap Bella bersemangat.
"Tapi ada syaratnya."
"Syarat apa Pak? Pasti saya akan memenuhinya."
"Kamu harus tidur denganku malam ini."
"Tapi ada syaratnya.""Syarat apa Pak? Pasti saya akan memenuhinya.""Kamu harus tidur denganku malam ini."Bella sangat terkejut mendengar syarat yang harus Dia penuhi agar bisa meminjam uang itu."A.. apa?""Tidurlah denganku, untuk mendapatkan pinjaman itu."Rasanya Bella ingin memukul pria yang berada di hadapannya kini. Jika tidak mengingat itu adalah Bosnya."Saya terpaksa meminjam uang karena hal yang mendesak, tapi saya juga bukan wanita murahan yang akan mau begitu saja untuk menghabiskan malam dengan seorang pria!""Terserah, jika kamu tidak menerima syaratnya tidak masalah. Silahkan keluar, kamu tahu pintu keluarnya." Tukas Marco sembari menunjukkan tangannya ke arah pintu."Permisi!" Ketus Bella.Bella segera pergi dari ruangan Marco dengan hati sakit dan tercabik, merasa harga dirinya begitu di rendahkan. Air mata membendung di sudut netranya.Bella menangis di koridor kantor, begitu bingung dirinya mencari uang begitu banyak dalam waktu satu hari.Ponselnya berdering, t
"Mama... Mama." Anak kecil laki-laki berusia dua tahun memegangi tanganku, seperti hendak memohon agar Aku tidak meninggalkannya sendiri. "Ethan sayang, Mama pergi bekerja dulu yah, ini sudah malam Ethan tidurlah bersama Nenek." Ucapku menenangkan anak sekecil itu. "Bu, Aku pergi bekerja dulu." Aku mengulurkan tangan untuk mencium punggung tangan Wanita yang telah melahirkanku itu. "Nak, kamu sudah terlalu bekerja keras, istirahatlah sejenak, jangan memforsir diri." "Aku harus segera mengumpulkan uang untuk operasi Ethan, Bu. Aku harus bekerja keras." "Ya sudah, hati-hati ya nak, kamu sungguh ibu yang baik." Aku tersenyum mendengar ucapan ibuku, "Aku titip Entah ya Bu." Aku segera bergegas dadi rumah karena waktu ganti sift di kelab malam sekitar satu jam lagi. Aku harus segera sampai. Aku Isabella, wanita berusia dua puluh satu tahun , sudah memiliki anak karena rayuan seorang pria waktu masih kuliah dulu. Tidak ingin menambah dosa lagi dengan membu*nuh janin di dalam k
"Kau harus tidur denganku, malam ini."Bagai di sambar petir mendengar sebuah kalimat yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Bella, akan keluar dari pria yang memiliki status sosial yang tinggi itu."Saya terpaksa meminjam uang karena hal yang mendesak, tapi saya juga bukan wanita murahan yang akan mau begitu saja untuk menghabiskan malam dengan seorang pria!" Tubuh Bella bergetar menahan amarah saat mengucapkannya."Baiklah jika kamu tidak setuju, kau tentu tahu pintu keluarnya!""Permisi!"Bella segera melangkah keluar, rasanya di ruangan yang dingin ber AC ini , tubuhnya merasakan panasnya amarah. Bella merasa sangat tidak berdaya bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri saat di hadapan Bos Marco.Ponselnya berdering, ibunya yang menelepon, memberitahukan bahwa kondisi Ethan drop lagi bahkan harus segera dioperasi."Ethan putraku masuk rumah sakit lagi dan kali ini harus segera di operasi karena kondisinya sudah down." Ucapnya dalam hati saat mendengar telepon dari Ibunya.Su
Setelah membersihkan dirinya, Bella perlahan keluar dari kamar mandi. Cukup lama Bella berada di kamar mandi, mengguyur badannya dengan air, berharap noda-noda bekas sentuhan Marco pada tubuhnya hilang. Di sela-sela mandinya di bawah guyuran air, Bella malah membayangkan pergumulan panasnya tadi. Tak terasa tubuhnya menegang kala mengingatnya. Namun segera Bella tepis bayangan konyol itu,"Aku harus bisa mengendalikan diri dan hasratku, Aku tidak boleh melakukannya sampai menimbulkan 'perasaan' pada pria arogan itu!" Gumamnya.Bella segera mengganti pakaiannya, membuka lemari yang berada di kamar tersebut, Bella menyesali dirinya lupa membawa baju ganti. Melihat -lihat semua isi yang ada di lemari, tidak ada baju yang pantas Bella pakai, semua baju lingerie dengan model yang sexy dan menggairahkan."Apa-apaan ini! Kenapa hanya ada baju ini saja?" Rutuk Bella kesal karena tidak ada piyama tidur melainkan hanya lingerie saja.Terpaksa Bella memakai salah satu dari lingerie itu, Bella
Jam yang berada di atas nakas menunjukkan pukul lima pagi, Bella terbangun dan merasakan badannya sakit semua seperti di remuk oleh puluhan orang. Tangan pria yang sedang memeluknya perlahan ia singkirkan, agar tidak membangunkannya. Agar Bella bisa segera pergi dan menjenguk putranya yang sedang menunggunya.Begitu sudah rapih, Bella teringat bahwa dirinya juga harus bersikap 'perhatian' kepada Marco, jadi sebelum dirinya pergi, Bella membuatkan sandwich untuk Marco.Perlahan Bella pergi meninggalkan Marco yang masih tertidur pulas, memesan taksi dan menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Bella tak bisa menahan airmatanya lagi, kedua netranya membasah, dirinya tahu betul bahwa hal yang dirinya lakukan bersama Marco adalah sebuah kesalahan. Tapi Bella tidak mampu berontak karena dia sendiri menyetujui perjanjian itu."Sudahlah, Bel. Jangan berlarut dalam penyesalan, kamu hanya perlu bersabar selama satu tahun dalam kondisi ini. Setelah itu kamu bisa bebas." Ucap Bella dalam hat
Balkon yang telah di hias indah dengan berbagai macam hiasan lampu serta bunga, meja dengan penuh makanan lezat sudah tersedia dengan rapih.Marco telah mengenakan setelan jas mahalnya dengan memegang bucket bunga mawar di tangannya. Menghampiri Bella yang masih berdiri di tempatnya."Apa kau menyukainya?" Tanya Marco saat melihat Bella hanya terdiam. Lalu meraih tangan Bella."A.. apa ini Tuan?" "Saya ingin makan malam denganmu." "Tapi.." pertanyaan Bella menggantung seolah ragu akan melanjutkannya."Tapi kenapa?" Selidik Marco penasaran akan apa yang hendak Bella sampaikan."Tapi Aku tidak menyukainya." Cicit Bella datar.Marco tersenyum kecut, mendengar jawaban dari Bella. Untuk membuat candle light dinner seperti ini dirinya bahkan menyuruh orang yang profesional."Oh oke.. setidaknya mari kita nikmati makanannya." Ajak Marco.Bella terdiam seperti memikirkan sesuatu dan Marco sangat penasaran dengan apa yang sedang di pikirkan oleh Bella."Kenapa hanya diam saja? Ayo kita mak
Setelah bersiap untuk pergi dari apartemen, sebelumnya Bella menyimpan tas mahal itu di lemari agar lebih terjaga saja ketika Tuan Marco hendak mengambilnya kembali.Bella menuju ke rumah sakit, Ethan putranya sudah di pindahkan ke ruangan biasa. Bahkan Ethan sudah sadarkan diri, wajahnya yang tadinya pucat kini sudah berwarna dan ceria."Nak, kamu tidak lembur lagi?" Tanya ibu Sarah kepada putri semata wayangnya."Tidak Bu. Atasanku sedang bersama keluarganya." Jawab Bella sekenanya.Ibu Sarah hanya manggut-manggut saja dengan penjelasan dari Bella."Oya, kata dokter Dev, Ethan sudah boleh pulang lusa." Wajah Bella berbinar saat mendengar informasi dari ibunya."Benarkah, Bu? Putraku akan hidup normal seperti anak pada umumnya?""Ethan akan tumbuh dengan baik karena memiliki ibu yang hebat dan pekerja kerasnya."Bella tersenyum getir mendengar ucapan ibunya. "Pekerja keras? Andai ibu tahu apa yang telah ku lakukan, akankah ibu masih menganggapku putrimu?" Ucap dalam hati Bella."Ke
Sebelum jam tujuh pagi, Bella sudah berada di mejanya, meja yang tepat berada di luar ruangan Marco. Mempersiapkan semua yang akan di bawa oleh Marco saat rapat nanti.Tak selang berapa lama Marco datang dengan wajah datar tetapi tetap terlihat cool, Bella segera bangun dari kursinya dan mengucapkan selamat pagi kepada Marco."Selamat pagi, pak." "Pagi." Marco hanya melirik Bella sepintas lalu masuk ke dalam ruangannya.Sejujurnya hati Marco merasa berdesir kala berhadapan dengan Bella, tapi Marco harus bisa menahan diri agar rahasianya dengan Bella tetap tertutup rapat.Bella masuk ke dalam ruangan, menyerahkan berkas dan schedule yang akan Marco lakukan hari ini."Pak, tolong tanda tangani berkas ini karena sudah harus di serahkan ke pihak marketing lalu jadwal bapak akan ada kunjungan dari investor jam sebelas siang." Ucap Bella dengan menyerahkan sejumlah berkas di hadapan Marco.Tidak sengaja Marco memegang tangan Bella, sontak Bella menjauh dan terkejut atas kejadian tidak ter
Axel memeluk tubuh indah Anjani yang tanpa memakai sehelai baju dan hanya tertutup selimut. Setelah lelah, Keduanya menghabiskan waktu untuk bercerita. "Mas minta maaf, karna tetap tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Sandra." Mendengar itu Anjani hanya terdiam, pandangannya menerawang langit-langit rumahnya. Axel tahu jika Istri tercintanya itu kecewa, tetapi tidak mau mengungkapkan isi hatinya. "Andai kami menikah secara Sah negara mungkin Aku bisa mencegah pernikahan kedua suamiku. Tidak ada wanita yang mau berbagi suami. Posisiku hanya istri siri." batin Anjani. "Sayang... Aku tahu ini berat, tapi aku janji tidak akan pernah berpaling darimu. Ini hanya pernikahan Bisnis," bujuk Axel lalu mengecup pipi mulus Anjani. "Benarkah?" Anjani mengerlingkan matanya. "Tentu, Kamulah wanita satu-satunya di hatiku." Axel hendak mencium bibir ranum Anjani, namun istri sirinya itu malah menjauh. "Bagaimana jika kamu jatuh cinta kepada Wanita itu setelah melakukan mala
Malam ini, Axel pulang ke Apartemen Anjani. Pikirannya benar-benar sangat kusut kali ini, permasalahan perusahaannya sudah berakhir. Tapi dia tetap harus menikah dengan Sandra dan hari H menuju pernikahan mereka tinggal 7 hari lagi. Bagaimana tidak? Undangan sudah di sebar, gedung sudah di pesan, terlebih Sandra sudah begitu mengharap. Dalam dunia ini memang yang paling kerjam adalah sebuah harapan. "Mas, mandilah dulu, Aku sudah menyiapkan air hangat untuk kamu berendam." celetuk Anjani membuyarkan segala macam pikirannya. Axel berjalan mendekati Anjani, lalu memegang tangannya mesra lalu berbisik di telinga Anjani. "Ikut aku mandi." "Aku sudah mandi, Mas." Tidak ingin mendapatkan penolakan dari Anjani, Axel mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Anjani lalu menciuminya. Hal yang Axel lakukan itu membuat Anjani memdesah pelan. "Sayang.. saat ini aku membutuhkanmu, jangan menolak permintaanku." bisiknya. "Baiklah kalau begitu." Setelah mendapat persetuju
"Pak Tristan, Maaf, saya ingin minta izin untuk pulang sekarang."Jono, Supir pribadi Tristan terlihat sangat panik. "Sa.. saya baru di kabari oleh ibu saya jika Istri saya jatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri." Claire yang mendengarnya ikut khawatir dan kasihan. Namun, Wajah Tristan nampak tidak senang. "Bukankah saya sudah bilang jika saya tidak suka pekerja yang meminta izin di saat sedang bekerja!" Rasa kagum Claire saat di ruangan meeting tadi seolah sirna. Bosnya itu tetaplah pria dingin tak berperasaan. "Ma..Maafkan saya, Pak! Tapi ini sangat darurat, istri saya sedang mengandung 9 bulan, saya sangat khawatir dengan keadaan mereka berdua." Tristan nampak menimbang-nimbang, setelah mendengar istrinya Jono tengah mengandung masih ada sedikit rasa belas kasih di hati Tristan. "Baiklah, hanya kali ini saya menginzinkanmu." Awalnya Claire sangat tidak suka saat Tristan tidak mengizinkan Jono untuk pergi, tapi gadis itu juga ikut merasakan lega saat akhirnya
Pagi itu, Claire berjalan dengan cepat menghampiri ruangan CEO. Sorot matanya tajam penuh kemarahan dan tangannya mengepal karena menahan amarah. Baru hari ini Claire tahu masalah kedua orangtuanya tentang perusahaan mereka yang hampir bangkrut karena tender yang di rebut paksa oleh perusahaan Titan Corp, tempatnya bekerja. Bella dan Marco memang sengaja tidak memberitahukan keadaan mereka kepada Claire. Bagi mereka, Claire masih lah putri kecil yang tidak harus tahu segala permasalahan keluarganya. Ruangan Tristan yang memang berhadapan dengan meja kerja Claire sebagai sekretarisnya seolah tidak bisa menghentikan niat Claire untuk meluapkan emosinya. Tristan sedikit terkejut karena Claire membuka pintu ruangannya begitu saja. "Kenapa Anda melakukannya?" seru Claire tanpa rasa takut pada atasannya itu dan tanpa basa basi. "Rupanya kamu sudah mendengarnya?" Tristan tampak begitu santai menanggapi Claire. "Permasalahan sudah selesei, kamu tidak perlu khawatir lagi!"
Tristan duduk di depan sang ayah dengan perasaan berkecamuk. Pasalnya, sang Ayah telah mengambil langkah di luar perkiraannya, Franky langsung menyerang perusahaan Marco tanpa membicarakannya dengan Tristan terlebih dahulu. "Segera hentikan tindakan Papi!" Suara bariton Tristan berbicara santun namun tegas. "Bukan balas dendam seperti ini yang Aku inginkan, Pi." "Lalu seperti apa, Tan?" Franky menyesap rokoknya lalu menghembuskan asapnya. "Kamu terlalu lama dalam bertindak, sedangkan Aku sudah ingin melihat Marco dan keluarganya menderita." "Hal paling mudah untuk menyerang Marco memang langsung menyerang perushaannya." Tristan menyandarkan punggungnya dan menatap sang Ayah, "Hal itu pasti sudah Aku lakukan dari dulu, Pi. Tapi aku menginginkan hal yang lebih menyakitkan untuk mereka." "Hal seperti apa? Nyatanya, Papi belum melihat kamu melakukan tindakan apapun." "Aku ingin membuat Marco lebih menderita dengan memanfaatkan putri kesayangan mereka!" Tristan menatap taja
"A...Axel sudah menikah?" pekik Sandra terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Bella segera mengajak Sandra ke dalam kamar Axel agar tidak membuat keributan dan terdengar oleh Tuan Chandra. Axel juga terkejut melihat kedatangan Mamanya bersama Sandra. "Ada apa ini, Ma?" "Sepertinya kamu harus menjelaskan saat ini juga yang sebenarnya kepada Sandra, Axel." Melihat tatapan Sandra yang penuh tanda tanya dan juga kesedihan Axel mengerti maksud Mamanya. Mungkin tadi Sandra mendengar apa yang Bella dan Axel katakan. "Jelaskan semuanya kepadaku, Xel." Sandra duduk di samping Axel. "Aku butuh kejelasan untuk apa yang aku dengar." Axel menghembuskan nafasnya, sebenarnya Axel tidak tega jika menceritakan yang sebenernya kepada Sandra, tapi Sandra sudah mendengar kebenarannya. "Baiklah, Aku akan menceritakan semuanya kepadamu." Dengan penuh perhatian Sandra memperhatikan Axel yang tengah membicarakan tentang hubungannya dengan Anjani. Berulang kali Sandra memejamkam mat
"Axel , putraku." Seru Marco, "Kamu akan segera menikah dengan Casandra, ini sudah keputusan kami semua." Bagaikan petir di siang bolong, ucapan Ayahnya mampu membuatnya tidak bisa berkata apapun. "Papa dan Om Chandra sudah sepakat untuk menikahkan kamu dengan Casandra, satu bulan lagi." Lanjut Marco menjelaskan. "Pernikahan!" Pekik Axel tercekat. "Iya Axel, pernikahan kamu dan Casandra," Ulang Marco saat melihat putranya tercengang, "Papa sudah yakin bahwa kamu dan Casandra sangat cocok." "Tapi pa.." Marco segera memotong ucapan Axel, "Jika kamu ingin protes, kita bisa bicarakan nanti, sekarang ajak Casandra berbicara agar kalian jadi lebih dekat." Marco memberikan kode kepada Axel untuk berhenti tidak mengucapkan hal yang ingin dia katakan. "Tentang Anjani akan kita bicarakan setelah para tamu ini pulang. Sekarang, patuhi saja apa kata Papa." Tekan Marco dengan membisikkan pada putranya. Tidak ingin membuat malu Ayahnya, Axel terpaksa menuruti permintaannya.
"A...Apa?" Marco seolah tidak yakin dengan apa yang di dengarnya, "Kenapa Titan Excelent seolah menyerang perusahaanku?" Untuk pertama kalinya, perusahaan Marco mengalami kesulitan. Media yang terus 'menggoreng' berita menjadikan semakin runyam. Marco berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengadakan konferensi pers. Bermaksud agar kesalahpahaman menjadi terang. Marco membuat keputusan, "Segera adakan konferensi pers, agar masalah ini tidak berlarut dan semakin runyam." "Tapi pak, apakah kita tidak seharusnya mencari dalang di balik ini semua? Baru kita melakukan konferensi pers." ujar Axel memberi masukan. "Kita tidak punya waktu lagi, sebelum saham kita semakin merosot turun, kita harus memberikan penjelasan kepada khalayak." Saran Axel tidak di hiraukan oleh Marco. Konferensi pers itu akan segera di adakan. Besok siang adalah waktu yang tepat untuk meluruskan semua kesalahpahaman tersebut. Axel masuk ke ruangan ayahnya dengan raut wajah sedikit gusar, "Pah
Hubungan Marco dan Axel menjadi merenggang pasca Marco mengetahui, putranya telah menikahi seorang muslim. Marco tidak mempermasalahkan latar belakang Anjani, bukan soal harta. Hanya saja sebuah pernikahan harus berlandaskan pada pandasi yang kuat. Yang satu keyakinan saja masih sering mengalami cekcok , apalagi yang berbeda keyakinan. Marco hanya tidak ingin Putranya gagal. Bella yang tidak tahan melihat suami dan putranya saling mendiamkan merasa sangat jengah, "Sampai kapan kalian akan saling mendiamkan seperti ini?" "Sampai Axel memutuskan hubungan dengan Anjani." Seru Marco tanpa keraguan sembari melahap makanannya. Axel tidak terima dengan ucapan ayahnya, "Dan Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskan Anjani, Pah." Brakk... Marco menggebrak meja makan dan membuat Bella serta Claire terkejut. "Apa kamu mau menghancurkan keluarga ini, Axel!" pekik Marco dengan suara baritonnya. "Tidak ada yang ingin menghancurkan keluarga ini, Anjani wanita yang sangat baik.