"Mama... Mama."
Anak kecil laki-laki berusia dua tahun memegangi tanganku, seperti hendak memohon agar Aku tidak meninggalkannya sendiri.
"Ethan sayang, Mama pergi bekerja dulu yah, ini sudah malam Ethan tidurlah bersama Nenek." Ucapku menenangkan anak sekecil itu.
"Bu, Aku pergi bekerja dulu." Aku mengulurkan tangan untuk mencium punggung tangan Wanita yang telah melahirkanku itu.
"Nak, kamu sudah terlalu bekerja keras, istirahatlah sejenak, jangan memforsir diri."
"Aku harus segera mengumpulkan uang untuk operasi Ethan, Bu. Aku harus bekerja keras."
"Ya sudah, hati-hati ya nak, kamu sungguh ibu yang baik."
Aku tersenyum mendengar ucapan ibuku, "Aku titip Entah ya Bu."
Aku segera bergegas dadi rumah karena waktu ganti sift di kelab malam sekitar satu jam lagi. Aku harus segera sampai.
Aku Isabella, wanita berusia dua puluh satu tahun , sudah memiliki anak karena rayuan seorang pria waktu masih kuliah dulu. Tidak ingin menambah dosa lagi dengan membu*nuh janin di dalam kandunganku, Aku lebih memilih untuk membiarkannya tumbuh dan melahirkannya.
Sayangnya, pangeran kecilku itu sedang menderita sakit yang cukup serius, ada yang bermasalah di harinya, dan Aku harus mengumpulkan banyak uang untuk pengobatan putraku.
Ojek online yang ku tumpangi berhenti tempat yang aku arahkan, tentu sedikit jauh dari kelab malam tempatku bekerja part time. Berlari kecil agar bisa segera sampai, gegas Aku mengganti bajuku, melepas setelan blouse panjang dengan celana jins panjang dengan setelan rok pendek yang lumayan minim.
Aku mulai bekerja, membawakan minuman kepada pelanggan, namun kali ini Aku tanpa sengaja menumpahkan minuman kepada pria yang sedang duduk dan mengobrol.
Bajunya basah semua karena ulahku, Pria tersebut langsung berdiri dan seperti akan memarahiku bahkan lebih buruknya nanti bisa saja dia akan memakiku.
Aku menundukkan kepala setelah mendengar suara baritonnya yang penuh dengan amarah. Aku bersiap untuk di marahi, Aku pun segera meminta maaf karena memang itu semua salahku.
Manajerku pun segera menghampiriku karena terjadi keributan, namun pria itu justru hanya diam dan memandangi kakiku, risih di pandangi oleh pria seperti itu.
Aku dan pak manajer meminta maaf bersama, syukurlah pria itu ternyata orang yang baik, dia tidak memarahiku tapi justru memaafkanku dan menyuruhku mengobati luka di kakiku yang terkena serpihan kaca.
"Pantas saja dia memerhatikan kakiku, ternyata dia kasihan kepadaku karena Aku terluka," batinku setelah pergi dari sana menuju tempat istirahat di belakang.
"Bella, kamu telah membuat kesalahan, sebaiknya kamu pulang saja dan cukup sampai di hari ini kamu bekerja di sini." Ucap manajerku tanpa adanya basa basi sama sekali, sembari memberikan sebuah amplop putih kepadaku.
"A..apakah Bapak mememcatku? Apakah pria tadi mengajukan keluhan kepada Bapak? Bukankah Pria tadi sudah memaafkan Aku?"
"Pria tadi adalah pelanggan VVIP kami, Bel. Kejadian tadi sangat fatal, walau Pria tadi memaafkanmu tetap kamu harus bertindak tegas kepadamu."
"Ta..tapi aku membutuhkan pekerjaan ini, pak. Beri Aku kesempatan sekali lagi, Aku akan bekerja dengan baik." Pintaku memohon.
"Maaf kami tidak bisa memperkerjakan Kamu lagi. Setelah selesei mengobati lukamu, segeralah pergi meninggalkan kelab ini."
Setelah mengucapkan semua itu, manajer langsung pergi, Aku hanya bisa terdiam menerima keputusan itu.
Aku segera pulang, sepertinya ibu dan Ethan sudah tidur. Aku mengecek kamar Ethan, anak itu sudah tertidur pulang di boxnya. Segera Aku membersihkan diri, ibu yang mungkin mendengarku sedang mandi pun terbangun dan menungguku di mini bar."Ibu? Maaf ibu jadi terbangun karena mendengarku mandi."
"Tidak apa-apa, nak. Kenapa pulang cepat."
"Ee.. Bella di pecat, Bu."
"Kenapa bisa begitu? Bukankah kamu bilang managermu menyukai pekerjaanmu?"
"Tadi Bella tanpa sengaja berbuat kesalahan, Bu. Sudah tidak usah dibahas, Bella nanti akan cari pekerjaan lainnya." Ucapku sambil tersenyum agar ibumu tengah.
"Ya sudah Nak, mungkin sudah tidak rezekinya."
"Iya Bu. Bella ke kamar dulu, ibu lanjut tidur lagi saja."
"Nak, ini ada surat dari Group M&P, ibu baru mengeceknya di kotak pos tadi setelah kamu pergi bekerja."
"Surat?" Segera Aku raih surat itu dan membacanya.
Hatiku begitu bahagia membaca isi surat itu, penyataan bahwa Aku di terima di perusahaan besar seperti grup M&P.
"Bu, Aku di terima kerja!" Ucapku sedikit berteriak.
"Syukurlah Nak, kamu memiliki pekerjaan tetap jadi tidak perlu serabutan lagi."
"Iya Bu, ini perusahaan besar Bu, Bella akan bekerja keras." Segera Aku memeluk ibuku.
Keesokan harinya Aku bersiap dengan setelan Hem dan celana kain panjang,
Kini Aku telah berdiri di depan gedung tinggi bertuliskan M&P , kedua bola mataku berbinar memandangnya, sudah beberapa kali Aku memasukkan lamaran pekerjaan dan ini baru dapat panggilan kerja.
Segera ku beritahu kepada resepsionis yang berada di depan, ramah dan enak sekali di ajak bicara.
"Kaka tunggu saja di ruang tunggu di lantai tiga, nanti akan bertemu dengan ibu Zoya yang akan memberikan arahan." Ujar wanita cantik yang menjadi resepsionis itu.
Sesuai petunjuk Aku ke lantai tiga, tidak menunggu waktu lama, Bu Zoya datang. Kami berkenalan singkat, lantas beliau segera memberikan job desk ku apa saja.
Sebagai seorang sekretaris CEO perusahaan aku harus cermat, energik dan pintar. Apalagi jika menemani bos ke acara rapat. Aku harus standby.
Setelah cukup memberikan arahan, Bu Zoya mengajakku ke ruangan CEO, ruangan yang cukup besar dan mewah, Aku membuntuti Bu Zoya sembari melihat-lihat seisi ruangan.
"Wah, indah sekali ruangan ini." Dengan gaya eropa dan lampu kristal menggantung di atap membuatku takjub melihatnya.
Segera Aku menguasai diriku agar tidak terlalu terpesona dengan ruangan Bosku. Bu Zoya segera memperkenalkan Aku, dan Aku menunjukkan diriku dari belakang Bu Zoya.
"Pak Marco, Saya membawa sekretaris baru sebagai pengganti Bu Cantika. Pegawai baru bernama Isabella." Jelas Bu Zoya.
Betapa terkejutnya Aku saat tahu bahwa CEO yang menjadi Bosku adalah pria yang kemarin malam tak sengaja terkena tumpahan air minum olehku.
"A..anda.. Tu..Tuan.. yang tadi malam." Cicitku dengan gagap.
"Bella, jaga sikapmu, ini Pak Marco , CEO perusahaan ini. Kamu akan menjadi sekretarisnya." Bu Zoya mengingatkan Aku.
"Ma..maafkan saya, Pak." Segera Aku menahan diriku karena sekarang sudah berada di kantor.
"Oke.. Tidak masalah, Bu Zoya sudah memberihu job deskmu kan?"
"Saya sudah di ajarkan semuanya, saya akan bekerja dengan baik." Ucapku dengan nada lebih tenang dari sebelumnya.
"Baiklah, kamu ikut dengan saya hari ini, bawa semua keperluanmu, kita akan ada rapat di Hotel Husada."
"Baik pak."
Aku bergegas mempersiapkan diri untuk mengikuti kemanapun Bosku pergi, selebihnya aku hanya mencatat isi rapat dan membuat laporan serta kontrak kerja dengan. Investor.
Suasana canggung kami dalam satu mobil, tidak ada percakapan apapun, agar menghilangkan rasa canggung, lebih baik Aku melihat ke luar jendela. Kota yang indah dengan gedung-gedung yang tinggi.
Kami segera sampai di Hotel Husada, langkah cepat Pak Marco sedikit sulit Aku ikuti,
"Aku harus segera menyesuaikan diri." Ucapku dalam hati.Tiba-tiba Pak Marco menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang, memperingati Aku karena terlalu lamban.
"Aku tidak suka pekerja yang lamban, kamu harus bisa mengikuti langkahku, lalu jangan berjalan terlalu jauh, nanti orang kira saya sedang mengajak anak saya!" Titah Marco ketus.
Aku hanya mampu menuruti tanpa berani membantah, ku percepat langkah dengan sedikit berlari agar bisa mengimbanginya.
"Uhh.. bukan karena aku yang lamban tapi kamunya saja yang terlalu tinggi dan cepat dalam bergerak!" Kesalku dalam hati.
Tiba-tiba saja dia memberhentikan langkah panjangnya dan menoleh ke arahku yang sedang berjalan cepat, kamipun saling bertabrakan, sungguh memalukan.
Untuk sejenak kami saling pandang, tatapan matanya sedikit berbeda, namun Aku segera berusaha untuk bangun.
Ketika Aku hendak berdiri, tanpa sengaja Pak Marco menyentuh dadaku. "Betapa memalukannya ini di hari pertamaku bekerja." Keluhku dalam batin.
"Maafkan saya Pak, saya terlalu ceroboh." Segera Aku meminta Maaf.
"Tidak apa-apa, ayo kita segera ke ruangan rapat."
"Syukurlah, dia tidak banyak mempersalahkan persoalan tadi." Batinku.
Rapat berjalan dengan baik, kami berdiskusi sembari berjalan ke arah lift. Syukurlah sepertinya kejadian tadi sudah dia lupakan.
"Saya angkat telepon dulu, kamu tunggu saja disini." Ucapnya sembari meninggalkan Aku di depan lift.
"Baik pak."
Ketika pak Marco menerima telpon, Ibuku juga meneleponku, mengabarkan bahwa Ethan ngedrop dan segera di larikan ke rumah sakit, tanpa memikirkan apapun Aku segera menuju ke rumah sakit.
"Bu, bagaimana keadaan Ethan?" Tanyaku sesat setelah sampai di rumah sakit.
"Kata dokter Ethan harus segera dioperasi, Bella. Keadaannya sudah parah, dan kebetulan sudah ada pendonor untuk Ethan yang cocok dengannya."
"Jadi harus hari ini Bu, Ethan harus di operasi?"
"Benar Nak. Kamu datang saja ke ruangan dokter Dev, di sudah menunggumu."
Segera ku langkahkan kaki menuju ruangan dokter Dev, dokter yang menangani Ethan. Dokter Dev menjelaskan semuanya, jika malam ini Ethan harus segera di operasi.
"Baiklah dok, akan saya usahakan uangnya, makan ini Ethan bisa di operasi."
Aku harus mengumpulkan uang sebesar 250juta lagi agar Ethan bisa di operasi.
Aku kembali ke kantor, Bu Zoya dengan sangar menatapku tidak suka, pasti ini karena Aku pergi begitu saja tanpa memberikan alasan.
"Kamu itu beraninya membuat kesalahan di hari pertamamu? Jika tidak niat bekerja silahkan undurkan diri! Karena masih banyak orang yang membutuhkan pekerjaan!" Omel Bu Zoya, tapi apa yang diucapkan Bu Zoya semuanya benar.
"Maafkan Saya, Bu. Tadi ada hal yang sangat mendesak jadi saya harus pergi."
"Cepat buatkan kopi untuk Tuan Marco, biarkan Tuan Marco yang memberimu hukuman." Titahnya tanpa mengindahkan permintaan maafku.
Bergegas aku membuatkan kopi dan harap-harap cemas memasuki ruangan Pak Marco.
"Pak, ini kopi Anda." Ucapku dan membuat Marco sedikit terkejut.
"Bella?"
"Maafkan saya Pak, tadi setelah rapat saya pergi begitu saja. Ada hal yang sangat mendesak hingga saya tidak memikirkan hal lainnya."
Brakk.. Pak Marco memukul mejanya dengan keras hingga secangkir kopi itu tertumpah.
"Saya paling tidak suka dengan pegawai yang seenaknya dan tidak kompeten! Ini perusahaan bukan tempat bermain, disini ada aturannya dan kamu sudah melanggar itu."
"Sa..saya tahu, saya salah. Saya si..siap mendapatkan hukuman dari Bapak."
Pak Marco diam sejenak ku perhatikan dirinya tengah menahan emosi.
"Baiklah, kali ini Aku maafkan keteledoran kamu. Lain kali jangan lakukan hal serupa lagi. Perusahaan memiliki aturan."
"Baik Pak, saya akan mengingat itu."
"Ya sudah, bersihkan mejaku dan pergilah, bawa kembali kopi ini, Aku sudah tidak berselera!" Ucapnya ketus.
Segera Aku membersihkan mejanya, entah dari mana aku memikirkan untuk meminjam uang kepada Pak marco. "Siapa tahu Pak Marco mau meminjam iku uang? Kelihatannya pak Marco itu orang baik." Pikirku.
"Kenapa masih berdiri disini, sana kembali bekerja dan buatkan surat kontrak dengan grup S&C yang tadi kita rapatkan di Hotel!" Sentaknya yang membuatku terkejut.
"Ma..maafkan saya Pak, saya ingin mengajukan pinjaman ke perusahaan." Entah darimana Aku memiliki keberanian hingga mengucapkan kata ini.
"Apa?"
"Saya ingin mengajukan pinjaman sebesar Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah, Pak."
Marco terkekeh mendengarku, Aku sungguh sangat berdebar takut.
"Apa kamu sadar jika kamu itu baru bekerja dan masih berstatus karyawan kontrak?"
"Tentu, saya tahu pak, tapi karena ini mendesak saya harus segera mendapatkan uang itu." Cicitku.
"Maaf, karyawan kontrak tidak bisa mengajukan pinjaman apalagi sebesar itu." Tolak Pak Marco mentah-mentah tanpa memikirkannya.
Tidak ingin memperkeruh keadaan, Aku segera melangkah keluar, dengan langkah gontai karena bingung harus mencari kemana lagi uang itu?
"Baiklah akan saya pinjamkan uang itu, memakai uang pribadiku." Ucapnya tiba-tiba.
"Secercah harapan itu masih ada." Batinku dengan cepat menghampiri pak Marco.
"Terimakasih Pak, saya tentu akan menyicil untuk membayarnya setiap bulan dengan gaji saya." Ucapku bersemangat.
"Tapi ada syaratnya."
"Syarat apa Pak? Pasti saya akan memenuhinya." Janjiku.
"Kamu harus tidur denganku malam ini."
"Kau harus tidur denganku, malam ini."Bagai di sambar petir mendengar sebuah kalimat yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Bella, akan keluar dari pria yang memiliki status sosial yang tinggi itu."Saya terpaksa meminjam uang karena hal yang mendesak, tapi saya juga bukan wanita murahan yang akan mau begitu saja untuk menghabiskan malam dengan seorang pria!" Tubuh Bella bergetar menahan amarah saat mengucapkannya."Baiklah jika kamu tidak setuju, kau tentu tahu pintu keluarnya!""Permisi!"Bella segera melangkah keluar, rasanya di ruangan yang dingin ber AC ini , tubuhnya merasakan panasnya amarah. Bella merasa sangat tidak berdaya bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri saat di hadapan Bos Marco.Ponselnya berdering, ibunya yang menelepon, memberitahukan bahwa kondisi Ethan drop lagi bahkan harus segera dioperasi."Ethan putraku masuk rumah sakit lagi dan kali ini harus segera di operasi karena kondisinya sudah down." Ucapnya dalam hati saat mendengar telepon dari Ibunya.Su
Setelah membersihkan dirinya, Bella perlahan keluar dari kamar mandi. Cukup lama Bella berada di kamar mandi, mengguyur badannya dengan air, berharap noda-noda bekas sentuhan Marco pada tubuhnya hilang. Di sela-sela mandinya di bawah guyuran air, Bella malah membayangkan pergumulan panasnya tadi. Tak terasa tubuhnya menegang kala mengingatnya. Namun segera Bella tepis bayangan konyol itu,"Aku harus bisa mengendalikan diri dan hasratku, Aku tidak boleh melakukannya sampai menimbulkan 'perasaan' pada pria arogan itu!" Gumamnya.Bella segera mengganti pakaiannya, membuka lemari yang berada di kamar tersebut, Bella menyesali dirinya lupa membawa baju ganti. Melihat -lihat semua isi yang ada di lemari, tidak ada baju yang pantas Bella pakai, semua baju lingerie dengan model yang sexy dan menggairahkan."Apa-apaan ini! Kenapa hanya ada baju ini saja?" Rutuk Bella kesal karena tidak ada piyama tidur melainkan hanya lingerie saja.Terpaksa Bella memakai salah satu dari lingerie itu, Bella
Jam yang berada di atas nakas menunjukkan pukul lima pagi, Bella terbangun dan merasakan badannya sakit semua seperti di remuk oleh puluhan orang. Tangan pria yang sedang memeluknya perlahan ia singkirkan, agar tidak membangunkannya. Agar Bella bisa segera pergi dan menjenguk putranya yang sedang menunggunya.Begitu sudah rapih, Bella teringat bahwa dirinya juga harus bersikap 'perhatian' kepada Marco, jadi sebelum dirinya pergi, Bella membuatkan sandwich untuk Marco.Perlahan Bella pergi meninggalkan Marco yang masih tertidur pulas, memesan taksi dan menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Bella tak bisa menahan airmatanya lagi, kedua netranya membasah, dirinya tahu betul bahwa hal yang dirinya lakukan bersama Marco adalah sebuah kesalahan. Tapi Bella tidak mampu berontak karena dia sendiri menyetujui perjanjian itu."Sudahlah, Bel. Jangan berlarut dalam penyesalan, kamu hanya perlu bersabar selama satu tahun dalam kondisi ini. Setelah itu kamu bisa bebas." Ucap Bella dalam hat
Balkon yang telah di hias indah dengan berbagai macam hiasan lampu serta bunga, meja dengan penuh makanan lezat sudah tersedia dengan rapih.Marco telah mengenakan setelan jas mahalnya dengan memegang bucket bunga mawar di tangannya. Menghampiri Bella yang masih berdiri di tempatnya."Apa kau menyukainya?" Tanya Marco saat melihat Bella hanya terdiam. Lalu meraih tangan Bella."A.. apa ini Tuan?" "Saya ingin makan malam denganmu." "Tapi.." pertanyaan Bella menggantung seolah ragu akan melanjutkannya."Tapi kenapa?" Selidik Marco penasaran akan apa yang hendak Bella sampaikan."Tapi Aku tidak menyukainya." Cicit Bella datar.Marco tersenyum kecut, mendengar jawaban dari Bella. Untuk membuat candle light dinner seperti ini dirinya bahkan menyuruh orang yang profesional."Oh oke.. setidaknya mari kita nikmati makanannya." Ajak Marco.Bella terdiam seperti memikirkan sesuatu dan Marco sangat penasaran dengan apa yang sedang di pikirkan oleh Bella."Kenapa hanya diam saja? Ayo kita mak
Setelah bersiap untuk pergi dari apartemen, sebelumnya Bella menyimpan tas mahal itu di lemari agar lebih terjaga saja ketika Tuan Marco hendak mengambilnya kembali.Bella menuju ke rumah sakit, Ethan putranya sudah di pindahkan ke ruangan biasa. Bahkan Ethan sudah sadarkan diri, wajahnya yang tadinya pucat kini sudah berwarna dan ceria."Nak, kamu tidak lembur lagi?" Tanya ibu Sarah kepada putri semata wayangnya."Tidak Bu. Atasanku sedang bersama keluarganya." Jawab Bella sekenanya.Ibu Sarah hanya manggut-manggut saja dengan penjelasan dari Bella."Oya, kata dokter Dev, Ethan sudah boleh pulang lusa." Wajah Bella berbinar saat mendengar informasi dari ibunya."Benarkah, Bu? Putraku akan hidup normal seperti anak pada umumnya?""Ethan akan tumbuh dengan baik karena memiliki ibu yang hebat dan pekerja kerasnya."Bella tersenyum getir mendengar ucapan ibunya. "Pekerja keras? Andai ibu tahu apa yang telah ku lakukan, akankah ibu masih menganggapku putrimu?" Ucap dalam hati Bella."Ke
Sebelum jam tujuh pagi, Bella sudah berada di mejanya, meja yang tepat berada di luar ruangan Marco. Mempersiapkan semua yang akan di bawa oleh Marco saat rapat nanti.Tak selang berapa lama Marco datang dengan wajah datar tetapi tetap terlihat cool, Bella segera bangun dari kursinya dan mengucapkan selamat pagi kepada Marco."Selamat pagi, pak." "Pagi." Marco hanya melirik Bella sepintas lalu masuk ke dalam ruangannya.Sejujurnya hati Marco merasa berdesir kala berhadapan dengan Bella, tapi Marco harus bisa menahan diri agar rahasianya dengan Bella tetap tertutup rapat.Bella masuk ke dalam ruangan, menyerahkan berkas dan schedule yang akan Marco lakukan hari ini."Pak, tolong tanda tangani berkas ini karena sudah harus di serahkan ke pihak marketing lalu jadwal bapak akan ada kunjungan dari investor jam sebelas siang." Ucap Bella dengan menyerahkan sejumlah berkas di hadapan Marco.Tidak sengaja Marco memegang tangan Bella, sontak Bella menjauh dan terkejut atas kejadian tidak ter
Hati Bella merasa sangat kesal karena pertemuannya dengan Ferry, terlebih ucapan-ucapan Ferry yang sangat tidak masuk akal, bertahun-tahun dia pergi tanpa kabar ataupun niat untuk menemui anaknya, malah sekarang dia memfitnah Bella mengandung anak dari pria lain.Bella menghempaskan tubuhnya di atas kursi empuk yang ada di apartemennya, rasanya dia ingin segera mengguyur badanya dengan air dingin, sejenak Bella memikirkan semua perkataan Ferry."Kenapa dia memfitnahku mengandung bayi pria lain? Bagaimana bisa?" "Ah bodoamat, dia sudah menjadi masalaluku dan takkan ku biarkan dia menemui Ethan." Cicit Bella bertanya dan di jawab sendiri. Lalu membawa tubuhnya untuk menyegarkan diri di kamar mandi.Selang beberapa menit setelah Bella sudah bersiap, bel apartemen berbunyi, sudah pasti itu Tuan Marco.Bella segera membukakan pintu, Marco yang memandang Bella begitu terkesima dengan dandanan Bella. Memakai lingerie panjang dengan lengan yang terbuka tapi memiliki jubah untuk menutupnya y
Hari ke acara sekolah Raffa telah tiba, Marco datang bersama dengan Bella mengenakan pakaian formal, Marco mengenakan setelan coat berwarna hitam ala Korea, Bella mengenakan setelan celana bahan yang di padukan dengan blose berwarna putih."Papaaa..." Teriakan Raffa senang saat melihat Papanya sudah tiba."Raffa sayang, sudah siap untuk ikut lomba?" Tanya Marco yang sudah menggendong Raffa dan menciumi pipinya dengan gemas."Sudah dong, Raffa sangat percaya diri, pasti nanti menang karena ada Papa dan Tante Bella." "Bagus. Anak papa memang harus selalu percaya diri, ini baru namanya jagoan." Raffa tertawa geli saat Papanya mulai menggelitik badannya. Bella yang melihat pemandangan Marco yang begitu menyayangi Raffa tanpa terasa netranya membasah, Bella teringat akan Ethan yang tidak akan pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah."Biarlah Ethan tidak mengenal Ayah kandungnya, daripada nanti dia tahu jika Ayahnya mencampakkan dirinya bahkan saat dirinya masih di dalam kandungan ibu
Axel memeluk tubuh indah Anjani yang tanpa memakai sehelai baju dan hanya tertutup selimut. Setelah lelah, Keduanya menghabiskan waktu untuk bercerita. "Mas minta maaf, karna tetap tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Sandra." Mendengar itu Anjani hanya terdiam, pandangannya menerawang langit-langit rumahnya. Axel tahu jika Istri tercintanya itu kecewa, tetapi tidak mau mengungkapkan isi hatinya. "Andai kami menikah secara Sah negara mungkin Aku bisa mencegah pernikahan kedua suamiku. Tidak ada wanita yang mau berbagi suami. Posisiku hanya istri siri." batin Anjani. "Sayang... Aku tahu ini berat, tapi aku janji tidak akan pernah berpaling darimu. Ini hanya pernikahan Bisnis," bujuk Axel lalu mengecup pipi mulus Anjani. "Benarkah?" Anjani mengerlingkan matanya. "Tentu, Kamulah wanita satu-satunya di hatiku." Axel hendak mencium bibir ranum Anjani, namun istri sirinya itu malah menjauh. "Bagaimana jika kamu jatuh cinta kepada Wanita itu setelah melakukan mala
Malam ini, Axel pulang ke Apartemen Anjani. Pikirannya benar-benar sangat kusut kali ini, permasalahan perusahaannya sudah berakhir. Tapi dia tetap harus menikah dengan Sandra dan hari H menuju pernikahan mereka tinggal 7 hari lagi. Bagaimana tidak? Undangan sudah di sebar, gedung sudah di pesan, terlebih Sandra sudah begitu mengharap. Dalam dunia ini memang yang paling kerjam adalah sebuah harapan. "Mas, mandilah dulu, Aku sudah menyiapkan air hangat untuk kamu berendam." celetuk Anjani membuyarkan segala macam pikirannya. Axel berjalan mendekati Anjani, lalu memegang tangannya mesra lalu berbisik di telinga Anjani. "Ikut aku mandi." "Aku sudah mandi, Mas." Tidak ingin mendapatkan penolakan dari Anjani, Axel mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Anjani lalu menciuminya. Hal yang Axel lakukan itu membuat Anjani memdesah pelan. "Sayang.. saat ini aku membutuhkanmu, jangan menolak permintaanku." bisiknya. "Baiklah kalau begitu." Setelah mendapat persetuju
"Pak Tristan, Maaf, saya ingin minta izin untuk pulang sekarang."Jono, Supir pribadi Tristan terlihat sangat panik. "Sa.. saya baru di kabari oleh ibu saya jika Istri saya jatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri." Claire yang mendengarnya ikut khawatir dan kasihan. Namun, Wajah Tristan nampak tidak senang. "Bukankah saya sudah bilang jika saya tidak suka pekerja yang meminta izin di saat sedang bekerja!" Rasa kagum Claire saat di ruangan meeting tadi seolah sirna. Bosnya itu tetaplah pria dingin tak berperasaan. "Ma..Maafkan saya, Pak! Tapi ini sangat darurat, istri saya sedang mengandung 9 bulan, saya sangat khawatir dengan keadaan mereka berdua." Tristan nampak menimbang-nimbang, setelah mendengar istrinya Jono tengah mengandung masih ada sedikit rasa belas kasih di hati Tristan. "Baiklah, hanya kali ini saya menginzinkanmu." Awalnya Claire sangat tidak suka saat Tristan tidak mengizinkan Jono untuk pergi, tapi gadis itu juga ikut merasakan lega saat akhirnya
Pagi itu, Claire berjalan dengan cepat menghampiri ruangan CEO. Sorot matanya tajam penuh kemarahan dan tangannya mengepal karena menahan amarah. Baru hari ini Claire tahu masalah kedua orangtuanya tentang perusahaan mereka yang hampir bangkrut karena tender yang di rebut paksa oleh perusahaan Titan Corp, tempatnya bekerja. Bella dan Marco memang sengaja tidak memberitahukan keadaan mereka kepada Claire. Bagi mereka, Claire masih lah putri kecil yang tidak harus tahu segala permasalahan keluarganya. Ruangan Tristan yang memang berhadapan dengan meja kerja Claire sebagai sekretarisnya seolah tidak bisa menghentikan niat Claire untuk meluapkan emosinya. Tristan sedikit terkejut karena Claire membuka pintu ruangannya begitu saja. "Kenapa Anda melakukannya?" seru Claire tanpa rasa takut pada atasannya itu dan tanpa basa basi. "Rupanya kamu sudah mendengarnya?" Tristan tampak begitu santai menanggapi Claire. "Permasalahan sudah selesei, kamu tidak perlu khawatir lagi!"
Tristan duduk di depan sang ayah dengan perasaan berkecamuk. Pasalnya, sang Ayah telah mengambil langkah di luar perkiraannya, Franky langsung menyerang perusahaan Marco tanpa membicarakannya dengan Tristan terlebih dahulu. "Segera hentikan tindakan Papi!" Suara bariton Tristan berbicara santun namun tegas. "Bukan balas dendam seperti ini yang Aku inginkan, Pi." "Lalu seperti apa, Tan?" Franky menyesap rokoknya lalu menghembuskan asapnya. "Kamu terlalu lama dalam bertindak, sedangkan Aku sudah ingin melihat Marco dan keluarganya menderita." "Hal paling mudah untuk menyerang Marco memang langsung menyerang perushaannya." Tristan menyandarkan punggungnya dan menatap sang Ayah, "Hal itu pasti sudah Aku lakukan dari dulu, Pi. Tapi aku menginginkan hal yang lebih menyakitkan untuk mereka." "Hal seperti apa? Nyatanya, Papi belum melihat kamu melakukan tindakan apapun." "Aku ingin membuat Marco lebih menderita dengan memanfaatkan putri kesayangan mereka!" Tristan menatap taja
"A...Axel sudah menikah?" pekik Sandra terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Bella segera mengajak Sandra ke dalam kamar Axel agar tidak membuat keributan dan terdengar oleh Tuan Chandra. Axel juga terkejut melihat kedatangan Mamanya bersama Sandra. "Ada apa ini, Ma?" "Sepertinya kamu harus menjelaskan saat ini juga yang sebenarnya kepada Sandra, Axel." Melihat tatapan Sandra yang penuh tanda tanya dan juga kesedihan Axel mengerti maksud Mamanya. Mungkin tadi Sandra mendengar apa yang Bella dan Axel katakan. "Jelaskan semuanya kepadaku, Xel." Sandra duduk di samping Axel. "Aku butuh kejelasan untuk apa yang aku dengar." Axel menghembuskan nafasnya, sebenarnya Axel tidak tega jika menceritakan yang sebenernya kepada Sandra, tapi Sandra sudah mendengar kebenarannya. "Baiklah, Aku akan menceritakan semuanya kepadamu." Dengan penuh perhatian Sandra memperhatikan Axel yang tengah membicarakan tentang hubungannya dengan Anjani. Berulang kali Sandra memejamkam mat
"Axel , putraku." Seru Marco, "Kamu akan segera menikah dengan Casandra, ini sudah keputusan kami semua." Bagaikan petir di siang bolong, ucapan Ayahnya mampu membuatnya tidak bisa berkata apapun. "Papa dan Om Chandra sudah sepakat untuk menikahkan kamu dengan Casandra, satu bulan lagi." Lanjut Marco menjelaskan. "Pernikahan!" Pekik Axel tercekat. "Iya Axel, pernikahan kamu dan Casandra," Ulang Marco saat melihat putranya tercengang, "Papa sudah yakin bahwa kamu dan Casandra sangat cocok." "Tapi pa.." Marco segera memotong ucapan Axel, "Jika kamu ingin protes, kita bisa bicarakan nanti, sekarang ajak Casandra berbicara agar kalian jadi lebih dekat." Marco memberikan kode kepada Axel untuk berhenti tidak mengucapkan hal yang ingin dia katakan. "Tentang Anjani akan kita bicarakan setelah para tamu ini pulang. Sekarang, patuhi saja apa kata Papa." Tekan Marco dengan membisikkan pada putranya. Tidak ingin membuat malu Ayahnya, Axel terpaksa menuruti permintaannya.
"A...Apa?" Marco seolah tidak yakin dengan apa yang di dengarnya, "Kenapa Titan Excelent seolah menyerang perusahaanku?" Untuk pertama kalinya, perusahaan Marco mengalami kesulitan. Media yang terus 'menggoreng' berita menjadikan semakin runyam. Marco berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengadakan konferensi pers. Bermaksud agar kesalahpahaman menjadi terang. Marco membuat keputusan, "Segera adakan konferensi pers, agar masalah ini tidak berlarut dan semakin runyam." "Tapi pak, apakah kita tidak seharusnya mencari dalang di balik ini semua? Baru kita melakukan konferensi pers." ujar Axel memberi masukan. "Kita tidak punya waktu lagi, sebelum saham kita semakin merosot turun, kita harus memberikan penjelasan kepada khalayak." Saran Axel tidak di hiraukan oleh Marco. Konferensi pers itu akan segera di adakan. Besok siang adalah waktu yang tepat untuk meluruskan semua kesalahpahaman tersebut. Axel masuk ke ruangan ayahnya dengan raut wajah sedikit gusar, "Pah
Hubungan Marco dan Axel menjadi merenggang pasca Marco mengetahui, putranya telah menikahi seorang muslim. Marco tidak mempermasalahkan latar belakang Anjani, bukan soal harta. Hanya saja sebuah pernikahan harus berlandaskan pada pandasi yang kuat. Yang satu keyakinan saja masih sering mengalami cekcok , apalagi yang berbeda keyakinan. Marco hanya tidak ingin Putranya gagal. Bella yang tidak tahan melihat suami dan putranya saling mendiamkan merasa sangat jengah, "Sampai kapan kalian akan saling mendiamkan seperti ini?" "Sampai Axel memutuskan hubungan dengan Anjani." Seru Marco tanpa keraguan sembari melahap makanannya. Axel tidak terima dengan ucapan ayahnya, "Dan Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskan Anjani, Pah." Brakk... Marco menggebrak meja makan dan membuat Bella serta Claire terkejut. "Apa kamu mau menghancurkan keluarga ini, Axel!" pekik Marco dengan suara baritonnya. "Tidak ada yang ingin menghancurkan keluarga ini, Anjani wanita yang sangat baik.