Hari ke acara sekolah Raffa telah tiba, Marco datang bersama dengan Bella mengenakan pakaian formal, Marco mengenakan setelan coat berwarna hitam ala Korea, Bella mengenakan setelan celana bahan yang di padukan dengan blose berwarna putih."Papaaa..." Teriakan Raffa senang saat melihat Papanya sudah tiba."Raffa sayang, sudah siap untuk ikut lomba?" Tanya Marco yang sudah menggendong Raffa dan menciumi pipinya dengan gemas."Sudah dong, Raffa sangat percaya diri, pasti nanti menang karena ada Papa dan Tante Bella." "Bagus. Anak papa memang harus selalu percaya diri, ini baru namanya jagoan." Raffa tertawa geli saat Papanya mulai menggelitik badannya. Bella yang melihat pemandangan Marco yang begitu menyayangi Raffa tanpa terasa netranya membasah, Bella teringat akan Ethan yang tidak akan pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah."Biarlah Ethan tidak mengenal Ayah kandungnya, daripada nanti dia tahu jika Ayahnya mencampakkan dirinya bahkan saat dirinya masih di dalam kandungan ibu
Tuan Marco sudah berada di apartemen bersamaku, setelah mengantarkan Raffa ke rumah tak lama dirinya menyusulku ke apartemen.Kami duduk berdua menikmati secangkir kopi dengan beberapa camilan di atas meja. Menikmati sore hari yang cukup cerah sehingga menampilkan pemandangan indah langit sore, dengan berwarna Oren yang mewah."Maafkan Aku jika membuatmu repot hari ini." Ucapnya membuka obrolan."Aku senang kok bisa menemani Raffa, kebahagiaan terpancar dari wajahnya yang polos." Jawabku apa adanya."Tentang ibu-ibu yang menggosipkan dirimu itu, di luar dugaan ku, Aku minta maaf." Aku tersenyum getir saat mengingat ghibahan kedua ibu tadi, rasanya masih menganggu pikiranku."Biarlah, toh mereka menngatakan yang sebenarnya walau tidak tahu kenyataan yang sesungguhnya." "Jika tidak di tempat umum, Aku bisa menampar mulut dua orang itu, tapi jika Aku bertindak seperti itu pasti akan menimbulkan banyak kecurigaan." Jadi sebenarnya dia sedang membicarakan bagaimana dirinya berusaha menj
Melihat Bella tertidur di pinggir ranjang karena kelelahan merawatku yang baru demam, membuatku merasa iba namun bahagia. Segera ku angkat tubuhnya yang sintal itu ke atas ranjang kami, melihatnya mengenakan lingerie sexy berwarna Salem itu membuat nafsuku meningkat. Ku elus pucuk kepalanya untuk membangunkannya, perdebatan kecil kami terjadi, tak sanggup membendung Hasratku padanya, segera Aku mencumbuinya dan menyatukan tubuh kami.Keesokan paginya Kami berangkat ke kantor bersama, lebih tepatnya Aku memaksanya untuk berangkat denganku. Akhirnya Bella bisa memanggilku Mas dengan sedikit paksaan, entah kenapa mendengarnya memanggilku Mas terasa lebih sexy jika Bella yang mengucapkan.Setelah dekat dengan kantor Aku turunkan Bella di jalan yang sudah dekat dengan kantor. Ku lajukan mobilku namun masih bisa melihatnya dari kaca spion mobilku. Ciiittt... Ku hentikan segera laju mobilku saat melihat Bella di tarik oleh seorang laki-laki yang sepertinya Aku kenal. "Pak Ferry? Kenapa dia
"Jawab! Kenapa hanya diam saja?" Cecarnya lagi dengan nada tinggi karena aku hanya diam saja tidak menghiraukannya."Jangan berteriak di hadapan Raffa, Laura." Jawabku santai."Kenapa? Biar sekalian dia tahu keadaan kita yang sebenarnya, Marco." Laura benar-benar keterlaluan! Kenapa bersikap seperti itu di hadaoan Raffa? Setidaknya tunggu sejenak agar Raffa pergi ke kamar lalu kita bisa membicarakannya. Karena kesal Aku membanting Lego yang tengah ku pegang, Raffa sudah dalam pelukanku jadi dia tidak melihat saat Aku membanting lego."Laura! Bisakah kamu berpikir dewasa, setidaknya biarkan Raffa pergi dari sini dulu". Teriakku padanya.Sus Jenah yang mendengar keributan di ruang keluarganya segera menghampiri dan menggendong Raffa menuju ke kamar. Aku diam sejenak tidak mengatakan apapun sebelum Raffa jauh. Sungguh Aku tidak ingin membuat anak sekecil Raffa harus melihat pertengkaran orang dewasa. Bisa berakibat buruk. Untuk tumbuh kembangnya."Sekarang katakan. Apakah kamu berseling
Aku menghampiri cafe dimana Alexa memberitahuku, cafe dengan nuansa Eropa yang menyediakan coffeshop serta makanan Western, Alexa memang suka dengan luar negeri dan berbagai macam makanannya, berbeda denganku yang hanya suka masakan Indonesia. Bagiku masakan western tidak sesuai dengan lidahku.Alexa terlahir dari keluarga yang kaya dan cukup berpengaruh, orangtuanya mempunyai salah satu perusahaan textile terbesar yang mengimpor kain-kain ke luar negeri. Walau menjadi anak orang kaya tapi Alexa memiliki hati yang baik, bahkan dirinya hanya mau berteman denganku. Entah apa yang spesial dariku sehingga seorang Alexa mau berteman denganku.Terakhir kami berhubungan sekitar tiga tahun yang lalu ketika dia akan berangkat ke luar negeri, entah kenapa tiba-tiba dia mengganti nomornya dan menonaktifkan sosial medianya, sehingga lama kami tidak berkomunikasi. Lalu tiba-tiba siang tadi ada pesan masuk dengan nomor baru yang ternyata itu Alexa."Bellaaaa..." Teriak seorang wanita yang begitu A
"Aku menyukaimu Bella..... Tidak, tepatnya Aku sangat menyukaimu." Akhirnya Aku menyatakan perasaanku kepada Bella. Hatiku kembali bertalu-talu di dalam sana. Ada rasa takut di tolak dan ada rasa lega karena Aku sudah menyatakan perasaanku kepadanya.Bella hanya terdiam dan menatapku, tidak ada jawaban keluar dari mulutnya yang indah. "Bella? Kamu bisa percaya dengan apa yang ku utarakan tadi?" Bukannya menjawabku justru Bella melepaskan genggaman tanganku, dan menaruhnya di atas pahanya, lalu meraih garpu dan pisau untuk memotong steak miliknya."Bella, kenapa hanya diam dan tidak menjawab?" Tanyaku lagi yang melihatnya tetap acuh setelah aku menyatakan perasaanku."Aku harus menjawab apa, Mas?" "Ya apapun itu, menolakku tau menerimaku contohnya." "Apa mas lupa? Kalau kita berhubungan hanya karena sebuah surat perjanjian? Tentu Aku berhubungan denganmu tanpa perasaan."Hatiku mencelos mendengar perkataannya. Lagi-lagi dia membahas tentang perjanjian itu lagi."Aku tidak punya ta
"Jika kamu bisa memberiku perasaanmu, dan aku harus memberikan sejumlah nominal uang, pasti aku akan memberinya." Aku menggeleng mendengar perkataannya yang begitu saja dia ucapkan kepadaku tanpa memikirkan perasaanku. Memang Akulah yang dulu datang padanya untuk meminjam uang karena sudah sangat terdesak. Tapi kini pria yang sedang berada di hadapanku ini berbicara dengan entengnya dan sangat arogan."Aku tidak ingin berbicara denganmu lagi, Mas. Aku ingin istirahat." Aku langsung beranjak dari sofa dan meninggalkannya, tapi ternyata dia malah mengekor dari belakangku. Andai tidak teringat akan surat perjanjian itu, pasti Aku akan melarangnya mendekatiku."Aku begitu lelah, Mas. Bolehkan Aku tidur sampai pagi?" "Ya Bella, silahkan beristirahat, Aku juga lelah menyetir." Tukasnya.Mungkin Mas Marco paham dengan maksudku, untuk malam ini Aku tidak ingin di sentuh dulu, Aku hanya ingin istirahat dan menenangkan pikiranku.Kami berbaring dengan saling memunggungi, Aku pura-pura tidur
Semesta sudah menampakkan cahayanya, semburat sinar menelisik memasuki celah tirai dan menerpa wajahku. Perlahan Aku membuka kedua mataku, langit-langit kamar yang di dominasi warna putih menjadi pandangan pertama yang ku lihat, segera Aku mengalihkan pandangan ke sampingku, ku lihat pria yang semalam telah menghabiskan malam panas denganku masih terlelap tidur. Ku pandangi wajahnya yang tampan dengan rahang yang kuat, jambang tipis menghiasi setengah wajahnya, kulitnya yang berwarna coklat eksotis terlihat begitu menawanku. "Pria yang awalnya Aku anggap begitu arogan ternyata mampu mencuri hatiku." Ucapku dalam hati. Perlahan Aku membuka selimut dan mengenakan piyamaku, tidak ingin membangunkannya Aku mengendap-endap untuk keluar kamar. Perut rasanya sudah mulai keroncongan, cacing di dalam perutku sudah mulai meminta untuk di beri makan. Gegas Aku ke dapur untuk membuat sarapan. Beruntung semalam saat kami kemari sempat berbelanja beberapa bahan makanan , seperti roti , smoke
Bugh... Tubuh Claire terhuyung karena seseorang mendorongnya ke pinggir jalan. Hampir saja Claire tertabrak oleh pengemudi mobil yang ngebut. "Claire!" pekikan teman-teman di sebrang jalan terdengar panik. Perasaan terkejut dan juga takut masih menguasai Claire, sampai dia tidak melihat siapa yang telah menolongnya. Perlahan Claire membalikkan tubuhnya dan melihat Tristan tidak sadarkan, gadis itu lebih terkejut lagi saat melihat darah mengalir di kening Bosnya itu. "Pak Tristan!" pekik Claire kaget. Spontan Claire memegang wajah Tristan dan mencoba untuk membuat pria itu tersadar. Alvin, Rendi dan Eva juga segera berlari ke sebrang jalan untuk menolong Tristan. "Bagaimana keadaanmu, Claire?" Alvin nampak sangat khawatir pada Claire, lalu pandangannya beralih kepada Tristan. "Aku baik-baik saja, Vin." Claire nampak sangat panik. "Karena Pak Tristan menolongku, akhirnya dia yang malah terluka!" Claire terlihat ketakutan, bahkan sampai menangis. Segera Alvin m
Claire memegangi perutnya, hari ini adalah hari pertama dia datang bulan. Kram dan nyeri perut sering di rasakannya di saat hari pertama. Berbeda dari bulan kemarin, kali iki rasanya lebih nyeri, tapi Claire tahan karena setelah makan siang nanti akan ada rapat penting dan dia harus datang mendampingi Bosnya. Alvin, Eva dan Rendi datang untuk mengajak Claire makan siang di restoran chiken di dekat kantor. "Hai Claire, pekerjaanmu sudah selesei?" tanya Alvin sembari menepuk pundak Claire. "Sudah ini, oya kalian mau makan siang, bukan?" "Tentu, makannya kami kemari untuk mengajakmu." sahut Eva. "Ayo kita makan di restoran chiken dekat kantor, di sana ada menu spesial." ajak Rendi. "Sepertinya kalian pergi makan tanpaku. Aku sedang tidak enak badan." Tolak Claire lirih sembari meringis menahan nyeri haidnya. "Kamu sedang sakit?" Tanya Eva lagi. Belum sempat Claire menjawab, suara bariton milik Tristan mengagetkan mereka bertempat. "Siapa yang sakit?" Sont
Di atas Sofa dekat kolam renang, dengan Bella berada di dekapan suaminya, Marco. Mereka menikmati malam yang cerah dengan bertabur bintang. Setelah pertempuran panas mereka tadi, dengan tubuh hanya tertutup selimut, Marco dan Bella menikmati keindahan malam. "Jika berada di apartemen ini membuatku senang karena banyak kenangan indah yang kita lalui bersama, Baby." Bella terkekeh, susah 20 tahun lebih, tapi suaminya itu masih memanggilnya Baby. Tentu panggilan itu hanya akan di lakukan jika mereka tengah berdua saja. "Iya Mas, di tempat ini pertama kali kita bersama dan aku pertama kali menjadi Sugar Baby mu." Marco mengecup kening Bella. "Aku beruntung memilikimu, Baby." Pandangan Marco lalu tertuju ke arah kolam renang. "Lihatlah kolam renang itu, di sana kita menghabiskan waktu untuk bercinta." Sejurus kemudian Bella juga memandang kolam renang yang berwarna biru dengan airnya yang hangat. Dulu dia dan Marco bercinta di dalam kolam renang dengan begitu berg
"Mas, kenapa kamu mengajakku kemari?" Protes Bella pada Marco yang membawanya ke Apartemen lotus. "Aku merindukanmu, Sayang." Jawab Marco sembari mengecup lembut bibir Bella."Ish kamu ini Mas." Wajah Bella merona merah. "Kita sedang sibuk loh mengurus pernikahan Axel dan Sandra.""Oleh karena itu, Mas ingin mencuri waktu sibuk kita untuk menghabiskan waktu bersama." Kembali Marco menyesap bibir lembut Bella, walau hampir berusia kepala 5, Bella masih terlihat muda dan cantik.Perlahan Marco bahkan mengecupi leher jenjang Bella. Tawa kecil terdengar dari bibir Bella. "Mas, kamu ini gak sabaran terus."Tidak memperdulikan protes Istrinya, Marco justru membawa Bella ke atas ranjang mewah yang sudah dia siapkan.Tanpa melepaskan pagutannya, Marco mulai menindih tubuh Bella. Perlahan mulai membuka kancing kemeja berwarna skyblue yang di pakai Bella satu per satu. Menikmati Aroma bargamot dan lavender di setiap inci tubuh Bella.Perlahan Marco mulai melepas penutup kedua gunung kembar
Axel memanggil Claire berulang kali tapi tidak menyahut, gadis itu tengah melihat ke arah kolam koi sambil tersenyum. Pikiran Claire melayang ke tempat lain, pertemuan dengan Tristan di pagi hari tadi saat jogging membuatnya berbunga-bunga. Wajah tampan Tristan yang seolah menjadi daya tarik tersendiri untuknya. Entah perasaan apa yang menguasai Claire, gadis itu belum memahami betul yang terjadi kepadanya. Kesal adiknya tidak menyahut terus, Axel mendekati Claire yang masih saja asyik menatap ke arah kolam koi sembari tersenyum itu. "Claire.. Kakak panggil kamu dari tadi, sedang melamunin apa sih!" keluh Axel pada adiknya itu. Claire sontak kembali ke alam nyata dan menatap kakak laki-lakinya itu. "Kakak manggil aku?" "Iya, tapi kamu malah asyik melamun disini." Axel pura-pura sebal. "Kakak mau minta tolong sama kamu." "Iya maaf ka, Claire sedang memikirkan sesuatu tapi sudah lupakan saja, tidak penting kok. Kakak mau minta tolong apa?" Beruntung Axel tidak be
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi Claire belum bisa tidur juga. Pikirannya teringat saat makan malam bersama Tristan. Dari waktu yang mereka habiskan, tampak sisi lain dari Tristan yang Baik dan hangat. Jantung Claire kembali berdetak lebih cepat, apalagi teringat saat Tristan membersihkan nasi yang menempel di bibir Claire. Claire segera menepuki kepalanya perlahan. "Apa yang kamu pikirkan, Claire!" Selimut tebal berwarna ivory itu segera di tariknya untuk menutupi seluruh tubuhnya, agar berhenti membayangkan tentang Tristan.Claire akhirnya tertidur begitu saja tanpa sengaja. Waktu berlalu begitu cepat, pagi segera menampakkan sinar matahari yang hangat dan cerah. Gadis cantik itu menggeliat, lalu terdiam sejenak dan berdecak. "Bahkan di mimpiku pun, Aku memimpikannya!" gerutu Claire merasa kesal pada dirinya sendiri. Claire memimpikan Tristan, pria itu sekarang seolah melekat dalam pikirannya. "Lebih baik Aku mandi lalu pergi berolahraga sa
Axel memeluk tubuh indah Anjani yang tanpa memakai sehelai baju dan hanya tertutup selimut. Setelah lelah, Keduanya menghabiskan waktu untuk bercerita. "Mas minta maaf, karna tetap tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Sandra." Mendengar itu Anjani hanya terdiam, pandangannya menerawang langit-langit rumahnya. Axel tahu jika Istri tercintanya itu kecewa, tetapi tidak mau mengungkapkan isi hatinya. "Andai kami menikah secara Sah negara mungkin Aku bisa mencegah pernikahan kedua suamiku. Tidak ada wanita yang mau berbagi suami. Posisiku hanya istri siri." batin Anjani. "Sayang... Aku tahu ini berat, tapi aku janji tidak akan pernah berpaling darimu. Ini hanya pernikahan Bisnis," bujuk Axel lalu mengecup pipi mulus Anjani. "Benarkah?" Anjani mengerlingkan matanya. "Tentu, Kamulah wanita satu-satunya di hatiku." Axel hendak mencium bibir ranum Anjani, namun istri sirinya itu malah menjauh. "Bagaimana jika kamu jatuh cinta kepada Wanita itu setelah melakukan mala
Malam ini, Axel pulang ke Apartemen Anjani. Pikirannya benar-benar sangat kusut kali ini, permasalahan perusahaannya sudah berakhir. Tapi dia tetap harus menikah dengan Sandra dan hari H menuju pernikahan mereka tinggal 7 hari lagi. Bagaimana tidak? Undangan sudah di sebar, gedung sudah di pesan, terlebih Sandra sudah begitu mengharap. Dalam dunia ini memang yang paling kerjam adalah sebuah harapan. "Mas, mandilah dulu, Aku sudah menyiapkan air hangat untuk kamu berendam." celetuk Anjani membuyarkan segala macam pikirannya. Axel berjalan mendekati Anjani, lalu memegang tangannya mesra lalu berbisik di telinga Anjani. "Ikut aku mandi." "Aku sudah mandi, Mas." Tidak ingin mendapatkan penolakan dari Anjani, Axel mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Anjani lalu menciuminya. Hal yang Axel lakukan itu membuat Anjani memdesah pelan. "Sayang.. saat ini aku membutuhkanmu, jangan menolak permintaanku." bisiknya. "Baiklah kalau begitu." Setelah mendapat persetuju
"Pak Tristan, Maaf, saya ingin minta izin untuk pulang sekarang."Jono, Supir pribadi Tristan terlihat sangat panik. "Sa.. saya baru di kabari oleh ibu saya jika Istri saya jatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri." Claire yang mendengarnya ikut khawatir dan kasihan. Namun, Wajah Tristan nampak tidak senang. "Bukankah saya sudah bilang jika saya tidak suka pekerja yang meminta izin di saat sedang bekerja!" Rasa kagum Claire saat di ruangan meeting tadi seolah sirna. Bosnya itu tetaplah pria dingin tak berperasaan. "Ma..Maafkan saya, Pak! Tapi ini sangat darurat, istri saya sedang mengandung 9 bulan, saya sangat khawatir dengan keadaan mereka berdua." Tristan nampak menimbang-nimbang, setelah mendengar istrinya Jono tengah mengandung masih ada sedikit rasa belas kasih di hati Tristan. "Baiklah, hanya kali ini saya menginzinkanmu." Awalnya Claire sangat tidak suka saat Tristan tidak mengizinkan Jono untuk pergi, tapi gadis itu juga ikut merasakan lega saat akhirnya