"Aku menyukaimu Bella..... Tidak, tepatnya Aku sangat menyukaimu." Akhirnya Aku menyatakan perasaanku kepada Bella. Hatiku kembali bertalu-talu di dalam sana. Ada rasa takut di tolak dan ada rasa lega karena Aku sudah menyatakan perasaanku kepadanya.Bella hanya terdiam dan menatapku, tidak ada jawaban keluar dari mulutnya yang indah. "Bella? Kamu bisa percaya dengan apa yang ku utarakan tadi?" Bukannya menjawabku justru Bella melepaskan genggaman tanganku, dan menaruhnya di atas pahanya, lalu meraih garpu dan pisau untuk memotong steak miliknya."Bella, kenapa hanya diam dan tidak menjawab?" Tanyaku lagi yang melihatnya tetap acuh setelah aku menyatakan perasaanku."Aku harus menjawab apa, Mas?" "Ya apapun itu, menolakku tau menerimaku contohnya." "Apa mas lupa? Kalau kita berhubungan hanya karena sebuah surat perjanjian? Tentu Aku berhubungan denganmu tanpa perasaan."Hatiku mencelos mendengar perkataannya. Lagi-lagi dia membahas tentang perjanjian itu lagi."Aku tidak punya ta
"Jika kamu bisa memberiku perasaanmu, dan aku harus memberikan sejumlah nominal uang, pasti aku akan memberinya." Aku menggeleng mendengar perkataannya yang begitu saja dia ucapkan kepadaku tanpa memikirkan perasaanku. Memang Akulah yang dulu datang padanya untuk meminjam uang karena sudah sangat terdesak. Tapi kini pria yang sedang berada di hadapanku ini berbicara dengan entengnya dan sangat arogan."Aku tidak ingin berbicara denganmu lagi, Mas. Aku ingin istirahat." Aku langsung beranjak dari sofa dan meninggalkannya, tapi ternyata dia malah mengekor dari belakangku. Andai tidak teringat akan surat perjanjian itu, pasti Aku akan melarangnya mendekatiku."Aku begitu lelah, Mas. Bolehkan Aku tidur sampai pagi?" "Ya Bella, silahkan beristirahat, Aku juga lelah menyetir." Tukasnya.Mungkin Mas Marco paham dengan maksudku, untuk malam ini Aku tidak ingin di sentuh dulu, Aku hanya ingin istirahat dan menenangkan pikiranku.Kami berbaring dengan saling memunggungi, Aku pura-pura tidur
Semesta sudah menampakkan cahayanya, semburat sinar menelisik memasuki celah tirai dan menerpa wajahku. Perlahan Aku membuka kedua mataku, langit-langit kamar yang di dominasi warna putih menjadi pandangan pertama yang ku lihat, segera Aku mengalihkan pandangan ke sampingku, ku lihat pria yang semalam telah menghabiskan malam panas denganku masih terlelap tidur. Ku pandangi wajahnya yang tampan dengan rahang yang kuat, jambang tipis menghiasi setengah wajahnya, kulitnya yang berwarna coklat eksotis terlihat begitu menawanku. "Pria yang awalnya Aku anggap begitu arogan ternyata mampu mencuri hatiku." Ucapku dalam hati. Perlahan Aku membuka selimut dan mengenakan piyamaku, tidak ingin membangunkannya Aku mengendap-endap untuk keluar kamar. Perut rasanya sudah mulai keroncongan, cacing di dalam perutku sudah mulai meminta untuk di beri makan. Gegas Aku ke dapur untuk membuat sarapan. Beruntung semalam saat kami kemari sempat berbelanja beberapa bahan makanan , seperti roti , smoke
Setelah dua hari kami bersama di villa itu, kini kami berencana untuk kembali ke ibu kota. Mas Marco menyetir sembari menggenggam tanganku terus tanpa mau melepasnya. Sesekali mencium lenganku."Mas, fokuslah menyetir, jangan memegangiku terus.""Aku nyaman seperti ini." Malas mendebatnya akhirnya Aku membiarkan saja dirinya memegang tanganku, lagi pula Mas Marco tidak akan menurutiku."Bella, bolehkah Aku menanyakan sesuatu?" "Bertanya apa , Mas?" "Kamu sudah tahu tentang masalah hidupku, yaitu tentang hubungan toxic ku dengan Laura, tapi Aku sama sekali tidak tahu tentangmu." Aku tercenung mendengar perkataannya, bagaimana Aku akan menceritakan diriku yang sudah menjanda dan beranak satu? "Tidak ada yang spesial dariku, Mas." "Begitukah?" "Untuk apa mencaritahu tentangku, Mas. Aku hanya wanita dari latar belakang yang biasa saja." "No no.. kamu spesial bagiku, baby. Apapun yang ada padamu sekarang spesial." Sepertinya Aku akan menceritakan yang mungkin dia tahu."Ya sepert
Saat kami pulang dari Bogor, di sela-sela mengendarai kendaraan roda empatku, Aki sempat menanyakan tentang masa lalunya, bahkan tanpa memikirkan perasaannya Aku menanyakan bagaimana dia bisa kehilangan keperawanannya di usia yang sangat muda. Bella menjawabku dengan begitu sinis, memang Aku yang salah menanyakan hal sensitif itu langsung kepadanya. Harusnya, aku menyelidiki itu sendiri. Kami pun sudah sibuk dengan pekerjaan di kantor, apalagi menjelang akhir tahun seperti ini kantor menjadi lebih sibuk dari biasanya karena harus menyiapkan laporan sepanjang satu tahun dan meng agendakan rencana untuk satu tahun kedepan , namun jika ada kesempatan aku mencuri-curi waktu untuk bisa bersamanya. Bahkan saat di kantor kami bisa bercinta dengan sembunyi-sembunyi, rasanya memiliki sensasi tersendiri. Kali ini Aku meminta Charles untuk menyelidiki masa lalu Bella, yang ku tahu hanya sebatas yang terdaftar di kantor, sembari menunggu informasi dari Charles, Aku menjalani Hari-hari ku sepe
"Aku sangat yakin dengan apa yang ku ucapkan, mulai hari ini kamu bebas dari perjanjian itu." Ucapannya sembari membingkai wajahku, terukir senyum tulus di bibirnya."Mulai hari ini kamu bisa pulang ke rumahmu, tidak ada beban untukmu agar melayaniku lagi. Terima kasih untuk empat bulan yang indah." Ucapnya lagi lalu mengecup keningku lembut.Mas Marco lantas perlahan pergi untuk meninggalkan Aku sendiri. Bibirnya terukir senyum tapi tidak bisa menutupi kesedihan di hatinya. Ku masih terdiam di tempat menatap punggungnya yang semakin jauh menuju lift.Tidak tahu apa yang harus ku lakukan, Aku hanya berdiam diri hingga dirinya tidak nampak lagi menghilang di balik lift dan langsung turun ke lantai dimana kami bekerja."Apa ini? Bukankah seharusnya Aku merasa senang karena sudah terbebas dari perjanjian itu? Kenapa hatiku justru merasa sakit." Gumamku sendiri tanpa terasa bulir bening kembali membasahi pipiku.--------------------------------------------Sudah dua Minggu sejak kejadian
Saat Aku telah membebaskan Bella dari keterikatan kontrak perjanjian tentang sugar baby agar hutangnya lunas, bearti Aku harus benar-benar belajar untuk melupakan dirinya.Di kantor Aku mulai bersandiwara untuk bersikap seperti seorang bos yang angkuh dan garang kepada karyawan jika melakukan kesalahan, tidak kecuali kepada Bella. Kini Aku mulai bersikap dingin dan acuh kepadanya. Pernah sesekali Aku menangkap dirinya sedang bersedih saat menatap ramainya petasan di saat malam pergantian tahun baru. Sebagai penanda penutup tahun baru, ingin sekali Aku menghampirinya dan memeluk tubuh itu agar tangisnya jatuh pada diriku.Segera ku tepis niatan itu dan berlalu meninggalkan Bella , Aku hanya ingin Bella bahagia dengan kehidupannya, sudah cukup Aku membuatnya menderita karena mengambil keuntungan dari kesulitannya. Walau mencuri-curi pandang kepadanya adalah pengobat rinduku, terkadang aku membuntuti dirinya saat pulang dari kantor, menggunakan sepeda motor untuk transportasi bekerja m
Cup... Ketika Aku mengecup pipi Mas Marco, hal itu mampu membuat rasa rinduku padanya terobati. Walau Aku menginginkannya untuk menginap di apartemen bersamaku, dengan alasan untuk bercerita tentang kejadian yang menimpaku tadi, tapi Mas Marco menolaknya. Aku merasa semakin menyukainya jika dia bisa menahan hasratnya kepadaku, berarti dia memang memegang teguh keputusannya saat membebaskan diriku dari perjanjian itu.Kami sama-sama berpisah, setelah itu aku segera masuk ke apartemen yang memiliki banyak kenangan ini. Namun ekor mataku menangkap siluet orang tengah duduk di sofa, siluet itu memperhatikan diriku. Bulu kudukku langsung berdiri. Pikiranku langsung memikirkan banyak hal. "Apa mungkin , di apartemen mewah seperti ini ada hantunya." Batinku tentunya.Tiba-tiba lampu yang berada diatas nakas dekat dengan siluet itu menyala dan menampakkan seorang wanita tengah menatap tajam ke arahku."A..anda siapa?" Tanyaku terbata.Wanita itu tersenyum mengejek kepadaku dengan senyuman h
Pagi itu Claire duduk di dekat Tristan, sambil memegang lengan kanan Tristan lembut. "Pak, Aku harap Bapak bisa segera sadarkan diri." lirih Claire lalu mengecup lembut tangan Tristan. Entah dari kapan Claire memiliki perasaan kepada Tristan, nyatanya perasaan itu kini mulai timbul di hatinya. Ada kekhawatiran melihat kondisi Tristan yang lemah. Lama Claire mengecup tangan Tristan sambil memejamkan mata, sampai Gadis itu tidak sadar jika pemilik tangan itu tengah menatapnya. "Claire." Panggil Tristan dengan suara parau. Sontak Claire membulatkan kedua mata indahnya dan melepas genggaman tangannya. "Pak Tristan! Anda sudah sadar?" Melihat Claire yang terkejut dan pipinya merona merah, Tristan malah terkekeh. "Saya sudah sadar diri semalam, Claire." Claire sontak terkejut, kenapa jika ia sudah sadar kenapa tidak membangunkannya? "Kenapa Bapak tidak membangunkanku?" "Saya tidak tega," Tristan mencoba untuk duduk, Claire lalu membantunya. "Kamu terlihat begitu
Di depan ruang ICU, Claire duduk dengan gelisah. Sudah 2 jam berlalu, sedangkan Tristan masih dalam penanganan dokter. "Tenanglah Claire, dokter sedang menangani Pak Tristan," Alvin mencoba menenangkan Claire yang gelisah. Gadis itu kembali menitikkan airmata. "Bagaimana Aku bisa tenang, Vin. Pak Tristan seperti ini karena menolongku!" Alvin mendesah, temannya itu memang berhati lembut. Jelas semua itu terjadi karena kecelakaan. Tapi Claire masih saja menyalahkan dirinya begitu. Hal itu lah yang membuat Alvin menaruh hati kepadanya. Sejak duduk di bangku SMA, Alvin sudah menyukai Claire. Alvin yang berasal dari keluarga sederhana bisa beruntung mendapatkan beasiswa untuk sekolah di bangku SMA yang ternama. Tak sedikit kala itu yang memandang Alvin sebelah mata karena status sosialnya. Tapi ada satu gadis yang cantik, ceria dan juga kaya begitu baik dan tak memandang status sosial seseorang. Gadis itu adalah Claire, dia mau berteman dengan Alvin di saat teman lai
Bugh... Tubuh Claire terhuyung karena seseorang mendorongnya ke pinggir jalan. Hampir saja Claire tertabrak oleh pengemudi mobil yang ngebut. "Claire!" pekikan teman-teman di sebrang jalan terdengar panik. Perasaan terkejut dan juga takut masih menguasai Claire, sampai dia tidak melihat siapa yang telah menolongnya. Perlahan Claire membalikkan tubuhnya dan melihat Tristan tidak sadarkan, gadis itu lebih terkejut lagi saat melihat darah mengalir di kening Bosnya itu. "Pak Tristan!" pekik Claire kaget. Spontan Claire memegang wajah Tristan dan mencoba untuk membuat pria itu tersadar. Alvin, Rendi dan Eva juga segera berlari ke sebrang jalan untuk menolong Tristan. "Bagaimana keadaanmu, Claire?" Alvin nampak sangat khawatir pada Claire, lalu pandangannya beralih kepada Tristan. "Aku baik-baik saja, Vin." Claire nampak sangat panik. "Karena Pak Tristan menolongku, akhirnya dia yang malah terluka!" Claire terlihat ketakutan, bahkan sampai menangis. Segera Alvin m
Claire memegangi perutnya, hari ini adalah hari pertama dia datang bulan. Kram dan nyeri perut sering di rasakannya di saat hari pertama. Berbeda dari bulan kemarin, kali iki rasanya lebih nyeri, tapi Claire tahan karena setelah makan siang nanti akan ada rapat penting dan dia harus datang mendampingi Bosnya. Alvin, Eva dan Rendi datang untuk mengajak Claire makan siang di restoran chiken di dekat kantor. "Hai Claire, pekerjaanmu sudah selesei?" tanya Alvin sembari menepuk pundak Claire. "Sudah ini, oya kalian mau makan siang, bukan?" "Tentu, makannya kami kemari untuk mengajakmu." sahut Eva. "Ayo kita makan di restoran chiken dekat kantor, di sana ada menu spesial." ajak Rendi. "Sepertinya kalian pergi makan tanpaku. Aku sedang tidak enak badan." Tolak Claire lirih sembari meringis menahan nyeri haidnya. "Kamu sedang sakit?" Tanya Eva lagi. Belum sempat Claire menjawab, suara bariton milik Tristan mengagetkan mereka bertempat. "Siapa yang sakit?" Sont
Di atas Sofa dekat kolam renang, dengan Bella berada di dekapan suaminya, Marco. Mereka menikmati malam yang cerah dengan bertabur bintang. Setelah pertempuran panas mereka tadi, dengan tubuh hanya tertutup selimut, Marco dan Bella menikmati keindahan malam. "Jika berada di apartemen ini membuatku senang karena banyak kenangan indah yang kita lalui bersama, Baby." Bella terkekeh, susah 20 tahun lebih, tapi suaminya itu masih memanggilnya Baby. Tentu panggilan itu hanya akan di lakukan jika mereka tengah berdua saja. "Iya Mas, di tempat ini pertama kali kita bersama dan aku pertama kali menjadi Sugar Baby mu." Marco mengecup kening Bella. "Aku beruntung memilikimu, Baby." Pandangan Marco lalu tertuju ke arah kolam renang. "Lihatlah kolam renang itu, di sana kita menghabiskan waktu untuk bercinta." Sejurus kemudian Bella juga memandang kolam renang yang berwarna biru dengan airnya yang hangat. Dulu dia dan Marco bercinta di dalam kolam renang dengan begitu berg
"Mas, kenapa kamu mengajakku kemari?" Protes Bella pada Marco yang membawanya ke Apartemen lotus. "Aku merindukanmu, Sayang." Jawab Marco sembari mengecup lembut bibir Bella."Ish kamu ini Mas." Wajah Bella merona merah. "Kita sedang sibuk loh mengurus pernikahan Axel dan Sandra.""Oleh karena itu, Mas ingin mencuri waktu sibuk kita untuk menghabiskan waktu bersama." Kembali Marco menyesap bibir lembut Bella, walau hampir berusia kepala 5, Bella masih terlihat muda dan cantik.Perlahan Marco bahkan mengecupi leher jenjang Bella. Tawa kecil terdengar dari bibir Bella. "Mas, kamu ini gak sabaran terus."Tidak memperdulikan protes Istrinya, Marco justru membawa Bella ke atas ranjang mewah yang sudah dia siapkan.Tanpa melepaskan pagutannya, Marco mulai menindih tubuh Bella. Perlahan mulai membuka kancing kemeja berwarna skyblue yang di pakai Bella satu per satu. Menikmati Aroma bargamot dan lavender di setiap inci tubuh Bella.Perlahan Marco mulai melepas penutup kedua gunung kembar
Axel memanggil Claire berulang kali tapi tidak menyahut, gadis itu tengah melihat ke arah kolam koi sambil tersenyum. Pikiran Claire melayang ke tempat lain, pertemuan dengan Tristan di pagi hari tadi saat jogging membuatnya berbunga-bunga. Wajah tampan Tristan yang seolah menjadi daya tarik tersendiri untuknya. Entah perasaan apa yang menguasai Claire, gadis itu belum memahami betul yang terjadi kepadanya. Kesal adiknya tidak menyahut terus, Axel mendekati Claire yang masih saja asyik menatap ke arah kolam koi sembari tersenyum itu. "Claire.. Kakak panggil kamu dari tadi, sedang melamunin apa sih!" keluh Axel pada adiknya itu. Claire sontak kembali ke alam nyata dan menatap kakak laki-lakinya itu. "Kakak manggil aku?" "Iya, tapi kamu malah asyik melamun disini." Axel pura-pura sebal. "Kakak mau minta tolong sama kamu." "Iya maaf ka, Claire sedang memikirkan sesuatu tapi sudah lupakan saja, tidak penting kok. Kakak mau minta tolong apa?" Beruntung Axel tidak be
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi Claire belum bisa tidur juga. Pikirannya teringat saat makan malam bersama Tristan. Dari waktu yang mereka habiskan, tampak sisi lain dari Tristan yang Baik dan hangat. Jantung Claire kembali berdetak lebih cepat, apalagi teringat saat Tristan membersihkan nasi yang menempel di bibir Claire. Claire segera menepuki kepalanya perlahan. "Apa yang kamu pikirkan, Claire!" Selimut tebal berwarna ivory itu segera di tariknya untuk menutupi seluruh tubuhnya, agar berhenti membayangkan tentang Tristan.Claire akhirnya tertidur begitu saja tanpa sengaja. Waktu berlalu begitu cepat, pagi segera menampakkan sinar matahari yang hangat dan cerah. Gadis cantik itu menggeliat, lalu terdiam sejenak dan berdecak. "Bahkan di mimpiku pun, Aku memimpikannya!" gerutu Claire merasa kesal pada dirinya sendiri. Claire memimpikan Tristan, pria itu sekarang seolah melekat dalam pikirannya. "Lebih baik Aku mandi lalu pergi berolahraga sa
Axel memeluk tubuh indah Anjani yang tanpa memakai sehelai baju dan hanya tertutup selimut. Setelah lelah, Keduanya menghabiskan waktu untuk bercerita. "Mas minta maaf, karna tetap tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Sandra." Mendengar itu Anjani hanya terdiam, pandangannya menerawang langit-langit rumahnya. Axel tahu jika Istri tercintanya itu kecewa, tetapi tidak mau mengungkapkan isi hatinya. "Andai kami menikah secara Sah negara mungkin Aku bisa mencegah pernikahan kedua suamiku. Tidak ada wanita yang mau berbagi suami. Posisiku hanya istri siri." batin Anjani. "Sayang... Aku tahu ini berat, tapi aku janji tidak akan pernah berpaling darimu. Ini hanya pernikahan Bisnis," bujuk Axel lalu mengecup pipi mulus Anjani. "Benarkah?" Anjani mengerlingkan matanya. "Tentu, Kamulah wanita satu-satunya di hatiku." Axel hendak mencium bibir ranum Anjani, namun istri sirinya itu malah menjauh. "Bagaimana jika kamu jatuh cinta kepada Wanita itu setelah melakukan mala