Seorang dokter tengah berjalan dengan tegap menuju sebuah ruangan khusus pasien VVIP dengan seorang perawat pria yang mengekor di belakangnya lengkap menggunakan masker. Ruangan itu di jaga ketat oleh banyak penjaga dengan wajah sangar dan menakutkan. "Izinkan saya masuk, ini jadwal pengecekan Tuan Yulius." ujar dokter itu kepada para penjaga. Segera penjaga itu membukakan ruangan VVIP itu dan mempersilahkan dokter serta perawatnya untuk masuk lalu menutup kembali pintu itu setelah dokter dan perawatnya masuk. "Jangan lakukan hal nekat! Melakukan ini sama saja membuat karir serta nyawaku terancam," ucap dokter yang dikhususkan untuk merawat Tuan Yulius. Perawat pria yang tadi mengikutinya kini membuka maskernya, wajah tampannya yang dipenuhi luka yang mulai mengering membuat dokter itu sedikit terkejut karena mirip dengan bosnya, Diego. Pria itu segera meminta dokter itu agar membantunya membawa Tuan Yulius. "Bantu Aku membereskan semua yang dibutuhkan untuk membawanya!" t
"Hentikan kegilaan ini Diego! Cukup sampai disini, bayi itu bukanlah anakmu!" teriak Laura sembari berjalan mendekati dimana Diego dan Marco tengah bersitegang."Apa maksudmu, Lau?" Rahang Marco mengeras ketika mendengar Laura bilang bahwa bayi itu bukan anaknya.Laura lalu melemparkan kertas laporan kesehatan dari dokter dimana mereka periksa kesuburan. Saat itu Diego selalu menyalahkan Laura karena sudah keguguran dan tidak kunjung hamil lagi setelah keguguran, tapi kini semuanya jelas. Masalahnya ada pada Diego bukan pada Laura."Apa-apaan kamu! Dasar istri tidak tahu malu, sudah mandul juga tidak bisa menghargai suami!" sentak Diego pada Laura yang seenaknya melempari dirinya dengan beberapa kertas."Baca saja isi laporan itu, kamu akan tahu siapa yang mandul!" Ketus Laura.Diego yang tengah menahan Bella dengan segera merebut bayi kecil itu dari gendongan Bella, agar Bella tidak lari mendekati Marco. Lalu mengambil satu kertas laporan kesehatan itu. Di laporan itu jelas dikataka
Pagi sudah tiba, sinar matahari menerobos diantara celah horden kamar rawat inap Bella, cahaya itu bagaikan harapan baru untuk menjalani hari ini, Marco masih tertidur di sisi Bella karena kelelahan. Perlahan Bella membuka kedua matanya, samar-samar padangannya, Bella mulai mengerjapkan kedua matanya agar bisa melihat lebih jelas. "Sshhh.. sakit!" Bella meringis kesakitan di area punggungnya.Pikiran Bella lalu teringat kejadian yang bisa membuatnya berada di rumah sakit, dirinya tertembak oleh Diego. Ingatan, Bella sempura dia ingat kali ini. Membawa dirinya di antara hidup dan mati."Mas Marco!" Pekik Bella. Tangannya menyentuh rambut seseorang, ternyata suaminya sedang berada disisinya dengan setia menemaninya.Lembut Bella mengelus kepala suaminya, "kamu pasti sangat lelah telah menjagaku, Mas." Marco segera bangun dan mengucek matanya, betapa bahagia hatinya kini istri tercintanya telah siuman, segera Marco memeluk Bella erat."Baby! Syukurlah kamu sudah siuman, Mas begitu ta
Indahnya sinar matahari saat tenggelam menambah keromantisan di antara Marco dan Bella. Sebuah pantai dengan pasir putih yang begitu halus, air laut yang berwarna biru menambah pesona keindahan cinta yang tengah Bella dan Marco rasakan saat ini.Bulan madu yang belum pernah Marco dan Bella lakukan karena masalah demi masalah yang terjadi hingga melupakan bulan madu di usia pernikahan mereka yang masih sangat baru."Aku tidak pernah menyangka bahwa kita bisa melewati semua ujian cinta yang silih berganti, Mas," cicit Bella saat dirinya melabuhkan kepalanya di bahu Marco yang kokoh."Terima kasih sudah bertahan bersamaku, Baby." "Aku beruntung memilikimu, Mas." "Mas yang sangat beruntung kamu mampu bertahan bersamaku, tetaplah di sisiku apapun yang terjadi.""Selamanya kita akan bersama, Mas." Pandangan mereka saling bertemu, puncak cinta yang Mereka rasakan begitu indah. Bella dan Marco saling melumat memenuhi hasrat yang mulai menggebu.Pulau pribadi milik keluarga Pratama itu memi
"Tidaaakkkkk... Bellaaa..... Kembalilah kepadaku, Baby,! Ku mohon..." tangis Marco pecah di tepi danau itu dengan begitu nelangsa.Orang-orang yang melihat Marco menangis juga merasa sangat iba. Walau tidak saling kenal, tapi rasa sakit kehilangan yang Marco rasakan sangat bisa di rasakan oleh orang lain juga.Ada yang memberi nasehat juga mengucapkan sabar untuk Marco, tapi semua itu tidak bisa membuatnya tenang! Hanya Bella yang Marco inginkan, perlahan semua orang meninggalkan tempat kejadian seiring regu penyelamat juga meninggalkan tempat terjadinya kecelakaan itu. Kini hanya Marco sendiri meratapi kesedihannya kehilangan sang istri.Marco merasa hidupnya kini begitu hancur jika tanpa Bella di sisinya, rasanya Marco ingin menyusul Bella saja agar bisa bersama dengannya selamanya."Biarkan Aku ikut denganmu, Baby!" seru Marco dengan tangisnya yang pecah.Perlahan Marco berjalan mendekati Danau, kakinya berjalan ke dalam Danau itu, semakin dalam semakin menenggelamkan tubuh Marco
Brakk... Pintu kamar kakek Yulius yang tidak tertutup sempurna serta Merta Marco buka dengan keras hingga membuat kakek Yulius yang tengah bertelepon begitu terkejut. Ponsel yang tengah kakek Yulius pegang terjatuh ke pangkuannya lalu segera menutupinya dengan selimut yang sedang kakek Yulius kenakan."Marco!" "Apa benar kakek sedang berbicara dengan Bella, hah!" Wajah Marco nampak begitu penasaran, benarkan sang kakek sedang berbicara dengan istrinya? "Bella? Tidak ada Bella disini, Marco. Ada apa denganmu sekarang?" Pandangan Marco mengitari seluruh kamar kakeknya, benar tidak ada Bella, kakeknya juga tidak sedang menelepon ataupun berbicara pada seseorang, Marco merasa dirinya sudah banyak berhalusinasi."Astaga .. begitu merindukan istriku sampai Aku berhalusinasi. Maaf kek." ucap Marco sambil mengurut keningnya yang terasa pening."Tenanglah Marco, mulai sekarang ikhlaskan kepergian Bella. Kita harus terima kenyataan jika Bella sudah tiada." "Sungguh masih sangat sulit untu
Desiran ombak menyapu pantai dengan suara khasnya. Matahari telah siap kembali ke tempat peraduannya. Semburat sinar berwarna Oren membuat langit menjadi indah dan romantis. Seorang wanita tengah berada di tepi pantai merasakan segarnya sapuan air laut dan pemandangan indah itu, kedua matanya yang indah membasah saat teringat kenangan indah di saat yang sama seperti itu."Bella, sedang apa kamu disini?" Suara kakek Yulius mengejutkan Bella, kakek Yulius memanggil Bella yang tengah membayangkan kenangan indah bersama Marco saat sunset tiba. Bella yang selama tiga bulan ini sudah di anggap meningg@l ternyata masih hidup dengan sehat dan tanpa cacat sedikitpun."Aku hanya merindukan suamiku, kek." "Cukup Bella, hal itu akan menyiksamu, biarkan Marco hidup dengan aman." Bella menarik nafas dalam, semuanya memang terasa berat. Saat itu, baru saja Bella dan Marco merasakan indahnya berumah tangga tapi kini harus terpisah begitu saja. Lebih tepatnya Bella menjauh demi keselamatan sang s
POV : Bella melakukan sandiwara Setelah malam itu, pembicaraan dengan kakek Yulius seolah mengangguku. Saat itu, Aku berpikir bahwa Diego sudah tew@s di pulau kosong itu, tapi ternyata dia masih hidup dan sekarang mengincar suamiku. Aku selalu yakin, jika suamiku dan ketiga anakku akan aman tanpa gangguan Diego. Nyatanya Aku salah, kejadian buruk selalu saja terjadi dan hampir mencelakai suamiku dan anak-anakku. Darahku mendidih, hatiku begitu takut kehilangan suamiku dan juga anakku yang mendapatkan ancaman berbahaya seperti itu. Saat ku pastikan kepada kakek, benar saja semua itu adalah perbuatan Diego. "Kita laporkan saja dia ke polisi, kek! Dia itu seorang penjahat!" ujarku agar Diego bisa segera diringkus dan tidak bisa membahayakan suamiku lagi. "Jangan sekali-kali, kamu menyebut cucuku itu penjahat, Bella! Dia juga sama seperti Marco, cucuku!" Sentak kakek Yulius membuatku begitu terkejut. Bukankah kakek Yulius tidak mengharapkan kehadiran Diego hingga membuangnya k