Wajah Miskha pias, pemberitaan di media sosial akan menghancurkan kelompok mereka. Hampir semua bisnis akan di tutup dan Meraka akan di cekal. Di pikiran Miskha hanya ada Charles yang akan mampu membantunya.Charles yang melihat kedatangan Miskha seorang diri dengan wajah kebingungannya, segera menyudahi rapat yang tengah dia jalani. Charles mengadakan rapat di rumah dengan para pegawai inti perusahannya. "Baiklah, rapat kali ini sepertinya sudah selesei. Kita akan membahasnya lagi besok." "Baiklah pak, kami permisi." Ketiga orang kepercayaan Charles segera memberi hormat dan berlalu pergi. "Ada hal apa? Hingga kamu nekat menemuiku di rumahku?" Charles mendekati Miskha dengan tatapan datarnya. "Bukankah kita sudah selesei? Tidak ada lagi hubungan apapun di antara kita." "Tolong.. hentikan Marco melakukan balas dendamnya." Suara Miskha seolah tercekat. "Marco salah sasaran, bukan kelompok Mafia kami yang membvnvh anaknya." Charles memegang janggutnya dan memandang Miskha remeh. "Un
Marco menatap kepada Charles dengan tatapan tidak suka. Terlebih Marco tahu, jika sahabatnya itu mencintai Miskha. Pasti dia akan berusaha untuk menghalangi rencananya."Kali ini , saya tidak meminta pendapat darimu, Char!" Marco berbicara ketus dan mendekati Charles lalu memegang pundaknya. "Aku tahu kamu mencintai wanita itu, tapi dia sudah bertindak sejauh ini. Mereka harus mendapatkan balasannya.""Tidak Marco, kali ini dengarkan saya dulu." "Saya tahu kamu akan memintaku untuk menghentikan balas dendam ini. Tapi saya tidak bisa!" Marco sekali lagi menekan bahu Charles lebih kuat. "Kamu diamlah jika tidak pergi dari sini." "Marco, Saya mohon dengarkan saya dulu...""Cukup! Berhenti membujukku, orang yang bersalah harus menerima akibatnya." Dengan sikapnya yang dingin dan tegas menolak untuk mendengarkan alasan dari Charles. "Masalah hatimu dengan wanita itu bukan urusanku."Charles tanpa putus asa tetap mencoba untuk memberi Marco tentang sebuah kebenaran. "Marco, dengarkan saya
Marco , Diego dan Charles merayap menelusuri pintu rahasia yang terbentuk menjadi sebuah lorong panjang yang gelap. "Kita harus tetap bersama, jangan sampai kita terpencar." Ucap Marco dan langsung di anggukkan oleh Diego dan Charles.Lorong itu sebenarnya tidak gelap gulita, walau tidak memakai lampu tapi di sepanjang lorong itu tertempel batu-batuan hackmanite yang bisa menyala di kegelapan. Lorong yang cukup panjang dan entah dimana ujungnya. Mereka bertiga masih bersama menyusuri lorong itu."Bagaimana jika lorong ini tidak berujung?" Tanya Diego dengan sedikit panik. "Apakah lebih baik kita kembali saja dan mencari si Franky itu di luar?" Marco segera menatap saudaranya itu. "Tidak! Kita akan tetap menyusuri lorong ini, Franky pasti menyembunyikan sesuatu di lorong ini, sekecil apapun infomasi dapat membantu kita menemukan Franky." Charles juga mulai berpendapat karena sudah beberapa saat mereka melewati lorong tapi tidak ada ujungnya. "Sepertinya apa yang di ucapkan oleh Diego
Segera, setelah tahu bahwa Tuan Franky hendak meninggalkan Indonesia, Marco segera mengutus orangnya untuk melacak Tuan Franky. Dengan cepat mereka semua menyebar ke bandara maupun pelabuhan. Namun, hasilnya nihil, Tuan Franky tidak ada tanda-tanda kepergiannya.Marco yang tahu akan hal itu lewat laporan dari para orangnya merasa sangat kesal. "Shit! Kemana pria br*ngsek itu!" "Seperti yang sudah kami sampaikan pak, tidak ada bukti kepergian mereka dimanapun." Seorang pria gagah yang memakai name tag Rizal itu menjelaskan. "Sepertinya mereka merubah identitasnya dan menghapus segala jejak kepergian mereka.""Saya tidak mau tahu! Cari keberadaan mereka sampai ketemu." Marco benar-benar murka. "Jika kalian tidak menemukan sedikitpun petunjuk tentang Franky itu, kalian akan mendapatkan masalah!""Baik Pak, kami akan mengulangi pencarian." Pak Rizal kembali menundukkan kepala di hadapan Marco. "Kamu permisi untuk kembali bekerja." Charles menepuk pundak Marco yang nampak sangat frustasi
Sudah berhari-hari, Charles mencari keberadaan Miskha tapi tidak satupun informasi dia dapatkan. Rasa bersalah dan rasa frustasi bercampur menjadi satu. Charles menyesali perbuatannya kepada Miskha, tidak mempercayai ucapan bahkan sampai berbuat kasar kepada Miskha.Entah sudah berapa gelas alkohol yang Charles minum sampai wajahnya memerah. Seorang barista dengan sopan memberitahunya untuk berhenti minum karena sudah mabuk. Tapi, Charles malah memarahinya dan meminta untuk terus menuangkan minuman itu."Miskha.. dimanakan kamu berada? Seperti inikah caramu menghukumku?" Charles mengacak rambutnya frustasi. "Kembalilah kemari sayangku, Koko sangat merindukanmu." Dari arah lain, Wanita cantik yang sedari tadi memperhatikan Charles mulai perlahan mendekatinya. Wanita itu memakai gaun berwarna merah mengkilap dengan rambut panjang terurai dan bergelombang. Bibirnya yang merona merah tersenyum penuh arti."Sudah cukup minumnya, kamu sudah mabuk." Wanita itu mengambil gelas di tangan Char
Hal yang Marco ceritakan kepadanya seolah hal yang mustahil tapi membuat hari Bella bahagia. Dimana sekitar satu bulan yang lalu, Bella baru saja merasakan kehilangan Ethan. Kini, Bella tahu bahwa putranya itu masih hidup. "Dimana Ethan berada, Mas?" Bella menatap suaminya penuh harap. "Aku sudah begitu merindukan putraku itu.""Ethan belum di temukan, entah kemana Franky itu membawa Ethan.""Kenapa.. kenapa dia membawa Ethan kita? Apa salahku hingga dia tega membawa putraku yang masih kecil, Mas?" "Baby, tenangkan dirimu." Marco mencoba untuk menenangkan Bella yang mulai tersulut emosi. "Percayalah, Mas akan mencari Ethan sampai ketemu."Kepala Bella terasa begitu pening. Ada hal bahagia yang ia ketahui di barengi dengan hal buruk. Di satu sisi hal bahagia setelah tahu anaknya masih hidup, hal buruknya Ethan di culik oleh orang yang cukup berbahaya. Marco mencoba untuk memeluk sang istri dan membawanya ke kamar hotel. "Baby! Baiknya kita kembali ke kamar saja."Hotel bintang lima
Marco menggertakkan rahangnya, wajahnya memerah dan matanya membulat kala Nathalia menyerahkan alat tes kehamilan di tangannya. Tatapan tajam seolah hendak menghunus Charles, sahabatnya, yang sudah menghamili adik perempuan satu-satunya. Tangan Marco menggenggam erat alat tes kehamilan untuk karena melampiaskan kemarahannya."Br*ngsek kamu, Char!" Suara bariton Marco tajam, "Kenapa harus adikku, hah?" Charles mengacak rambutnya frustasi, "Aku tidak pernah menyangka untuk menghamili Nathalia, Co.""Semuanya terjadi begitu saja, bahkan aku sudah berhati-hati agar Nathalia tidak hamil." Mendengar alasan Charles malah semakin membuat Marco naik pitam, "Kurang ajar kau, Charles! Kau kira adikku itu wanita murahan, hah!" Marco meninju wajah Charles, "Jauhi adikku mulai sekarang!" "Hentikan kak Marco! Jangan pukuli Charles lagi," Nathalia mencoba mengehentikan Marco memukuli Charles, "Aku mencintai Charles, kak!" Seketika Marco berhenti memiliki Charles setelah Nathalia mengucapkan kata
Melihat suaminya tengah gusar, Bella mencoba untuk menghiburnya, "Mas, tenanglah. Masalah Nathalia dan Charles sudah terselesaikan. Meraka akan menikah.""Baby, walaupun Nath dan Charles menikah tetap saja itu membuat kakek marah." Marco mengurut keningnya, "Mas tidak menyangka jika Charles bisa berbuat seperti itu kepada adikku." "Pasti berat untuk Mas karena sudah begitu mempercayai Charles bisa menjaga Nathalia, tapi Nathalia mencintainya. Biarlah mereka hidup bahagia."Bella memeluk suaminya dengan penuh kasih sayang. Seketika ketenangan menjalar di hati Marco seolah kerisauan itu telah sirna begitu saja. Kelembutan Bella selalu menjadi penawar kegelisahan Marco."Kamu selalu membuatku tenang, Baby," tatapan Marco dan Bella bertemu. "I Love You, Baby Girl." Kecupan manis mendarat di bibir sensual Bella. Pagutan yang semula lembut berubah menjadi panas seiring percikan hasrat yang mulai bergelora. Deru nafas dua pasangan yang saling mencintai itu kian berat dan bergairah. Marco
Axel memeluk tubuh indah Anjani yang tanpa memakai sehelai baju dan hanya tertutup selimut. Setelah lelah, Keduanya menghabiskan waktu untuk bercerita. "Mas minta maaf, karna tetap tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Sandra." Mendengar itu Anjani hanya terdiam, pandangannya menerawang langit-langit rumahnya. Axel tahu jika Istri tercintanya itu kecewa, tetapi tidak mau mengungkapkan isi hatinya. "Andai kami menikah secara Sah negara mungkin Aku bisa mencegah pernikahan kedua suamiku. Tidak ada wanita yang mau berbagi suami. Posisiku hanya istri siri." batin Anjani. "Sayang... Aku tahu ini berat, tapi aku janji tidak akan pernah berpaling darimu. Ini hanya pernikahan Bisnis," bujuk Axel lalu mengecup pipi mulus Anjani. "Benarkah?" Anjani mengerlingkan matanya. "Tentu, Kamulah wanita satu-satunya di hatiku." Axel hendak mencium bibir ranum Anjani, namun istri sirinya itu malah menjauh. "Bagaimana jika kamu jatuh cinta kepada Wanita itu setelah melakukan mala
Malam ini, Axel pulang ke Apartemen Anjani. Pikirannya benar-benar sangat kusut kali ini, permasalahan perusahaannya sudah berakhir. Tapi dia tetap harus menikah dengan Sandra dan hari H menuju pernikahan mereka tinggal 7 hari lagi. Bagaimana tidak? Undangan sudah di sebar, gedung sudah di pesan, terlebih Sandra sudah begitu mengharap. Dalam dunia ini memang yang paling kerjam adalah sebuah harapan. "Mas, mandilah dulu, Aku sudah menyiapkan air hangat untuk kamu berendam." celetuk Anjani membuyarkan segala macam pikirannya. Axel berjalan mendekati Anjani, lalu memegang tangannya mesra lalu berbisik di telinga Anjani. "Ikut aku mandi." "Aku sudah mandi, Mas." Tidak ingin mendapatkan penolakan dari Anjani, Axel mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Anjani lalu menciuminya. Hal yang Axel lakukan itu membuat Anjani memdesah pelan. "Sayang.. saat ini aku membutuhkanmu, jangan menolak permintaanku." bisiknya. "Baiklah kalau begitu." Setelah mendapat persetuju
"Pak Tristan, Maaf, saya ingin minta izin untuk pulang sekarang."Jono, Supir pribadi Tristan terlihat sangat panik. "Sa.. saya baru di kabari oleh ibu saya jika Istri saya jatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri." Claire yang mendengarnya ikut khawatir dan kasihan. Namun, Wajah Tristan nampak tidak senang. "Bukankah saya sudah bilang jika saya tidak suka pekerja yang meminta izin di saat sedang bekerja!" Rasa kagum Claire saat di ruangan meeting tadi seolah sirna. Bosnya itu tetaplah pria dingin tak berperasaan. "Ma..Maafkan saya, Pak! Tapi ini sangat darurat, istri saya sedang mengandung 9 bulan, saya sangat khawatir dengan keadaan mereka berdua." Tristan nampak menimbang-nimbang, setelah mendengar istrinya Jono tengah mengandung masih ada sedikit rasa belas kasih di hati Tristan. "Baiklah, hanya kali ini saya menginzinkanmu." Awalnya Claire sangat tidak suka saat Tristan tidak mengizinkan Jono untuk pergi, tapi gadis itu juga ikut merasakan lega saat akhirnya
Pagi itu, Claire berjalan dengan cepat menghampiri ruangan CEO. Sorot matanya tajam penuh kemarahan dan tangannya mengepal karena menahan amarah. Baru hari ini Claire tahu masalah kedua orangtuanya tentang perusahaan mereka yang hampir bangkrut karena tender yang di rebut paksa oleh perusahaan Titan Corp, tempatnya bekerja. Bella dan Marco memang sengaja tidak memberitahukan keadaan mereka kepada Claire. Bagi mereka, Claire masih lah putri kecil yang tidak harus tahu segala permasalahan keluarganya. Ruangan Tristan yang memang berhadapan dengan meja kerja Claire sebagai sekretarisnya seolah tidak bisa menghentikan niat Claire untuk meluapkan emosinya. Tristan sedikit terkejut karena Claire membuka pintu ruangannya begitu saja. "Kenapa Anda melakukannya?" seru Claire tanpa rasa takut pada atasannya itu dan tanpa basa basi. "Rupanya kamu sudah mendengarnya?" Tristan tampak begitu santai menanggapi Claire. "Permasalahan sudah selesei, kamu tidak perlu khawatir lagi!"
Tristan duduk di depan sang ayah dengan perasaan berkecamuk. Pasalnya, sang Ayah telah mengambil langkah di luar perkiraannya, Franky langsung menyerang perusahaan Marco tanpa membicarakannya dengan Tristan terlebih dahulu. "Segera hentikan tindakan Papi!" Suara bariton Tristan berbicara santun namun tegas. "Bukan balas dendam seperti ini yang Aku inginkan, Pi." "Lalu seperti apa, Tan?" Franky menyesap rokoknya lalu menghembuskan asapnya. "Kamu terlalu lama dalam bertindak, sedangkan Aku sudah ingin melihat Marco dan keluarganya menderita." "Hal paling mudah untuk menyerang Marco memang langsung menyerang perushaannya." Tristan menyandarkan punggungnya dan menatap sang Ayah, "Hal itu pasti sudah Aku lakukan dari dulu, Pi. Tapi aku menginginkan hal yang lebih menyakitkan untuk mereka." "Hal seperti apa? Nyatanya, Papi belum melihat kamu melakukan tindakan apapun." "Aku ingin membuat Marco lebih menderita dengan memanfaatkan putri kesayangan mereka!" Tristan menatap taja
"A...Axel sudah menikah?" pekik Sandra terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Bella segera mengajak Sandra ke dalam kamar Axel agar tidak membuat keributan dan terdengar oleh Tuan Chandra. Axel juga terkejut melihat kedatangan Mamanya bersama Sandra. "Ada apa ini, Ma?" "Sepertinya kamu harus menjelaskan saat ini juga yang sebenarnya kepada Sandra, Axel." Melihat tatapan Sandra yang penuh tanda tanya dan juga kesedihan Axel mengerti maksud Mamanya. Mungkin tadi Sandra mendengar apa yang Bella dan Axel katakan. "Jelaskan semuanya kepadaku, Xel." Sandra duduk di samping Axel. "Aku butuh kejelasan untuk apa yang aku dengar." Axel menghembuskan nafasnya, sebenarnya Axel tidak tega jika menceritakan yang sebenernya kepada Sandra, tapi Sandra sudah mendengar kebenarannya. "Baiklah, Aku akan menceritakan semuanya kepadamu." Dengan penuh perhatian Sandra memperhatikan Axel yang tengah membicarakan tentang hubungannya dengan Anjani. Berulang kali Sandra memejamkam mat
"Axel , putraku." Seru Marco, "Kamu akan segera menikah dengan Casandra, ini sudah keputusan kami semua." Bagaikan petir di siang bolong, ucapan Ayahnya mampu membuatnya tidak bisa berkata apapun. "Papa dan Om Chandra sudah sepakat untuk menikahkan kamu dengan Casandra, satu bulan lagi." Lanjut Marco menjelaskan. "Pernikahan!" Pekik Axel tercekat. "Iya Axel, pernikahan kamu dan Casandra," Ulang Marco saat melihat putranya tercengang, "Papa sudah yakin bahwa kamu dan Casandra sangat cocok." "Tapi pa.." Marco segera memotong ucapan Axel, "Jika kamu ingin protes, kita bisa bicarakan nanti, sekarang ajak Casandra berbicara agar kalian jadi lebih dekat." Marco memberikan kode kepada Axel untuk berhenti tidak mengucapkan hal yang ingin dia katakan. "Tentang Anjani akan kita bicarakan setelah para tamu ini pulang. Sekarang, patuhi saja apa kata Papa." Tekan Marco dengan membisikkan pada putranya. Tidak ingin membuat malu Ayahnya, Axel terpaksa menuruti permintaannya.
"A...Apa?" Marco seolah tidak yakin dengan apa yang di dengarnya, "Kenapa Titan Excelent seolah menyerang perusahaanku?" Untuk pertama kalinya, perusahaan Marco mengalami kesulitan. Media yang terus 'menggoreng' berita menjadikan semakin runyam. Marco berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengadakan konferensi pers. Bermaksud agar kesalahpahaman menjadi terang. Marco membuat keputusan, "Segera adakan konferensi pers, agar masalah ini tidak berlarut dan semakin runyam." "Tapi pak, apakah kita tidak seharusnya mencari dalang di balik ini semua? Baru kita melakukan konferensi pers." ujar Axel memberi masukan. "Kita tidak punya waktu lagi, sebelum saham kita semakin merosot turun, kita harus memberikan penjelasan kepada khalayak." Saran Axel tidak di hiraukan oleh Marco. Konferensi pers itu akan segera di adakan. Besok siang adalah waktu yang tepat untuk meluruskan semua kesalahpahaman tersebut. Axel masuk ke ruangan ayahnya dengan raut wajah sedikit gusar, "Pah
Hubungan Marco dan Axel menjadi merenggang pasca Marco mengetahui, putranya telah menikahi seorang muslim. Marco tidak mempermasalahkan latar belakang Anjani, bukan soal harta. Hanya saja sebuah pernikahan harus berlandaskan pada pandasi yang kuat. Yang satu keyakinan saja masih sering mengalami cekcok , apalagi yang berbeda keyakinan. Marco hanya tidak ingin Putranya gagal. Bella yang tidak tahan melihat suami dan putranya saling mendiamkan merasa sangat jengah, "Sampai kapan kalian akan saling mendiamkan seperti ini?" "Sampai Axel memutuskan hubungan dengan Anjani." Seru Marco tanpa keraguan sembari melahap makanannya. Axel tidak terima dengan ucapan ayahnya, "Dan Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskan Anjani, Pah." Brakk... Marco menggebrak meja makan dan membuat Bella serta Claire terkejut. "Apa kamu mau menghancurkan keluarga ini, Axel!" pekik Marco dengan suara baritonnya. "Tidak ada yang ingin menghancurkan keluarga ini, Anjani wanita yang sangat baik.