“Aku ingin memperbaiki semuanya, Sayang.”Malam itu, setelah seluruh keluarga besar mereka meninggalkan rumah, Dewo dan Agnia nampak duduk di tepi ranjang Naya. Kedua anak mereka nampak sudah tertidur karena kelelahan dengan perjalanan panjang mereka hari itu.Dewo meraih tangan istrinya, lalu digenggamnya erat di pangkuan. “Aku serius, ingin memperbaiki rumah tangga kita,” ucapnya lagi. “Mas sudah pikirkan itu dengan matang?” Agnia bukannya tak percaya. Dia hanya ingin memastikan bahwa ucapan Dewo kali ini benar-benar bukan hanya kebohongan saja seperti sebelum-sebelumnya. “Beberapa hari hanya bersama anak-anak, rasanya ada yang kurang dalam hidupku. Sekarang aku tahu kalau ternyata aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Agnia. Tolong, jangan lanjutkan perceraian ini. Kasih kesempatan aku untuk memperbaiki semuanya,” ucapnya dengan penuh pengharapan. Agnia menatap suaminya dengan lekat beberapa saat sebelum akhirnya berucap. “Lalu bagaimana dengan wanita itu, Mas?”Dewo harus menarik na
“Loh Sri, kamu mau kemana?” Atun tergopoh-gopoh mengejar Sri hingga ke pelataran siang itu. Dirinya mendapati sang sahabat sudah berdandan rapi dan bersiap pergi tepat di saat dirinya memarkirkan motor maticnya di depan Rumah Makan.“Mau pergi. Kamu ngapain ke sini?” ujar Sri sedikit ketus. Sri sangat hafal dengan kebiasaan Atun yang datang untuk meminjam uang jika tiba-tiba muncul di rumahnya tanpa diundang. Itulah kenapa raut mukanya tampak tak bersahabat melihat wanita chubby itu mengejar-ngejarnya saat itu.“Lah, ada temannya datang kok nanyanya gitu sih, Sri?” Atun mencoba membercandai sang sahabat. Tapi Sri yang sedang terburu-buru saat itu rupanya tak terlalu berminat meladeninya. “Halah sudah, nggak usah basa basi deh. Mau pinjem uang lagi kan kamu?” Lagi-lagi Sri berkata dengan sangat sinis, membuat muka Atun langsung merah padam karena malu.“Kamu kok tahu aja sih, Sri? Kamu tuh ya, memang sahabatku yang the best. Bahkan selalu tahu sebelum aku bilang sepatah kata pun,” ra
Beberapa detik kemudian, Agnia dan dua anaknya baru ikut menyadari kehadiran orang asing di depan rumah mereka. “Itu kan Tante Sri,” ujar Aqilla tanpa dosa. Dewo yang segera tersadar, segera menoleh pada istrinya. Agnia butuh satu tarikan nafas panjang untuk kemudian menganggukkan kepala, mengisyaratkan pada suaminya untuk menemui wanita itu dan menanyakan apa maksud kedatangannya. Ragu, lelaki itu pun melangkah menuju pagar. Sementara Agnia mulai berdiri untuk menghampiri dua anaknya dan melanjutkan menyuapi mereka dengan semangkuk salad buah di tangannya. Sesekali dia menatap dengan sedikit kekhawatiran pada suaminya yang berjalan menghampiri wanita bernama Sri itu. “Kamu ngapain ke sini, Sri?” Dewo langsung bertanya dengan nada ketus saat sampai di tempat Sri berdiri.“Ngapain, kamu bilang? Masih juga kamu bertanya? Kamu nggak sadar apa yang sudah kamu lakukan padaku akhir-akhir ini?” Sri mendorong dada Dewo hingga lelaki itu hampir mundur dari tempatnya berdiri. Sri kemudian t
Saat mengikuti kembali istrinya masuk ke dalam rumah, Dewo masih diliputi kesal dengan kedatangan Sri. Agnia, yang sejak beberapa saat lalu melihat kesungguhan suaminya dalam meyakinkan dirinya bahwa hubungannya dengan Sri sepertinya memang sudah berakhir, mencoba mengendalikan diri untuk tak banyak bicara. Melihat suaminya langsung mendudukkan diri di sofa ruang tengah, Agnia langsung menuju ke dapur untuk mengambil setoples camilan dan dua gelas teh hangat.“Mirna bilang, dia itu wanita yang berbahaya,” katanya kemudian saat kembali ke ruang tengah dan ikut mendudukkan diri di samping sang suami.Dewo menggeser sedikit posisi duduknya untuk membuat tempat istrinya sedikit lega, untuk kemudian meraih gelas yang diulurkan sang istri dan berucap terima kasih. “Mirna hanya dengar gosip dari orang-orang saja, Sayang. Jangan khawatir. Dia tak akan mencelakai keluarga kita.”“Bukan khawatir, Mas. Tapi waspada itu perlu. Terkadang gosip itu ada karena sesuatu yang pernah terjadi sebelumny
“Ngapain kamu sekarang panggil-panggil aku ke sini?” Atun langsung mendudukkan diri dengan angkuh di kursi depan sahabatnya. Wajahnya pura-pura melengos dan enggan menatap Sri. Padahal beberapa saat yang lalu, matanya langsung berbinar saat layar ponselnya menyala dan terpampang nama Sri di sana. Dia yakin sahabatnya itu sudah menyadari kesalahannya dan berniat untuk meminta bantuannya lagi seperti biasa. “Dia memang kurang ajar!” Wajah Sri yang sejak awal memang sudah tidak sedap dipandang itu membuat Atun semakin yakin bahwa ada yang sudah terjadi dengannya dan Dewo. “Ada apa lagi?” tanya Atun, masih pura-pura tak peduli. “Lihat sini padaku. Jangan melengos gitu! Aku mau cerita,” ucap Sri sedikit membentak, membuat Atun langsung sigap menegakkan badannya dan mulai serius menatap Sri. Rupanya dia masih takut juga tidak mendapatkan cipratan uang dari wanita di depannya itu kalau sampai kena marah. “Ada apa sih, Sri? Ya maaf ya, kamu sih tadi pakai ngusir-ngusir aku segala. Kan ak
"Jadi bosmu itu minta dicarikan orang untuk menghabisi istri dari laki-laki simpanannya?" Suami Atun terlihat shock mendengar penjelasan sang istri. Hal itu tentu saja sangat mengagetkannya. Semata duitannya dia, belum pernah selama hidup lelaki itu melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan melenyapkan nyawa orang."Dia bukan bosku. Dia itu Sri, Mas. Dia sahabatku, bukan bos." Sang istri langsung protes dengan kalimat suaminya."Iya iya, aku tahu." Lelaki itu kemudian meralat sebelum akhirnya kembali menampakkan wajah seriusnya. "Aku ini boleh dibilang orang baik juga bukan, tapi kalau disuruh bunuh orang …ya mikir mikir dulu, Tun. Lagian ada-ada aja Sri itu." "Memangnya yang nyuruh kamu bunuh orang itu siapa to, Mas?" Atun malah mencebik. "Lha itu tadi, bukannya kamu barusan bilang Sri minta aku buat menyingkirkan istri pacarnya?""Menyingkirkan istrinya si Dewo memang benar. Tapi ya tentu bukan kamu yang disuruh buat bunuh dia. Lagipula, memangnya kamu bisa? Orang cuma bunuh t
“Jaga kesehatan ya, Mi. Inget Mi, aku dan Glori sayang sama Mami. Kami nggak mau Mami kenapa-napa.”Celine hanya berpura-pura tersenyum bahagia saat melepaskan dua anak dan cucu-cucunya siang itu pergi meninggalkan rumah. Hatinya sebenarnya memang ingin sekali melihat mereka semuanya segera pergi dari rumah mewahnya karena tak ingin segala aktivitasnya menjadi fokus kekhawatiran bagi Jennifer dan Gloria. “Kalian tenang saja, mami pasti akan baik-baik saja. Safe flight ya, Sayang.” Dia pun mulai mencium satu per satu anak-anak dan cucu-cucunya sebelum akhirnya rombongan itu memasuki salah satu mobil mahalnya untuk diantar ke bandara. Tangannya melambai manis kala melihat mobil itu perlahan bergerak meninggalkannya. Celine sangat lega, bahkan tak sedikitpun merasa kehilangan dengan kepergian cucu-cucunya yang sangat lucu lucu itu. “Nyonya mau ke kamar sekarang?” Suara Irma membuyarkan senyum pura-pura Celine yang masih mengambang di wajahnya. Saking seriusnya bersandiwara, wanita itu
Beberapa hari setelah kembalinya Agnia, rumah Dewo terlihat hidup seperti sebelumnya. Semua benda yang tadinya tak terawat karena pembantu yang dibayar Dewo untuk mengurus rumahnya juga tak terlalu telaten seperti sang istri, kini tampak selalu rapi setiap saat. Tanaman-tanaman hias di halaman yang beberapa waktu sebelumnya banyak yang layu pun kini telah diganti dengan yang baru dan segar. Dewo mengedarkan pandangannya sebentar berkeliling halaman dari pintu rumah. Lelaki itu terlihat lebih segar dengan potongan rambut baru dan wajah bersihnya. Rupanya selama beberapa waktu sibuk dengan masalahnya dengan sang istri, dia sampai lupa memperhatikan setiap detail penampilannya. Hari sebelumnya, Agnia yang bahkan menyarankan padanya untuk pergi ke tukang cukur merapikan rambut. Bahkan wanita itu pula yang sibuk menemaninya ngobrol saat lelaki itu sedang mencukur jambang dan kumis yang mulai tumbuh di wajahnya. “Kamu nggak takut ada yang menyukaiku kalau aku terlihat lebih ganteng dari
Rani menatap sahabatnya yang duduk bersandar di sampingnya dengan kebingungan. Tangannya bahkan masih terasa gemetar usai membaca berita itu. Namun kondisi Agnia yang terlihat masih begitu lemah membuatnya ragu. Sayangnya, kebingungan Rani terbaca oleh Agnia yang sedang menoleh ke arahnya. “Kenapa, Ran?” tanyanya, masih dengan suara parau. “Eh, ehmm nggak kok, Ni. Nggak apa-apa,” jawabnya terbata. Meski dalam kondisi terpuruk, Agnia tentu tak tega melihat muka pucat pasi sahabatnya itu. Dia pun kemudian menggeser posisi duduknya, lalu berusaha memegang kening Rani. “Apa kamu sakit?” tanyanya. “Kalau memang nggak kuat, kamu pulang saja nggak apa-apa, Ran. Ada bapak ibu dan adik-adik Mas Dewo di sini. Mereka bisa menemaniku,” lanjutnya. Rani menggeleng. Dalam kondisi seperti itu, tentu saja Rani lebih memilih untuk tinggal bersama dengan Agnia dibanding beristirahat di kontrakan sendirian. Meski begitu, Rani masih belum ingin menceritakan kondisinya saat ini pada sahabatnya. “Aku ng
Roda empat Narendra melaju makin cepat di depan mobil polisi yang mengejarnya. Celine ingin terus mempertahankan kecepatannya demi tak tertangkap oleh polisi-polisi yang mengejarnya itu, sementara Narendra yang berusaha sekuat tenaga menghentikan wanita itu justru membuat gerak mobil jadi semakin tak tentu arah. “Cel, berhenti Celine!” Narendra makin panik. Ditambah lagi, suara sirine mobil polisi yang meraung raung di belakang mereka dan orang-orang di jalanan yang nyaris semuanya berhenti menyaksikan kejadian itu seolah menelanjangi keduanya. Narendra terus berteriak menyuruh Celine untuk menghentikan mobilnya. Sementara tangannya berusaha sebisa mungkin menghentikan Celine. Namun hal itu justru membuat Celine kehilangan fokus. Laju mobil pun semakin tak terkendali. Celine yang panik, bahkan tak sempat berpikir untuk menghentikan saja mobil itu dan menyerahkan dirinya pada pihak berwajib. “Diam kamu! Bisa diam nggak sih! Kamu justru bikin aku nggak fokus, Narendra!” kata wanita
Tak lagi memperdulikan Celine, Narendra bergegas turun ke lantai bawah. Lelaki itu berjalan cepat menuju dimana mobilnya terparkir. Namun karena merasa belum selesai dengan Narendra, Celine mengejar hingga ke tempat parkir. Dorong mendorong kasar pun terjadi. Narendra yang yang ingin cepat pergi ke rumah Agnia merasa sangat terganggu dengan kehadiran Celine yang terus ingin mengajaknya bicara. Sementara itu, Celine yang masih merasa punya urusan dengan lelaki itu pun tak mau tinggal diam. Berulang kali dia menutup kembali pintu mobil yang dibuka oleh Narendra. Karena kesal dengan ulah Celine, Narendra akhirnya menghentikan niatnya untuk segera pergi. Dia kembali menutup kembali pintu mobilnya dengan kasar, kemudian berdiri berkacak pinggang di depan sang istri. “Mau kamu apa sih?! Kamu nggak lihat aku mau pergi? Aku juga punya urusan, Celine. Nggak bisa terus terusan meladeni tingkah konyolmu yang kekanak-kanakan kayak gini.”Melihat Narendra makin marah, Celine justru juga bertam
Rani akhirnya menemukan sebuah rumah kontrakan kecil yang langsung dibayarnya selama setahun ke depan. Sebenarnya bisa saja dia menyewa sebuah apartemen yang pastinya lebih nyaman daripada kontrakan yang dipilihnya saat itu. Tapi mengingat sudah tak ada lagi lelaki yang mensupport finansialnya saat ini, Rani memilih untuk berhemat sampai nanti dia mendapatkan sumber penghasilan lainnya lagi. Memikirkan kondisinya yang berbalik seratus delapan puluh derajat dari yang sebelumnya, Rani jadi teringat dengan nasib malang yang juga sedang menimpa sahabatnya. Untuk itulah, hari itu dia memutuskan untuk kembali mengunjungi Agnia di rumah sakit. Namun sesampainya di sana, Rani dibuat shock dengan telah berkumpulnya semua keluarga besar Agnia yang seolah sedang bersiap menghadapi sesuatu buruk yang akan terjadi. Dan benar saja, beberapa saat setelah kedatangan Rani, dokter akhirnya menyampaikan berita bahwa Dewo benar-benar telah pergi meninggalkan mereka semua. Tangis yang pecah dari Agnia
Di tengah tengah kebingungannya, Rani hanya teringat pada Agnia. Tapi saat taksi yang membawanya menuju rumah sahabatnya itu baru sampai setengah perjalanan, dia seperti baru tersadar bahwa keputusannya untuk pergi ke rumah Agnia adalah salah. Bagaimana mungkin dia berpikir untuk menumpang tinggal di rumah sahabatnya itu jika saat ini saja Agnia sedang mengalami kesulitan yang bahkan jauh lebih berat dibanding dirinya. “Nggak jadi, Pak. Saya turun di sini saja. Saya akan ganti ongkosnya,” katanya kemudian pada si driver taksi online yang ditumpanginya. Rani pun kemudian turun, lalu memutuskan untuk duduk sebentar di sebuah bangku taman untuk memikirkan apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Kembali ke rumah orang tuanya adalah hal yang jelas tidak mungkin dilakukannya. Selain karena keduanya sudah meninggal dunia, rumah itu kini juga telah diambil alih keluarga kakaknya yang sangat membencinya karena ketidakpeduliannya pada keluarga besar. Ternyata selama ini dia merasa hidupnya b
Wanita yang biasanya sangat patuh dan penurut pada Rani itu tak menampakkan gentar sedikitpun. Bahkan dia juga berani membalas saat mantan istri dari majikannya itu menampar pipinya berulang kali. “Saya sudah berusaha menjadi asisten yang baik, tapi kelakuan Anda sudah sangat keterlaluan. Anda mengkhianati suami Anda sendiri di rumahnya. Itu sama saja Anda membuang kotoran Anda di tempat makan yang telah diberikan majikan Anda. Sekarang lebih baik Anda pergi. Karena walaupun sampai menangis darah pun, Bapak tidak akan pernah memaafkan Anda,” kata wanita itu setengah mengancam. Mendengar kata-kata sang mantan pembantu, niat Rani untuk meminta maaf pada mantan suaminya pun urung sudah. Sepertinya memang benar apa yang dikatakan oleh mantan asisten rumah tangganya itu, suaminya tentu tak akan sudi lagi menerima permintaan maafnya mengingat dirinya bukan lah satu satunya wanita yang dia miliki. Rani mengutuk kebodohannya sendiri karena ternyata selama ini karena memilih untuk menerima
Sementara itu di tempat lain, Narendra justru disibukkan dengan kecemburuan Rani yang tak jua Reda. Dia baru sadar sekarang bahwa sahabatnya itu kini sudah mulai tergila gila padanya, hingga harus merasa marah saat mendengar keinginannya untuk kembali mengejar Agnia. Narendra yang sore itu sudah kembali ke apartemennya bahkan harus disibukkan dengan chat panjang lebar Rani yang memaki makinya tentang rencananya sebelumnya. Namun bukannya bersedih dengan kelakuan Rani yang kolokan seperti anak kecil, Narendra justru makin berbangga bahwa ternyata dia bisa membuat sahabatnya itu bertekuk lutut juga padanya. Walaupun sebenarnya hal itu bukan hal yang diinginkannya. Seandainya saja yang tergila gila padanya itu adalah Agnia, mungkin ceritanya akan jadi lain. Tapi meski begitu, demi meredakan amarah Rani dan demi untuk membuat wanita itu terus tetap mau melayani semua keinginannya, Narendra terpaksa kembali menemui wanita itu malam harinya. Rani tentu saja terkejut melihat Narendra telah
“Ada orang yang nyari Ibu di luar.”Sri baru saja keluar dari kamar mandi sore itu saat seorang pembantu rumah tangganya menghampiri. “Siapa?” tanyanya dengan mengerutkan dahi. “Nggak tahu, Bu. Tapi katanya polisi," kata si pelayan. Wajah Sri langsung pucat pasi mendengar itu. Sejujurnya, dari pagi perasaannya sudah tidak karuan karena belum mendapat kabar apapun dari Atun tentang hasil dari aksi orang-orang bayarannya yang katanya berencana melaksanakan tugas mereka hari sebelumnya. Tapi ditunggu sampai sore hari, Atun sama sekali tidak memberinya kabar apapun. “Kamu balik ke depan sana. Bilang saja aku nggak ada. Kemana gitu,” kata Sri dengan nada bingung. “Baik, Bu.” Wanita berusia sekitar empat puluh tahunan itu pun langsung berlalu meninggalkan majikannya dan bergegas menemui dua tamu yang sedang menunggu di depan pintu rumah makan. “Tidak ada gimana, tadi katanya ada?” kata salah seorang diantara kedua lelaki berseragam itu usai mendengar penjelasan bahwa Sri tak ada di ru
Belum habis kesedihan dan ketakutannya dengan kondisi sang suami, Agnia harus dibuat shock oleh beberapa orang yang menyatroni rumahnya dengan senjata. Apalagi saat polisi kemudian menyatakan bahwa kemungkinan besar ketiga orang penyusup itu berniat untuk membunuhnya. Hal itu tentu bukan tanpa alasan. Polisi mengaitkan apa yang terjadi dengan adanya racun yang dikirimkan pada Agnia yang justru mencelakai suaminya. Ditambah lagi dengan keterangan seluruh keluarga Agnia yang menceritakan kejadian saat dirinya diculik beberapa waktu sebelumnya. Polisi semakin kuat menduga bahwa target utama dalam rencana pembunuhan di keluarga itu tentu lah Agnia. Mendengar keterangan yang disampaikan pihak kepolisian, Agnia makin yakin bahwa Rani tidak mungkin terlibat dalam pengiriman kue beracun yang mengakibatkan Dewo sekarat. Mengingat sahabatnya itu, Agnia yang sedang dalam kondisi bingung dan karena selama ini dia lah satu satunya sahabat yang selalu bersedia mendengar segala keluh kesahnya, akhi