Beberapa detik kemudian, Agnia dan dua anaknya baru ikut menyadari kehadiran orang asing di depan rumah mereka. “Itu kan Tante Sri,” ujar Aqilla tanpa dosa. Dewo yang segera tersadar, segera menoleh pada istrinya. Agnia butuh satu tarikan nafas panjang untuk kemudian menganggukkan kepala, mengisyaratkan pada suaminya untuk menemui wanita itu dan menanyakan apa maksud kedatangannya. Ragu, lelaki itu pun melangkah menuju pagar. Sementara Agnia mulai berdiri untuk menghampiri dua anaknya dan melanjutkan menyuapi mereka dengan semangkuk salad buah di tangannya. Sesekali dia menatap dengan sedikit kekhawatiran pada suaminya yang berjalan menghampiri wanita bernama Sri itu. “Kamu ngapain ke sini, Sri?” Dewo langsung bertanya dengan nada ketus saat sampai di tempat Sri berdiri.“Ngapain, kamu bilang? Masih juga kamu bertanya? Kamu nggak sadar apa yang sudah kamu lakukan padaku akhir-akhir ini?” Sri mendorong dada Dewo hingga lelaki itu hampir mundur dari tempatnya berdiri. Sri kemudian t
Saat mengikuti kembali istrinya masuk ke dalam rumah, Dewo masih diliputi kesal dengan kedatangan Sri. Agnia, yang sejak beberapa saat lalu melihat kesungguhan suaminya dalam meyakinkan dirinya bahwa hubungannya dengan Sri sepertinya memang sudah berakhir, mencoba mengendalikan diri untuk tak banyak bicara. Melihat suaminya langsung mendudukkan diri di sofa ruang tengah, Agnia langsung menuju ke dapur untuk mengambil setoples camilan dan dua gelas teh hangat.“Mirna bilang, dia itu wanita yang berbahaya,” katanya kemudian saat kembali ke ruang tengah dan ikut mendudukkan diri di samping sang suami.Dewo menggeser sedikit posisi duduknya untuk membuat tempat istrinya sedikit lega, untuk kemudian meraih gelas yang diulurkan sang istri dan berucap terima kasih. “Mirna hanya dengar gosip dari orang-orang saja, Sayang. Jangan khawatir. Dia tak akan mencelakai keluarga kita.”“Bukan khawatir, Mas. Tapi waspada itu perlu. Terkadang gosip itu ada karena sesuatu yang pernah terjadi sebelumny
“Ngapain kamu sekarang panggil-panggil aku ke sini?” Atun langsung mendudukkan diri dengan angkuh di kursi depan sahabatnya. Wajahnya pura-pura melengos dan enggan menatap Sri. Padahal beberapa saat yang lalu, matanya langsung berbinar saat layar ponselnya menyala dan terpampang nama Sri di sana. Dia yakin sahabatnya itu sudah menyadari kesalahannya dan berniat untuk meminta bantuannya lagi seperti biasa. “Dia memang kurang ajar!” Wajah Sri yang sejak awal memang sudah tidak sedap dipandang itu membuat Atun semakin yakin bahwa ada yang sudah terjadi dengannya dan Dewo. “Ada apa lagi?” tanya Atun, masih pura-pura tak peduli. “Lihat sini padaku. Jangan melengos gitu! Aku mau cerita,” ucap Sri sedikit membentak, membuat Atun langsung sigap menegakkan badannya dan mulai serius menatap Sri. Rupanya dia masih takut juga tidak mendapatkan cipratan uang dari wanita di depannya itu kalau sampai kena marah. “Ada apa sih, Sri? Ya maaf ya, kamu sih tadi pakai ngusir-ngusir aku segala. Kan ak
"Jadi bosmu itu minta dicarikan orang untuk menghabisi istri dari laki-laki simpanannya?" Suami Atun terlihat shock mendengar penjelasan sang istri. Hal itu tentu saja sangat mengagetkannya. Semata duitannya dia, belum pernah selama hidup lelaki itu melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan melenyapkan nyawa orang."Dia bukan bosku. Dia itu Sri, Mas. Dia sahabatku, bukan bos." Sang istri langsung protes dengan kalimat suaminya."Iya iya, aku tahu." Lelaki itu kemudian meralat sebelum akhirnya kembali menampakkan wajah seriusnya. "Aku ini boleh dibilang orang baik juga bukan, tapi kalau disuruh bunuh orang …ya mikir mikir dulu, Tun. Lagian ada-ada aja Sri itu." "Memangnya yang nyuruh kamu bunuh orang itu siapa to, Mas?" Atun malah mencebik. "Lha itu tadi, bukannya kamu barusan bilang Sri minta aku buat menyingkirkan istri pacarnya?""Menyingkirkan istrinya si Dewo memang benar. Tapi ya tentu bukan kamu yang disuruh buat bunuh dia. Lagipula, memangnya kamu bisa? Orang cuma bunuh t
“Jaga kesehatan ya, Mi. Inget Mi, aku dan Glori sayang sama Mami. Kami nggak mau Mami kenapa-napa.”Celine hanya berpura-pura tersenyum bahagia saat melepaskan dua anak dan cucu-cucunya siang itu pergi meninggalkan rumah. Hatinya sebenarnya memang ingin sekali melihat mereka semuanya segera pergi dari rumah mewahnya karena tak ingin segala aktivitasnya menjadi fokus kekhawatiran bagi Jennifer dan Gloria. “Kalian tenang saja, mami pasti akan baik-baik saja. Safe flight ya, Sayang.” Dia pun mulai mencium satu per satu anak-anak dan cucu-cucunya sebelum akhirnya rombongan itu memasuki salah satu mobil mahalnya untuk diantar ke bandara. Tangannya melambai manis kala melihat mobil itu perlahan bergerak meninggalkannya. Celine sangat lega, bahkan tak sedikitpun merasa kehilangan dengan kepergian cucu-cucunya yang sangat lucu lucu itu. “Nyonya mau ke kamar sekarang?” Suara Irma membuyarkan senyum pura-pura Celine yang masih mengambang di wajahnya. Saking seriusnya bersandiwara, wanita itu
Beberapa hari setelah kembalinya Agnia, rumah Dewo terlihat hidup seperti sebelumnya. Semua benda yang tadinya tak terawat karena pembantu yang dibayar Dewo untuk mengurus rumahnya juga tak terlalu telaten seperti sang istri, kini tampak selalu rapi setiap saat. Tanaman-tanaman hias di halaman yang beberapa waktu sebelumnya banyak yang layu pun kini telah diganti dengan yang baru dan segar. Dewo mengedarkan pandangannya sebentar berkeliling halaman dari pintu rumah. Lelaki itu terlihat lebih segar dengan potongan rambut baru dan wajah bersihnya. Rupanya selama beberapa waktu sibuk dengan masalahnya dengan sang istri, dia sampai lupa memperhatikan setiap detail penampilannya. Hari sebelumnya, Agnia yang bahkan menyarankan padanya untuk pergi ke tukang cukur merapikan rambut. Bahkan wanita itu pula yang sibuk menemaninya ngobrol saat lelaki itu sedang mencukur jambang dan kumis yang mulai tumbuh di wajahnya. “Kamu nggak takut ada yang menyukaiku kalau aku terlihat lebih ganteng dari
Agnia belum juga mau beranjak dari tempat duduknya. Dia masih saja terpikir tentang pamitnya Alfa. Meski lelaki itu sudah mengatakan alasan yang sangat masuk akal, entah kenapa wanita itu tiba-tiba merasa ada hal lain yang menyebabkan Alfa berkata seperti itu padanya. Tapi tentu saja Agnia tak bisa menebak hal itu.Di tengah pikirannya yang masih melayang pada Alfa, tiba-tiba ada suara yang memanggilnya dari arah pintu. Mata Agnia pun langsung melebar. Panjang umur sahabatnya itu. Baru saja beberapa saat yang lalu dia membicarakannya dengan Alfa, rupanya Rani telah ada di depan rumahnya saat ini. Dahinya langsung berkerut mengingat tak terdengar olehnya sedikitpun suara deru mesin mobil Rani yang berhenti di depan rumahnya sedari tadi. Sepertinya Alfa benar-benar telah menyita perhatiannya. Dengan riang, Agnia pun segera bangkit. Lalu berjalan tergesa menuju ke arah pintu depan. Dari kaca jendela, dia sudah bisa melihat bagian belakang tubuh Rani. Namun memang tak ada mobil wanita i
“Aku sudah nggak apa-apa, Ran. Tenanglah, aku sudah baik-baik saja sekarang. Ini benar-benar pelajaran sangat berharga dalam hidupku.” Agnia mengelus punggung sang sahabat. Rani terlihat begitu sedih dalam pelukannya. Walaupun sebenarnya bukan itu maksud dari ucapan Agnia. Dia hanya ingin Narendra semakin menyadari bahwa apa yang mereka lakukan selama ini salah dan bisa berakibat seburuk itu.“Terus, gimana cara kamu pulang?” Rani bertanya lagi setelah kembali mendudukkan diri di kursinya.“Ada sepasang suami istri lagi mau ke pasar dini hari itu yang menemukanku. Mereka yang membantuku untuk ke kota. Lalu dari sana, aku meminta bantuan orang untuk menghubungkanku dengan Alfa,” jelasnya kemudian.Rani terlihat mengerutkan dahi mendengar nama Alfa disebut. Narendra pun sama, tetapi dia lebih memilih tetap diam di tempatnya, mendengarkan dua sahabat itu terus berbicara. “Sebentar, Ni. Seingatku, Alfa itu bos kamu di tempat kamu nulis kan?” “Iya, bener Ran. ““Wah, beruntung banget kam