Dewo terkejut pagi itu saat mendapat telepon dari nomor tidak dikenal setibanya di kantor. Ragu, dia pun akhirnya mengangkat panggilan setelah diamatinya nomor tersebut sepertinya merupakan nomor keluaran lama. “Ya, selamat pagi,” sapanya sedikit dengan nada formal.“Pak Dewo?” tanya orang di seberang. Dewo pun langsung mengiyakan. Setelahnya, Alfa segera menceritakan maksudnya menelpon suami Agnia pagi itu. Bagai mendapat air di tengah gurun pasir, Dewo bahkan tak menyangka dia bisa sebahagia itu saat mengetahui kabar istrinya telah ditemukan dalam keadaan selamat. Hingga tak butuh lama untuknya memutuskan segera menghubungi mertuanya, mengabarkan berita gembira itu. “Kamu serius, Wo? Lalu sekarang dimana anakku?” Suara Bu Wira terdengar hampir menangis usai Dewo menjelaskan tujuannya menelepon. “Tenang dulu, Bu. Sekarang, Ibu minta bapak untuk siap-siap. Aku akan ijin dulu ke kantor. Kita akan jemput dia hari ini,” ujarnya penuh semangat.“Baik, Wo. Kita ajak anak-anak sekalian y
“Aku ingin memperbaiki semuanya, Sayang.”Malam itu, setelah seluruh keluarga besar mereka meninggalkan rumah, Dewo dan Agnia nampak duduk di tepi ranjang Naya. Kedua anak mereka nampak sudah tertidur karena kelelahan dengan perjalanan panjang mereka hari itu.Dewo meraih tangan istrinya, lalu digenggamnya erat di pangkuan. “Aku serius, ingin memperbaiki rumah tangga kita,” ucapnya lagi. “Mas sudah pikirkan itu dengan matang?” Agnia bukannya tak percaya. Dia hanya ingin memastikan bahwa ucapan Dewo kali ini benar-benar bukan hanya kebohongan saja seperti sebelum-sebelumnya. “Beberapa hari hanya bersama anak-anak, rasanya ada yang kurang dalam hidupku. Sekarang aku tahu kalau ternyata aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Agnia. Tolong, jangan lanjutkan perceraian ini. Kasih kesempatan aku untuk memperbaiki semuanya,” ucapnya dengan penuh pengharapan. Agnia menatap suaminya dengan lekat beberapa saat sebelum akhirnya berucap. “Lalu bagaimana dengan wanita itu, Mas?”Dewo harus menarik na
“Loh Sri, kamu mau kemana?” Atun tergopoh-gopoh mengejar Sri hingga ke pelataran siang itu. Dirinya mendapati sang sahabat sudah berdandan rapi dan bersiap pergi tepat di saat dirinya memarkirkan motor maticnya di depan Rumah Makan.“Mau pergi. Kamu ngapain ke sini?” ujar Sri sedikit ketus. Sri sangat hafal dengan kebiasaan Atun yang datang untuk meminjam uang jika tiba-tiba muncul di rumahnya tanpa diundang. Itulah kenapa raut mukanya tampak tak bersahabat melihat wanita chubby itu mengejar-ngejarnya saat itu.“Lah, ada temannya datang kok nanyanya gitu sih, Sri?” Atun mencoba membercandai sang sahabat. Tapi Sri yang sedang terburu-buru saat itu rupanya tak terlalu berminat meladeninya. “Halah sudah, nggak usah basa basi deh. Mau pinjem uang lagi kan kamu?” Lagi-lagi Sri berkata dengan sangat sinis, membuat muka Atun langsung merah padam karena malu.“Kamu kok tahu aja sih, Sri? Kamu tuh ya, memang sahabatku yang the best. Bahkan selalu tahu sebelum aku bilang sepatah kata pun,” ra
Beberapa detik kemudian, Agnia dan dua anaknya baru ikut menyadari kehadiran orang asing di depan rumah mereka. “Itu kan Tante Sri,” ujar Aqilla tanpa dosa. Dewo yang segera tersadar, segera menoleh pada istrinya. Agnia butuh satu tarikan nafas panjang untuk kemudian menganggukkan kepala, mengisyaratkan pada suaminya untuk menemui wanita itu dan menanyakan apa maksud kedatangannya. Ragu, lelaki itu pun melangkah menuju pagar. Sementara Agnia mulai berdiri untuk menghampiri dua anaknya dan melanjutkan menyuapi mereka dengan semangkuk salad buah di tangannya. Sesekali dia menatap dengan sedikit kekhawatiran pada suaminya yang berjalan menghampiri wanita bernama Sri itu. “Kamu ngapain ke sini, Sri?” Dewo langsung bertanya dengan nada ketus saat sampai di tempat Sri berdiri.“Ngapain, kamu bilang? Masih juga kamu bertanya? Kamu nggak sadar apa yang sudah kamu lakukan padaku akhir-akhir ini?” Sri mendorong dada Dewo hingga lelaki itu hampir mundur dari tempatnya berdiri. Sri kemudian t
Saat mengikuti kembali istrinya masuk ke dalam rumah, Dewo masih diliputi kesal dengan kedatangan Sri. Agnia, yang sejak beberapa saat lalu melihat kesungguhan suaminya dalam meyakinkan dirinya bahwa hubungannya dengan Sri sepertinya memang sudah berakhir, mencoba mengendalikan diri untuk tak banyak bicara. Melihat suaminya langsung mendudukkan diri di sofa ruang tengah, Agnia langsung menuju ke dapur untuk mengambil setoples camilan dan dua gelas teh hangat.“Mirna bilang, dia itu wanita yang berbahaya,” katanya kemudian saat kembali ke ruang tengah dan ikut mendudukkan diri di samping sang suami.Dewo menggeser sedikit posisi duduknya untuk membuat tempat istrinya sedikit lega, untuk kemudian meraih gelas yang diulurkan sang istri dan berucap terima kasih. “Mirna hanya dengar gosip dari orang-orang saja, Sayang. Jangan khawatir. Dia tak akan mencelakai keluarga kita.”“Bukan khawatir, Mas. Tapi waspada itu perlu. Terkadang gosip itu ada karena sesuatu yang pernah terjadi sebelumny
“Ngapain kamu sekarang panggil-panggil aku ke sini?” Atun langsung mendudukkan diri dengan angkuh di kursi depan sahabatnya. Wajahnya pura-pura melengos dan enggan menatap Sri. Padahal beberapa saat yang lalu, matanya langsung berbinar saat layar ponselnya menyala dan terpampang nama Sri di sana. Dia yakin sahabatnya itu sudah menyadari kesalahannya dan berniat untuk meminta bantuannya lagi seperti biasa. “Dia memang kurang ajar!” Wajah Sri yang sejak awal memang sudah tidak sedap dipandang itu membuat Atun semakin yakin bahwa ada yang sudah terjadi dengannya dan Dewo. “Ada apa lagi?” tanya Atun, masih pura-pura tak peduli. “Lihat sini padaku. Jangan melengos gitu! Aku mau cerita,” ucap Sri sedikit membentak, membuat Atun langsung sigap menegakkan badannya dan mulai serius menatap Sri. Rupanya dia masih takut juga tidak mendapatkan cipratan uang dari wanita di depannya itu kalau sampai kena marah. “Ada apa sih, Sri? Ya maaf ya, kamu sih tadi pakai ngusir-ngusir aku segala. Kan ak
"Jadi bosmu itu minta dicarikan orang untuk menghabisi istri dari laki-laki simpanannya?" Suami Atun terlihat shock mendengar penjelasan sang istri. Hal itu tentu saja sangat mengagetkannya. Semata duitannya dia, belum pernah selama hidup lelaki itu melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan melenyapkan nyawa orang."Dia bukan bosku. Dia itu Sri, Mas. Dia sahabatku, bukan bos." Sang istri langsung protes dengan kalimat suaminya."Iya iya, aku tahu." Lelaki itu kemudian meralat sebelum akhirnya kembali menampakkan wajah seriusnya. "Aku ini boleh dibilang orang baik juga bukan, tapi kalau disuruh bunuh orang …ya mikir mikir dulu, Tun. Lagian ada-ada aja Sri itu." "Memangnya yang nyuruh kamu bunuh orang itu siapa to, Mas?" Atun malah mencebik. "Lha itu tadi, bukannya kamu barusan bilang Sri minta aku buat menyingkirkan istri pacarnya?""Menyingkirkan istrinya si Dewo memang benar. Tapi ya tentu bukan kamu yang disuruh buat bunuh dia. Lagipula, memangnya kamu bisa? Orang cuma bunuh t
“Jaga kesehatan ya, Mi. Inget Mi, aku dan Glori sayang sama Mami. Kami nggak mau Mami kenapa-napa.”Celine hanya berpura-pura tersenyum bahagia saat melepaskan dua anak dan cucu-cucunya siang itu pergi meninggalkan rumah. Hatinya sebenarnya memang ingin sekali melihat mereka semuanya segera pergi dari rumah mewahnya karena tak ingin segala aktivitasnya menjadi fokus kekhawatiran bagi Jennifer dan Gloria. “Kalian tenang saja, mami pasti akan baik-baik saja. Safe flight ya, Sayang.” Dia pun mulai mencium satu per satu anak-anak dan cucu-cucunya sebelum akhirnya rombongan itu memasuki salah satu mobil mahalnya untuk diantar ke bandara. Tangannya melambai manis kala melihat mobil itu perlahan bergerak meninggalkannya. Celine sangat lega, bahkan tak sedikitpun merasa kehilangan dengan kepergian cucu-cucunya yang sangat lucu lucu itu. “Nyonya mau ke kamar sekarang?” Suara Irma membuyarkan senyum pura-pura Celine yang masih mengambang di wajahnya. Saking seriusnya bersandiwara, wanita itu