Home / Romansa / Gus Fa...? / Bab 1. Hakikat Kehilangan.

Share

Gus Fa...?
Gus Fa...?
Author: Naira R

Bab 1. Hakikat Kehilangan.

Author: Naira R
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Terkadang semesta terasa tidak memihak,tapi di balik itu semesta tahu apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.”

***

Aku meneteskan air mata. Aku tahu, aku bukan siapa-siapa. Aku tahu, seorang murid haruslah sami’na wa atho’na pada titah gurunya. Aku tahu cinta nya pada Abi mengalahkan cintanya padaku, itu wajar. Yang tak wajar, aku belum bisa berdamai pada hati, dan kenapa aku menangis melihatnya pergi? Bukankah ini titah kyai.? Lalu, kanapa kenangan menghujaniku dengan bertubi-tubi? Aku masih ingat caranya memperlakukan ku dengan penuh cinta kasih. Aku masih ingat sikap jailnya tempo hari. Aku juga masih ingat cemburunya saat ku bilang mencintai lelaki lain. Padahal yang ku cintai hanya dia. Aku terperosok dalam duka. Aku meratap saat mengingat rencanya mengajak ku ke dermaga cinta. Aku harus segera melepasnya atau aku akan kekal dalam nestapa.

Ribuan novel menjelaskan hakikat cinta, ribuan paragraf menjelaskan kehilangan. Semua itu tidak bisa di perlajari hanya dengan membaca. Aku pernah terhuyung dalam gelora asmara, dan sekarang aku kehilangan. Dan itu sakit nya lebih dari yang pernah kuduga saat jatuh cinta.

“Nduk.” Hanya ku-read.

“Nduk, aku hanya khawatir dengan keadaanmu? “

Aku tahu Gus, tau. Tapi tolong menjauhlah! Biar rindu ini memadat dan entah kapan akan mencair. Aku sangat sakit Gus. Sakit.

“Nduk, ada hal yang harus ku bicarakan.”

Apalagi Gus? Tentang ijab kabul mu barusan? Atau tentang kebahagiaan mu menyakitiku? Cukup Gus, mungkin jika hati ini terbuat dari kayu akan patah, jika terbuat dari kaca mungkin akan pecah, tapi Allah menciptakan hati tidak untuk di goreskan luka tetapi bagaimana caranya agar tak tergores kan.

“Sudah ya Gus, semua suda selesai. Semoga sakinah mawaddah warohmah wa barokah wa maslahah,samian ganteng banget tadi Gus, Ning Zulfa mirip bidadari. Salam kaleh ning Zulfa.”

“Nduk, jangan menangis ku mohon”

Hanya ku read. Aku sebal mendapati chatnya yang seolah menambah kesedihanku. Kami tidak sedekat yang orang lain lihat, kami lebih dekat dari itu. Dia tak se-perhatian yang orang lain lihat, dia lebih dari itu. Oh ning Zulfa, sungguh tentrem ayem bisa menjadi istri pemuda sholeh sepertinya. Aku menelisik relung jiwa, mengadopsi rindu yang saat ini haram ku produksi lagi.

 “Ingat Sya dia suami orang! Bayangkan jika istrinya tau kalau suaminya masih sangat mencintaimu? Bagaimana? Dan bagaimana jika terjadi pada dirimu sendiri?” nasehatku pada diri sendiri. Menatap wajahku yang begitu kusut di depan cermin.

Aku ingat cerita ayah yang menceritakan Raja pada zaman dulu mempunyai sebilah pusaka untuk membunuh musuh. Bisakah aku membunuh tanpa pusaka? Membunuh kenangan dan rindu? Tak mudah bagiku menghadirkan orang lain untuk menggantikan nya. Dia sudah tertanam begitu dalam dalam hatiku.

Seharusnya sedari dulu aku bersiap, jika keadaan semacam ini terjadi. Aku yang terlalu percaya diri bahwa cinta padaku akan membawanya berjuang mati-matian demi bersamaku. Ternyata aku salah, salah besar. Tak ‘kan ada darah biru yang mau memiliki keturunan yang lahir dari wanita seperti ku. Aku juga begitu bodoh.

Bagaimana mungkin, makhluk seindah Gus Fahmi tak di inginkan wanita lain untuk menjadi kekasih?

Sejak berpisah dengannya, aku semakin konyol. Sering membaca history chat ku dengannya dari awal sampai menangis meraung-raung. Melihat vidio suprisz nya di hari ulang tahunku, membaca buku kumpulan puisi yang ia jadikan kado di ulang tahunku yang ke-19 tahun. Aku juga sering memutar lagu “Bukan jodohnya yang di nyanyikan Tri suaka musisi asal jogja.” Kadang ku nyanyikan sambil mengingatkan diri, bahwa sedalam apapun ku mencintai jika Allah tak meridhoi semua akan sia-sia.

 

Related chapters

  • Gus Fa...?    Bab 2. Hakikat kehilangan 2.

    “Ketika menatapmu ada dua hal yang aku rasakan.Pertama sebuah ketentraaman. Dan yang kedua sebuah kekecewaan.Karena aku tahu, kita tak bisa bersama lagi.”***“Sya, mbk Mala sakit tiba-tiba. Awakmu kan juga ayu.... Sana jadi Terima tamu di depan.”Mbak Kom menyarankan.Apa ini? Menjadi Terima tamu dalam pernikahan orang yang kau cinta? Mungkin kemarin saat ijab kabul nya aku masih bisa berlari dan menutup telinga, karena aku mendapat tugas kontrol prasmanan.Lalu sekarang? Apa aku akan kuat melihat orang yang ku cinta lengan nya di amit wanita lain? Apa aku kuat melihat nya bergaun senada hilir mudik menyalami tamu dengan rona bahagia? Apa aku kuat melihatnya memandang istrinya nanti? Ya Allah apa yang harus kulakukan.“Ndang wes, pakai cilak. Bedak e di tebelin.”“Kene tak gincu ni.”“Sya, jangan pakai sandal itu. Kelihatan kucel, ini p

  • Gus Fa...?    Bab 3. Sebuah Revisi

    “Cinta bukan hanya kesetiaan. Tapi pengorbanan, pengabdian, dan keikhlasan.”***“Cinta kadang tidak bisa kita lihat, cinta kadang tidak bisa kita dengar. Namun, cinta selalu bisa kita rasakan, sekalipun itu dalam bentuk luka.”Sosok Fina berubah menjadi bijak hari ini. Dia adalah makhluk di dalam pesantren yang amat mengerti kondisiku. Dia tak pernah memperlakukanku subordinat justru dia menganggapku teman dekat. Setahuku, dia adalah putri dari pasangan Desainer ternama. Barang-barang miliknya selalu berkelas. Aku sering merengengek meminjam gamis-gamis ootd nya. Dan dia selalu meminjami.“Sudah ya Sya. Kamu harus legowo.” Fina mengelus-ngelus pundakku. Aku mengangguk sambil terus menyeka air mata, tak kuhiraukan mbak-mbak santri yang berlalu lalang dan menatapku heran.Aku tak tahu mengapa aku selemah ini? Dengan gerakan cepat Fina mengenggam tanganku lalu berbisik. “Kamu bias melupaka

  • Gus Fa...?    Bab 4. Terjerembab.

    POV GUS.“Bukankah dengan ucapan, pernikahan menjadi sah?yang haram mengajdi halal? Dengan ucapan pula, tanggung jawab atas bahagianya menjadi tanggung jawabku spontanitas.”***“Maisya sakit, ya Allah sakit apakah dia?” Maafkan mas Zulfa....“Mas, jadi anter ke klinik?”“Em.... Iya sayang” Gelapan. Semoga Zulfa tidak menangkap canggung ku barusan.“Mas Zulfa ganti baju dulu ya.”“Gak usah, kamu pakai baju apapun tetap cantik. ”Ku tangkap rona wajahnya begitu malu dan bahagia. Tak mudah untuk ku mencintainya sebenarnya. Tapi dia juga amat sangat ayu, dan mempesona. Aku laki laki normal, darah ku mendidih kala melihatnya keluar kamar mandi hanya memakai sehelai handuk, bergelegar kala tiba-tiba di peluknya dari belakang.Bukan kah halal aku mencumbunya? Dia istriku. Toh, Maisya selalu sumringah setiap harinya, bukankah d

  • Gus Fa...?    Bab 5. Hati yang terkoyak.

    “Memang terasa menyakitkan. Namun benar, guru terbaik dalam kehidupan adalah adalah kekecewaan,kekalahan,dan kegagalan.”***Seorang perempuan jika belum menikah adalah tanggung jawab ayah dan kakak laki-lakinya. Kewajibannya pun berbakti kepada mereka tepat setelah berbakti kepada Allah sang pencipta. Tapi setelah menikah, seorang perempuan adalah laki-laki yang menikahinya. Suaminya. Kewajiban berbakti kepada orang tua pun tergantikan untuk berbakti kepada suaminya. Dan berbakti kepada orang tua berada tepat setelah berbakti kepada suami.“Bunda, bayiku bun.” Zulfa memeluk ibu mertuaku. Ibu mertuaku juga berderaian air mata. Dalam kedaan sseperti ini tak hanya aku maupun Zulfa yang merana. Dua keluarga juga akan merasakan kesedihan yang sama. Aku tertunduk tak berdaya.Ayah mertua merangkulku dari belakang. Membisikkan kata terimakasih

  • Gus Fa...?    Bab 6. Kenangan membara.

    Penyair arab pernah berkata :“Betapa banyak tempat yang pernah di singgahi oleh seorang pemuda, Tapi kerinduannya selalu kepada tempat pertama.”***Tidak banyak yang berubah. Lemari yang dulu Umi gunakan untuk menyimpan berbagai gamisnya kini raib. Abah yang sangat terpukul akan kepergian Umi. Sengaja meniadakan lemari itu. Lemari yang kata Abah Umi idamkan saat hamil aku. Tak hanya Abah, aku juga sangat terpukul. Terlebih tentang al yang barusaja terjadi dengan Istriku. Namun, aku selalu menasehati diri bahwa Umi tak mungkin bahagia melihat keluarga yang ditinggalkannya merana.Aku menghela napas. Duduk di sudut ruangan. Memandang layar telepon yang sejak dua hari yang lalu tak ku aktifkan. Ribuan chat Ustad-Ustadzah madrasah diniyah yang mengajak rapat. Banyak pula para penggurus yang minta izin ini itu, banyak para wali santri yang menanyakan perkembangan putranya.Mataku terbelalak saat melihat Maisya

  • Gus Fa...?    Bab 7. Rahasia Yang Tersimpan.

    Kang Fadilaturrohman“Kau tidak tau betapa sulitnya jadi aku yang tak mampu bersaing untuk menang darimu.perihal tahta dan cinta sekalipun.”***Al-Mar-u ma’arif man ahabba, seseorang akan di kumpulkan dengan orang yang di cintainya kelak. Lelaki berkaca mata itu yakin, Allah akan menyatukan hatinya dengan Maisya. Walau tidak di dunia, kelak di syurga. Dia tidak memiliki kepercayaan diri untuk menunjukkan dirinya pada Maisya. Dia terlalu merasa jauh jika di banding Gus Fahmi.Dia selalu mengawasi Maisya dari kejauhan. Tersenyum sendiri melihat Maisya menyapu halaman lalu ujung jilbabnya dimainkan angin, kemudian Maisya akan sibuk merapikan jilbabnya. Atau saat Maisya terburu-buru berangkat ke Madrasah diniyah, bahkan saat Maisya di hukum karena tidak menghafal nadzoman. Sebenarnya lelaki itu ingin mendekati Maisya, tapi di urungkan ketika Gus Fa mulai mendekati santriwati yang di hukum. Terlebih, saat Gus Fa b

  • Gus Fa...?    Bab 8. Mundurnya Siklus Datang Bulan.

    Prov. Zulfa.“Yang tidak aku suka dari dunia ini adalah. Aku di tuntut baik-baik saja apapun keadaanya.”***Tujuh tahun sudah usia pernikahanku, setiap hari ku selalu mengimpikan mundurnya siklus menstruasi di sertai tanda-tanda kehamilan. Aku selalu mengingat di mana Mas Fahmi meninak bobokkan ku dengan melantunkan ayat Al-Quran, menemaniku begadang sambil mengelus lembut perutku, kadang menempelkan telinganya pada perutku yang kian membuncit, menciumi nya sampai aku risih.Sudah tiga kali ini aku keguguran, dengan keadaan separuh uterus (kelainan reproduksi) aku sulit mempertahankan kehamilan. Jiwa seorang istri mana yang tidak ingin menjadi ibu? Istri mana yang menolak memberikan keturunan? Aku geram mendengar para wanita di panggil ibu, aku sedih melihat para wanita mengandeng putra putrinya di pasar. Hatiku teriris yang pada kenyataannya

  • Gus Fa...?    Bab 9. Terperosok dalam jurang nestapa.

    “Saat aku tahu air matamu, saat itulah aku mengerti. Bahwa cintamu tak main-main.”***Hari ini, dengan mata kepalaku sendiri. Mas Fahmi menangis sampai wajahnya memerah. Dia menonton vidio bayi yang di temukan di tempat sampah. Sejak dokter menjelaskan kelainan reproduksiku Mas Fahmi begitu peka terhadap sosial. Apalagi perihal anak-anak jalanan dan kasus aborsi ataupun pembuangan bayi. Dengan Mas Fahmi yang demikian. Aku merasa melukainya, secara tidak langsung dia sudah member kode bahwa rasa rindunya pada keturunan di rumah ini menggebu.Aku dalam ambang kebingungan. Terlalu egois jika membiarkan Mas Fahmi menangis merindukan sosok bayi, tapi terlalu naif jika aku sok tegar mengizinkan Mas Fahmi berpoligami. Pikiranku bercabang.“Mungkin merawat bayi bisa menjadi pancingan agar aku cepat hamil.” Aku melihat perutku dari pantulan kaca mengelus nya dan berdoa agar cepat hamil.“Aku akan usulkan na

Latest chapter

  • Gus Fa...?    Bab 10. Promil bertemu mantan.

    “Kedatangan dan kepergian itu Hampir sama. Mereka sama-sama menghadirkan air mata. Entah duka atau bahagia.”***Dokter Sundari. Ya namanya dokter Sundari, di temani asistennya dokter Maisya. Aku jadi teringat ucapan kang Fadil tadi, mungkinkah?Kulirik Mas Fahmi masih tenang, kalau memang Maisya ini yang di maksud chatnya tadi kenapa mereka tidak bertegur sapa? Ah lagi pula nama Maisya banyak,mungkin bukan dia."Walah pondok pesantren Darussyafa'ah. Pangapunten Ning Gus." Kata dokter Maisya tanpa berani menatap kami. Usuk demi usuk dokter Maisya ini ternyata alumni Darussyafa'ah. Pantas saja sikap takdzim hikmatnya begitu kental terhadap Mas Fahmi dan aku.Selanjutnya kami mengikuti beberapa tes kesuburan, lalu memilih progam hamil. Dokter Sundari terlihat lebih disiplin dan otoriter, aku sendiri malah lebih nyaman di tangani dokter Maisya. Dia cantik, ramah, dan ketika tersenyum manis sekali. Mampu membuat yang mel

  • Gus Fa...?    Bab 9. Terperosok dalam jurang nestapa.

    “Saat aku tahu air matamu, saat itulah aku mengerti. Bahwa cintamu tak main-main.”***Hari ini, dengan mata kepalaku sendiri. Mas Fahmi menangis sampai wajahnya memerah. Dia menonton vidio bayi yang di temukan di tempat sampah. Sejak dokter menjelaskan kelainan reproduksiku Mas Fahmi begitu peka terhadap sosial. Apalagi perihal anak-anak jalanan dan kasus aborsi ataupun pembuangan bayi. Dengan Mas Fahmi yang demikian. Aku merasa melukainya, secara tidak langsung dia sudah member kode bahwa rasa rindunya pada keturunan di rumah ini menggebu.Aku dalam ambang kebingungan. Terlalu egois jika membiarkan Mas Fahmi menangis merindukan sosok bayi, tapi terlalu naif jika aku sok tegar mengizinkan Mas Fahmi berpoligami. Pikiranku bercabang.“Mungkin merawat bayi bisa menjadi pancingan agar aku cepat hamil.” Aku melihat perutku dari pantulan kaca mengelus nya dan berdoa agar cepat hamil.“Aku akan usulkan na

  • Gus Fa...?    Bab 8. Mundurnya Siklus Datang Bulan.

    Prov. Zulfa.“Yang tidak aku suka dari dunia ini adalah. Aku di tuntut baik-baik saja apapun keadaanya.”***Tujuh tahun sudah usia pernikahanku, setiap hari ku selalu mengimpikan mundurnya siklus menstruasi di sertai tanda-tanda kehamilan. Aku selalu mengingat di mana Mas Fahmi meninak bobokkan ku dengan melantunkan ayat Al-Quran, menemaniku begadang sambil mengelus lembut perutku, kadang menempelkan telinganya pada perutku yang kian membuncit, menciumi nya sampai aku risih.Sudah tiga kali ini aku keguguran, dengan keadaan separuh uterus (kelainan reproduksi) aku sulit mempertahankan kehamilan. Jiwa seorang istri mana yang tidak ingin menjadi ibu? Istri mana yang menolak memberikan keturunan? Aku geram mendengar para wanita di panggil ibu, aku sedih melihat para wanita mengandeng putra putrinya di pasar. Hatiku teriris yang pada kenyataannya

  • Gus Fa...?    Bab 7. Rahasia Yang Tersimpan.

    Kang Fadilaturrohman“Kau tidak tau betapa sulitnya jadi aku yang tak mampu bersaing untuk menang darimu.perihal tahta dan cinta sekalipun.”***Al-Mar-u ma’arif man ahabba, seseorang akan di kumpulkan dengan orang yang di cintainya kelak. Lelaki berkaca mata itu yakin, Allah akan menyatukan hatinya dengan Maisya. Walau tidak di dunia, kelak di syurga. Dia tidak memiliki kepercayaan diri untuk menunjukkan dirinya pada Maisya. Dia terlalu merasa jauh jika di banding Gus Fahmi.Dia selalu mengawasi Maisya dari kejauhan. Tersenyum sendiri melihat Maisya menyapu halaman lalu ujung jilbabnya dimainkan angin, kemudian Maisya akan sibuk merapikan jilbabnya. Atau saat Maisya terburu-buru berangkat ke Madrasah diniyah, bahkan saat Maisya di hukum karena tidak menghafal nadzoman. Sebenarnya lelaki itu ingin mendekati Maisya, tapi di urungkan ketika Gus Fa mulai mendekati santriwati yang di hukum. Terlebih, saat Gus Fa b

  • Gus Fa...?    Bab 6. Kenangan membara.

    Penyair arab pernah berkata :“Betapa banyak tempat yang pernah di singgahi oleh seorang pemuda, Tapi kerinduannya selalu kepada tempat pertama.”***Tidak banyak yang berubah. Lemari yang dulu Umi gunakan untuk menyimpan berbagai gamisnya kini raib. Abah yang sangat terpukul akan kepergian Umi. Sengaja meniadakan lemari itu. Lemari yang kata Abah Umi idamkan saat hamil aku. Tak hanya Abah, aku juga sangat terpukul. Terlebih tentang al yang barusaja terjadi dengan Istriku. Namun, aku selalu menasehati diri bahwa Umi tak mungkin bahagia melihat keluarga yang ditinggalkannya merana.Aku menghela napas. Duduk di sudut ruangan. Memandang layar telepon yang sejak dua hari yang lalu tak ku aktifkan. Ribuan chat Ustad-Ustadzah madrasah diniyah yang mengajak rapat. Banyak pula para penggurus yang minta izin ini itu, banyak para wali santri yang menanyakan perkembangan putranya.Mataku terbelalak saat melihat Maisya

  • Gus Fa...?    Bab 5. Hati yang terkoyak.

    “Memang terasa menyakitkan. Namun benar, guru terbaik dalam kehidupan adalah adalah kekecewaan,kekalahan,dan kegagalan.”***Seorang perempuan jika belum menikah adalah tanggung jawab ayah dan kakak laki-lakinya. Kewajibannya pun berbakti kepada mereka tepat setelah berbakti kepada Allah sang pencipta. Tapi setelah menikah, seorang perempuan adalah laki-laki yang menikahinya. Suaminya. Kewajiban berbakti kepada orang tua pun tergantikan untuk berbakti kepada suaminya. Dan berbakti kepada orang tua berada tepat setelah berbakti kepada suami.“Bunda, bayiku bun.” Zulfa memeluk ibu mertuaku. Ibu mertuaku juga berderaian air mata. Dalam kedaan sseperti ini tak hanya aku maupun Zulfa yang merana. Dua keluarga juga akan merasakan kesedihan yang sama. Aku tertunduk tak berdaya.Ayah mertua merangkulku dari belakang. Membisikkan kata terimakasih

  • Gus Fa...?    Bab 4. Terjerembab.

    POV GUS.“Bukankah dengan ucapan, pernikahan menjadi sah?yang haram mengajdi halal? Dengan ucapan pula, tanggung jawab atas bahagianya menjadi tanggung jawabku spontanitas.”***“Maisya sakit, ya Allah sakit apakah dia?” Maafkan mas Zulfa....“Mas, jadi anter ke klinik?”“Em.... Iya sayang” Gelapan. Semoga Zulfa tidak menangkap canggung ku barusan.“Mas Zulfa ganti baju dulu ya.”“Gak usah, kamu pakai baju apapun tetap cantik. ”Ku tangkap rona wajahnya begitu malu dan bahagia. Tak mudah untuk ku mencintainya sebenarnya. Tapi dia juga amat sangat ayu, dan mempesona. Aku laki laki normal, darah ku mendidih kala melihatnya keluar kamar mandi hanya memakai sehelai handuk, bergelegar kala tiba-tiba di peluknya dari belakang.Bukan kah halal aku mencumbunya? Dia istriku. Toh, Maisya selalu sumringah setiap harinya, bukankah d

  • Gus Fa...?    Bab 3. Sebuah Revisi

    “Cinta bukan hanya kesetiaan. Tapi pengorbanan, pengabdian, dan keikhlasan.”***“Cinta kadang tidak bisa kita lihat, cinta kadang tidak bisa kita dengar. Namun, cinta selalu bisa kita rasakan, sekalipun itu dalam bentuk luka.”Sosok Fina berubah menjadi bijak hari ini. Dia adalah makhluk di dalam pesantren yang amat mengerti kondisiku. Dia tak pernah memperlakukanku subordinat justru dia menganggapku teman dekat. Setahuku, dia adalah putri dari pasangan Desainer ternama. Barang-barang miliknya selalu berkelas. Aku sering merengengek meminjam gamis-gamis ootd nya. Dan dia selalu meminjami.“Sudah ya Sya. Kamu harus legowo.” Fina mengelus-ngelus pundakku. Aku mengangguk sambil terus menyeka air mata, tak kuhiraukan mbak-mbak santri yang berlalu lalang dan menatapku heran.Aku tak tahu mengapa aku selemah ini? Dengan gerakan cepat Fina mengenggam tanganku lalu berbisik. “Kamu bias melupaka

  • Gus Fa...?    Bab 2. Hakikat kehilangan 2.

    “Ketika menatapmu ada dua hal yang aku rasakan.Pertama sebuah ketentraaman. Dan yang kedua sebuah kekecewaan.Karena aku tahu, kita tak bisa bersama lagi.”***“Sya, mbk Mala sakit tiba-tiba. Awakmu kan juga ayu.... Sana jadi Terima tamu di depan.”Mbak Kom menyarankan.Apa ini? Menjadi Terima tamu dalam pernikahan orang yang kau cinta? Mungkin kemarin saat ijab kabul nya aku masih bisa berlari dan menutup telinga, karena aku mendapat tugas kontrol prasmanan.Lalu sekarang? Apa aku akan kuat melihat orang yang ku cinta lengan nya di amit wanita lain? Apa aku kuat melihat nya bergaun senada hilir mudik menyalami tamu dengan rona bahagia? Apa aku kuat melihatnya memandang istrinya nanti? Ya Allah apa yang harus kulakukan.“Ndang wes, pakai cilak. Bedak e di tebelin.”“Kene tak gincu ni.”“Sya, jangan pakai sandal itu. Kelihatan kucel, ini p

DMCA.com Protection Status