Home / Romansa / Gus Fa...? / Bab 4. Terjerembab.

Share

Bab 4. Terjerembab.

Author: Naira R
last update Last Updated: 2021-08-26 09:02:50

POV GUS.

“Bukankah dengan ucapan, pernikahan menjadi sah?yang haram mengajdi halal? Dengan ucapan pula, tanggung jawab atas bahagianya menjadi tanggung jawabku spontanitas.”

***

“Maisya sakit, ya Allah sakit apakah dia?” Maafkan mas Zulfa....

“Mas, jadi anter ke klinik?”

“Em.... Iya sayang” Gelapan. Semoga Zulfa tidak menangkap canggung ku barusan.

“Mas Zulfa ganti baju dulu ya.”

“Gak usah, kamu pakai baju apapun tetap cantik. ”

Ku tangkap rona wajahnya begitu malu dan bahagia. Tak mudah untuk ku mencintainya sebenarnya. Tapi dia juga amat sangat ayu, dan mempesona. Aku laki laki normal, darah ku mendidih kala melihatnya keluar kamar mandi hanya memakai sehelai handuk, bergelegar kala tiba-tiba di peluknya dari belakang.

Bukan kah halal aku mencumbunya? Dia istriku. Toh, Maisya selalu sumringah setiap harinya, bukankah dia memberi isyarat telah rela mengikhlaskan ku? Kadang hatiku mengamuk ingin yang menjadi istriku Maisya bukan Zulfa.

“Mas, anak kita laki laki apa perempuan yah?”

“Laki laki aja.”

“Perempuan Mas, biar bisa aku dandanin. Aku beliin gaun pesta, aku udah mbayangin dia cantik kayak princes.”

Aku tahu dia amat senang dengan kehamilan nya ini, akupun senang. Tapi, maafkan mas Zulfa. Masih mencintai Maisya dengan sangat dalam. Sebenarnya aku juga heran. Kenapa aku bisa mencintai dua wanita sekaligus.

“Uminya aja cantik, putrinya juga dong.”

Dia tersenyum. Mengelus perutnya dengan rasa gembira. Pikiranku masih terbayang Maisya yang sakit di papah Fina. Aku slalu berdoa semoga Maisya tidak mendengar percakapan ku dengan Zulfa. Walaupun, aku tahu. Itu adalah hal yang wajar.

‘Jangan suka menceritakan kebahagiaanmu di depan mereka yang sedang sedih, jangan membanggakan di hadapan mereka yang kurang mampu. Semakin dewasa, kita akan mengerti bahwa melindungi orang lain dari patah hati lebih mulia dari pada sekedar mengungkapkan isi hati.’

Seperti terhantam badai besar. Posthingan Fadilaturrohman. Temanku ini membuatku sadar. Aku memang telah mengumbar keromantisan dengan Zulfa di teras rumah. Bukankah dalam keprivasian aku lebih aman?

“Mas, temenin masuk ya.”

“Apa boleh?”

“Boleh Gus, jika istrinya yang meminta.” Aku mengangguk pasrah. Kenapa aku bisa lemah begini jika di hadapkan dengan kondisi Maisya?

“Alhamdulillah usia kandungan memasuki dua minggu, ini sangatlah rentan. Harap mengurangi aktifitas bunda dan meminum vitamin agar janin kuat.”

“Dokter, tapi saya kemarin sempat keluar bercak darah, kadang perut menjadi kram.”

“Benarkah sayang?” Aku khawatir mendengar ucapan Zulfa.

“Kenapa kamu gak cerita?”

“Ya kan sekalian kado ultah mas, aku ngasih taunya kehamilannya.” Dia tersenyum.

Dokter menggeleng melihat perdebatan kecil kami.

“Banyak perempuan menilai bahwa tanda-tanda kehamilan hanya melihat dari satu sisi saja, yaitu terlambat nya datang bulan.

Memang benar, namun terlambat menstruasi juga bisa di sebabkan pola makan, stress, kecapekan, dan gangguan hormonal. Syukur bunda memastikan dengan test pack, atau lebih akuratnya lakukan pregnancy test. Untuk pendarahan dan rasa kram itu tak masalah, hanya atur kegiatan harian. Jangan sampai kelelahan. Selamat menjadi bunda.”

Zulfa menangis mendengar penjelasan dokter. Semoga kamu dan bayi kita baik baik saja Zulfa. Benih-benih kasih kian menyita, memperkuat rasa tuk saling menyangga, melemahkan keputuasaan hingga sirna, menusuk sanubari terdalam jiwa, lalu menerbangkan haluan menjadi bait bait doa.

Air mataku meleleh mendengar denyut jantung dari setiap gerakan bayiku. Zulfa pun berbinar, terharu melihatku. Bukankah wajar seorang lelaki menangis hanya karna akan menjadi ayah? Aku sunggu bahagia.

“Mas, semoga sampai persalinan Allah memberi kemudahan.” Zulfa menarik jemariku yang dari tadi terus mengelus perutnya. Aku hanya mengangguk, lalu membenamkan wajah cantiknya dalam pelukanku.

“Lihatlah dirimu sungguh munafik! Bukankah kau mencintai Maisya? Seharusnya Maisya yang akan melahirkan keturunanmu.”

“Dirimu seorang ayah sekaligus seorang suami. Jika kamu tidak mampu bertahan untuk istrimu, setidaknya bertahanlah demi anakmu. Tanyakan pada hatimu, sebenarnya kau mencintai siapa?”

Aku terperengah dari mimpi buruk itu, ada dua suara yang berbeda. Zulfa bagun, lalu menarikmu agar tidur kembali.

“Mas, kok bangung?”

“Hm, gak papa tadi mimpi buruk.”

“Mangkanya berdoa!” Aku hanya mengangguk. Beberapa menit Zulfa telah terlelap kembali.

Aku ingat kata simbah Damini yang berkediaman didekat pondok. Beliau bisa dibilang sangat kejawen, waktu itu beliau pernah mengagetkan ku saat aku sedang menunggu jemputan mobil setelah mengisi acara pengajian di desa. Beliau bercerita tentang ketegaran Dewi Sawitri ketika menghadapi cobaan kematian suaminya Setiawan.

Aku terpesona mendengar kisahnya. Sampai pada endingnya beliau mengatakan kiat-kiat yang harus dilakukan ketika mimpi buruk. Salah satunya membalik bantal, entahlah aku tak tau keterkaitannya apa. Tapi hari ini aku ingin mencoba. Bismillah....

***

Pagi ini Zulfa tak seceria biasanya. Dia mengerucutkan bibir karena kesal denganku yang menolak permintaanya untuk jalan-jalan. Pasalnya hujan sangat lebat, angin bertiup kencang. Beberapa jam yang lalu TVone mengabarkan kecelakaan karena jalanan yang licin.

Namun, Zulfa yang bosan dirumah terus saja merengek ingin jalan-jalan. Aku mencoba merayunya, mendekatinya lalu mengecup keningnya berulang-ulang. Zulfa tak merespon malah melarikan diri dan duduk di kursi rotan yang sengaja ia letakkan di sisi taman belakang. Aku dengan cepat memegang kedua pipinya.

Lalu mencium bibirnya yang masih cemberut dari tadi, aku memanggutnya berkali-kali namun dia tak kunjung membalasnya. Zulfa malah mendorongku dan berjalan memasuki kamar. Dan Zulfa terpeleset oleh tetesan air hujan yang mengenai teras belakang.

Dia merintis kesakitan, aku yang syok langsung mengendongnya. Membawanya ke sofa depan Tv. Segera aku menelpon Umi untuk meminta bantuan. Zulfa menjerit kesakitan, lalu kakinya mengalir darah banyak sekali. Aku merinding, dan segera membawanya kerumah sakit.

Mendengar percakapan dokter dan perawat. Zulfa menjadi tegang dan semakin erat mengengam tangan ku. Dia terus melafalkan istigfar, meminta maaf sebab bersikap tak baik padaku. Aku hamper saja meneteskan air mata sebab tak tega mendengarnya merintih kesakitan.

“Suami pasien.” Aku menoleh de“Kontraksi otot rahim di mulai dari Cornulum Fundal Dominan. Yaitu kekuatan paling tinggi di utara. Cepat ambilkan air hangat.”

“Dok, bukannya kontraksi persalinan ketika usia kandungan 5 bulan keatas ya?”

“Sudah ambilkan saja!” ngan cepat.

“Bisa kita bicara sebentar?” Ketika aku hendak berdiri Zulfa mengenggam tangan ku lebih erat dan menggeleng.

“Sebentar saja sayang.”

“Sakit mas, jangan kemana-mana.”

“Gak kemana-mana kok sayang, sebentar yah.”

Lalu dengan tega tak tega aku meninggalkan istriku yang tergeletak. Menahan rasa nyeri yang di tanggung nya sendiri. Namun, aku harus menemui dokter .

“Assalamu’alaikum Dok.” Ucap ku lirih. Dokter menyambut hangat dan mempersilahkanku duduk.

“Istri saya kenapa dok?” aku tak sabaran. Ku tatap lekat-lekat wajah wanita yang lebih tua dariku itu. Dokter mengeluarkan maps coklat berlebel labopratorium itu. Seketika suasana menjadi tegang. Suhu ruangan yang dingin menambah kekalutan hatiku.

“Saya harus menjelaskan terlebih dahulu. Kontraksi otot rahim di mulai dari cornulum fundal dominan, yaitu kekuatan paling tinggi di fundus uteri. Dan hal ini biasa terjadi saat usia persalinan memasuki kala I. Sedangkan istri Gus sendiri mengalami kontraksi ini pada usia kehamilan 15 minggu. Pada usia kehamilan di bawah 20 minggu sangat rentan terjadi keguguran Gus. Apalagi, bentuk rahim istri Gus itu sepatu uterus yaitu kelainan bawaan lahir yang memiliki resiko tertinggi keguguran.”

“Cukup!” bentakku tegas. Dokter kaget dan langsung bungkam.

“Dokter hanya ingin mengatakan rahim istri saya lemah? Dan kontraksi ini menyebabkan keguguran?” tebakku dengan mimic wajah takut.

“Benar Gus, jika Gus mengizinkan sebaiknya melakukan dilatasi atau kuretase. Karena Ning Zulfa sudah terlalu banyak mengeluarkan darah namun janin belum luruh juga.”

“Jika janin nya tidak luruh berarti belum keguguran dok!” aku sok tau. Namun, sebenarnya aku hanya ingin Zulfa bisa menimang bayi yang telah ia impikan juga tidak sanggup melihat Zulfa bersedih jika kenyataannya dia keguguran.

“Saya hanya ingin Gus Fahmi memikirkan ini dengan matang. Jika peluruhan janin tidak segera di lakukan, maka janin akan membusuk di rahim dan tentu akan mempengaruhi Ning Zulfa.” Dokter membuka maps coklat lalu mengeluarkan hasil USG. Menjelaskan letak permasalahan pada istriku.

“Saya juga pernah keguguran Gus, saya paham betul istri perasaan Gus dan Ning Zulfa ketika mengetahui hal ini. Semua yang terjadi adalah ketentuan sang pencipta Gus, permisi.”

Dokter bercerita dengan nada lirih. Aku diam. Tak ada bayangan Maisya yang ada hanya bayangan Zulfa yang menahan sakit seorang diri. Saat keluar ruangan. Aku tak langsung menuju kamar rawat Zulfa.

Aku berbelok menuju kamar mandi. Berusaha mengumpulkan tenaga dan kekuatan. Saat aku memegang ganggang pintunya. Suara Zulfa yang bercerita akan mendandani anak perempuan kami tergiang-giang. Aku hancur,apalagi Zulfa? Aku tak sanggup melihat air matanya berderai-derai.

Memang aku sedikit banyak masih memikirkan Maisya. Namun, jauh di dalam lubuk hatiku. Aku sangat menyayangi Zulfa. Kutumpahkan air mata dan derita bersamaan derasnya air wastafel yang ku nyalakan. Semua luruh dalam goncangan hati yang tak bertepi.

Menatap langit-langit kamar mandi yang putih bersih mendadak terlihat suram. Aku melihat wajahku di cermin. Mencoba menasehati diriku sendiri agar lebih tegar dalam menghadapi cobaan. Karena hidup memang rumit, terkadang seperti jurang ataupun jalan terjal. Ini adalah kenyataan yang harus kuhadapi dengan lapang dada.

Langkahku lunglai, hatiku berdebar-debar apa yang harus kulakukan. Jujur atau membohonginya? Namun, melihat Zulfa yang merintih kesakitan membuatku tak tega untuk mengatakan segalanya.

***

Ketikaku membuka mata barisan gunting, kapas, dan cairan yang entah namanya apa sudah berjejer. Dokter dan anggota medis lainnya mulai bekerja. Aku melemparkan pandangan pada wajah Zulfa yang pucat, pipinya yang putih bersih sedari tadi terbasuh air mata. Debaran-debaran ambigu pun ku rasakan. Entah apa yang ku katakan saat Zulfa menanyakan bayinya.

Segumpal daging merah kulihat, tangan dokter di penuhi darah. Bibir Zulfa bergetar, ku eja gerakan bibirnya. Subhanallah dia memanggil-manggil Allah di sela-sela rasa sakitnya, Allah telah memberiku harta paling berharga.

Pandanganku kini tertuju pada janin yang sudah tiada, apalah arti suami jika tak bisa menjaga istrinya? Namun, satu yang dalam kumaknai. Bahwa Allah jauh lebih menyayangi bayiku. Dan memanggilnya terlebih dahulu untuk bertemu.

 “Mas, perih.” Zulfa membuka matanya. Menggenggam tanganku begitu erat. Mungkin efek obat bius itu perlahan memudar. Dengan susah payah aku menyunggingkan senyum.

“Sabar ya sayang.” Ucapku lirih tepat berada di telinganya. Aku tak kuasa menahan teteskan air mata. Mendengar rintihan istriku juga melihat derasnya aliran darah.

Related chapters

  • Gus Fa...?    Bab 5. Hati yang terkoyak.

    “Memang terasa menyakitkan. Namun benar, guru terbaik dalam kehidupan adalah adalah kekecewaan,kekalahan,dan kegagalan.”***Seorang perempuan jika belum menikah adalah tanggung jawab ayah dan kakak laki-lakinya. Kewajibannya pun berbakti kepada mereka tepat setelah berbakti kepada Allah sang pencipta. Tapi setelah menikah, seorang perempuan adalah laki-laki yang menikahinya. Suaminya. Kewajiban berbakti kepada orang tua pun tergantikan untuk berbakti kepada suaminya. Dan berbakti kepada orang tua berada tepat setelah berbakti kepada suami.“Bunda, bayiku bun.” Zulfa memeluk ibu mertuaku. Ibu mertuaku juga berderaian air mata. Dalam kedaan sseperti ini tak hanya aku maupun Zulfa yang merana. Dua keluarga juga akan merasakan kesedihan yang sama. Aku tertunduk tak berdaya.Ayah mertua merangkulku dari belakang. Membisikkan kata terimakasih

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 6. Kenangan membara.

    Penyair arab pernah berkata :“Betapa banyak tempat yang pernah di singgahi oleh seorang pemuda, Tapi kerinduannya selalu kepada tempat pertama.”***Tidak banyak yang berubah. Lemari yang dulu Umi gunakan untuk menyimpan berbagai gamisnya kini raib. Abah yang sangat terpukul akan kepergian Umi. Sengaja meniadakan lemari itu. Lemari yang kata Abah Umi idamkan saat hamil aku. Tak hanya Abah, aku juga sangat terpukul. Terlebih tentang al yang barusaja terjadi dengan Istriku. Namun, aku selalu menasehati diri bahwa Umi tak mungkin bahagia melihat keluarga yang ditinggalkannya merana.Aku menghela napas. Duduk di sudut ruangan. Memandang layar telepon yang sejak dua hari yang lalu tak ku aktifkan. Ribuan chat Ustad-Ustadzah madrasah diniyah yang mengajak rapat. Banyak pula para penggurus yang minta izin ini itu, banyak para wali santri yang menanyakan perkembangan putranya.Mataku terbelalak saat melihat Maisya

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 7. Rahasia Yang Tersimpan.

    Kang Fadilaturrohman“Kau tidak tau betapa sulitnya jadi aku yang tak mampu bersaing untuk menang darimu.perihal tahta dan cinta sekalipun.”***Al-Mar-u ma’arif man ahabba, seseorang akan di kumpulkan dengan orang yang di cintainya kelak. Lelaki berkaca mata itu yakin, Allah akan menyatukan hatinya dengan Maisya. Walau tidak di dunia, kelak di syurga. Dia tidak memiliki kepercayaan diri untuk menunjukkan dirinya pada Maisya. Dia terlalu merasa jauh jika di banding Gus Fahmi.Dia selalu mengawasi Maisya dari kejauhan. Tersenyum sendiri melihat Maisya menyapu halaman lalu ujung jilbabnya dimainkan angin, kemudian Maisya akan sibuk merapikan jilbabnya. Atau saat Maisya terburu-buru berangkat ke Madrasah diniyah, bahkan saat Maisya di hukum karena tidak menghafal nadzoman. Sebenarnya lelaki itu ingin mendekati Maisya, tapi di urungkan ketika Gus Fa mulai mendekati santriwati yang di hukum. Terlebih, saat Gus Fa b

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 8. Mundurnya Siklus Datang Bulan.

    Prov. Zulfa.“Yang tidak aku suka dari dunia ini adalah. Aku di tuntut baik-baik saja apapun keadaanya.”***Tujuh tahun sudah usia pernikahanku, setiap hari ku selalu mengimpikan mundurnya siklus menstruasi di sertai tanda-tanda kehamilan. Aku selalu mengingat di mana Mas Fahmi meninak bobokkan ku dengan melantunkan ayat Al-Quran, menemaniku begadang sambil mengelus lembut perutku, kadang menempelkan telinganya pada perutku yang kian membuncit, menciumi nya sampai aku risih.Sudah tiga kali ini aku keguguran, dengan keadaan separuh uterus (kelainan reproduksi) aku sulit mempertahankan kehamilan. Jiwa seorang istri mana yang tidak ingin menjadi ibu? Istri mana yang menolak memberikan keturunan? Aku geram mendengar para wanita di panggil ibu, aku sedih melihat para wanita mengandeng putra putrinya di pasar. Hatiku teriris yang pada kenyataannya

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 9. Terperosok dalam jurang nestapa.

    “Saat aku tahu air matamu, saat itulah aku mengerti. Bahwa cintamu tak main-main.”***Hari ini, dengan mata kepalaku sendiri. Mas Fahmi menangis sampai wajahnya memerah. Dia menonton vidio bayi yang di temukan di tempat sampah. Sejak dokter menjelaskan kelainan reproduksiku Mas Fahmi begitu peka terhadap sosial. Apalagi perihal anak-anak jalanan dan kasus aborsi ataupun pembuangan bayi. Dengan Mas Fahmi yang demikian. Aku merasa melukainya, secara tidak langsung dia sudah member kode bahwa rasa rindunya pada keturunan di rumah ini menggebu.Aku dalam ambang kebingungan. Terlalu egois jika membiarkan Mas Fahmi menangis merindukan sosok bayi, tapi terlalu naif jika aku sok tegar mengizinkan Mas Fahmi berpoligami. Pikiranku bercabang.“Mungkin merawat bayi bisa menjadi pancingan agar aku cepat hamil.” Aku melihat perutku dari pantulan kaca mengelus nya dan berdoa agar cepat hamil.“Aku akan usulkan na

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 10. Promil bertemu mantan.

    “Kedatangan dan kepergian itu Hampir sama. Mereka sama-sama menghadirkan air mata. Entah duka atau bahagia.”***Dokter Sundari. Ya namanya dokter Sundari, di temani asistennya dokter Maisya. Aku jadi teringat ucapan kang Fadil tadi, mungkinkah?Kulirik Mas Fahmi masih tenang, kalau memang Maisya ini yang di maksud chatnya tadi kenapa mereka tidak bertegur sapa? Ah lagi pula nama Maisya banyak,mungkin bukan dia."Walah pondok pesantren Darussyafa'ah. Pangapunten Ning Gus." Kata dokter Maisya tanpa berani menatap kami. Usuk demi usuk dokter Maisya ini ternyata alumni Darussyafa'ah. Pantas saja sikap takdzim hikmatnya begitu kental terhadap Mas Fahmi dan aku.Selanjutnya kami mengikuti beberapa tes kesuburan, lalu memilih progam hamil. Dokter Sundari terlihat lebih disiplin dan otoriter, aku sendiri malah lebih nyaman di tangani dokter Maisya. Dia cantik, ramah, dan ketika tersenyum manis sekali. Mampu membuat yang mel

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 1. Hakikat Kehilangan.

    “Terkadang semesta terasa tidak memihak,tapi di balik itu semesta tahu apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.”***Aku meneteskan air mata. Aku tahu, aku bukan siapa-siapa. Aku tahu, seorang murid haruslah sami’na wa atho’na pada titah gurunya. Aku tahu cinta nya pada Abi mengalahkan cintanya padaku, itu wajar. Yang tak wajar, aku belum bisa berdamai pada hati, dan kenapa aku menangis melihatnya pergi? Bukankah ini titah kyai.? Lalu, kanapa kenangan menghujaniku dengan bertubi-tubi? Aku masih ingat caranya memperlakukan ku dengan penuh cinta kasih. Aku masih ingat sikap jailnya tempo hari. Aku juga masih ingat cemburunya saat ku bilang mencintai lelaki lain. Padahal yang ku cintai hanya dia. Aku terperosok dalam duka. Aku meratap saat mengingat rencanya mengajak ku ke dermaga cinta. Aku harus segera melepasnya atau aku akan kekal dalam nestapa.Ribuan novel menjelaskan hakikat cinta, ribuan paragraf menjelaskan k

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 2. Hakikat kehilangan 2.

    “Ketika menatapmu ada dua hal yang aku rasakan.Pertama sebuah ketentraaman. Dan yang kedua sebuah kekecewaan.Karena aku tahu, kita tak bisa bersama lagi.”***“Sya, mbk Mala sakit tiba-tiba. Awakmu kan juga ayu.... Sana jadi Terima tamu di depan.”Mbak Kom menyarankan.Apa ini? Menjadi Terima tamu dalam pernikahan orang yang kau cinta? Mungkin kemarin saat ijab kabul nya aku masih bisa berlari dan menutup telinga, karena aku mendapat tugas kontrol prasmanan.Lalu sekarang? Apa aku akan kuat melihat orang yang ku cinta lengan nya di amit wanita lain? Apa aku kuat melihat nya bergaun senada hilir mudik menyalami tamu dengan rona bahagia? Apa aku kuat melihatnya memandang istrinya nanti? Ya Allah apa yang harus kulakukan.“Ndang wes, pakai cilak. Bedak e di tebelin.”“Kene tak gincu ni.”“Sya, jangan pakai sandal itu. Kelihatan kucel, ini p

    Last Updated : 2021-08-26

Latest chapter

  • Gus Fa...?    Bab 10. Promil bertemu mantan.

    “Kedatangan dan kepergian itu Hampir sama. Mereka sama-sama menghadirkan air mata. Entah duka atau bahagia.”***Dokter Sundari. Ya namanya dokter Sundari, di temani asistennya dokter Maisya. Aku jadi teringat ucapan kang Fadil tadi, mungkinkah?Kulirik Mas Fahmi masih tenang, kalau memang Maisya ini yang di maksud chatnya tadi kenapa mereka tidak bertegur sapa? Ah lagi pula nama Maisya banyak,mungkin bukan dia."Walah pondok pesantren Darussyafa'ah. Pangapunten Ning Gus." Kata dokter Maisya tanpa berani menatap kami. Usuk demi usuk dokter Maisya ini ternyata alumni Darussyafa'ah. Pantas saja sikap takdzim hikmatnya begitu kental terhadap Mas Fahmi dan aku.Selanjutnya kami mengikuti beberapa tes kesuburan, lalu memilih progam hamil. Dokter Sundari terlihat lebih disiplin dan otoriter, aku sendiri malah lebih nyaman di tangani dokter Maisya. Dia cantik, ramah, dan ketika tersenyum manis sekali. Mampu membuat yang mel

  • Gus Fa...?    Bab 9. Terperosok dalam jurang nestapa.

    “Saat aku tahu air matamu, saat itulah aku mengerti. Bahwa cintamu tak main-main.”***Hari ini, dengan mata kepalaku sendiri. Mas Fahmi menangis sampai wajahnya memerah. Dia menonton vidio bayi yang di temukan di tempat sampah. Sejak dokter menjelaskan kelainan reproduksiku Mas Fahmi begitu peka terhadap sosial. Apalagi perihal anak-anak jalanan dan kasus aborsi ataupun pembuangan bayi. Dengan Mas Fahmi yang demikian. Aku merasa melukainya, secara tidak langsung dia sudah member kode bahwa rasa rindunya pada keturunan di rumah ini menggebu.Aku dalam ambang kebingungan. Terlalu egois jika membiarkan Mas Fahmi menangis merindukan sosok bayi, tapi terlalu naif jika aku sok tegar mengizinkan Mas Fahmi berpoligami. Pikiranku bercabang.“Mungkin merawat bayi bisa menjadi pancingan agar aku cepat hamil.” Aku melihat perutku dari pantulan kaca mengelus nya dan berdoa agar cepat hamil.“Aku akan usulkan na

  • Gus Fa...?    Bab 8. Mundurnya Siklus Datang Bulan.

    Prov. Zulfa.“Yang tidak aku suka dari dunia ini adalah. Aku di tuntut baik-baik saja apapun keadaanya.”***Tujuh tahun sudah usia pernikahanku, setiap hari ku selalu mengimpikan mundurnya siklus menstruasi di sertai tanda-tanda kehamilan. Aku selalu mengingat di mana Mas Fahmi meninak bobokkan ku dengan melantunkan ayat Al-Quran, menemaniku begadang sambil mengelus lembut perutku, kadang menempelkan telinganya pada perutku yang kian membuncit, menciumi nya sampai aku risih.Sudah tiga kali ini aku keguguran, dengan keadaan separuh uterus (kelainan reproduksi) aku sulit mempertahankan kehamilan. Jiwa seorang istri mana yang tidak ingin menjadi ibu? Istri mana yang menolak memberikan keturunan? Aku geram mendengar para wanita di panggil ibu, aku sedih melihat para wanita mengandeng putra putrinya di pasar. Hatiku teriris yang pada kenyataannya

  • Gus Fa...?    Bab 7. Rahasia Yang Tersimpan.

    Kang Fadilaturrohman“Kau tidak tau betapa sulitnya jadi aku yang tak mampu bersaing untuk menang darimu.perihal tahta dan cinta sekalipun.”***Al-Mar-u ma’arif man ahabba, seseorang akan di kumpulkan dengan orang yang di cintainya kelak. Lelaki berkaca mata itu yakin, Allah akan menyatukan hatinya dengan Maisya. Walau tidak di dunia, kelak di syurga. Dia tidak memiliki kepercayaan diri untuk menunjukkan dirinya pada Maisya. Dia terlalu merasa jauh jika di banding Gus Fahmi.Dia selalu mengawasi Maisya dari kejauhan. Tersenyum sendiri melihat Maisya menyapu halaman lalu ujung jilbabnya dimainkan angin, kemudian Maisya akan sibuk merapikan jilbabnya. Atau saat Maisya terburu-buru berangkat ke Madrasah diniyah, bahkan saat Maisya di hukum karena tidak menghafal nadzoman. Sebenarnya lelaki itu ingin mendekati Maisya, tapi di urungkan ketika Gus Fa mulai mendekati santriwati yang di hukum. Terlebih, saat Gus Fa b

  • Gus Fa...?    Bab 6. Kenangan membara.

    Penyair arab pernah berkata :“Betapa banyak tempat yang pernah di singgahi oleh seorang pemuda, Tapi kerinduannya selalu kepada tempat pertama.”***Tidak banyak yang berubah. Lemari yang dulu Umi gunakan untuk menyimpan berbagai gamisnya kini raib. Abah yang sangat terpukul akan kepergian Umi. Sengaja meniadakan lemari itu. Lemari yang kata Abah Umi idamkan saat hamil aku. Tak hanya Abah, aku juga sangat terpukul. Terlebih tentang al yang barusaja terjadi dengan Istriku. Namun, aku selalu menasehati diri bahwa Umi tak mungkin bahagia melihat keluarga yang ditinggalkannya merana.Aku menghela napas. Duduk di sudut ruangan. Memandang layar telepon yang sejak dua hari yang lalu tak ku aktifkan. Ribuan chat Ustad-Ustadzah madrasah diniyah yang mengajak rapat. Banyak pula para penggurus yang minta izin ini itu, banyak para wali santri yang menanyakan perkembangan putranya.Mataku terbelalak saat melihat Maisya

  • Gus Fa...?    Bab 5. Hati yang terkoyak.

    “Memang terasa menyakitkan. Namun benar, guru terbaik dalam kehidupan adalah adalah kekecewaan,kekalahan,dan kegagalan.”***Seorang perempuan jika belum menikah adalah tanggung jawab ayah dan kakak laki-lakinya. Kewajibannya pun berbakti kepada mereka tepat setelah berbakti kepada Allah sang pencipta. Tapi setelah menikah, seorang perempuan adalah laki-laki yang menikahinya. Suaminya. Kewajiban berbakti kepada orang tua pun tergantikan untuk berbakti kepada suaminya. Dan berbakti kepada orang tua berada tepat setelah berbakti kepada suami.“Bunda, bayiku bun.” Zulfa memeluk ibu mertuaku. Ibu mertuaku juga berderaian air mata. Dalam kedaan sseperti ini tak hanya aku maupun Zulfa yang merana. Dua keluarga juga akan merasakan kesedihan yang sama. Aku tertunduk tak berdaya.Ayah mertua merangkulku dari belakang. Membisikkan kata terimakasih

  • Gus Fa...?    Bab 4. Terjerembab.

    POV GUS.“Bukankah dengan ucapan, pernikahan menjadi sah?yang haram mengajdi halal? Dengan ucapan pula, tanggung jawab atas bahagianya menjadi tanggung jawabku spontanitas.”***“Maisya sakit, ya Allah sakit apakah dia?” Maafkan mas Zulfa....“Mas, jadi anter ke klinik?”“Em.... Iya sayang” Gelapan. Semoga Zulfa tidak menangkap canggung ku barusan.“Mas Zulfa ganti baju dulu ya.”“Gak usah, kamu pakai baju apapun tetap cantik. ”Ku tangkap rona wajahnya begitu malu dan bahagia. Tak mudah untuk ku mencintainya sebenarnya. Tapi dia juga amat sangat ayu, dan mempesona. Aku laki laki normal, darah ku mendidih kala melihatnya keluar kamar mandi hanya memakai sehelai handuk, bergelegar kala tiba-tiba di peluknya dari belakang.Bukan kah halal aku mencumbunya? Dia istriku. Toh, Maisya selalu sumringah setiap harinya, bukankah d

  • Gus Fa...?    Bab 3. Sebuah Revisi

    “Cinta bukan hanya kesetiaan. Tapi pengorbanan, pengabdian, dan keikhlasan.”***“Cinta kadang tidak bisa kita lihat, cinta kadang tidak bisa kita dengar. Namun, cinta selalu bisa kita rasakan, sekalipun itu dalam bentuk luka.”Sosok Fina berubah menjadi bijak hari ini. Dia adalah makhluk di dalam pesantren yang amat mengerti kondisiku. Dia tak pernah memperlakukanku subordinat justru dia menganggapku teman dekat. Setahuku, dia adalah putri dari pasangan Desainer ternama. Barang-barang miliknya selalu berkelas. Aku sering merengengek meminjam gamis-gamis ootd nya. Dan dia selalu meminjami.“Sudah ya Sya. Kamu harus legowo.” Fina mengelus-ngelus pundakku. Aku mengangguk sambil terus menyeka air mata, tak kuhiraukan mbak-mbak santri yang berlalu lalang dan menatapku heran.Aku tak tahu mengapa aku selemah ini? Dengan gerakan cepat Fina mengenggam tanganku lalu berbisik. “Kamu bias melupaka

  • Gus Fa...?    Bab 2. Hakikat kehilangan 2.

    “Ketika menatapmu ada dua hal yang aku rasakan.Pertama sebuah ketentraaman. Dan yang kedua sebuah kekecewaan.Karena aku tahu, kita tak bisa bersama lagi.”***“Sya, mbk Mala sakit tiba-tiba. Awakmu kan juga ayu.... Sana jadi Terima tamu di depan.”Mbak Kom menyarankan.Apa ini? Menjadi Terima tamu dalam pernikahan orang yang kau cinta? Mungkin kemarin saat ijab kabul nya aku masih bisa berlari dan menutup telinga, karena aku mendapat tugas kontrol prasmanan.Lalu sekarang? Apa aku akan kuat melihat orang yang ku cinta lengan nya di amit wanita lain? Apa aku kuat melihat nya bergaun senada hilir mudik menyalami tamu dengan rona bahagia? Apa aku kuat melihatnya memandang istrinya nanti? Ya Allah apa yang harus kulakukan.“Ndang wes, pakai cilak. Bedak e di tebelin.”“Kene tak gincu ni.”“Sya, jangan pakai sandal itu. Kelihatan kucel, ini p

DMCA.com Protection Status