Home / Romansa / Gus Fa...? / Bab 5. Hati yang terkoyak.

Share

Bab 5. Hati yang terkoyak.

Author: Naira R
last update Last Updated: 2021-08-26 09:03:39

“Memang terasa menyakitkan. Namun benar, guru terbaik dalam kehidupan adalah adalah kekecewaan,kekalahan,dan kegagalan.”

 

***

 

Seorang perempuan jika belum menikah adalah tanggung jawab ayah dan kakak laki-lakinya. Kewajibannya pun berbakti kepada mereka tepat setelah berbakti kepada Allah sang pencipta. Tapi setelah menikah, seorang perempuan adalah laki-laki yang menikahinya. Suaminya. Kewajiban berbakti kepada orang tua pun tergantikan untuk berbakti kepada suaminya. Dan berbakti kepada orang tua berada tepat setelah berbakti kepada suami.

 

“Bunda, bayiku bun.” Zulfa memeluk ibu mertuaku. Ibu mertuaku juga berderaian air mata. Dalam kedaan sseperti ini tak hanya aku maupun Zulfa yang merana. Dua keluarga juga akan merasakan kesedihan yang sama. Aku tertunduk tak berdaya. 

 

Ayah mertua merangkulku dari belakang. Membisikkan kata terimakasih karena aku telah mengambil tindakan tepat untuk putrinya. Berbeda dengan ibu mertua yang seolah menyalahkanku karena tak menjaga Zulfa.

 

Aku diam, merenung dan berkali-kali menghembuskan napas kasar. Sebenarnya Zulfa adalah wanita baik dalam arti sesungguhnya. Dia melayaniku dengan tulus dan sangat berbakti kepadaku. Hanya sesekali dia ngambek dan aku mampu meredakannya. Entah kenapa, ngambeknya yang kemarin aku gagal meredakannya dan malah mendatangkan bencana. 

 

Untuk pertama kalinya aku merasa terpenjara.

Disaat aku mencoba ikhlas. Kang Fadil sopir pondok sekaligus teman sekelas diniyahku dulu berlarian kearahku. Aku yang masih tak enak hati hanya menatapnya berlari. Dia sekarang tepat di depanku, bersimbuh lalu mencium tanganku. Kang Fadil ini ummurnya sangat jauh dariku,namun otaknya yang cerdas membuatnya bisa sekelas denganku.

 

“Pangapunten Gus.” Dia menjeda kalimatnya. Mengatur napas yang ngos-ngosan.

 

“Umi tilar dunyo.” Aku terbelalak.

 

Mengibaskan tangannya dari tanganku. Dia masih bersimpuh, aku berdiri dan lagi-lagi tak kuasa menahan air mata. Umi, satu-satunya alasan untuk membuatku menikahi Zulfa.

 

Pantas saja sedari semalam aku mencoba meminta bantuan Umi,Abah atau Mas Fauzan tak menjawab. Bahkan pagi inipun mereka tak datang.

Ayah mertua merangkulku lagi. Memperbolehkanku menangis dipundaknya kalau aku mau. Aku melepas rangkulannya. Aku berjalan menuju ranjang rawat Zulfa. Menciumi seluuruh wajahnya. Meminta maaf untuk tak menemaninya. Zulfa yang pengertian mengangguk dan menitip salam pada Abah dan seluruh keluarga dirumah. Sebenarnya Zulfa ingin ikut. 

 

Tapi aku melarangnya. Memberikan pengertian, bahwa dirinya tebih baik disini.

Zulfa menangis namun membersihkan air mataku. Berbisik lirih di dekat telingaku.

 

“Kalau kamu sedih, nangis. Siapa yang bikin aku kuat mas?” sekali lagi aku bersyukur menikahi Zulfa. Bidadari dunia yang insyaAllah jadi bidadari surga kelak. Ibu mertua mencibir keromantisanku, namun ayah mertua memberi kode untuk segera pilang. 

 

Akupun langsung berpamitan,mencium tangan keduanya dan langsung pulang bersama kang Fadil. Tak ada percakapan apapun antara aku ataupun kang Fadil. Aku yang lelah memilih memejamkan mata sebentar, saat berada di lampu merah pertigaan dekat pondok. 

 

Ku terbangun dan tanpa sengaja menjatuhkan kotak coklat yang berada di dasbor mobil.

Aku tercengang. Ada banyak foto Maisya disana. Kang Fadil dengan cepat membereskan semua foto dan kertas-kertas yang berserakan. Suasana berubah menjadoi canggung. Kang Fadil meminta maaf padaku. Mungkin dia tau, dulu aku adalah kekasih wanita yang ia simpan fotonya.

 

“Dia sudah bukan kekasih saya kang. Hak samean untuk mencintainya.”

 

“Ngapunten Gus, Saya hanya mengaguminya dalam diam.” Jawabnya. Seketika aku bungkam. Senyum maisya tiba-tiba berkelebat. 

 

Dia memang cantik, manis dan pandai. Saat dia tidur didalam kelaspun dia mampu menjawab pertanyaanku. Apakah dia sudah move on dariku? Lamunanku terbuyarkan oleh bendera hijau berlafad innalillahi wa innailaihi rojiun yang terpasang di depan ndalem kesepuhan. Sedari pendopo pondok pesantren di penuhi banyak orang. Aku di rangkul mas Fauzan saat turun dari mobil.

 

Aku menangis sesenggukan, melihat tubuh umi terbalut kain kafan. Aku melihat Abi yang meringkuk di pojok ruangan menangis dalam diam. Umi adalah ruh di rumah dan pesantren kami. Wanita hebat yang mendidik karakterku, mas Fauzan juga seluruh santri disini. Tak hanya kami yang menangis. Para warga sekitarpun menangisi kepergian Umi. Membuktikan bahwa Umi adalah sosok yang dicintai banyak orang.

 

Berita kepergian Umi terdengar dari berbagai penjuru. Kulihat banyak para Kyai dan Bunyai ikut mengiring Jenazah Umi dengan doa. Aku sangat terpukul. Hari ini benar-benar melelahkan. Benar-benar membuatku kehabisan energi. Aku pingsan di depan keranda Umi saat hendak di maqomkan. Aku menyesal tak ikut mengantar Umi ke rumah barunya. Aku juga menyesal tak puas melihat wajah Umi atau menghirup aroma tubuhnya yang menenangkan.

 

“Sampun siuaman Gus.” Kang Fadil dan beberapa orang tinggal di ndalem tak ikut mengantar jenazah Umi. Aku meneguk air yang kang Fadil suguhkan. Aku memandangi foto pernikahan Umi dan Abi yang di panjang di ruang tamu. Dari arah kamar Umi memang sangat terlihat jelas, karena letak kamarnya tepat di sebalh ruang tamu.

 

“Gus, yang sabar njih yang kuat.” Kang Fadil mengatakan itu sambil bergetar. Kuperhatikan matanya sembab, juga memerah. Barangkali dia juga merasa kehilangan sosok Umi.

 

“Saya juga telah lama di tinggalkan orang tua Gus. Saya berjuang sendiri, waktu itu umur saya sembilan tahun Gus. Tak ada sanak keluarga. Saya ngamen, buruh nyuci piring, bahkan sampai mengemis Gus. Saya hilang dan orang tua saya tak kunjung mencari saya. Hingga saya menemukan keduanya, namun mereka meninggalkan saya lagi untuk bertemu yang Maha kuasa.” 

 

Kang fadil menyeka air matanya dengan lengan. Aku meraih tanganya. Merasakan kepedihan yang ia rasakan.

Kang Fadil menatapku. “Ingatkah njenengan dengan Rohman Gus?”

 

Aku mengerutkan kening tak mengerti kang Rohman mana yang ia maksud. Dia menggeleng, lalu mencium tanganku dengan hormat. Berpamitan untuk membersihkan piring-piring di dapur karena kasihan oleh Kang Kaffa dan kang Aji yang pasti kuwalahan karena banyaknya tamu yang berdatangan. Aku mengangguk.

 

Bebrapa menit kemudian, aku menemukan secarik kertas yang di tulis oleh kang Fadil barusan. Dia menggunakan tinta biru pekat. Menulis sebuah kata yang membuatku mampu menerima segala keadaan yang menimpaku hari ini.

 

“Memang terasa menyakitkan. Namun benar, guru terbaik dalam kehidupan adalah adalah kekecewaan,kekalahan,dan kegagalan. Dari Fadilaturrohman.”

 

Related chapters

  • Gus Fa...?    Bab 6. Kenangan membara.

    Penyair arab pernah berkata :“Betapa banyak tempat yang pernah di singgahi oleh seorang pemuda, Tapi kerinduannya selalu kepada tempat pertama.”***Tidak banyak yang berubah. Lemari yang dulu Umi gunakan untuk menyimpan berbagai gamisnya kini raib. Abah yang sangat terpukul akan kepergian Umi. Sengaja meniadakan lemari itu. Lemari yang kata Abah Umi idamkan saat hamil aku. Tak hanya Abah, aku juga sangat terpukul. Terlebih tentang al yang barusaja terjadi dengan Istriku. Namun, aku selalu menasehati diri bahwa Umi tak mungkin bahagia melihat keluarga yang ditinggalkannya merana.Aku menghela napas. Duduk di sudut ruangan. Memandang layar telepon yang sejak dua hari yang lalu tak ku aktifkan. Ribuan chat Ustad-Ustadzah madrasah diniyah yang mengajak rapat. Banyak pula para penggurus yang minta izin ini itu, banyak para wali santri yang menanyakan perkembangan putranya.Mataku terbelalak saat melihat Maisya

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 7. Rahasia Yang Tersimpan.

    Kang Fadilaturrohman“Kau tidak tau betapa sulitnya jadi aku yang tak mampu bersaing untuk menang darimu.perihal tahta dan cinta sekalipun.”***Al-Mar-u ma’arif man ahabba, seseorang akan di kumpulkan dengan orang yang di cintainya kelak. Lelaki berkaca mata itu yakin, Allah akan menyatukan hatinya dengan Maisya. Walau tidak di dunia, kelak di syurga. Dia tidak memiliki kepercayaan diri untuk menunjukkan dirinya pada Maisya. Dia terlalu merasa jauh jika di banding Gus Fahmi.Dia selalu mengawasi Maisya dari kejauhan. Tersenyum sendiri melihat Maisya menyapu halaman lalu ujung jilbabnya dimainkan angin, kemudian Maisya akan sibuk merapikan jilbabnya. Atau saat Maisya terburu-buru berangkat ke Madrasah diniyah, bahkan saat Maisya di hukum karena tidak menghafal nadzoman. Sebenarnya lelaki itu ingin mendekati Maisya, tapi di urungkan ketika Gus Fa mulai mendekati santriwati yang di hukum. Terlebih, saat Gus Fa b

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 8. Mundurnya Siklus Datang Bulan.

    Prov. Zulfa.“Yang tidak aku suka dari dunia ini adalah. Aku di tuntut baik-baik saja apapun keadaanya.”***Tujuh tahun sudah usia pernikahanku, setiap hari ku selalu mengimpikan mundurnya siklus menstruasi di sertai tanda-tanda kehamilan. Aku selalu mengingat di mana Mas Fahmi meninak bobokkan ku dengan melantunkan ayat Al-Quran, menemaniku begadang sambil mengelus lembut perutku, kadang menempelkan telinganya pada perutku yang kian membuncit, menciumi nya sampai aku risih.Sudah tiga kali ini aku keguguran, dengan keadaan separuh uterus (kelainan reproduksi) aku sulit mempertahankan kehamilan. Jiwa seorang istri mana yang tidak ingin menjadi ibu? Istri mana yang menolak memberikan keturunan? Aku geram mendengar para wanita di panggil ibu, aku sedih melihat para wanita mengandeng putra putrinya di pasar. Hatiku teriris yang pada kenyataannya

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 9. Terperosok dalam jurang nestapa.

    “Saat aku tahu air matamu, saat itulah aku mengerti. Bahwa cintamu tak main-main.”***Hari ini, dengan mata kepalaku sendiri. Mas Fahmi menangis sampai wajahnya memerah. Dia menonton vidio bayi yang di temukan di tempat sampah. Sejak dokter menjelaskan kelainan reproduksiku Mas Fahmi begitu peka terhadap sosial. Apalagi perihal anak-anak jalanan dan kasus aborsi ataupun pembuangan bayi. Dengan Mas Fahmi yang demikian. Aku merasa melukainya, secara tidak langsung dia sudah member kode bahwa rasa rindunya pada keturunan di rumah ini menggebu.Aku dalam ambang kebingungan. Terlalu egois jika membiarkan Mas Fahmi menangis merindukan sosok bayi, tapi terlalu naif jika aku sok tegar mengizinkan Mas Fahmi berpoligami. Pikiranku bercabang.“Mungkin merawat bayi bisa menjadi pancingan agar aku cepat hamil.” Aku melihat perutku dari pantulan kaca mengelus nya dan berdoa agar cepat hamil.“Aku akan usulkan na

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 10. Promil bertemu mantan.

    “Kedatangan dan kepergian itu Hampir sama. Mereka sama-sama menghadirkan air mata. Entah duka atau bahagia.”***Dokter Sundari. Ya namanya dokter Sundari, di temani asistennya dokter Maisya. Aku jadi teringat ucapan kang Fadil tadi, mungkinkah?Kulirik Mas Fahmi masih tenang, kalau memang Maisya ini yang di maksud chatnya tadi kenapa mereka tidak bertegur sapa? Ah lagi pula nama Maisya banyak,mungkin bukan dia."Walah pondok pesantren Darussyafa'ah. Pangapunten Ning Gus." Kata dokter Maisya tanpa berani menatap kami. Usuk demi usuk dokter Maisya ini ternyata alumni Darussyafa'ah. Pantas saja sikap takdzim hikmatnya begitu kental terhadap Mas Fahmi dan aku.Selanjutnya kami mengikuti beberapa tes kesuburan, lalu memilih progam hamil. Dokter Sundari terlihat lebih disiplin dan otoriter, aku sendiri malah lebih nyaman di tangani dokter Maisya. Dia cantik, ramah, dan ketika tersenyum manis sekali. Mampu membuat yang mel

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 1. Hakikat Kehilangan.

    “Terkadang semesta terasa tidak memihak,tapi di balik itu semesta tahu apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.”***Aku meneteskan air mata. Aku tahu, aku bukan siapa-siapa. Aku tahu, seorang murid haruslah sami’na wa atho’na pada titah gurunya. Aku tahu cinta nya pada Abi mengalahkan cintanya padaku, itu wajar. Yang tak wajar, aku belum bisa berdamai pada hati, dan kenapa aku menangis melihatnya pergi? Bukankah ini titah kyai.? Lalu, kanapa kenangan menghujaniku dengan bertubi-tubi? Aku masih ingat caranya memperlakukan ku dengan penuh cinta kasih. Aku masih ingat sikap jailnya tempo hari. Aku juga masih ingat cemburunya saat ku bilang mencintai lelaki lain. Padahal yang ku cintai hanya dia. Aku terperosok dalam duka. Aku meratap saat mengingat rencanya mengajak ku ke dermaga cinta. Aku harus segera melepasnya atau aku akan kekal dalam nestapa.Ribuan novel menjelaskan hakikat cinta, ribuan paragraf menjelaskan k

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 2. Hakikat kehilangan 2.

    “Ketika menatapmu ada dua hal yang aku rasakan.Pertama sebuah ketentraaman. Dan yang kedua sebuah kekecewaan.Karena aku tahu, kita tak bisa bersama lagi.”***“Sya, mbk Mala sakit tiba-tiba. Awakmu kan juga ayu.... Sana jadi Terima tamu di depan.”Mbak Kom menyarankan.Apa ini? Menjadi Terima tamu dalam pernikahan orang yang kau cinta? Mungkin kemarin saat ijab kabul nya aku masih bisa berlari dan menutup telinga, karena aku mendapat tugas kontrol prasmanan.Lalu sekarang? Apa aku akan kuat melihat orang yang ku cinta lengan nya di amit wanita lain? Apa aku kuat melihat nya bergaun senada hilir mudik menyalami tamu dengan rona bahagia? Apa aku kuat melihatnya memandang istrinya nanti? Ya Allah apa yang harus kulakukan.“Ndang wes, pakai cilak. Bedak e di tebelin.”“Kene tak gincu ni.”“Sya, jangan pakai sandal itu. Kelihatan kucel, ini p

    Last Updated : 2021-08-26
  • Gus Fa...?    Bab 3. Sebuah Revisi

    “Cinta bukan hanya kesetiaan. Tapi pengorbanan, pengabdian, dan keikhlasan.”***“Cinta kadang tidak bisa kita lihat, cinta kadang tidak bisa kita dengar. Namun, cinta selalu bisa kita rasakan, sekalipun itu dalam bentuk luka.”Sosok Fina berubah menjadi bijak hari ini. Dia adalah makhluk di dalam pesantren yang amat mengerti kondisiku. Dia tak pernah memperlakukanku subordinat justru dia menganggapku teman dekat. Setahuku, dia adalah putri dari pasangan Desainer ternama. Barang-barang miliknya selalu berkelas. Aku sering merengengek meminjam gamis-gamis ootd nya. Dan dia selalu meminjami.“Sudah ya Sya. Kamu harus legowo.” Fina mengelus-ngelus pundakku. Aku mengangguk sambil terus menyeka air mata, tak kuhiraukan mbak-mbak santri yang berlalu lalang dan menatapku heran.Aku tak tahu mengapa aku selemah ini? Dengan gerakan cepat Fina mengenggam tanganku lalu berbisik. “Kamu bias melupaka

    Last Updated : 2021-08-26

Latest chapter

  • Gus Fa...?    Bab 10. Promil bertemu mantan.

    “Kedatangan dan kepergian itu Hampir sama. Mereka sama-sama menghadirkan air mata. Entah duka atau bahagia.”***Dokter Sundari. Ya namanya dokter Sundari, di temani asistennya dokter Maisya. Aku jadi teringat ucapan kang Fadil tadi, mungkinkah?Kulirik Mas Fahmi masih tenang, kalau memang Maisya ini yang di maksud chatnya tadi kenapa mereka tidak bertegur sapa? Ah lagi pula nama Maisya banyak,mungkin bukan dia."Walah pondok pesantren Darussyafa'ah. Pangapunten Ning Gus." Kata dokter Maisya tanpa berani menatap kami. Usuk demi usuk dokter Maisya ini ternyata alumni Darussyafa'ah. Pantas saja sikap takdzim hikmatnya begitu kental terhadap Mas Fahmi dan aku.Selanjutnya kami mengikuti beberapa tes kesuburan, lalu memilih progam hamil. Dokter Sundari terlihat lebih disiplin dan otoriter, aku sendiri malah lebih nyaman di tangani dokter Maisya. Dia cantik, ramah, dan ketika tersenyum manis sekali. Mampu membuat yang mel

  • Gus Fa...?    Bab 9. Terperosok dalam jurang nestapa.

    “Saat aku tahu air matamu, saat itulah aku mengerti. Bahwa cintamu tak main-main.”***Hari ini, dengan mata kepalaku sendiri. Mas Fahmi menangis sampai wajahnya memerah. Dia menonton vidio bayi yang di temukan di tempat sampah. Sejak dokter menjelaskan kelainan reproduksiku Mas Fahmi begitu peka terhadap sosial. Apalagi perihal anak-anak jalanan dan kasus aborsi ataupun pembuangan bayi. Dengan Mas Fahmi yang demikian. Aku merasa melukainya, secara tidak langsung dia sudah member kode bahwa rasa rindunya pada keturunan di rumah ini menggebu.Aku dalam ambang kebingungan. Terlalu egois jika membiarkan Mas Fahmi menangis merindukan sosok bayi, tapi terlalu naif jika aku sok tegar mengizinkan Mas Fahmi berpoligami. Pikiranku bercabang.“Mungkin merawat bayi bisa menjadi pancingan agar aku cepat hamil.” Aku melihat perutku dari pantulan kaca mengelus nya dan berdoa agar cepat hamil.“Aku akan usulkan na

  • Gus Fa...?    Bab 8. Mundurnya Siklus Datang Bulan.

    Prov. Zulfa.“Yang tidak aku suka dari dunia ini adalah. Aku di tuntut baik-baik saja apapun keadaanya.”***Tujuh tahun sudah usia pernikahanku, setiap hari ku selalu mengimpikan mundurnya siklus menstruasi di sertai tanda-tanda kehamilan. Aku selalu mengingat di mana Mas Fahmi meninak bobokkan ku dengan melantunkan ayat Al-Quran, menemaniku begadang sambil mengelus lembut perutku, kadang menempelkan telinganya pada perutku yang kian membuncit, menciumi nya sampai aku risih.Sudah tiga kali ini aku keguguran, dengan keadaan separuh uterus (kelainan reproduksi) aku sulit mempertahankan kehamilan. Jiwa seorang istri mana yang tidak ingin menjadi ibu? Istri mana yang menolak memberikan keturunan? Aku geram mendengar para wanita di panggil ibu, aku sedih melihat para wanita mengandeng putra putrinya di pasar. Hatiku teriris yang pada kenyataannya

  • Gus Fa...?    Bab 7. Rahasia Yang Tersimpan.

    Kang Fadilaturrohman“Kau tidak tau betapa sulitnya jadi aku yang tak mampu bersaing untuk menang darimu.perihal tahta dan cinta sekalipun.”***Al-Mar-u ma’arif man ahabba, seseorang akan di kumpulkan dengan orang yang di cintainya kelak. Lelaki berkaca mata itu yakin, Allah akan menyatukan hatinya dengan Maisya. Walau tidak di dunia, kelak di syurga. Dia tidak memiliki kepercayaan diri untuk menunjukkan dirinya pada Maisya. Dia terlalu merasa jauh jika di banding Gus Fahmi.Dia selalu mengawasi Maisya dari kejauhan. Tersenyum sendiri melihat Maisya menyapu halaman lalu ujung jilbabnya dimainkan angin, kemudian Maisya akan sibuk merapikan jilbabnya. Atau saat Maisya terburu-buru berangkat ke Madrasah diniyah, bahkan saat Maisya di hukum karena tidak menghafal nadzoman. Sebenarnya lelaki itu ingin mendekati Maisya, tapi di urungkan ketika Gus Fa mulai mendekati santriwati yang di hukum. Terlebih, saat Gus Fa b

  • Gus Fa...?    Bab 6. Kenangan membara.

    Penyair arab pernah berkata :“Betapa banyak tempat yang pernah di singgahi oleh seorang pemuda, Tapi kerinduannya selalu kepada tempat pertama.”***Tidak banyak yang berubah. Lemari yang dulu Umi gunakan untuk menyimpan berbagai gamisnya kini raib. Abah yang sangat terpukul akan kepergian Umi. Sengaja meniadakan lemari itu. Lemari yang kata Abah Umi idamkan saat hamil aku. Tak hanya Abah, aku juga sangat terpukul. Terlebih tentang al yang barusaja terjadi dengan Istriku. Namun, aku selalu menasehati diri bahwa Umi tak mungkin bahagia melihat keluarga yang ditinggalkannya merana.Aku menghela napas. Duduk di sudut ruangan. Memandang layar telepon yang sejak dua hari yang lalu tak ku aktifkan. Ribuan chat Ustad-Ustadzah madrasah diniyah yang mengajak rapat. Banyak pula para penggurus yang minta izin ini itu, banyak para wali santri yang menanyakan perkembangan putranya.Mataku terbelalak saat melihat Maisya

  • Gus Fa...?    Bab 5. Hati yang terkoyak.

    “Memang terasa menyakitkan. Namun benar, guru terbaik dalam kehidupan adalah adalah kekecewaan,kekalahan,dan kegagalan.”***Seorang perempuan jika belum menikah adalah tanggung jawab ayah dan kakak laki-lakinya. Kewajibannya pun berbakti kepada mereka tepat setelah berbakti kepada Allah sang pencipta. Tapi setelah menikah, seorang perempuan adalah laki-laki yang menikahinya. Suaminya. Kewajiban berbakti kepada orang tua pun tergantikan untuk berbakti kepada suaminya. Dan berbakti kepada orang tua berada tepat setelah berbakti kepada suami.“Bunda, bayiku bun.” Zulfa memeluk ibu mertuaku. Ibu mertuaku juga berderaian air mata. Dalam kedaan sseperti ini tak hanya aku maupun Zulfa yang merana. Dua keluarga juga akan merasakan kesedihan yang sama. Aku tertunduk tak berdaya.Ayah mertua merangkulku dari belakang. Membisikkan kata terimakasih

  • Gus Fa...?    Bab 4. Terjerembab.

    POV GUS.“Bukankah dengan ucapan, pernikahan menjadi sah?yang haram mengajdi halal? Dengan ucapan pula, tanggung jawab atas bahagianya menjadi tanggung jawabku spontanitas.”***“Maisya sakit, ya Allah sakit apakah dia?” Maafkan mas Zulfa....“Mas, jadi anter ke klinik?”“Em.... Iya sayang” Gelapan. Semoga Zulfa tidak menangkap canggung ku barusan.“Mas Zulfa ganti baju dulu ya.”“Gak usah, kamu pakai baju apapun tetap cantik. ”Ku tangkap rona wajahnya begitu malu dan bahagia. Tak mudah untuk ku mencintainya sebenarnya. Tapi dia juga amat sangat ayu, dan mempesona. Aku laki laki normal, darah ku mendidih kala melihatnya keluar kamar mandi hanya memakai sehelai handuk, bergelegar kala tiba-tiba di peluknya dari belakang.Bukan kah halal aku mencumbunya? Dia istriku. Toh, Maisya selalu sumringah setiap harinya, bukankah d

  • Gus Fa...?    Bab 3. Sebuah Revisi

    “Cinta bukan hanya kesetiaan. Tapi pengorbanan, pengabdian, dan keikhlasan.”***“Cinta kadang tidak bisa kita lihat, cinta kadang tidak bisa kita dengar. Namun, cinta selalu bisa kita rasakan, sekalipun itu dalam bentuk luka.”Sosok Fina berubah menjadi bijak hari ini. Dia adalah makhluk di dalam pesantren yang amat mengerti kondisiku. Dia tak pernah memperlakukanku subordinat justru dia menganggapku teman dekat. Setahuku, dia adalah putri dari pasangan Desainer ternama. Barang-barang miliknya selalu berkelas. Aku sering merengengek meminjam gamis-gamis ootd nya. Dan dia selalu meminjami.“Sudah ya Sya. Kamu harus legowo.” Fina mengelus-ngelus pundakku. Aku mengangguk sambil terus menyeka air mata, tak kuhiraukan mbak-mbak santri yang berlalu lalang dan menatapku heran.Aku tak tahu mengapa aku selemah ini? Dengan gerakan cepat Fina mengenggam tanganku lalu berbisik. “Kamu bias melupaka

  • Gus Fa...?    Bab 2. Hakikat kehilangan 2.

    “Ketika menatapmu ada dua hal yang aku rasakan.Pertama sebuah ketentraaman. Dan yang kedua sebuah kekecewaan.Karena aku tahu, kita tak bisa bersama lagi.”***“Sya, mbk Mala sakit tiba-tiba. Awakmu kan juga ayu.... Sana jadi Terima tamu di depan.”Mbak Kom menyarankan.Apa ini? Menjadi Terima tamu dalam pernikahan orang yang kau cinta? Mungkin kemarin saat ijab kabul nya aku masih bisa berlari dan menutup telinga, karena aku mendapat tugas kontrol prasmanan.Lalu sekarang? Apa aku akan kuat melihat orang yang ku cinta lengan nya di amit wanita lain? Apa aku kuat melihat nya bergaun senada hilir mudik menyalami tamu dengan rona bahagia? Apa aku kuat melihatnya memandang istrinya nanti? Ya Allah apa yang harus kulakukan.“Ndang wes, pakai cilak. Bedak e di tebelin.”“Kene tak gincu ni.”“Sya, jangan pakai sandal itu. Kelihatan kucel, ini p

DMCA.com Protection Status