"Kita minta bantuan saja dengan Raiv," saran Gill setelah kami keluar dari tempat minum itu.
"Hyde," koreksi Khidir. "Bisa, jika dia berkenan."Bahkan sebagian Guardian masih saling memanggil dengan nama belakang entah mengapa. Padahal kukira hubungan mereka lebih erat dari itu."Zach bisa berteleportasi?" tanyaku."Hanya untuk orang yang menggendongku," terang Zach. "Jika kamu membawaku di punggung layaknya membawa anak kecil, aku bisa jadi senjata tambahan untukmu, salah satunya juga untuk memindahkan posisi jauh dalam waktu singkat."Aku ingat jika Zahra juga memiliki kesamaan. "Bagaimana dengan Zahra? Apa sama?""Zahra itu putriku," jawab Khidir.Zach menimpali. "Sementara aku adalah jin pelindungmu dan Pangeran."Aku mengiakan tanda mengerti.Jalanan kami lalui dengan keheningan, meski berpas-pasan dengan warga yang tengah menghangatkan diri pasca musim dingin dadakan. Dapat kulihat sebagiDia di tengah bertarungan dan jelas dalam bahaya. Aku berdiri melihatnya di sana, menghadap seorang lelaki yang selama ini mencoba menarikku dalam jebakannya. Tatapanku bertemu dengannya, pelindungku, diiringi dengan sinar kalungku yang kentara. Aku tahu tanda ini dan kuputuskan untuk menjaga jarak."Hentikan," ucapku, tahu jika dia mendengarnya dengan jelas. Ezekiel justru tertawa akan seruanku layaknya mendengar guyonan. "Jangan dramatis gitu, deh. Gue kira lo dijaga sama Hyde." "Aku ke sini atas kehendakku," tegasku. Ezekiel hanya menanggapi dengan "oh" pelan. "Aku perintahkan engkau untuk segera pulang!" titahku. Ezekiel tersenyum. "Tuan Putri, terpaksa gue tolak titahnya. Lo lihat sendiri 'kan, kalau ada musuh di sini? Gue enggak bisa lepas begitu saja." "Ascella bukan ancaman," sanggahku. "Putri kira yang selama ini membahayakan lo itu siapa?" sahut Ezekiel. "Wendigo aja dia pancing buat m
Ketika jeritan Ascella menggema, bongkahan es memenuhi pandangan. Membentuk beragam wujud dari patung menyerupai sosok menghias sejarah di masa lampau hingga dewa-dewa dari kuil. Namun, fungsinya hanya satu, menyegel siapa saja yang terperangkap di dalamnya. Krak! Patung-patung itu bertabrakan, namun tidak tampak saling meruntuhkan. Membentuk layaknya sebuah dinding pelindung bagi Ezekiel dan Ascella di dalam. Dari getaran yang diciptakan, aku berusaha menjaga keseimbangan. Sementara itu, dapat kurasakan Zach menahanku dari kejatuhan. Dia masih di punggungku, melindungi dari kejatuhan bongkahan es yang berhamburan. "Putri." Zach memanggil, seperti ingin memberitahu sesuatu. Aku mencoba mencari apa yang dia maksud dengan mendongak, siapa tahu dia berusaha menunjukkan sesuatu di atasku atau justru samping. Kulihat bayangan hitam masuk ke istana es ini begitu patung es semakin bertambah. Jejeran es yang belum menyatu tadi lang
« Ascella »Akan tiba masa, di mana semua ini hanya akan menjadi penggalan kisah dari masa lalu.Akan tiba masa, semua kejadian di masa kini akan membuka lembaran kisah di masa yang akan datang.Akan tiba masa, semua rahasia akan terungkap. Baik atau buruk. Semua akan terjadi.Akan tiba masa, di mana takdir akan menyambut.***Aku kira, hidupku hanya sebatas menjadi penyihir biasa di Kota Adrus bersama Kakak. Namun, semua berubah ketika aku menyadari kenyataan yang telah lama dikubur. Kukira Kakak mendapatkan kekuatan dari keturunan layaknya kami sekeluarga. Namun, kegelapan hati telah menguasainya dan dia pun menemui sosok yang paling kami hindari. Jin itu.***Dia ingin membunuhku!Aku hampir saja pingsan ketika pria itu nyaris membunuhku untuk kesekian kalinya. Sudah hilang akalnya! Dia benar-benar ingin aku mati agar menjauh dari kekasihnya."Kau membunuhku!" seruku. Hatiku dipenu
Ayah bilang, aku dan adikku dilahirkan dengan tujuan. Karena memang tidak ada kelahiran yang sia-sia. Ayah bilang, suatu saat nanti kami akan menemukan sebuah negeri yang diimpikan. Tempat di mana kami dapat hidup tenteram dan bahagia bersama. Ayah bilang, dengan mencapainya harus ada pengorbanan. Namun, apa gerangan? *** « Kyara » Sayup-sayup kudengar batinku seakan bicara padaku. Walau di saat yang sama, itu seperti bukan aku. Aku tahu itu, mengingat seperti itu suaraku saat ini, tapi di sisi lain ragu lantaran aku tidak tahu pasti "ayah" yang mana yang dimaksud. Ayahku pada kelahiran ini tidak pernah kujumpai atau diingat, bahkan Ibu hampir tidak pernah membahasnya. Sementara ayah dari Shan hanya kukenal melalui kisah-kisah yang kudengar. Kenapa ingatan ini datang di saat yang tidak tepat? Meski sementara, sukses membuat pikiranku kian kalut. Aku kira semua akan diketahui setelah Zibaq ditaklukkan. Namun, sepertinya ingatan ini akan muncul secara acak. "Putri?" Zach terdenga
"Aku tidak mau!" bentak Ascella ketika Khidir mencoba membujuknya ikut untuk kesekian kali. "Kakak akan kubawa pergi dan kami tidak akan berurusan dengan kalian lagi. Tidak ada lagi sihir atau apa pun itu namanya!" "Kami hanya ingin memastikan kalau dia benar-benar pergi. Meski keadaan kota tampak aman, jin itu masih berkeliaran di sekitar sini," terang Khidir, terdengar berusaha sabar. "Kamu tidak mau kakakmu jadi inang lagi, bukan?" Ascella menatapnya tajam. "Beraninya! Aku tidak akan membiarkan keparat itu merusak hidupku lagi, aku jamin!" "Kamu yakin?" sahut Khidir. "Melawan salah satu dari kami saja sudah membuatmu kewalahan." "Hentikan bacotmu!" bentaknya. Suaranya tetdengar gemetar. "Aku ... tidak ingin terlibat lagi. Aku lelah dengan semua kekacauan ini. Yang kuinginkan hanya hidup tenang bersama Kakak." "Kalau begitu, biarkan kami menjaga kalian," balas Khidir. "Karena kami bisa membantu." "Oh ya? Temanmu ini nyari
Keheningan tadi membuatku terlelap, tanpa menyadari bahwa ada yang bergerak di balik kegelapan. Lama-lama suara pelan dari jejak kaki itu membuatku terjaga. Aku langsung membuka mata meski terasa berat dan penglihatan masih buram. Pandanganku fokus pada satu titik di sisiku. Barulah aku menyadari sesuatu. Ascella menghilang. Aku menatap sekeliling, mencari Guardian yang bisa dibangunkan. Namun, akibat rasa panik aku berseru seakan mendeskripsikan sesuatu. "Dia hilang!" jeritku. "Dia hilang!" Dapat kudengar suara pergerakan dari sekitar, tanda mereka mendengar. Langsung saja aku disambut dengan suara mereka. "Siapa?" Dapat kudengar suara Ezekiel yang masih terdengar mengantuk. "Ascella!" seruku. Kudengar Ezekiel berdecak kesal. "Sudah beban, bikin repot pula!" Sepertinya dia benar-benar membencinya sekarang. Khidir berdiri dan berlari keluar dari tempat persembunyian kami. Sebuah kastel yang sudah lama di
Kedatangan dan kepergiannya yang begitu cepat menyisakan banyak tanda tanya dalam pikiranku. Setiap kali Tirta muncul, masalah lebih cepat selesai. Namun, dia hanya muncul di saat seperti itu saja sementara di lain waktu menghilang seakan ditelan bumi. Antara ada dan tiada, begitulah kira-kira yang kurasakan tentang Tirta. Namun, aku juga belum melihat kisahnya. Barangkali dia ada urusan lain di luar sana. "Kyara?" Kudengar suara Khidir memanggil. Dia entah kenapa terlihat diam saja ketika menghadapi Tirta. "Kenapa kalian takut?" Langsung saja aku bertanya. "Ada apa?" "Enggak takut, sih. Lebih ke segan," jawab Ezekiel. Dia mungkin tampak lebih tenang ketika bicara dengan Tirta, tapi aku menyadari dari nada bicaranya yang seketika sedikit terjeda membuatku yakin dia juga memiliki reaksi sama dengan Khidir. Mereka segan, aku maklum. Padahal beberapa bulan lalu, ketika aku pertama kali berjumpa dengan Tirta, para Guardian tampak biasa saja malah
« Ascella »Inikah akhir dari kisahku? Kukira semua akan berakhir indah, setidaknya menjadikanku sebagai pahlawan di akhir kisah ini. Namun, apa yang kudapat? Semua harapan rasanya telah hilang dariku ketika monster itu menyambar kami dengan petir. Terdengar konyol memang. Namun, aku rasa dia tahu sesuatu. Maksudku, bagaimana dia tahu jika aku berniat ingin menyelamatkan Kakak? Itu tidak sesuai dengan kehendak makhluk-makhluk tadi, dia jelas bagian dari mereka.Kini, aku berbaring dalam sebuah lingkaran transparan. Rasanya diangkut di antara gelombang air. Perlahan aku ditenggelamkan, tapi berkat lingkaran ini aku tetap bisa bernapas. Sekelilingku dipenuhi dengan warna biru tua bercampur sedikit warna yang lebih cerah akibat efek sinar matahari dari atas. Namun, aku tidak merasakan panas maupun dingin. Seakan lingkaran–atau barangkali gelembung–ini telah melindungiku.Di sisiku berbaring Kakak. Tidak, kurasa jin itu masih ada dalam dirinya. Entah kenapa ak