Keheningan tadi membuatku terlelap, tanpa menyadari bahwa ada yang bergerak di balik kegelapan. Lama-lama suara pelan dari jejak kaki itu membuatku terjaga. Aku langsung membuka mata meski terasa berat dan penglihatan masih buram. Pandanganku fokus pada satu titik di sisiku. Barulah aku menyadari sesuatu.
Ascella menghilang.Aku menatap sekeliling, mencari Guardian yang bisa dibangunkan. Namun, akibat rasa panik aku berseru seakan mendeskripsikan sesuatu."Dia hilang!" jeritku. "Dia hilang!"Dapat kudengar suara pergerakan dari sekitar, tanda mereka mendengar. Langsung saja aku disambut dengan suara mereka."Siapa?" Dapat kudengar suara Ezekiel yang masih terdengar mengantuk."Ascella!" seruku.Kudengar Ezekiel berdecak kesal. "Sudah beban, bikin repot pula!" Sepertinya dia benar-benar membencinya sekarang.Khidir berdiri dan berlari keluar dari tempat persembunyian kami. Sebuah kastel yang sudah lama diKedatangan dan kepergiannya yang begitu cepat menyisakan banyak tanda tanya dalam pikiranku. Setiap kali Tirta muncul, masalah lebih cepat selesai. Namun, dia hanya muncul di saat seperti itu saja sementara di lain waktu menghilang seakan ditelan bumi. Antara ada dan tiada, begitulah kira-kira yang kurasakan tentang Tirta. Namun, aku juga belum melihat kisahnya. Barangkali dia ada urusan lain di luar sana. "Kyara?" Kudengar suara Khidir memanggil. Dia entah kenapa terlihat diam saja ketika menghadapi Tirta. "Kenapa kalian takut?" Langsung saja aku bertanya. "Ada apa?" "Enggak takut, sih. Lebih ke segan," jawab Ezekiel. Dia mungkin tampak lebih tenang ketika bicara dengan Tirta, tapi aku menyadari dari nada bicaranya yang seketika sedikit terjeda membuatku yakin dia juga memiliki reaksi sama dengan Khidir. Mereka segan, aku maklum. Padahal beberapa bulan lalu, ketika aku pertama kali berjumpa dengan Tirta, para Guardian tampak biasa saja malah
« Ascella »Inikah akhir dari kisahku? Kukira semua akan berakhir indah, setidaknya menjadikanku sebagai pahlawan di akhir kisah ini. Namun, apa yang kudapat? Semua harapan rasanya telah hilang dariku ketika monster itu menyambar kami dengan petir. Terdengar konyol memang. Namun, aku rasa dia tahu sesuatu. Maksudku, bagaimana dia tahu jika aku berniat ingin menyelamatkan Kakak? Itu tidak sesuai dengan kehendak makhluk-makhluk tadi, dia jelas bagian dari mereka.Kini, aku berbaring dalam sebuah lingkaran transparan. Rasanya diangkut di antara gelombang air. Perlahan aku ditenggelamkan, tapi berkat lingkaran ini aku tetap bisa bernapas. Sekelilingku dipenuhi dengan warna biru tua bercampur sedikit warna yang lebih cerah akibat efek sinar matahari dari atas. Namun, aku tidak merasakan panas maupun dingin. Seakan lingkaran–atau barangkali gelembung–ini telah melindungiku.Di sisiku berbaring Kakak. Tidak, kurasa jin itu masih ada dalam dirinya. Entah kenapa ak
Hingga tiba malam di hari berikutnya, tiada kabar dari Tirta yang mana membuatku cemas. Apa yang dia lakukan pada Zibaq? Kenapa dia bawa Ascella juga? Satu hal yang kupikirkan yang menurutku masuk akal tapi di sisi lain cukup menakutkan bagiku. Memang benar, aku kesal kepada Zibaq yang selalu memburu aku dan adikku. Dia juga telah membunuh ibuku dan menyakiti teman-temanku, para Guardian. Sementara yang kutahu, sosok Tirta yang tampak begitu mudah menaklukkan Zibaq harusnya memberi jin itu hukuman sepantasnya. Namun, apa benar ini yang dia lakukan? Setelah beberapa tahun berlalu, rasanya janggal jika dia pergi begitu saja. Bukan mengapa, aku mengaku terganggu, tapi di sisi lain harus mendengar kisah dari sudut pandangnya. Mengapa dia melakukan semua ini? Mengapa dia menyakiti para Guardian? Apa maunya dari kami? Jika kutanya semua pada pelindungku, aku yakin mereka tidak akan memberi jawaban yang jelas."Putri mau makan?" Suara Ezekiel membuyarkan lamu
Keesokan harinya, Khidir membangunkanku. Sedikit berbeda karena yang biasanya membangunkanku selama ini adalah Mariam kalau aku tidak bangun sendiri. Entah apa yang terjadi pada Mariam, aku jadi ingin bertemu kembali dengannya."Kyara," panggilnya lagi.Aku menyahut meski mataku terasa berat. Sejak kemarin aku merasa aneh, bukan sakit maupun perasaan lain. Antara nyaman dan resah di saat yang sama. Kami memang telah berada di akhir kisah waktu ini, tapi bagaimana berikutnya? Seperti ada sesuatu yang menungguku jauh di masa depan sana. Entah apa."Ayo," bujuknya dengan nada pelan. "Kau aman sekarang, kita bisa pergi tanpa rintangan."Seperti biasa, suara para Guardian memang enak didengar, membuatmu merasa aman di sisinya. Membuat tidurku kian nyenyak saja. Aku mencoba bangun meski dunia masih tampak berputar. "Ke mana?" tanyaku malas."Danbia," jawabnya. "Adikmu menunggu."Mendengarnya, aku berjuang untuk ban
Aku habiskan sebagian waktuku dengan tidur selagi perjalanan terus berlanjut. Sayup-sayup terdengar obrolan antara Ezekiel dan Khidir yang tampak tidak akan habisnya. Kedua Guardian ini jelas sangat sering bicara sehingga keduanya kini bertemu dan menciptakan keramaian tersendiri. Aku ingat dulu, Khidir memang lebih sering bicara karena dia memang seorang pemimpin yang wajar saja kalau menjadikan mulutnya sebagai alat untuk memimpin. Bahkan di saat bersantai dia juga masih banyak bicara. Berbeda dengan sahabatnya, Idris, yang cenderung menanggapi dengan singkat tapi tidak tampak bosan mendengarnya terus bicara. Dia mungkin terlihat seperti orang yang tidak tertarik dengan obrolan Khidir, tapi aku tidak pernah melihat Idris menjauhkan pandangannya selagi temannya bicara. Dia jelas menyimak dan hanya itu yang dia lakukan sebagian waktu.Kalau Ezekiel, aku tidak yakin siapa sahabat karibnya semasa di Adrus. Dia mungkin sering bicara kepada Safir tapi Safir memang ditugask
« Ascella »Aku tidak menyangka ini akhir dari kisahku. Mengira jika waktu yang berlalu ini semakin dekat menuju hari di mana aku akan dieksekusi, seperti kakakku. Aku yakin Kakak sudah tewas. Satu-satunya anggota keluargaku, harapanku, kini telah tiada. Kini aku sendiri di lautan dalam, di negeri yang jelas tidak ingin menerimaku. Dalam kurungan ini, aku merasa seperti tahanan yang menunggu hari kematianku, di mana dia pada akhirnya akan dihabisi karena kejahatannya. Namun, aku tidak tahu pasti apa yang kuperbuat. Selama ini, aku hanya ingin menyelamatkan Kakak. Gagal, ujungnya malah dikurung dan aku yakin sebentar lagi akan menyusul Kakak di keabadian nanti.Dalam lautan ini, memang banyak pemandangan indah yang bisa dilihat melalui lubang sekecil bola mata, tapi dunia tanpa harapan rasa tiada gunanya. Aku ingin keluar dari sini, atau barangkali menghilang saja daripada menanggung beban ini. Aku mungkin bisa hidup di daratan dan memulai hidup baru, tapi tanpa
« Remi »Malam telah tiba, waktunya makan.Aku akhirnya sudah bisa membiasakan diri makan seperti mereka. Walau jadwal tidur masih sedikit berbeda.Bibi cukup pengertian dengan memberi makan di luar jadwal panti selagi menunggu urusan sosok yang akan mengadopsiku."Levi." Dia menyebut nama samaranku. "Malam ini dia akan datang. Anak panti sudah tertidur, sebaiknya saat ini juga kamu sampaikan salam perpisahan pada mereka."Semua anak panti mulai berbaris setelah makan malam usai. Aku berdiri membelakangi pintu bersama Bibi di sampingku."Terima kasih sudah menjadi temanku. Kuharap kita bisa bermain di lain waktu," ucapku tulus kepada mereka."Dadah!" Mereka melambai berbarengan disertai senyuman perpisahan.Aku membalas senyum mereka sementara Bibi mulai menuntunku ke luar panti. Dia tidak ikut keluar tapi aku telanjur melangkah lebih jauh.Di bawah sinar bulan, kulihat sosoknya berdiri di depanku. Cahaya kalungku bersinar hingga menampakkan sedik
«???»Dia terdiam selagi memandangi langit siang yang tidak kunjung membuatnya tenang. Bagaimana tidak, kabar tentang dirinya yang telah lama ditunggu belum juga datang. Tentang sosok yang selama ini diramalkan akan mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Namun, kapan dia datang? Sudah bertahun-tahun menunggu, sosok itu belum juga terdengar kabarnya. Padahal dari ramalan, dia akan datang pada saat negerinya telah mencapai kejayaan seperti saat ini. Apa ramalan itu benar adanya? Dia ingin sekali menemui sosok yang dimaksud.Baru saja hendak beranjak dari duduknya, dia mendengar suara dari luar kamar. Itu berasal dari pelayannya yang tadinya diutus untuk membuatkan hidangan siang ini."Dia telah datang, gadis yang engkau cari."Mendengarnya, senyuman merekah di wajahnya.