Attar menarik rahang Ayra. Ia mendekatkan wajahnya hingga berhasil memagut bibir gadis itu dengan lembut. Kedua belah bibir mereka saling bertaut dalam waktu lama. Perlahan Attar menggerakkannya dengan tempo pelan. Ayra memejamkan mata. Darahnya berdesir hangat saat ia masuk ke dunia dewasa bersama lelaki yang ia cintai. Gadis itu pasrah mengikuti irama ciuman yang Attar berikan padanya. Jantung Ayra berdegup begitu cepat. Ia terlena dengan perlakuan lembut Attar.Ayra merasakan pinggangnya ditarik oleh Attar. Membuatnya tak sanggup menolak dan terus menerima gerakan ciuman bertubi yang perlahan membakar hasratnya. Kedua tangannya meremat kemeja Attar sebagai sasaran.Pagutan keduanya terpisah dengan pelan. Attar mengakhirinya dengan mengusap bibi Ayra yang memerah. Wajah gadis itu juga bertambah merona. Attar menatap lekat wajah Ayra sembari menjauh beberap inci.Namun tangan Ayra kembali menarik baju atasan yang Attar kenakan. Gadis itu menempelkan bibir mereka lagi sembari memeja
Rendra menundukkan kepala dengan wajah sedih. Sakit di hatinya kali ini sudah tidak dapat digambarkan lagi dengan kata-kata. Seolah diamnya cukup mewakili semua perasaan yang ia rasakan.“Masih mau gangguin aku? Sebentar lagi aku akan menikah dengannya,” ungkap Ayra menyerang mental Rendra secara bertubi-tubi. Ia tersenyum puas melihat Rendra yang menunduk tak berani menatap dirinya.“Kamu sama saja dengan perempuan di luar sana, Ra. Aku pikir kamu bisa jaga diri.”Ada secercah rasa sakit yang memantik lubuk batin Ayra setelah mendengar ucapan Rendra. Kalimat itu benar, tetapi sebagian besar salah. Karena Ayra tidak menyerahkan mahkotanya secara sembarangan. Ia masih memiliki harga diri.“Kamu salah, Ren. Aku nggak sama seperti mereka. Aku berbeda dari perempuan yang kamu sentuh. Aku masih bisa menjaga harga diri,” pungkas Ayra lalu meninggalkan Rendra.Kali ini nyali Rendra menciut. Ia membiarkan Ayra pergi begitu saja. Mungkin setelahnya, tak ada lagi keberanian dirinya mengganggu A
“Aku ke sini buat ketemu sama kamu. Anak kita minta ketemu,” ucap Sania dengan wajah riang menatap Attar. Ia juga tersenyum senang menampilkan deretan gigi putihnya yang rajin.Kedua mata Ayra membelalak kaget saat mendengar pengakuan Sania. Ia melepaskan tangannya yang sempat memegang erat lengan tangan Attar. Gadis itu benar-benar terkejut atas kalimat yang Sania ucapkan. Rasa sakit perlahan menusuk hati sampai ia tak sanggup menanggapi dengan sepatah kata. Lidahnya terasa kelu.Ayra tidak tahan berada di sana. Ia langsung meninggalkan ruangan tersebut dan berlari menuju tempat yang jauh dari keberadaan Attar dalam keadaan kecewa dan menahan tangis.Attar bingung dengan sikap Sania yang gila itu. “Kamu apa-apaan sih?!” sentak Attar tertahan. Ia langsung berjalan untuk menarik wanita di hadapannya agar keluar dari ruangan miliknya.“Sebaiknya kamu keluar sekarang, Sania. Kita nggak ada hubungan apa-apa lagi,” paparnya sembari menarik lengan tangan Sania.“Haha. Aku ke sini bukan untu
Seorang gadis baru saja menaiki taksi online setelah menjauh dari gedung yang membuatnya pening dan sakit hati. Ayra menitihkan air mata sepanjang perjalanannya yang entah ke mana, kali ini gadis itu tidak memiliki tujuan.Seharusnya saat ini masih ada Fera yang bisa menolongnya. Menjadikan sebagai tempatnya berbagi cerita. Ayra butuh bahu dan telinga. Namun orang itu tidak ada. Ia bersandar lemah di sandaran kursi mobil.Ayra tahu dan sadar sejak tadi ponselnya terus berbunyi dan itu adalah Attar yang melakukan panggilan suara. Ayra ingin membuat ponselnya mati, tetapi rasanya enggan. Lebih baik bisa dihubungi meskipun tidak akan pernah ia jawab. Supaya Attars semakin tahu kalau ia sungguh marah dengan apa yang terjadi.Ayra merenungkan semua kejadian yang menimpa pada hidupnya. Merasa dunia sangat tidak adil terhadapnya. Apa yang terjadi semuanya serba menyakitkan dan menjauhkannya dari sebuah kebahagiaan.Semua yang Ayra miliki seolah direbut oleh alam semesta. Orang tua, sahabat,
“Sania itu bohong, Ay. Dia nggak hamil. Aku saja nggak pernah menyentuh dia. Kamu percaya sama aku,” tutur Attar dengan jelas.“Dia cuma mau bikin hubungan kita ini pecah,” lanjut lelaki yang masih mendekap Ayra dengan erat. Ia memperdalam pelukannya.Ayra hanya terdiam sembari tetap membalas pelukan Attar. Ia dapat merasakan kejujuran yang lelaki itu ungkapkan. Semoga saja instingnya memang benar. Kalau sampai Ayra dikecewakan lagi, maka ia tidak akan tahu harus mempercayai manusia lagi atau tidak di dalam hidupnya.“Kamu percaya sama aku ‘kan, Ay?” tanya Attar dengan suara lembut. Ia mengecup kepala Ayra guna menyalurkan rasa sayang yang ia punya.“Nikahi aku, Pak. Aku mau menikah sama Pak Attar secepatnya. Itu kalau memang Pak Attar benar-benar mencintaiku.” Kali ini Ayra sungguh tidak ingin kehilangan sosok lelaki yang ia cintai lagi. Maka dari itu, Ayra menginginkan pernikahannya dengan Attar segera dilaksanakan.“Baiklah, Ay. Kita akan menikah selepas kamu selesai ujian kelulusa
“Kamu mandi sendiri saja kalau nggak mau kuserang sekarang. Aku akan pergi ke kamarku,” ujar Attar lalu mengusap ujung kepala Ayra dan pergi dari kamar itu dengan menenteng kemeja miliknya yang tidak dipakai lagi.Sesampainya Attar di depan kamar Ayra, ia berpapasan dengan Mbok Inah dalam keadaan tanpa mengenakan baju atasan. Attar cuek dan terus berjalan begitu saja tanpa merasa malu. Padahal Mbok Inah sangat terkejut hingga mematung saat mendapati Attar keluar dari kamar Ayra dalam keadaan seperti itu. Ia menjadi berpikir yang macam-macam. Wanita yang semula ingin mengantarkan minuman dan camilan untuk Ayra itu merasa ragu untuk mengantarnya. Haruskah dibatalkan?Tidak, nanti yang ada sia-sia camilan dan minuman buatannya. Itu sangat berguna bagi Ayra guna menemani belajar gadis tersebut.Akhirnya Mbok Inah meneruskan langkahnya yang sempat terhenti di anak tangga paling atas. Ia segera berjalan menuju kamar Ayra dan masuk ke sana. “Non, saya mau mengantar minuman hangat buat neme
“Pak, aku masih belum selesai mencuci piring,” ucap Ayra dengan perasaan sedikit takut sekaligus gugup sebab tatapan intens Attar terus menghunjam bola matanya.Bukannya pergi, Attar justru merapatkan jarak di antara mereka. Ia membuat Ayra tidak bisa keluar dari jeratannya usai kedua tangannya memagari tubuh Ayra dengan cara menumpu di badan kitchen bar.“Bagaimana kalau kita selesaikan urusan kita saja?” Tatapan Attar sudah menggerayangi seluruh inci wajah Ayra. Ia bahkan ingin melahap gadis itu sekarang juga dan menguasainya. Berdekatan dengan Ayra membuat otak Attar tidak waras. Ia kehilangan akal sehatnya.“Maksud Pak Attar? Urusan ap—” Pertanyaan Ayra terpangkas ketika Attar segera membungkam bibirnya dengan bibir lelaki itu.Ayra memejamkan mata dan kembali merasakan aktivitas yang sempat ia dambakan untuk dilakukan bersama Rendra. Namun karena moment rusak, Ayra melakukannya bersama pria yang lebih membuatnya percaya. Ia tidak pernah menyesal setiap melakukan itu bersama deng
“Pak, aku turun dulu. Nanti pulangnya naik taksi saja.”“Oke, selamat mengerjakan ujian, ya?” lontar Attar sambil menyunggungkan senyuman tipis.Ayra membalas dengan anggukan serta senyuman simpul. Kemudian membuka pintu mobil dan keluar dari kendaraan itu.Saat tiba di depan pintu gerbang, Ayra melihat Reti. Gadis di depannya itu terlihat begitu pucat hingga mengenakan jaket untuk menutupi tubuhnya yang mungkin terasa dingin. Ayra mengamati Reti dari keseluruhan tubuh gadis itu. Reti lebih banyak menekuk kedua tangan di depan perut. Seolah sedang melindungi bayi mungilnya di dalam sana. Atau justru takut ketahuan dirinya tengah mengandung meskipun perut itu masih datar.Reti berjalan menunduk. Ia melewati Ayra tanpa sadar. Kemudian Ayra berjalan di belakang Reti dengan tenang.Satu pesan di dalam hidup Ayra adalah, tidak perlu ikut-ikutan dalam pergaulan teman yang kurang sehat. Biarkan mereka menjauh, yang penting diri ini selamat. Daripada tetap berteman, tetapi ujung-ujungnya ma