Di dunia yang sudah dipenuhi oleh teknologi yang canggih, terdapat sebuah permainan RPG (Role Playing Game) yang sedang naik daun lima tahun ke belakang. Tren tersebut membuat kebanyakan orang, khususnya pemuda di Indonesia membuat ledakan rekor yang luar biasa.
Selain karena dapat dimainkan di sebuah perangkat komputer, permainan video online, khususnya RPG tersebut dapat dimainkan di dalam perangkat VR (Virtual Reality) dan juga dunia Metaverse yang sudah dapat diakses.Permainan video ini menjadi paling banyak dimainkan karena kebebasan yang diberikan oleh developer, yang membuat dan mengembangkan permainan tersebut kepada para pemain.Pemain dapat mengkostumisasi karakternya sendiri tanpa batasan. Jika itu ada, maka yang menjadi pembatas adalah kemampuan finansial pemain dalam membeli barang-barang langka yang ditawarkan di dalam permaninan video. Salah satu yang paling digemari oleh para pemuda di dalam negeri dan seluruh penjuru dunia adalah game bernama Godtales.Pemain, sebagai tokoh utama di dalam permainan, harus mengalahkan monster-monster kuat yang ada di dunia Godtales. Di dalam game, jangan berharap pemain bisa melawan Zeus ataupun pergi ke pohon Yggradsil.Meski diberi sentuhan kata God atau ‘Tuhan’ di dalamnya, Godtales bukanlah sebuah permain video RPG dengan tema mitologi seperti mitologi Nordik ataupun Yunani. Melainkan, RPG dengan fantasi seperti sihir.Kini, di dalam kamar yang gelap, seorang pemuda terlihat sedang bertarung dengan beberapa pemain di depannya.Setelah beberapa menit, di layar monitor pemain, terlihat para pemain yang menyerang dirinya jatuh dan di atasnya muncul notifikasi [Death]. Yang artinya, beberapa pemain yang menyerang satu pemuda itu telah mati.“Yang benar saja? Aku bahkan belum menggunakan VR-ku!”Berbanding terbalik dengan layar monitornya yang menampilkan suasana meriah, raut wajah sang pemuda tidak terlihat puas dengan hasil yang dia inginkan.Karakter milik pemuda tersebut telah mencapai batas status maksimal dari masing-masing Job (pekerjaan yang dapat dipilih di dalam permainan) dan juga ras yang ada di dalam karakternya. Bisa dikatakan, sang pemuda telah menghabiskan banyak uangnya hingga dia bisa mencapai level tertinggi.“Para whalers di permainan ini hanya cari muka saja. Ah, lupakan sajalah! Hari ini adalah hari yang bagus untuk bermain game. Sekarang, waktunya berganti ke VR.”Whalers yang disebut pemuda itu adalah sebutan untuk para pemain yang telah menghabiskan banyak uang untuk mempercantik karakter mereka. Namun, kebanyakan dari mereka hanya pamer dan tidak mengerti cara bermain yang benar. Hal tersebut memang tidak disalahkan karena prinsip dasar permainan adalah kebebasan, tetapi tetap saja mengganggu Aria.Sang pemuda kemudian mengambil VR-nya dari depan jajaran piala serta piagam yang ditutupi oleh kain. Dia kemudian menjatuhkan badannya dan menyamankan dirinya di atas kasur, kemudian memakai VR-nya."Baiklah! Mari bersiap untuk jadi yang teratas!" teriak Aria bersemangat. Dia yakin hari ini akan menemukan sesuatu yang menarik.[ Welcome back to GodTales ]Setelah notifikasi itu, pemandangan landscape dengan warna hijau pepohonan dan padang rumput yang luas, serta birunya langit dengan tambahan awan putih, langsung terlihat oleh mata Aria. Ia kemudian bangun dan merenggangkan dirinya yang ia rasa kaku di bawah pohon yang rindang. Selagi melakukan hal itu, seluruh badan Aria dihampiri oleh angin yang berembus. Tidak terlalu kencang, namun mampu membuat jubah berwarna hitam miliknya, yang hanya menutupi bagian kanan tubuh sampai pahanya tersebut, terbawa dan berkibar selama beberapa detik. “Firasatku selalu benar mengenai hal ini. Pasti, akan ada yang menarik di tempat ini.”Setelah mengatakan hal tersebut, Aria kemudian berjalan ke arah sebuah tembok besar yang terbuat dari batu. Ia tampak yakin dan tidak ragu dengan langkahnya. Kini, di hadapannya, sudah terdapat sebuah tembok besar dan juga lubang besar yang digunakan sebagai gerbang masuk. Selain itu, terdapat dua orang penjaga yang memakai full armor
Aria kembali melihat langit biru dan tumpukan awan yang cerah, tetapi kali ini dia berpikir langit dan awan tersebut sedang mengejek dirinya yang ditimpa musibah dan terlihat konyol. Menghela napasnya, Aria kemudian mulai berbicara dengan dirinya sendiri, “Apakah ini benar-benar nyata?” Selama beberapa waktu, ia telah melakukan banyak uji coba untuk kontrol perintah dasar yang harus ia ketahui. Dan hasilnya ia harus mengerjakan itu secara manual. Sebagai contoh, saat ingin mengambil barang di dalam tempat penyimpanan yang biasanya pemain selalu atur menggunakan tombol perintah, Aria harus membuka tas tempat penyimpanan itu lalu melihat isinya dan mengeluarkan barang yang ingin ia keluarkan. Tas isi penyimpanan ukurannya terbilang kecil, namun itu seperti tas ajaib yang dapat menampung banyak barang. Karena Aria mengeluarkan banyak uang untuk fungsi seperti ini, tas Aria mampu menyimpan 1200 barang tanpa mempedulikan berat benda dan telah mencapai batas maksimal. Sisanya ia simpan
“Benar ini adalah batu ruby yang aku temukan di daerahku dulu. Awalnya, aku mengira bahwa batu ini adalah batu kutukan karena cahayanya yang menggoda mata, namun saat aku menanyakan itu kepada ayahku dia bilang itu adalah batu yang sangat berharga. Kemudian ayahku mengambilnya dan menjadikannya satu untukku.”“O-ohh... Benar-benar teknik yang luar biasa, aku ingin bertemu dengan ayahmu, apakah bisa?”Aria menggelengkan kepalanya. “Ayahku meninggalkanku saat aku berusia 16 tahun.”“Maafkan aku,” ucap Magnius dengan nada yang rendah.“Tidak apa-apa, ayahku mengajarkanku semua yang perlu aku tahu. Meskipun aku menyayanginya, aku tidak bisa melawan takdir.”“B-benar. Kau benar.” Menyadari suasanya semakin tidak enak dan itu keadaan yang tidak bagus untuk Aria. Karena saat ini, Aria ingin melakukan sebuah pertukaran yang mungkin akan berguna bagi dirinya di masa depan. Dia kemudian dengan cepat mengganti suasana dengan cahaya batu ruby-nya.“Ayahku bilang bahwa batu ruby ini adalah spesial
Di depan sebuah tembok besar, meski tidak sebesar sebelumnya, terdapat kereta dengan dua kuda serta beberapa kotak anggur berlabel Margins Co., berhenti di pinggir pos keamanan gerbang menuju dalam kota Rumberg. Kota ini dikelola oleh seorang Count yang kota tersebut menjadi salah satu jalur perdagangan, sehingga banyak sekali orang yang keluar masuk ke kota ini. Penduduk di kota ini juga lumayan banyak, dengan mayoritas warganya adalah anggota dari guild petualang. Setelah beberapa hari menempuh perjalanan panjang, Magnius dan Aria saat ini suda sampai di gerbang kota Rumberg. Saat ini mereka sedang dalam tahap pengecekan barang dan itu tidak berlangsung lama, terutama karena Magnius yang cukup terkenal di kota Rumberg. "Pemuda ini adalah kerabatku."Mendengar ucapan Magnus, para penjaga membiarkan mereka berdua masuk. Setelahnya, atas permintaan Aria, Magnius memberhentikan Aria di depan guild petualang."Kenapa kau ingin berhenti di sini?" tanya pria gemuk itu bingung."Aku bu
Butuh waktu tiga hari untuk sampai di tempat tujuan meskipun sudah menggunakan kuda sekalipun. Aria menumpang kepada para pedagang, namun dia harus berpisah dan kembali melanjutkan perjalanannya sendirian dengan jalan kaki. Di tengah perjalanan juga, ia membaca peta yang ia beli dari guild. Setelah berjalan kaki selama satu hari dipandu arahan para pedagang dan melihat struktur peta, Aria berjalan menyusuri hutan. Ia tidak takut dengan serangan monster dan perut yang lapar. Aria diberitahu bahwa tidak ada monster yang berkeliaran di sekitar Desa Ssuane. "Ini terlalu mudah jika tidak ada monster. Hidup menjadi petualang Bronze membosankan. Tapi, lebih baik daripada menjadi petani di zaman seperti ini," gumam Aria. Mengenai kebutuhan pokoknya, Aria membeli beberapa roti dan makanan yang cukup untuk dirinya makan sendiri di perjalanannya. Saat sampai di sungai, ia akan berburu ikan serta membersihkan dirinya. Walau sebenarnya ia tidak akan mengeluarkan keringat, karena ia mendapat
"Apakah aku harus memperkenalkan diriku kembali? Tidak, itu tidak diperlukan. Bagaimanapun, kalian tidak akan bisa mengingat aku siapa untuk selamanya," ucap Aria percaya diri.Kemudian terdengar seseorang tertawa kencang, itu adalah kesatria yang mengeksekusi warga yang Aria lihat tadi."Kau banyak gaya juga, bocah. Trik apa yang kau pakai sehingga takut untuk turun, HA?!"Aria tidak merespons perkataan si kesatria tersebut."Benar juga, magic caster dari negeri yang jauh, perkenal-""Tidak, aku tidak butuh namamu," ucap Aria sebelum kesatria itu mengenalkan diri."Berani juga nyalimu. Apakah kau berpikir seorang magic caster bisa mengalahkan 12 kesatria sendirian? Apakah kau mencoba ingin terkenal?" Sambil mengejek, kesatria tersebut tertawa sekencang-kencangnya.Tidak gentar dengan perkataan sang kesatria, Aria membalasnya kembali dengan tawa yang juga kencang."Benar juga, aku harus berterima kasih kepada kalian semua. Benar, itu adalah cara yang cocok untuk kalian."Di dalam hatin
Kesatria yang didatangi Yurei terlebih dahulu, diserang dengan cara ditakuti dan membuat akal sehatnya menurun. Lalu, Yurei tersebut masuk ke dalam tubuh si kesatria dan mencekiknya. Temannya di sebelah yang menyaksikan tersebut hanya bisa kebingungan melihat temannya seperti tersiksa. Ia melihat temannya berteriak, meminta tolong sambil tangannya berusaha meraih sesuatu di sekitar lehernya, mencoba melepaskan sesuatu agar dirinya dapat kembali bernapas. Bahkan karena itu, tubuhnya ikut menggeliat dan memberontak agar dirinya bisa bebas. Yurei sebenarnya dapat dilihat sosoknya dengan kasat mata, tetapi fokus si kesatria sepertinya hanya tertuju kepada sosok yang menyeramkan bernama Gream Reaper sehingga melihat temannya seperti itu membuatnya bingung dan tidak dapat membuat reaksi yang tepat.“Hei, apakah kau baik-baik saja?” Setelah menanyakan hal itu kepada temannya itu, ia melihat bahwa temannya sudah berhenti berteriak, perlahan jatuh ke bawah dengan lembut, berbeda dari sebelum
Aria kembali ke hamparan bunga sebelumnya yang ia datangi saat harus menjalankan misinya untuk mencari tanaman herbal Setelah sampai dan mendarat di tengah-tengah hamparan bunga tersebut, Aria mengingat kembali pertarungan yang baru saja terjadi. Lemah. Terlalu lemah. Ia memikirkan itu seakan tidak percaya dan kesal akan hal tersebut. "Itu hanyalah Gream Reaper yang dibuat oleh satu tumbal saja! Bagaimana mereka, 12 orang, langsung kalah dengan makhluk lemah seperti ini? Benar-benar tidak dipercaya! Pemain level 20 saja dengan mudah mengalahkannya!" Aria terus mengumpat kepada 12 prajurit yang sudah mati di tangan Gream Reaper ciptaannya itu, dan terus berbicara sendiri karena tidak dapat memuaskan hatinya, meskipun para kelinci percobaan itu melakukan tugasnya dengan baik. "Sudahlah, tidak baik memikirkan hal tersebut. Lebih baik aku pulang dan mencari tempat penginapan. Ah, benar juga." Aria lalu mengambil benda yang sebelumnya ia taruh di tas penyimpanannya. Itu adalah pin pe