“Benar ini adalah batu ruby yang aku temukan di daerahku dulu. Awalnya, aku mengira bahwa batu ini adalah batu kutukan karena cahayanya yang menggoda mata, namun saat aku menanyakan itu kepada ayahku dia bilang itu adalah batu yang sangat berharga. Kemudian ayahku mengambilnya dan menjadikannya satu untukku.”
“O-ohh... Benar-benar teknik yang luar biasa, aku ingin bertemu dengan ayahmu, apakah bisa?”
Aria menggelengkan kepalanya. “Ayahku meninggalkanku saat aku berusia 16 tahun.”
“Maafkan aku,” ucap Magnius dengan nada yang rendah.
“Tidak apa-apa, ayahku mengajarkanku semua yang perlu aku tahu. Meskipun aku menyayanginya, aku tidak bisa melawan takdir.”
“B-benar. Kau benar.” Menyadari suasanya semakin tidak enak dan itu keadaan yang tidak bagus untuk Aria. Karena saat ini, Aria ingin melakukan sebuah pertukaran yang mungkin akan berguna bagi dirinya di masa depan. Dia kemudian dengan cepat mengganti suasana dengan cahaya batu ruby-nya.
“Ayahku bilang bahwa batu ruby ini adalah spesial karena batu ini muncul di permukaan tanah. Ia menyebutkan juga cahaya batu ruby yang aku pegang saat ini lebih indah karena itu menyerap sinar matahari.”
Aria mengatakan dengan yakin hal itu meskipun ia tidak mengetahui apakah itu bisa terjadi.
Karena faktanya, dibalik cerita yang Aria buat tentang batu rubynya, itu adalah item yang didapat Aria dari hadiah masuk bulanan. Seluruh pemain Godtales mendapatkan item tersebut pada minggu ke-2, jadi itu bukanlah sebuah barang yang langka.
Dia melebih-lebihkan ceritanya karena melihat dari gerak-gerik Magnius yang seperti baru melihat uang 100 juta berbentuk rupiah cash di depan mata.
Tentu hal itu tidak ingin dilewatkan begitu saja oleh Aria.
Nama cincin ruby yang sebenarnya adalah [Ring of Beauty]. Item tersebut menambah status karisma pemain 20 poin.
Angka yang tidak terlalu tinggi. Yang perlu diperhatikan adalah item tersebut tidak bisa dijual bebas ke pasar dan itu membuat kesal Aria.
Dan saat inilah waktu yang tepat untuk membuang item tersebut setelah lima bulan menjadi item sampah.Aria kembali melihat langit biru dan tumpukan awan yang cerah, tetapi kali ini dia berpikir langit dan awan tersebut sedang mengejek dirinya yang ditimpa musibah dan terlihat konyol.
“Ah, benar juga aku hampir lupa. Cincin ini memiliki sesuatu yang khusus. Sepertinya cincin ini dapat menambah pesona seseorang. Apakah kau ingin memeriksanya?”
Terkejut dengan tawaran yang diberi oleh Aria, Magnius kembali terbata-bata dan insting pengusahanya memuncak kembali. “A-apakah benar-benar boleh?”
“Tentu.”Aria kemudian memberikan cincin tersebut ke Magnius. Setelah memegang cincin tersebut, Magnius langsung terkesima dengan penampilan cantiknya yang dihasilkan oleh batu tersebut.
“I-ini benar-benar luas biasa. Sungguh barang yang menawan.”
Selagi Magnius mengoceh, Aria hanya memperhatikan Magnius dengan senyuman.
Di dalam pikirannya, bisa saja batu permata yang dihasilkan dunia ini tidak sebagus yang ditempa langsung oleh para pemain Godtales. Atau mungkin bisa saja masih lebih buruk daripada hadiah misi.
Melihat dirinya dilihat oleh Aria, Magnius langsung mengambil sikap tenangnya dan mengembalikan posisi terbaiknya.
“Kalau begitu bolehkah aku memeriksanya lebih jauh lagi?”Memeriksa lebih jauh lagi? Meskipun terdapat keraguan sesaat karena bisa saja informasi yang ditampilkan mengenai cincin tersebut ketahuan, Aria mengambil keputusan bahwa itu bukanlah sebuah masalah yang besar. Tidak ada informasi yang mencolok juga pikirnya.
“Ya, silakan. Aku tidak keberatan. Sebaliknya, aku merasa senang bahwa batu itu adalah sebuah keberuntungan satu dalam seumur hidup.”
“Baiklah, kalau begitu aku akan memulainya.”
Magnius kemudian memberhentikan kudanya dan meletakkan cincin tersebut di sebuah papan kayu di depannya. Kemudian Magnius menghadapkan kedua telapak tangannya ke arah baru tersebut dan berkata, “Apprasial.”
Setelah mengatakan itu, area di sekitar cincin mengeluarkan cahaya selama beberapa detik kemudian menghilang. Tetapi tidak ada reaksi dari Magnius setelah itu.
“Pak Magnius?”
Setelah dipanggil namanya, Magnius berteriak seolah tidak percaya apa yang dilihat di depan matanya.
“I-ini luar biasa! Tidak ada yang seperti ini sebelumnya! Di mana kau mendapatkan batu ini!?”
“Maaf, aku tahu itu adalah hal yang menarik. Tapi aku hanya menemukan satu batu saja,” ucap Aria bingung.
“Tidak, kau tidak perlu meminta maaf, Aria. Ini sungguh luar biasa! Kemurnian cincin ini adalah 99%!”
Apa?! 99%! Aria yang mendengar hal tersebut juga sampai kaget dengan fakta yang baru saja ia dengar itu.
Dia berpikir bagaimana bisa barang sampah tingkat kemurniannya 99%. Dia bahkan tidak bisa meleburnya di tempat pengrajin besi kepercayaannya karena tingkat kemurniannya sangat rendah.Meski begitu, dia harus menahan keterkejutannya karena jika ia terkejut bisa saja Magnius menaruh curiga.
Tapi, ada satu hal yang membuat Aria penasaran.
“Sebetulnya, apa yang kau lihat dengan sihir barusan?”
Ya, sihir. Di dunia ini juga bisa menggunakan sihir. Ini adalah salah satu informasi yang diinginkan Aria karena ia belum sempat mencobanya secara langsung. Meskipun ia yakin itu bisa terjadi setelah ia melihat tas penyimpanannya.
Satu hal lain yang membuatnya penasaran adalah sihir [Apprasial] yang tidak ada di dalam Godtales itu sendiri. Ini juga merupakan informasi yang sangat penting bahwa sihir dunia ini berbeda dengan di dalam Godtales.
“Ini hanya bisa melihat tingkat kemurnian saja, tidak ada yang lain.”
“Baiklah, aku mengerti. Aku kira itu bisa melihat hal yang lain,” ucap Aria lesu.
“Aku tidak mempunyai kemampuan itu, mungkin juga di seluruh dunia.”
“Baiklah, itu tidak apa-apa. Sudah cukup. Terima kasih.”
“Tidak apa-apa... Jadi, kau ingin menjualnya dengan harga berapa?”
Aria melihat ke arah Magnius, tertawa di dalam hatinya. Tentu dia tidak mengeluarkan hal itu, Aria hanya tersenyum dengan tenang.
“Seharusnya, aku tidak meragukan kemampuan seorang pengusaha. Maaf.”
Magnius tertawa dan kembali berkata, “Lalu bagaimana?”
“Benar juga, karena barang itu adalah barang kualitas tinggi aku harap aku bisa mendapatkan yang sepadan dengan itu.”
“Aku sedang tidak membawa banyak uang sekarang, aku tidak yakin bisa memenuhi ekspektasimu,” ucap Magnius tiba-toba lesu.
“Sebut saja berapa yang kau mampu.”
“100 keping emas.”
Aria yang tidak mengetahui apapun tentang nilai mata uang, tentunya tidak mengetahui berapa harga sebenarnya dari 100 keping emas.
Di Godtales, mata uang yang dipakai adalah Luin. Dibagi juga dalam 3 kategori, emas, perak, dan perunggu. Tapi melihat bentuk yang berbeda, sudah dipastikan itu bukan Luin Godtales.
Aria mencoba mendorong keberuntungannya dengan percaya diri.
“Masih terlalu jauh, aku yakin kau juga sependapat, bukan?”
“Aku bisa menaikkannya, tapi itu hanya sedikit. Bagaimana dengan 300?”
Yes! Rencananya berhasil. Menaikkan 100 menjadi 300 adalah jarak yang besar. Terlebih, itu adalah emas, jika tebakannya benar, dengan kemurnian 99%, Aria bisa mencoba mendorongnya lagi.
“Begini saja, Pak Magnius. Aku setuju dengan 350 emas dan beberapa koin kecil di bawahnya. Tapi, karena aku baru saja keluar dan aku menginginkan seseorang yang dapat aku percaya tentang fakta di dunia ini....”
Magnius melihat ke arah Aria dengan serius kali ini. Kata-kata Aria yang menggantung membuat dia kembali berkata, “Baiklah, aku setuju. 350 emas, 100 perak, dan 20 tembaga. Aku akan menyambutmu dengan senang hati.”
“Terima kasih banyak. Senang berdagang dengan Anda, Pak Magnius.”
“Aku juga.”
Magnius dan Aria saling berjabat tangan dan saling melempar senyum sagu sama lain.
“Ngomong-ngomong, kau akan mengantarkan anggurmu ke mana?”
“Oh, kau sangat beruntung. Aku sedang menuju ke Kerajaan Brimmid.”
Aria bingung mendengar nama Kerajaan Brimmid.
'Sebenarnya, apa yang terjadi?' batin Aria yang ingin segera keluar dari game GodTales.
Di depan sebuah tembok besar, meski tidak sebesar sebelumnya, terdapat kereta dengan dua kuda serta beberapa kotak anggur berlabel Margins Co., berhenti di pinggir pos keamanan gerbang menuju dalam kota Rumberg. Kota ini dikelola oleh seorang Count yang kota tersebut menjadi salah satu jalur perdagangan, sehingga banyak sekali orang yang keluar masuk ke kota ini. Penduduk di kota ini juga lumayan banyak, dengan mayoritas warganya adalah anggota dari guild petualang. Setelah beberapa hari menempuh perjalanan panjang, Magnius dan Aria saat ini suda sampai di gerbang kota Rumberg. Saat ini mereka sedang dalam tahap pengecekan barang dan itu tidak berlangsung lama, terutama karena Magnius yang cukup terkenal di kota Rumberg. "Pemuda ini adalah kerabatku."Mendengar ucapan Magnus, para penjaga membiarkan mereka berdua masuk. Setelahnya, atas permintaan Aria, Magnius memberhentikan Aria di depan guild petualang."Kenapa kau ingin berhenti di sini?" tanya pria gemuk itu bingung."Aku bu
Butuh waktu tiga hari untuk sampai di tempat tujuan meskipun sudah menggunakan kuda sekalipun. Aria menumpang kepada para pedagang, namun dia harus berpisah dan kembali melanjutkan perjalanannya sendirian dengan jalan kaki. Di tengah perjalanan juga, ia membaca peta yang ia beli dari guild. Setelah berjalan kaki selama satu hari dipandu arahan para pedagang dan melihat struktur peta, Aria berjalan menyusuri hutan. Ia tidak takut dengan serangan monster dan perut yang lapar. Aria diberitahu bahwa tidak ada monster yang berkeliaran di sekitar Desa Ssuane. "Ini terlalu mudah jika tidak ada monster. Hidup menjadi petualang Bronze membosankan. Tapi, lebih baik daripada menjadi petani di zaman seperti ini," gumam Aria. Mengenai kebutuhan pokoknya, Aria membeli beberapa roti dan makanan yang cukup untuk dirinya makan sendiri di perjalanannya. Saat sampai di sungai, ia akan berburu ikan serta membersihkan dirinya. Walau sebenarnya ia tidak akan mengeluarkan keringat, karena ia mendapat
"Apakah aku harus memperkenalkan diriku kembali? Tidak, itu tidak diperlukan. Bagaimanapun, kalian tidak akan bisa mengingat aku siapa untuk selamanya," ucap Aria percaya diri.Kemudian terdengar seseorang tertawa kencang, itu adalah kesatria yang mengeksekusi warga yang Aria lihat tadi."Kau banyak gaya juga, bocah. Trik apa yang kau pakai sehingga takut untuk turun, HA?!"Aria tidak merespons perkataan si kesatria tersebut."Benar juga, magic caster dari negeri yang jauh, perkenal-""Tidak, aku tidak butuh namamu," ucap Aria sebelum kesatria itu mengenalkan diri."Berani juga nyalimu. Apakah kau berpikir seorang magic caster bisa mengalahkan 12 kesatria sendirian? Apakah kau mencoba ingin terkenal?" Sambil mengejek, kesatria tersebut tertawa sekencang-kencangnya.Tidak gentar dengan perkataan sang kesatria, Aria membalasnya kembali dengan tawa yang juga kencang."Benar juga, aku harus berterima kasih kepada kalian semua. Benar, itu adalah cara yang cocok untuk kalian."Di dalam hatin
Kesatria yang didatangi Yurei terlebih dahulu, diserang dengan cara ditakuti dan membuat akal sehatnya menurun. Lalu, Yurei tersebut masuk ke dalam tubuh si kesatria dan mencekiknya. Temannya di sebelah yang menyaksikan tersebut hanya bisa kebingungan melihat temannya seperti tersiksa. Ia melihat temannya berteriak, meminta tolong sambil tangannya berusaha meraih sesuatu di sekitar lehernya, mencoba melepaskan sesuatu agar dirinya dapat kembali bernapas. Bahkan karena itu, tubuhnya ikut menggeliat dan memberontak agar dirinya bisa bebas. Yurei sebenarnya dapat dilihat sosoknya dengan kasat mata, tetapi fokus si kesatria sepertinya hanya tertuju kepada sosok yang menyeramkan bernama Gream Reaper sehingga melihat temannya seperti itu membuatnya bingung dan tidak dapat membuat reaksi yang tepat.“Hei, apakah kau baik-baik saja?” Setelah menanyakan hal itu kepada temannya itu, ia melihat bahwa temannya sudah berhenti berteriak, perlahan jatuh ke bawah dengan lembut, berbeda dari sebelum
Aria kembali ke hamparan bunga sebelumnya yang ia datangi saat harus menjalankan misinya untuk mencari tanaman herbal Setelah sampai dan mendarat di tengah-tengah hamparan bunga tersebut, Aria mengingat kembali pertarungan yang baru saja terjadi. Lemah. Terlalu lemah. Ia memikirkan itu seakan tidak percaya dan kesal akan hal tersebut. "Itu hanyalah Gream Reaper yang dibuat oleh satu tumbal saja! Bagaimana mereka, 12 orang, langsung kalah dengan makhluk lemah seperti ini? Benar-benar tidak dipercaya! Pemain level 20 saja dengan mudah mengalahkannya!" Aria terus mengumpat kepada 12 prajurit yang sudah mati di tangan Gream Reaper ciptaannya itu, dan terus berbicara sendiri karena tidak dapat memuaskan hatinya, meskipun para kelinci percobaan itu melakukan tugasnya dengan baik. "Sudahlah, tidak baik memikirkan hal tersebut. Lebih baik aku pulang dan mencari tempat penginapan. Ah, benar juga." Aria lalu mengambil benda yang sebelumnya ia taruh di tas penyimpanannya. Itu adalah pin pe
"Ekhem..." deham Aria, "Baiklah, itu bagus dan tidak berlebihan." "Apa ada lagi, Tuan?" "Ya, saat sedang banyak orang, tolong panggil aku dengan nama karakterku, Aria. Kau bebas memanggilku apa saat hanya sedang berdua saja. Kemudian, bicara seperti biasa saja seperti seorang teman." "Dimengerti," ucap Florithe patuh. Aria mengangguk puas dan berpikir untuk langsung pulang, namun ia melihat ke arah sampingnya, Gream Reaper yang ia panggil masih ada dan belum menghilang. Sedari awal, Gream Reaper itu mengikutinya dalam diam sambil memangkul senjata miliknya seperti seorang petani dengan cangkulnya. Lalu, Yurei yang mengikuti dengan wajah jelek dan menyeramkan membuat Aria menambah ekspresi kesusahannya. Jika dilihat, Gream Repaer itu terlihat seperti pet milik seorang player saat berada di lobby atau kota utama di dalam game. Menghilangkan efek seramnya. "Hei, apakah kau bisa menghilang?" tanya Aria dan melihat ke arah Gream Reapernya. Gream Reaper menatap kembali Aria kemudi
"Dia menyukainya," ucap Aria.Aria tidak sedang berbohong dan dia bukan ingin menyenangkan lawan bicaranya, itu karena pipi Florithe memerah dan hanya Aria yang mengetahui hal tersebut meski dari sisinya, wajah Florithe tertutup oleh tudung miliknya."Aku senang mendengarnya. Oh, benar. Sungguh tidak sopan, maafkan aku belum memperkenalkan diriku. Aku adalah Count Reginald Vol-Sisenna, aku adalah orang yang berkuasa di daerah sekitar kota Rumberg, sekaligus menjadi wali kota di sini.""Aku adalah Aria, dan di sebelahku ada Florithe Lysabel. Kami berdua adalah magic caster, kami baru saja sampai di kota ini.""Aku mendengar namamu dari seorang pedagang yang terkenal di benua ini. Dia telah menjadi langgananku.""Pedagang... Apakah yang kau maksud adalah Magnius?""Benar, itu adalah Magnius. Tujuanku mengundangmu ke sini adalah karena ia memintaku untuk menepati janjinya, meskipun masih terlalu sedikit, setidaknya dia ingin mengurangi hutangnya. Itulah yang ia katakan.""Aku turut senan
"Ah, maaf. Apakah kau juga ingin mengambilnya?" Aria melihat ke arah suara itu. Di sana, seorang remaja seumuran dirinya menggunakan armor besi yang tidak menutupi seluruh tubuhnya. Pelindung kepalanya seperti mahkota. Saat pertama kali melihatnya, ia teringat dengan sosok protagonis di cerita-cerita fantasi dan itu membuat dirinya jengkel.Pemuda itu masih tersenyum melihat Aria.Aria akhirnya menjawab, "Ya, benar." "Maaf, aku kira tidak ada yang akan mengambilnya. Aku sudah ingin melakukan misi ini sudah dari lama sekali, dan petualang lain tidak mengambilnya. Tapi benar-benar waktu yang tidak tepat. Jadi, bagaimana kalau kita menyelesaikannya bersama?" Aria tidak menyangka penawaran ini. Namun, Aria menjawab dengan pura-pura polos, "Apakah tidak apa-apa? Kau bilang kau ingin mengambil misi ini dari lama, bukan?" "Tidak apa-apa! Bagaimana kalau kita membicarakan hal ini bersama dengan anggotaku yang lain?" "Baiklah." Mereka bertiga kemudian pergi ke lantai 2. Pemuda itu mengar
Matahari kembali memperlihatkan sosoknya yang agung. Dia begitu bersinar dan nampak cerah dengan cahaya alaminya. Di pagi hari ini, wajah para pasukan aliansi kembali pada titik mereka bisa tersenyum setelah melewati malam yang begitu mengerikan. Saat pemimpin mereka melawan paus keimanan, mereka diserbu oleh pasukan musuh yang tidak mempunyai nyali ataupun takut di dalam diri mereka. Beberapa teman yang mereka kenal lama atau baru kenal saat di perjalanan mati dengan keadaan mengenaskan. Setelah pertempuran semalam, mereka memutuskan untuk berkabung sebentar saat itu juga, karena tidak banyak waktu lagi bagi mereka untuk bergerak. Raja Aria dan Ratu Brimmid sebenarnya sudah memutuskan untuk mereka beristirahat dan menjaga kota, tapi para pasukan akan merasa sangat tidak termotivasi jika tidak ikut dengan pemimpin mereka. Meneriakkan kemenangan bersama dengan para pemimpin adalah salah satu motivasi mereka agar tidak terpuruk sesudah pertempuran. Jasad Paus Keimanan tidak dapat
Lalu kemudian Gillechrìosd merasakan rasa takut yang besar, tapi dirinya tidak bisa merespons hingga akhirnya tanpa ia sadar, wajahnya sudah mencium tanah dengan keras. "Mhmffuu!" Serangan itu berasal dari Aria. Dia menenggelamkan wajah Gillechrìosd dengan kekuatannya sendiri hingga menghantam dan menghancurkan tanahnya. Setelah memberikan serangan, Aria lalu membawa Ninelie ke tempat yang aman dan mematikan sihir cahaya yang berakibat fatal bagi Ninelie. Dengan sihir yang sudah dimatikan, Ninelie yang tidak berdaya masih bisa belum merespons. "Florithe." ucap Aria untuk memberikan tindakan khusus."Ya." Florithe dengan segera datang dan menyembuhkan Ninelie. "Aku tidak menyangka dia bisa mengubah darah menjadi senjata." Sambil menyembuhkan Ninelie, Aria memulai percakapan. Mengingat jarang sekali melihat sihir yang identik, ia tidak bisa menahan rasa penasarannya.Florithe juga tidak keberatan. Konsentrasinya tidak mudah luntur hanya dengan percakapan biasa. "Itu adalah kemampua
Gillechrìosd menatap tajam ke arah Aria yang menunjukkan posisi sedikit tertunduk, seakan menahan rasa sakit serangan miliknya. Dari jari tengah tangan kanannya, dia melihat darah menetes ke tanah. "Jadi aku masih terkena serangannya." umpat dirinya lalu, Gillechrìosd mendecak. "Itu membuatku kesal." Gillechrìosd menghapus darahnya lalu melangkah ke mendekati Aria yang masih belum bergerak. "Baiklah, kau tidak sedang tidur sekarang, bukan? Mari kita lanjutkan pestanya." Gillechrìosd melebarkan kalung yang ia lilitkan di tangan kanannya sambil membaca mantra. Tangan kanannya kini dikelilingi oleh lingkaran sihir tiga lapis berwarna biru dengan kalung lambang agamanya yang ikut bersinar. "Ini akan menjadi sesuatu yang bagus saat otakmu meleleh. Holy Fire!" Tangan kanan Gillechrìosd langsung diselimuti oleh api berwarna biru putih menggantikan lingkaran sihirnya. Namun lagi-lagi, tanpa dirinya sadar, seseorang menyerang dirinya sekali lagi. Tapi ia dapat merasakan serangan itu saat
Berdiri di antara pasukannya, Gillechrìosd memasang senyum segar di wajahnya. Badannya masih dalam posisi yang sempurna. Goresan serta lecet dan beberapa luka yang ia dapatkan saat pertarungan melawan Aria hilang tanpa jejak. Tatapan matanya begitu tinggi dan mengejek sosok lawannya yang ia pikir berdosa. Gillechrìosd menilai mereka semua adalah sampah yang seharusnya dewanya tidak ciptakan. Tidak ada sifat mulia bahkan dengan berani menginjakkan kakinya di tempat suci untuk peribadatan. "Untuk seorang raja baru dari kerajaan Ordioth, kau lumayan." Dari nadanya, siapapun bisa mendengar bahwa nada itu adalah nada ejekan yang diberikan kepada Aria. "Bahkan setelah melawan tubuh keduaku ... Mungkin hanya kau yang bisa membuatnya tidak sadarkan diri." Gillechrìosd mengocehkan kehebatannya dengan gerak gerik seorang bangsawan yang memiliki kekuasaan absolut. Dengan postur tubuh yang bagus dan wajah yang tampan, Gillechrìosd masuk dalam jajaran kedua orang yang dibenci oleh Aria setel
Di depan mereka, berseberangan dengan tempat mereka berdiri, muncul dari kegelapan bayangan, disinari dengan sedikit cahaya bulan, terdapat seorang pria menggunakan baju pendeta, sama seperti yang dikenakan para paus yang ditemukan oleh Aria sebelumnya. Tetapi pria itu memiliki banyak hiasan keagamaan yang menempel di pakaiannya. Terdapat rantai, kalung, juga buku yang menempel pada baju pendetanya. Rambut pria itu panjang dan berwarna keemasan. Tubuhnya tinggi juga proporsional. Dilihat dari kulitnya, usia orang itu terbilang sangat muda dibandingkan dengan paus lainnya yang ada di teokrasi. Ninelie yang melihat itu langsung masuk dalam mode siaga untuk bertempur. "Hati-hati. Dia sangat kuat." "Sangat kuat? Dia?" Aria yang diberi peringatan oleh Ninelie bertanya kembali untuk memastikan.Ninelie kembali membalasnya sambil mempertahankan sikap siaganya. "Ya, meskipun penampilannya terlihat seperti itu dia adalah orang yang terkuat di Teokrasi." "Jadi itu bukan Paus Keberanian?"
Setelah membunuh karakter yang Aria pribadi benci, Aria bersama dengan Florithe keluar dari dalam gedung melewati puing-puing bangunan yang hancur, efek dari serangan pedang Arthur yang bertabrakan dengan pelindung sihir milik Aria. Matahari di sana sudah melumpuhkan warna oranye, dan bayang-bayang bangunan di sekitar taman utama mencerminkan waktunya untuk istirahat dari segala aktivitas. Tetapi taman itu sudah sunyi. Tidak ada satupun aktivitas terasa di taman utama teokrasi yang menjadi pusat dari segala acara keagamaan. Aria yang masih di sekitar gedung itu melihat ke arah matahari dengan mata yang penuh dengan keinginan kuat. Tetapi secara visual matanya hanya menatap keindahan matahari itu. Menjadikan balas dendam sebagai alasan utama ketidakbergunaan diri sendiri berjalan di atas dunia. Dan yang membuat itu semakin buruk, karena menjadikan aksi selingkuh tunangannya sebagai alasan utama. Benar-benar bodoh sekali. Angin berembus yang membuat pakaian Aria dan Florithe mengik
Aria menuju salah satu bangunan di pusat taman Teokrasi. Bangunan itu memiliki sebuah kubah sebagai atapnya. Interiornya mewah dengan berbagai lukisan serta patung yang terbuat dari emas. Di sana, ia pergi ke salah satu ruangan dengan pintu masuk yang berbeda dari pintu lainnya yang ada di bangunan itu. Ruangan itu dipenuhi oleh buku yang tertata, namun tidak begitu rapi di rak yang seluruhnya menyatu dengan tembok. Buku-buku tebal dan berwarna dengan jumlah yang banyak, hingga beberapa diletakkan di lantai. Ketika dia masuk, dia melihat seseorang sedang membaca salah satu buku yang cukup tebal. Aria tidak menyerang itu karena ia sepertinya mengenal sosok tersebut. Intuisinya tidak salah. Dengan santai ia masuk bersama Florithe dan menyapa, "Sudah lama tidak bertemu, Arthur." Arthur yang ada di di depannya memakai pakaian putih layaknya paladin di kekaisaran, namun lebih mewah layaknya seorang prajurit. Arthur melihat ke arah Aria dan menutup bukunya, "Ya, sudah lama tidak be
Namaku adalah Arthur. Aku dilahirkan di desa kecil di kerajaan Brimmid. Ayahku bekerja sebagai tukang pemotong kayu di hutan sekitar desa. Sedangkan ibu, ibu hannyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Mereka sangat baik kepadaku. Ayah selalu menyemangatiku dan tidak pernah bosan untuk bisa membuatku gembira. Begitu juga dengan ibu, ibu selalu dapat menenangkanku kapanpun aku merasa butuh. Setiap aku menangis, ibu selalu ada dan memelukku. Saat umurku sudah menginjak 4 tahun, Aku melihat ibu menangis. Ibu bilang bahwa Ayah akan pergi sangat lama. Butuh waktu sekitar satu tahun hingga akhirnya aku menyadari kalau ayah telah meninggal. Aku mendengar percakapan orang-orang di desa kalau banyak monster berkeliaran di dalam hutan. Kemudian, aku tidak sengaja mendengar ayahku yang menjadi salah satu korbannya. Mereka bilang, ayah mati karena dimakan oleh sekumpulan serigala yang besar saat menebang pohon. Aku kemudian mengingat saat waktu itu, banyak orang berkumpul di depan rumah. M
"Garban telah dikalahkan katamu!!?" Empat paus yang berada di dalam ruangan sebuah gereja yang juga menyatu sebagai kastil di wilayah paus kasih sayang, mengatakan hal yang serupa dengan nada tidak percaya. Empat paus itu duduk di meja bundar. Dari sebelah kanan, mereka adalah Ailpein Caisidei sang Paus Kebajikan, Gilleathain Kendrick sang Paus Kebaikan, Fionnghal-Taog Duffs sang Paus Ketaatan, dan Fearchar Kavanaugh sang Paus Kasih Sayang. Mereka semua ada dan menunggu di sini hanya satu alasan; mendapatkan kabar baik dari Garban Lewis, sang Paus Ketaatan, yang berharap dapat mempertahankan tembok kokoh mereka. Namun setelah keyakinan yang tinggi, apa yang mereka dengar dari salah satu bawahan mereka, yang mereka suruh untuk memberi informasi hannyalah kekalahan total. "Apa kau serius tentang itu?" ucap salah satu dari Paus di sana masih tidak mempercayainya.Sang pembawa pesan hanya bisa berlutut dan menghadap ke bawah sambil gemetar berhadapan dengan para paus. "Y-ya, tidak sal