"Apakah aku harus memperkenalkan diriku kembali? Tidak, itu tidak diperlukan. Bagaimanapun, kalian tidak akan bisa mengingat aku siapa untuk selamanya," ucap Aria percaya diri.
Kemudian terdengar seseorang tertawa kencang, itu adalah kesatria yang mengeksekusi warga yang Aria lihat tadi.
"Kau banyak gaya juga, bocah. Trik apa yang kau pakai sehingga takut untuk turun, HA?!"
Aria tidak merespons perkataan si kesatria tersebut.
"Benar juga, magic caster dari negeri yang jauh, perkenal-"
"Tidak, aku tidak butuh namamu," ucap Aria sebelum kesatria itu mengenalkan diri.
"Berani juga nyalimu. Apakah kau berpikir seorang magic caster bisa mengalahkan 12 kesatria sendirian? Apakah kau mencoba ingin terkenal?" Sambil mengejek, kesatria tersebut tertawa sekencang-kencangnya.
Tidak gentar dengan perkataan sang kesatria, Aria membalasnya kembali dengan tawa yang juga kencang."Benar juga, aku harus berterima kasih kepada kalian semua. Benar, itu adalah cara yang cocok untuk kalian."
Di dalam hatinya, ia sangat senang bisa menemukan kelinci percobaan tanpa harus susah payah mencari, atau menjebak seseorang.
Sekelompok manusia sampah di depan matanya adalah hal yang luar biasa bagi dirinya.
"Kau bilang mencoba, bukan? Baiklah." Aria melihat ke salah satu kesatria yang sedang menunggangi kudanya, kemudian menunjuknya.
"Kau, ikuti perintahku dan berjalan ke arahku."
Para kesatria yang mendengar itu terdiam, melihat satu sama lainnya, kemudian tertawa seolah mereka telah melihat pertunjukkan drama yang bagus.
Bahkan, di antaranya ada yang mengejek dengan mengulang kembali kalimat yang Aria katakan.
Belum berhenti tertawa, kesatria yang ditunjuk Aria langsung terjatuh hingga membuat tawa mereka terhenti sejenak, kemudian lanjut tertawa menganggap kawannya itu jatuh karena tidak kuat menahan tawa atau mengikuti akting Aria.
Kemudian mereka benar-benar berhenti tertawa setelah melihat kawannya berteriak dan mulai berjalan ke arah Aria, dan berusaha untuk melawan seakan dipaksa.
Ia terus berteriak meminta tolong sampai ia menyadari dirinya sudah berada dekat dengan Aria.
Mengikuti itu, Aria naik lebih tinggi lagi sehingga helm milik kesatria tersebut dapat dibuat sandaran tangan untuknya.
Lalu, kesatria yang mengeksekusi warga desa bertanya kepada Aria, "Apa yang kau lakukan?"
Aria tersenyum, "Para kesatria sekalian, apakah kalian adalah orang yang beriman?"
Mereka semua hanya memasang wajah bingung mereka, walalu itu sebenarnya tertutup oleh helem mereka.
"Tentu saja kalian bukan. Karena kalian adalah orang yang berdosa, aku akan membawa kematian kepada kalian."
Sambil mengatakan itu, Aria memegangi helm kesatria di pinggirnya tersebut kemudian merapalkan mantranya, "Sacrifice: Gream Reaper."
Setelah mantranya terucap, sang kesatria kembali berteriak, kini dia lebih berteriak lebih keras daripada sebelumnya.
Teriakannya sangat mengerikan sehingga membuat yang melihatnya tidak bisa beraksi.
Kesatria tersebut merasa kesakitan karena tubuhnya dirubah paksa menjadi sesuatu yang dikenalinya.Tulangnya remuk, ototnya juga robek, itu semua terjadi perlahan dari bawah hingga ke atas secara perlahan.Teriakan yang mengerikan itupun berhenti setelah proses yang tidak diketahui di dalam armornya selesai.
Kemudian, armor itu bergerak dan mengeluarkan asap hitam pekat. Lalu muncul cairan hitam lengket dari armor sang kesatria.
Cairan itu terus keluar dan membesar hingga mencapai sosok konkretnya. Sosok hitam dengan kain hitam yang menutupi seluruh tubuhnya, mata yang merah, serta senjata berbentuk bulan sabit melayang tegak.
Gream Reaper telah muncul.
Para kesatria yang melihat itu terkejut pada awalnya, teriakan kesakitan kawan mereka yang begitu keras terasa mengerikan sehingga pikiran mereka menggambarkan neraka yang kejan datang menimpa dan menghukumnya.
Tapi, setelah melihat wujud gream reaper yang ukurannya sama dengan tubuh mereka, ketakutan mereka sedikit mengurang.
Sayangnya, hal tersebut tidak membuat pikiran mereka sadar, mereka masih memproses apa yang sedang terjadi dan hanya melihat sosok yang dibuat oleh Aria.
Gream Reaper kemudian bergerak secara perlahan ke salah satu kesatria di dekatnya.Dihampiri oleh makhluk hitam, tangan kesatria tersebut menggenggam lengan pedang yang ada di pinggulnya.
Saat ingin menarik pedangnya, si kesatria melihat Gream Reaper itu mengayunkan senjata miliknya kemudian tak lama, ia melihat seorang kesatria tanpa kepala dengan darah yang keluar seperti air mancur dengan matanya sendiri.
Ia ingin mengetahui dan membedahnya secara logika, tetapi itu sudah terlambat karena pikiran dan kesadarannya sudah tidak lagi berfungsi karena yang ditebas adalah dirinya sendiri.
Diperlihatkan kembali kejadian yang tidak masuk akal, keadaan di sekitar kembali hening.
"UWAAAAAA!" Salah satu kesatria yang sadar kemudian berteriak dan lari dengan kudanya dengan tergesa-gesa. Suara sepatu kuda dan teriakan miliknya terdengar jelas melewati udara di suasan yang tanpa suara ini.
Perhatian mereka teralihkan oleh suara tersebut dan melihat ke arahnya, begitu juga dengan sang Gream Reaper.
"Grrr!" Mata merahnya menyala di dalam kegelapan dan terbang dengan cepat ke arah kesatria yang kabur dengan kudanya itu.
Seakan sang waktu menjeda waktunya, Gream Reaper itu tiba-tiba sudah berada di depan kesatria. Kaget dengan apa yang dilihat, kuda yang ditungganginya berdiri dan mengeluarkan suara yang aneh. Dan saat itu juga, dua kepala telah jatuh ke tanah.Kesatria yang mengeksekusi warga dengan tawaan kencangnya, yang mungkin adalah pemimpin kelompok tersebut, berteriak dengan sekuat tenaga menyemangati kesatria yang lain. “Jangan takut! Keluarkan pedang kalian dan bertarunglah! Dia hanya makhluk rendahan, sangat mudah mengalahkannya! Sadarkan kembali pikiranmu dan keluarkan pedangmu!”
Teriakannya membuat sadar kesatria yang lain dan para kesatria itu mulai mengeluarkan pedang dari sarungnya.
“Siapkan formasi kalian, kita akan menyerang!” teriaknya lagi.
“Uwoooh!”
Teriakan semangat para kesatria mulai menggema, mereka lalu mulai bergerak menuju Gream Reaper sebagai targetnya.
“Musuhmu hannyalah orang yang memakai armor. Selain itu, jangan serang!” perintah Aria kepada Gream Reaper itu. Seakan mengerti, sosok itu memasang kuda-kuda dengan memainkan senjata berbentuk bulan sabitnya itu.
Gream Reaper itu maju dan menerjang dua kesatria yang mendekatinya dan mengayunkan senjatanya ke arah mereka.
"AAAA!" teriak kesatria yang diserang. Badan dua kesatria tersebut terbagi menjadi dua, dengan sisa bagian bawah yang dibawa oleh kuda yang berlari secara acak, sedangkan tubuh atasnya jatuh tepat di bawah Gream Reaper.
Gream Reaper itu selanjutnya melihat ke arah lain dan mencari mangsa selanjutnya.
Tepat sebelum ia menemukan, dari belakang Gream Reaper, terdengar suara teriakan dari salah satu kesatria yang hendak menyerang Gream Repaer dari belakang.
Teriakan itu disebabkan oleh sebuah makhluk berwarna putih. Makhluk itu adalah jiwa yang sudah diambil oleh Gream Reaper dan menjadi pengikutnya. Di dalam Godtales, makhluk tersebut dinamakan Yurei dan bisa dipanggil tanpa harus ada Gream Reaper. Yurei sendiri merupakan jiwa yang datang kembali ke dunia dan melakukan balas dendam. Yurei dikenal sebagai makhluk yang agresif dan menyerang langsung pemain.
Aria yang melihat itu tersenyum melihatnya. "Yurei? Sudah lama aku tidak melihatnya. Ini akan semakin menarik!"
Kesatria yang didatangi Yurei terlebih dahulu, diserang dengan cara ditakuti dan membuat akal sehatnya menurun. Lalu, Yurei tersebut masuk ke dalam tubuh si kesatria dan mencekiknya. Temannya di sebelah yang menyaksikan tersebut hanya bisa kebingungan melihat temannya seperti tersiksa. Ia melihat temannya berteriak, meminta tolong sambil tangannya berusaha meraih sesuatu di sekitar lehernya, mencoba melepaskan sesuatu agar dirinya dapat kembali bernapas. Bahkan karena itu, tubuhnya ikut menggeliat dan memberontak agar dirinya bisa bebas. Yurei sebenarnya dapat dilihat sosoknya dengan kasat mata, tetapi fokus si kesatria sepertinya hanya tertuju kepada sosok yang menyeramkan bernama Gream Reaper sehingga melihat temannya seperti itu membuatnya bingung dan tidak dapat membuat reaksi yang tepat.“Hei, apakah kau baik-baik saja?” Setelah menanyakan hal itu kepada temannya itu, ia melihat bahwa temannya sudah berhenti berteriak, perlahan jatuh ke bawah dengan lembut, berbeda dari sebelum
Aria kembali ke hamparan bunga sebelumnya yang ia datangi saat harus menjalankan misinya untuk mencari tanaman herbal Setelah sampai dan mendarat di tengah-tengah hamparan bunga tersebut, Aria mengingat kembali pertarungan yang baru saja terjadi. Lemah. Terlalu lemah. Ia memikirkan itu seakan tidak percaya dan kesal akan hal tersebut. "Itu hanyalah Gream Reaper yang dibuat oleh satu tumbal saja! Bagaimana mereka, 12 orang, langsung kalah dengan makhluk lemah seperti ini? Benar-benar tidak dipercaya! Pemain level 20 saja dengan mudah mengalahkannya!" Aria terus mengumpat kepada 12 prajurit yang sudah mati di tangan Gream Reaper ciptaannya itu, dan terus berbicara sendiri karena tidak dapat memuaskan hatinya, meskipun para kelinci percobaan itu melakukan tugasnya dengan baik. "Sudahlah, tidak baik memikirkan hal tersebut. Lebih baik aku pulang dan mencari tempat penginapan. Ah, benar juga." Aria lalu mengambil benda yang sebelumnya ia taruh di tas penyimpanannya. Itu adalah pin pe
"Ekhem..." deham Aria, "Baiklah, itu bagus dan tidak berlebihan." "Apa ada lagi, Tuan?" "Ya, saat sedang banyak orang, tolong panggil aku dengan nama karakterku, Aria. Kau bebas memanggilku apa saat hanya sedang berdua saja. Kemudian, bicara seperti biasa saja seperti seorang teman." "Dimengerti," ucap Florithe patuh. Aria mengangguk puas dan berpikir untuk langsung pulang, namun ia melihat ke arah sampingnya, Gream Reaper yang ia panggil masih ada dan belum menghilang. Sedari awal, Gream Reaper itu mengikutinya dalam diam sambil memangkul senjata miliknya seperti seorang petani dengan cangkulnya. Lalu, Yurei yang mengikuti dengan wajah jelek dan menyeramkan membuat Aria menambah ekspresi kesusahannya. Jika dilihat, Gream Repaer itu terlihat seperti pet milik seorang player saat berada di lobby atau kota utama di dalam game. Menghilangkan efek seramnya. "Hei, apakah kau bisa menghilang?" tanya Aria dan melihat ke arah Gream Reapernya. Gream Reaper menatap kembali Aria kemudi
"Dia menyukainya," ucap Aria.Aria tidak sedang berbohong dan dia bukan ingin menyenangkan lawan bicaranya, itu karena pipi Florithe memerah dan hanya Aria yang mengetahui hal tersebut meski dari sisinya, wajah Florithe tertutup oleh tudung miliknya."Aku senang mendengarnya. Oh, benar. Sungguh tidak sopan, maafkan aku belum memperkenalkan diriku. Aku adalah Count Reginald Vol-Sisenna, aku adalah orang yang berkuasa di daerah sekitar kota Rumberg, sekaligus menjadi wali kota di sini.""Aku adalah Aria, dan di sebelahku ada Florithe Lysabel. Kami berdua adalah magic caster, kami baru saja sampai di kota ini.""Aku mendengar namamu dari seorang pedagang yang terkenal di benua ini. Dia telah menjadi langgananku.""Pedagang... Apakah yang kau maksud adalah Magnius?""Benar, itu adalah Magnius. Tujuanku mengundangmu ke sini adalah karena ia memintaku untuk menepati janjinya, meskipun masih terlalu sedikit, setidaknya dia ingin mengurangi hutangnya. Itulah yang ia katakan.""Aku turut senan
"Ah, maaf. Apakah kau juga ingin mengambilnya?" Aria melihat ke arah suara itu. Di sana, seorang remaja seumuran dirinya menggunakan armor besi yang tidak menutupi seluruh tubuhnya. Pelindung kepalanya seperti mahkota. Saat pertama kali melihatnya, ia teringat dengan sosok protagonis di cerita-cerita fantasi dan itu membuat dirinya jengkel.Pemuda itu masih tersenyum melihat Aria.Aria akhirnya menjawab, "Ya, benar." "Maaf, aku kira tidak ada yang akan mengambilnya. Aku sudah ingin melakukan misi ini sudah dari lama sekali, dan petualang lain tidak mengambilnya. Tapi benar-benar waktu yang tidak tepat. Jadi, bagaimana kalau kita menyelesaikannya bersama?" Aria tidak menyangka penawaran ini. Namun, Aria menjawab dengan pura-pura polos, "Apakah tidak apa-apa? Kau bilang kau ingin mengambil misi ini dari lama, bukan?" "Tidak apa-apa! Bagaimana kalau kita membicarakan hal ini bersama dengan anggotaku yang lain?" "Baiklah." Mereka bertiga kemudian pergi ke lantai 2. Pemuda itu mengar
"Aku serahkan kepadamu, Arthur. Maaf, tapi sebenarnya kami berdua baru sampai di kota ini kemarin, jadi aku tidak bisa memutuskan. Satu hal lagi, kau bisa memanggilku tanpa honorifik."Sejujurnya, jalan manapun yang akan dipilih Aria tidak peduli. Tapi jika harus memilih di kesempatan tadi, Aria lebih suka perjalanan yang panjang. Selain bisa menambah wilayah teleportnya, Aria juga bisa menikmati dan bersenang-senang sepanjang perjalanan.Arthur mengangguk mengerti dengan jawaban Aria."Jadi Aria bukan berasal dari kota ini. Aku jadi tidak heran sekarang.""Heran?""Ya, jarang sekali melihat seorang petualang seperti kamu.""Aku juga mendengar hal itu dari beberapa orang setelah sampai di kota ini."Meski mengatakan hal tersebut, Aria masih belum mengetahui bagian mana dirinya yang dianggap jarang? Aria pikir fisiknya tidak jauh beda dari ingatannya tentang gambaran karakter yang dibuatnya dulu."Mari kita lanjutkan diskusi kita.”Kemudian, Arthur menjelaskan secara panjang dan lebar
"Aku tidak yakin. Tempatku berasal tidak terlalu terikat dengan kepercayaan ataupun agama," ucap Aria pada akhirnya."Mungkinkah kamu orang dari luar benua?!" tanya yang lain tertarik."Aku juga ingin mengkonfirmasi hal itu. Tapi jika seperti itu, seharusnya aku tidak bisa berbahasa dengan kalian seperti ini."Kelompok Arthur melihat ke Aria dengan wajah yang penasaran semenjak Niya menanyakan sesuatu tentang Aria, dan mendengar jawaban yang tadi, mereka mengeluarkan suara 'ohh benar juga' di wajah mereka."Florithe adalah orang yang ikut bersamaku untuk melakukan perjalanan.""Jadi kalian berasal dari tempat yang sama?""Ya, itu benar. Tapi jika kalian melihat wajah Florithe secara langsung mungkin kalian akan meragukan hal itu.""Mengapa?"Aria tersenyum dan melihat ke arah Florithe. Florithe yang menyadari hal itu kemudian bertanya untuk mengkonfirmasi sekali lagi."Apakah tidak apa-apa?" tanya Florithe dengan nada yang datar.Aria menjawabnya dengan anggukan.Dengan persetujuan it
"Aku akan mendukung kalian dari belakang bersama Florithe. Jika dibutuhkan, Florithe bisa memakai pedangnya." Arthur akhirnya mengangguk. "Aku mengerti. Aku akan mengandalkanmu kalau begitu. Semuanya, bersiap!" Kelompok Arthur kemudian membuat formasi dengan Arthur dan Niya di depan, sedangkan Camellia dan Fya berada di belakang mereka untuk memberi bantuan kepada garis depan. Aria dan Florithe berada di posisi yang sama dengan kedua gadis tersebut. Kemudian, tak menunggu lama, kelompok mereka melihat banyak goblin dan orge menghampiri mereka di hamparan rumput yang luas. Goblin berwajah jelek itu membawa pedang yang cukup tajam dan armor kulit di tubuhnya. Sedangkan Ogre yang berjalan lambat membawa senjata yang berbentuk seperti pemukul baseball dengan paku yang bengkok sebagai hiasan. Di senjata mereka terdapat darah yang masih menetes, menandakan mereka baru saja telah membunuh sesuatu. Tapi, kelompok Arthur tidak menyadari hal itu karena pengalaman mereka tentang pertarunga
Matahari kembali memperlihatkan sosoknya yang agung. Dia begitu bersinar dan nampak cerah dengan cahaya alaminya. Di pagi hari ini, wajah para pasukan aliansi kembali pada titik mereka bisa tersenyum setelah melewati malam yang begitu mengerikan. Saat pemimpin mereka melawan paus keimanan, mereka diserbu oleh pasukan musuh yang tidak mempunyai nyali ataupun takut di dalam diri mereka. Beberapa teman yang mereka kenal lama atau baru kenal saat di perjalanan mati dengan keadaan mengenaskan. Setelah pertempuran semalam, mereka memutuskan untuk berkabung sebentar saat itu juga, karena tidak banyak waktu lagi bagi mereka untuk bergerak. Raja Aria dan Ratu Brimmid sebenarnya sudah memutuskan untuk mereka beristirahat dan menjaga kota, tapi para pasukan akan merasa sangat tidak termotivasi jika tidak ikut dengan pemimpin mereka. Meneriakkan kemenangan bersama dengan para pemimpin adalah salah satu motivasi mereka agar tidak terpuruk sesudah pertempuran. Jasad Paus Keimanan tidak dapat
Lalu kemudian Gillechrìosd merasakan rasa takut yang besar, tapi dirinya tidak bisa merespons hingga akhirnya tanpa ia sadar, wajahnya sudah mencium tanah dengan keras. "Mhmffuu!" Serangan itu berasal dari Aria. Dia menenggelamkan wajah Gillechrìosd dengan kekuatannya sendiri hingga menghantam dan menghancurkan tanahnya. Setelah memberikan serangan, Aria lalu membawa Ninelie ke tempat yang aman dan mematikan sihir cahaya yang berakibat fatal bagi Ninelie. Dengan sihir yang sudah dimatikan, Ninelie yang tidak berdaya masih bisa belum merespons. "Florithe." ucap Aria untuk memberikan tindakan khusus."Ya." Florithe dengan segera datang dan menyembuhkan Ninelie. "Aku tidak menyangka dia bisa mengubah darah menjadi senjata." Sambil menyembuhkan Ninelie, Aria memulai percakapan. Mengingat jarang sekali melihat sihir yang identik, ia tidak bisa menahan rasa penasarannya.Florithe juga tidak keberatan. Konsentrasinya tidak mudah luntur hanya dengan percakapan biasa. "Itu adalah kemampua
Gillechrìosd menatap tajam ke arah Aria yang menunjukkan posisi sedikit tertunduk, seakan menahan rasa sakit serangan miliknya. Dari jari tengah tangan kanannya, dia melihat darah menetes ke tanah. "Jadi aku masih terkena serangannya." umpat dirinya lalu, Gillechrìosd mendecak. "Itu membuatku kesal." Gillechrìosd menghapus darahnya lalu melangkah ke mendekati Aria yang masih belum bergerak. "Baiklah, kau tidak sedang tidur sekarang, bukan? Mari kita lanjutkan pestanya." Gillechrìosd melebarkan kalung yang ia lilitkan di tangan kanannya sambil membaca mantra. Tangan kanannya kini dikelilingi oleh lingkaran sihir tiga lapis berwarna biru dengan kalung lambang agamanya yang ikut bersinar. "Ini akan menjadi sesuatu yang bagus saat otakmu meleleh. Holy Fire!" Tangan kanan Gillechrìosd langsung diselimuti oleh api berwarna biru putih menggantikan lingkaran sihirnya. Namun lagi-lagi, tanpa dirinya sadar, seseorang menyerang dirinya sekali lagi. Tapi ia dapat merasakan serangan itu saat
Berdiri di antara pasukannya, Gillechrìosd memasang senyum segar di wajahnya. Badannya masih dalam posisi yang sempurna. Goresan serta lecet dan beberapa luka yang ia dapatkan saat pertarungan melawan Aria hilang tanpa jejak. Tatapan matanya begitu tinggi dan mengejek sosok lawannya yang ia pikir berdosa. Gillechrìosd menilai mereka semua adalah sampah yang seharusnya dewanya tidak ciptakan. Tidak ada sifat mulia bahkan dengan berani menginjakkan kakinya di tempat suci untuk peribadatan. "Untuk seorang raja baru dari kerajaan Ordioth, kau lumayan." Dari nadanya, siapapun bisa mendengar bahwa nada itu adalah nada ejekan yang diberikan kepada Aria. "Bahkan setelah melawan tubuh keduaku ... Mungkin hanya kau yang bisa membuatnya tidak sadarkan diri." Gillechrìosd mengocehkan kehebatannya dengan gerak gerik seorang bangsawan yang memiliki kekuasaan absolut. Dengan postur tubuh yang bagus dan wajah yang tampan, Gillechrìosd masuk dalam jajaran kedua orang yang dibenci oleh Aria setel
Di depan mereka, berseberangan dengan tempat mereka berdiri, muncul dari kegelapan bayangan, disinari dengan sedikit cahaya bulan, terdapat seorang pria menggunakan baju pendeta, sama seperti yang dikenakan para paus yang ditemukan oleh Aria sebelumnya. Tetapi pria itu memiliki banyak hiasan keagamaan yang menempel di pakaiannya. Terdapat rantai, kalung, juga buku yang menempel pada baju pendetanya. Rambut pria itu panjang dan berwarna keemasan. Tubuhnya tinggi juga proporsional. Dilihat dari kulitnya, usia orang itu terbilang sangat muda dibandingkan dengan paus lainnya yang ada di teokrasi. Ninelie yang melihat itu langsung masuk dalam mode siaga untuk bertempur. "Hati-hati. Dia sangat kuat." "Sangat kuat? Dia?" Aria yang diberi peringatan oleh Ninelie bertanya kembali untuk memastikan.Ninelie kembali membalasnya sambil mempertahankan sikap siaganya. "Ya, meskipun penampilannya terlihat seperti itu dia adalah orang yang terkuat di Teokrasi." "Jadi itu bukan Paus Keberanian?"
Setelah membunuh karakter yang Aria pribadi benci, Aria bersama dengan Florithe keluar dari dalam gedung melewati puing-puing bangunan yang hancur, efek dari serangan pedang Arthur yang bertabrakan dengan pelindung sihir milik Aria. Matahari di sana sudah melumpuhkan warna oranye, dan bayang-bayang bangunan di sekitar taman utama mencerminkan waktunya untuk istirahat dari segala aktivitas. Tetapi taman itu sudah sunyi. Tidak ada satupun aktivitas terasa di taman utama teokrasi yang menjadi pusat dari segala acara keagamaan. Aria yang masih di sekitar gedung itu melihat ke arah matahari dengan mata yang penuh dengan keinginan kuat. Tetapi secara visual matanya hanya menatap keindahan matahari itu. Menjadikan balas dendam sebagai alasan utama ketidakbergunaan diri sendiri berjalan di atas dunia. Dan yang membuat itu semakin buruk, karena menjadikan aksi selingkuh tunangannya sebagai alasan utama. Benar-benar bodoh sekali. Angin berembus yang membuat pakaian Aria dan Florithe mengik
Aria menuju salah satu bangunan di pusat taman Teokrasi. Bangunan itu memiliki sebuah kubah sebagai atapnya. Interiornya mewah dengan berbagai lukisan serta patung yang terbuat dari emas. Di sana, ia pergi ke salah satu ruangan dengan pintu masuk yang berbeda dari pintu lainnya yang ada di bangunan itu. Ruangan itu dipenuhi oleh buku yang tertata, namun tidak begitu rapi di rak yang seluruhnya menyatu dengan tembok. Buku-buku tebal dan berwarna dengan jumlah yang banyak, hingga beberapa diletakkan di lantai. Ketika dia masuk, dia melihat seseorang sedang membaca salah satu buku yang cukup tebal. Aria tidak menyerang itu karena ia sepertinya mengenal sosok tersebut. Intuisinya tidak salah. Dengan santai ia masuk bersama Florithe dan menyapa, "Sudah lama tidak bertemu, Arthur." Arthur yang ada di di depannya memakai pakaian putih layaknya paladin di kekaisaran, namun lebih mewah layaknya seorang prajurit. Arthur melihat ke arah Aria dan menutup bukunya, "Ya, sudah lama tidak be
Namaku adalah Arthur. Aku dilahirkan di desa kecil di kerajaan Brimmid. Ayahku bekerja sebagai tukang pemotong kayu di hutan sekitar desa. Sedangkan ibu, ibu hannyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Mereka sangat baik kepadaku. Ayah selalu menyemangatiku dan tidak pernah bosan untuk bisa membuatku gembira. Begitu juga dengan ibu, ibu selalu dapat menenangkanku kapanpun aku merasa butuh. Setiap aku menangis, ibu selalu ada dan memelukku. Saat umurku sudah menginjak 4 tahun, Aku melihat ibu menangis. Ibu bilang bahwa Ayah akan pergi sangat lama. Butuh waktu sekitar satu tahun hingga akhirnya aku menyadari kalau ayah telah meninggal. Aku mendengar percakapan orang-orang di desa kalau banyak monster berkeliaran di dalam hutan. Kemudian, aku tidak sengaja mendengar ayahku yang menjadi salah satu korbannya. Mereka bilang, ayah mati karena dimakan oleh sekumpulan serigala yang besar saat menebang pohon. Aku kemudian mengingat saat waktu itu, banyak orang berkumpul di depan rumah. M
"Garban telah dikalahkan katamu!!?" Empat paus yang berada di dalam ruangan sebuah gereja yang juga menyatu sebagai kastil di wilayah paus kasih sayang, mengatakan hal yang serupa dengan nada tidak percaya. Empat paus itu duduk di meja bundar. Dari sebelah kanan, mereka adalah Ailpein Caisidei sang Paus Kebajikan, Gilleathain Kendrick sang Paus Kebaikan, Fionnghal-Taog Duffs sang Paus Ketaatan, dan Fearchar Kavanaugh sang Paus Kasih Sayang. Mereka semua ada dan menunggu di sini hanya satu alasan; mendapatkan kabar baik dari Garban Lewis, sang Paus Ketaatan, yang berharap dapat mempertahankan tembok kokoh mereka. Namun setelah keyakinan yang tinggi, apa yang mereka dengar dari salah satu bawahan mereka, yang mereka suruh untuk memberi informasi hannyalah kekalahan total. "Apa kau serius tentang itu?" ucap salah satu dari Paus di sana masih tidak mempercayainya.Sang pembawa pesan hanya bisa berlutut dan menghadap ke bawah sambil gemetar berhadapan dengan para paus. "Y-ya, tidak sal