"Apakah aku harus memperkenalkan diriku kembali? Tidak, itu tidak diperlukan. Bagaimanapun, kalian tidak akan bisa mengingat aku siapa untuk selamanya," ucap Aria percaya diri.
Kemudian terdengar seseorang tertawa kencang, itu adalah kesatria yang mengeksekusi warga yang Aria lihat tadi.
"Kau banyak gaya juga, bocah. Trik apa yang kau pakai sehingga takut untuk turun, HA?!"
Aria tidak merespons perkataan si kesatria tersebut.
"Benar juga, magic caster dari negeri yang jauh, perkenal-"
"Tidak, aku tidak butuh namamu," ucap Aria sebelum kesatria itu mengenalkan diri.
"Berani juga nyalimu. Apakah kau berpikir seorang magic caster bisa mengalahkan 12 kesatria sendirian? Apakah kau mencoba ingin terkenal?" Sambil mengejek, kesatria tersebut tertawa sekencang-kencangnya.
Tidak gentar dengan perkataan sang kesatria, Aria membalasnya kembali dengan tawa yang juga kencang."Benar juga, aku harus berterima kasih kepada kalian semua. Benar, itu adalah cara yang cocok untuk kalian."
Di dalam hatinya, ia sangat senang bisa menemukan kelinci percobaan tanpa harus susah payah mencari, atau menjebak seseorang.
Sekelompok manusia sampah di depan matanya adalah hal yang luar biasa bagi dirinya.
"Kau bilang mencoba, bukan? Baiklah." Aria melihat ke salah satu kesatria yang sedang menunggangi kudanya, kemudian menunjuknya.
"Kau, ikuti perintahku dan berjalan ke arahku."
Para kesatria yang mendengar itu terdiam, melihat satu sama lainnya, kemudian tertawa seolah mereka telah melihat pertunjukkan drama yang bagus.
Bahkan, di antaranya ada yang mengejek dengan mengulang kembali kalimat yang Aria katakan.
Belum berhenti tertawa, kesatria yang ditunjuk Aria langsung terjatuh hingga membuat tawa mereka terhenti sejenak, kemudian lanjut tertawa menganggap kawannya itu jatuh karena tidak kuat menahan tawa atau mengikuti akting Aria.
Kemudian mereka benar-benar berhenti tertawa setelah melihat kawannya berteriak dan mulai berjalan ke arah Aria, dan berusaha untuk melawan seakan dipaksa.
Ia terus berteriak meminta tolong sampai ia menyadari dirinya sudah berada dekat dengan Aria.
Mengikuti itu, Aria naik lebih tinggi lagi sehingga helm milik kesatria tersebut dapat dibuat sandaran tangan untuknya.
Lalu, kesatria yang mengeksekusi warga desa bertanya kepada Aria, "Apa yang kau lakukan?"
Aria tersenyum, "Para kesatria sekalian, apakah kalian adalah orang yang beriman?"
Mereka semua hanya memasang wajah bingung mereka, walalu itu sebenarnya tertutup oleh helem mereka.
"Tentu saja kalian bukan. Karena kalian adalah orang yang berdosa, aku akan membawa kematian kepada kalian."
Sambil mengatakan itu, Aria memegangi helm kesatria di pinggirnya tersebut kemudian merapalkan mantranya, "Sacrifice: Gream Reaper."
Setelah mantranya terucap, sang kesatria kembali berteriak, kini dia lebih berteriak lebih keras daripada sebelumnya.
Teriakannya sangat mengerikan sehingga membuat yang melihatnya tidak bisa beraksi.
Kesatria tersebut merasa kesakitan karena tubuhnya dirubah paksa menjadi sesuatu yang dikenalinya.Tulangnya remuk, ototnya juga robek, itu semua terjadi perlahan dari bawah hingga ke atas secara perlahan.Teriakan yang mengerikan itupun berhenti setelah proses yang tidak diketahui di dalam armornya selesai.
Kemudian, armor itu bergerak dan mengeluarkan asap hitam pekat. Lalu muncul cairan hitam lengket dari armor sang kesatria.
Cairan itu terus keluar dan membesar hingga mencapai sosok konkretnya. Sosok hitam dengan kain hitam yang menutupi seluruh tubuhnya, mata yang merah, serta senjata berbentuk bulan sabit melayang tegak.
Gream Reaper telah muncul.
Para kesatria yang melihat itu terkejut pada awalnya, teriakan kesakitan kawan mereka yang begitu keras terasa mengerikan sehingga pikiran mereka menggambarkan neraka yang kejan datang menimpa dan menghukumnya.
Tapi, setelah melihat wujud gream reaper yang ukurannya sama dengan tubuh mereka, ketakutan mereka sedikit mengurang.
Sayangnya, hal tersebut tidak membuat pikiran mereka sadar, mereka masih memproses apa yang sedang terjadi dan hanya melihat sosok yang dibuat oleh Aria.
Gream Reaper kemudian bergerak secara perlahan ke salah satu kesatria di dekatnya.Dihampiri oleh makhluk hitam, tangan kesatria tersebut menggenggam lengan pedang yang ada di pinggulnya.
Saat ingin menarik pedangnya, si kesatria melihat Gream Reaper itu mengayunkan senjata miliknya kemudian tak lama, ia melihat seorang kesatria tanpa kepala dengan darah yang keluar seperti air mancur dengan matanya sendiri.
Ia ingin mengetahui dan membedahnya secara logika, tetapi itu sudah terlambat karena pikiran dan kesadarannya sudah tidak lagi berfungsi karena yang ditebas adalah dirinya sendiri.
Diperlihatkan kembali kejadian yang tidak masuk akal, keadaan di sekitar kembali hening.
"UWAAAAAA!" Salah satu kesatria yang sadar kemudian berteriak dan lari dengan kudanya dengan tergesa-gesa. Suara sepatu kuda dan teriakan miliknya terdengar jelas melewati udara di suasan yang tanpa suara ini.
Perhatian mereka teralihkan oleh suara tersebut dan melihat ke arahnya, begitu juga dengan sang Gream Reaper.
"Grrr!" Mata merahnya menyala di dalam kegelapan dan terbang dengan cepat ke arah kesatria yang kabur dengan kudanya itu.
Seakan sang waktu menjeda waktunya, Gream Reaper itu tiba-tiba sudah berada di depan kesatria. Kaget dengan apa yang dilihat, kuda yang ditungganginya berdiri dan mengeluarkan suara yang aneh. Dan saat itu juga, dua kepala telah jatuh ke tanah.Kesatria yang mengeksekusi warga dengan tawaan kencangnya, yang mungkin adalah pemimpin kelompok tersebut, berteriak dengan sekuat tenaga menyemangati kesatria yang lain. “Jangan takut! Keluarkan pedang kalian dan bertarunglah! Dia hanya makhluk rendahan, sangat mudah mengalahkannya! Sadarkan kembali pikiranmu dan keluarkan pedangmu!”
Teriakannya membuat sadar kesatria yang lain dan para kesatria itu mulai mengeluarkan pedang dari sarungnya.
“Siapkan formasi kalian, kita akan menyerang!” teriaknya lagi.
“Uwoooh!”
Teriakan semangat para kesatria mulai menggema, mereka lalu mulai bergerak menuju Gream Reaper sebagai targetnya.
“Musuhmu hannyalah orang yang memakai armor. Selain itu, jangan serang!” perintah Aria kepada Gream Reaper itu. Seakan mengerti, sosok itu memasang kuda-kuda dengan memainkan senjata berbentuk bulan sabitnya itu.
Gream Reaper itu maju dan menerjang dua kesatria yang mendekatinya dan mengayunkan senjatanya ke arah mereka.
"AAAA!" teriak kesatria yang diserang. Badan dua kesatria tersebut terbagi menjadi dua, dengan sisa bagian bawah yang dibawa oleh kuda yang berlari secara acak, sedangkan tubuh atasnya jatuh tepat di bawah Gream Reaper.
Gream Reaper itu selanjutnya melihat ke arah lain dan mencari mangsa selanjutnya.
Tepat sebelum ia menemukan, dari belakang Gream Reaper, terdengar suara teriakan dari salah satu kesatria yang hendak menyerang Gream Repaer dari belakang.
Teriakan itu disebabkan oleh sebuah makhluk berwarna putih. Makhluk itu adalah jiwa yang sudah diambil oleh Gream Reaper dan menjadi pengikutnya. Di dalam Godtales, makhluk tersebut dinamakan Yurei dan bisa dipanggil tanpa harus ada Gream Reaper. Yurei sendiri merupakan jiwa yang datang kembali ke dunia dan melakukan balas dendam. Yurei dikenal sebagai makhluk yang agresif dan menyerang langsung pemain.
Aria yang melihat itu tersenyum melihatnya. "Yurei? Sudah lama aku tidak melihatnya. Ini akan semakin menarik!"
Kesatria yang didatangi Yurei terlebih dahulu, diserang dengan cara ditakuti dan membuat akal sehatnya menurun. Lalu, Yurei tersebut masuk ke dalam tubuh si kesatria dan mencekiknya. Temannya di sebelah yang menyaksikan tersebut hanya bisa kebingungan melihat temannya seperti tersiksa. Ia melihat temannya berteriak, meminta tolong sambil tangannya berusaha meraih sesuatu di sekitar lehernya, mencoba melepaskan sesuatu agar dirinya dapat kembali bernapas. Bahkan karena itu, tubuhnya ikut menggeliat dan memberontak agar dirinya bisa bebas. Yurei sebenarnya dapat dilihat sosoknya dengan kasat mata, tetapi fokus si kesatria sepertinya hanya tertuju kepada sosok yang menyeramkan bernama Gream Reaper sehingga melihat temannya seperti itu membuatnya bingung dan tidak dapat membuat reaksi yang tepat.“Hei, apakah kau baik-baik saja?” Setelah menanyakan hal itu kepada temannya itu, ia melihat bahwa temannya sudah berhenti berteriak, perlahan jatuh ke bawah dengan lembut, berbeda dari sebelum
Aria kembali ke hamparan bunga sebelumnya yang ia datangi saat harus menjalankan misinya untuk mencari tanaman herbal Setelah sampai dan mendarat di tengah-tengah hamparan bunga tersebut, Aria mengingat kembali pertarungan yang baru saja terjadi. Lemah. Terlalu lemah. Ia memikirkan itu seakan tidak percaya dan kesal akan hal tersebut. "Itu hanyalah Gream Reaper yang dibuat oleh satu tumbal saja! Bagaimana mereka, 12 orang, langsung kalah dengan makhluk lemah seperti ini? Benar-benar tidak dipercaya! Pemain level 20 saja dengan mudah mengalahkannya!" Aria terus mengumpat kepada 12 prajurit yang sudah mati di tangan Gream Reaper ciptaannya itu, dan terus berbicara sendiri karena tidak dapat memuaskan hatinya, meskipun para kelinci percobaan itu melakukan tugasnya dengan baik. "Sudahlah, tidak baik memikirkan hal tersebut. Lebih baik aku pulang dan mencari tempat penginapan. Ah, benar juga." Aria lalu mengambil benda yang sebelumnya ia taruh di tas penyimpanannya. Itu adalah pin pe
"Ekhem..." deham Aria, "Baiklah, itu bagus dan tidak berlebihan." "Apa ada lagi, Tuan?" "Ya, saat sedang banyak orang, tolong panggil aku dengan nama karakterku, Aria. Kau bebas memanggilku apa saat hanya sedang berdua saja. Kemudian, bicara seperti biasa saja seperti seorang teman." "Dimengerti," ucap Florithe patuh. Aria mengangguk puas dan berpikir untuk langsung pulang, namun ia melihat ke arah sampingnya, Gream Reaper yang ia panggil masih ada dan belum menghilang. Sedari awal, Gream Reaper itu mengikutinya dalam diam sambil memangkul senjata miliknya seperti seorang petani dengan cangkulnya. Lalu, Yurei yang mengikuti dengan wajah jelek dan menyeramkan membuat Aria menambah ekspresi kesusahannya. Jika dilihat, Gream Repaer itu terlihat seperti pet milik seorang player saat berada di lobby atau kota utama di dalam game. Menghilangkan efek seramnya. "Hei, apakah kau bisa menghilang?" tanya Aria dan melihat ke arah Gream Reapernya. Gream Reaper menatap kembali Aria kemudi
"Dia menyukainya," ucap Aria.Aria tidak sedang berbohong dan dia bukan ingin menyenangkan lawan bicaranya, itu karena pipi Florithe memerah dan hanya Aria yang mengetahui hal tersebut meski dari sisinya, wajah Florithe tertutup oleh tudung miliknya."Aku senang mendengarnya. Oh, benar. Sungguh tidak sopan, maafkan aku belum memperkenalkan diriku. Aku adalah Count Reginald Vol-Sisenna, aku adalah orang yang berkuasa di daerah sekitar kota Rumberg, sekaligus menjadi wali kota di sini.""Aku adalah Aria, dan di sebelahku ada Florithe Lysabel. Kami berdua adalah magic caster, kami baru saja sampai di kota ini.""Aku mendengar namamu dari seorang pedagang yang terkenal di benua ini. Dia telah menjadi langgananku.""Pedagang... Apakah yang kau maksud adalah Magnius?""Benar, itu adalah Magnius. Tujuanku mengundangmu ke sini adalah karena ia memintaku untuk menepati janjinya, meskipun masih terlalu sedikit, setidaknya dia ingin mengurangi hutangnya. Itulah yang ia katakan.""Aku turut senan
"Ah, maaf. Apakah kau juga ingin mengambilnya?" Aria melihat ke arah suara itu. Di sana, seorang remaja seumuran dirinya menggunakan armor besi yang tidak menutupi seluruh tubuhnya. Pelindung kepalanya seperti mahkota. Saat pertama kali melihatnya, ia teringat dengan sosok protagonis di cerita-cerita fantasi dan itu membuat dirinya jengkel.Pemuda itu masih tersenyum melihat Aria.Aria akhirnya menjawab, "Ya, benar." "Maaf, aku kira tidak ada yang akan mengambilnya. Aku sudah ingin melakukan misi ini sudah dari lama sekali, dan petualang lain tidak mengambilnya. Tapi benar-benar waktu yang tidak tepat. Jadi, bagaimana kalau kita menyelesaikannya bersama?" Aria tidak menyangka penawaran ini. Namun, Aria menjawab dengan pura-pura polos, "Apakah tidak apa-apa? Kau bilang kau ingin mengambil misi ini dari lama, bukan?" "Tidak apa-apa! Bagaimana kalau kita membicarakan hal ini bersama dengan anggotaku yang lain?" "Baiklah." Mereka bertiga kemudian pergi ke lantai 2. Pemuda itu mengar
"Aku serahkan kepadamu, Arthur. Maaf, tapi sebenarnya kami berdua baru sampai di kota ini kemarin, jadi aku tidak bisa memutuskan. Satu hal lagi, kau bisa memanggilku tanpa honorifik."Sejujurnya, jalan manapun yang akan dipilih Aria tidak peduli. Tapi jika harus memilih di kesempatan tadi, Aria lebih suka perjalanan yang panjang. Selain bisa menambah wilayah teleportnya, Aria juga bisa menikmati dan bersenang-senang sepanjang perjalanan.Arthur mengangguk mengerti dengan jawaban Aria."Jadi Aria bukan berasal dari kota ini. Aku jadi tidak heran sekarang.""Heran?""Ya, jarang sekali melihat seorang petualang seperti kamu.""Aku juga mendengar hal itu dari beberapa orang setelah sampai di kota ini."Meski mengatakan hal tersebut, Aria masih belum mengetahui bagian mana dirinya yang dianggap jarang? Aria pikir fisiknya tidak jauh beda dari ingatannya tentang gambaran karakter yang dibuatnya dulu."Mari kita lanjutkan diskusi kita.”Kemudian, Arthur menjelaskan secara panjang dan lebar
"Aku tidak yakin. Tempatku berasal tidak terlalu terikat dengan kepercayaan ataupun agama," ucap Aria pada akhirnya."Mungkinkah kamu orang dari luar benua?!" tanya yang lain tertarik."Aku juga ingin mengkonfirmasi hal itu. Tapi jika seperti itu, seharusnya aku tidak bisa berbahasa dengan kalian seperti ini."Kelompok Arthur melihat ke Aria dengan wajah yang penasaran semenjak Niya menanyakan sesuatu tentang Aria, dan mendengar jawaban yang tadi, mereka mengeluarkan suara 'ohh benar juga' di wajah mereka."Florithe adalah orang yang ikut bersamaku untuk melakukan perjalanan.""Jadi kalian berasal dari tempat yang sama?""Ya, itu benar. Tapi jika kalian melihat wajah Florithe secara langsung mungkin kalian akan meragukan hal itu.""Mengapa?"Aria tersenyum dan melihat ke arah Florithe. Florithe yang menyadari hal itu kemudian bertanya untuk mengkonfirmasi sekali lagi."Apakah tidak apa-apa?" tanya Florithe dengan nada yang datar.Aria menjawabnya dengan anggukan.Dengan persetujuan it
"Aku akan mendukung kalian dari belakang bersama Florithe. Jika dibutuhkan, Florithe bisa memakai pedangnya." Arthur akhirnya mengangguk. "Aku mengerti. Aku akan mengandalkanmu kalau begitu. Semuanya, bersiap!" Kelompok Arthur kemudian membuat formasi dengan Arthur dan Niya di depan, sedangkan Camellia dan Fya berada di belakang mereka untuk memberi bantuan kepada garis depan. Aria dan Florithe berada di posisi yang sama dengan kedua gadis tersebut. Kemudian, tak menunggu lama, kelompok mereka melihat banyak goblin dan orge menghampiri mereka di hamparan rumput yang luas. Goblin berwajah jelek itu membawa pedang yang cukup tajam dan armor kulit di tubuhnya. Sedangkan Ogre yang berjalan lambat membawa senjata yang berbentuk seperti pemukul baseball dengan paku yang bengkok sebagai hiasan. Di senjata mereka terdapat darah yang masih menetes, menandakan mereka baru saja telah membunuh sesuatu. Tapi, kelompok Arthur tidak menyadari hal itu karena pengalaman mereka tentang pertarunga