[ Welcome back to GodTales ]
Setelah notifikasi itu, pemandangan landscape dengan warna hijau pepohonan dan padang rumput yang luas, serta birunya langit dengan tambahan awan putih, langsung terlihat oleh mata Aria.
Ia kemudian bangun dan merenggangkan dirinya yang ia rasa kaku di bawah pohon yang rindang. Selagi melakukan hal itu, seluruh badan Aria dihampiri oleh angin yang berembus.
Tidak terlalu kencang, namun mampu membuat jubah berwarna hitam miliknya, yang hanya menutupi bagian kanan tubuh sampai pahanya tersebut, terbawa dan berkibar selama beberapa detik.
“Firasatku selalu benar mengenai hal ini. Pasti, akan ada yang menarik di tempat ini.”
Setelah mengatakan hal tersebut, Aria kemudian berjalan ke arah sebuah tembok besar yang terbuat dari batu. Ia tampak yakin dan tidak ragu dengan langkahnya.
Kini, di hadapannya, sudah terdapat sebuah tembok besar dan juga lubang besar yang digunakan sebagai gerbang masuk. Selain itu, terdapat dua orang penjaga yang memakai full armor dengan pelindung kepala yang terbuat dari besi. Jangan lupakan tombak, serta sebuah pedang di pinggangnya--membuat kesan seram. Akan tetapi, penjaga tersebut hanya berdiri di samping dan tidak menghalangi jalan masuk ke dalam.
Dengan sedikit senyum yang terukir di wajahnya, Aria melangkah dengan semangat hingga dia melewati kedua penjaga tersebut. Melihat sesuatu yang tidak beres, salah satu penjaga melihat Aria sebentar yang sudah berada di belakangnya kemudian memanggilnya.
“Tunggu sebentar, Tuan,” ucap salah satu penjaga gerbang.
Mendengar perkataan tersebut, Aria kemudian berbalik arah dan melihat ke sekelilingnya. Sayangya, hanya ada dirinya di sana.
Aria lalu menunjuk dirinya sendiri seolah berkata ‘aku?’
Penjaga gerbang tersebut merespons dengan menganggukkan kepalanya.
“Bisakah Anda ke mari sebentar?”
Setelah mendapatkan perintah tersebut, Aria melangkahkan kakinya dan mendekati si penjaga.
“Apa ada yang bisa aku bantu?” tanya Aria tanpa merasa aneh.
“Bisakah Anda menunjukkan kartu identitasmu?” pinta sang penjaga sambil menjulurkan tangannya.
“Kartu identitas?” ulang Aria bingung.
“Ya, kartu identitas anda, Tuan. Jika Tuan pedagang, maka tunjukkanlah kartu dagang milik Tuan. Jika seorang petualang, tunjukkan pin yang Tuan miliki. Atau, jika Tuan adalah warga desa, tunjukkan surat rekomendasi yang Tuan bawa.”
Merasa bingung apa yang diucapkan sang penjaga, Aria hanya merespon dengan kedipan matanya saja.
“Apakah kau mendengarkanku, Tuan?”
“Tentu aku tidak punya,” jawab Aria dengan mudahnya sambil mengibaskan tangannya.
Mendengar jawaban itu, kedua penjaga tersebut kemudian memegang pergelangan tangan Aria masing-masing di kanan dan kirinya. Setelah itu, kedua penjaga itu mendorong Aria kembali ke pijakan awal di depan kedua penjaga.
Aria yang masih bingung, tiba-tiba terkejut saat dua buah tombak diacungkan ke arahnya oleh kedua penjaga tersebut.
“Sebaiknya, kau pergi dari sini, atau kami akan memproses dirimu secara hukum!”
Merasa dirinya terpojok dan tidak punya pilihan lain, Aria hanya menyerah, mengangkat kedua tangannya dan berpikir untuk pergi dari tempat ini.
“Baiklah-baiklah! Aku paham. Aku akan pergi dari sini.”
Dengan tatapan tajam, kedua penjaga tersebut masih melihat ke arah Aria dan memasang sikap jika sesuatu hal akan terjadi tiba-tiba.
Untungnya, kekhawatiran itu tidak terjadi dan mereka menurunkan kedua tombaknya saat Aria sudah hampir tidak terlihat lagi.
Di sisi lain, Aria yang masih berpikir apa yang baru saja terjadi.
Ini aneh sekali! Hampir tidak pernah seorang penjaga kota akan menolak seorang pemain. Hal itu sudah pasti dan menjadi hukum yang melekat pada seorang NPC (Non-player Character atau karakter nonpemain) yang tidak dapat dikendalikan oleh pemain karena diprogram demikian.
“Apakah ini sebuah event?" Terkadang, di dalam Godtales, memang akan ada event berhadiah. Mengingat mayoritas event di Godtales adalah hal orisinil dan baru di sepanjang dunia game RPG semenjak perilisannya, jadi event secara mendadak bukanlah hal yang aneh.
"Tidak aku sepertinya salah.” ucap Aria lagi. Hipotesis mengenai sebuah event sedang berlangsung ditepis secara cepat oleh Aria. Aria mengingat bahwa dia tidak melihat banner atau pengumuman sebuah event sedang berlangsung atau akan dimulai.
"Apa ada bug?" Mungkin saja, ada kecacatan teknis yang membuat permainan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Tetapi, hipotesis kedua segera ditepisnya lagi. Dia ingat bahwa baru saja ada pembaruan game lima hari yang lalu.Meski begitu, Aria kemudian menyimpan hipotesis ini dan jika memang benar dia akan melaporkannya kepada GM (Game Master) yang memegang kendali utama permaian.
“Sebenarnya, apa yang terjadi?” Aria kemudian memunculkan hipotesa pertamanya dan mencoba memastikannya sekali lagi.
“Hipotesis akan tetap menjadi hipotesis jika tidak ada uji cobanya. Jadi, aku akan mencobanya!”
Aria mengeluarkan sebuah kode perintah [Open Event] yang diucapkan oleh para pemain ketika ingin melihat apa saja event yang sedang berjalan saat ini.
Namun, setelah Aria mengatakan hal itu, sebuah layar yang seharusnya akan menampilkan berbagai macam event yang tersusun rapi seperti mengunjungi sebuah situs tidak muncul.
“Ehh?” Aria terlihat seperti seorang pemain yang gagal merapalkan mantranya.
Sekali lagi, Aria mengucapkan kode perintah untuk memanggil seorang GM dan mencoba untuk terhubung dengan salah satu GM.
“Call GM!”
Sayangnya, tidak ada jawaban dari pusat. Aria kemudian mencoba berbagai kode perintah yang lain, seperti Access Chat, Force Chat GM, SOS, 511, Force Open 511, dan lain-lain. Namun, semua itu tidak berfungsi.
“Apa yang sedang terjadi sebenarnya?” Aria menggaruk kepalanya merasa sedikit kesal.
Kejadian seperti ini tidak biasanya dialami di game Godtales. Jika terjadi bug ataupun sesuatu yang berhubungan dengan pemain, GM akan langsung menghubungi pemain tersebut dan memberikan cara untuk keluar dari kondisi tersebut.
Ingin menghilangkan kekesalan, Aria kemudian mencoba sesuatu yang mengganjal di pikirannya.
Ia menjulurkan tangan kanannya ke depan, namun sebelum itu, takut sesuatu akan terjadi, ia menutup matanya dengan tangannya yang satu lagi dan mencoba mengintip.
Setelah yakin dengan hati yang berdebar, ia menggerakkan pergelangan tangannya dari atas ke bawah dan...
“Sreeengg... Tentu saja itu tidak terjadi. Gerakan seperti itu hanya ada di novel.”
Merasa hampa dan dirinya melakukan hal bodoh, Aria membuang semua pikirannya dan berpikir untuk keluar dari game meski tujuannya kali ini untuk bersenang-senang, tidak terwujud.
“Aku akan mengirim permasalahan ini lewat e-mail. Bisa saja aku mendapatkan kompensasi.”
Aria tertawa di dalam hatinya membayangkan kompensasi yang akan diterimanya nanti. Karena developer akan memberikan kompensasi bagi siapapun yang menemukan atau juga terkena bug yang tidak menguntungkan pemainnya.
“Baiklah, Log Out.”
Sekali lagi, Aria mengucapkan kode perintah agar bisa keluar dari permainan.
Namun, sama seperti yang sudah terjadi, visual permainan Aria tidak menunjukkan adanya perubahan sekecil apapun.
Mengetahui tidak adanya perubahan, hati Aria yang senang membayangkan menerima kompensasi, diganti oleh wajahnya yang pucat.
“Tidak, tunggu. Hahaha... Ini benar-benar lucu, apakah GM sedang marah kepadaku? Selama dua tahun baru ini kalian protes? Log Out.”
“Log Out.”
“Log Out!”
Wajah Aria semakin pucat.
Force Log Out, Shut Down, Back To Real Life, Turn Off, Help. Seluruh kata diucapkan Aria berharap dirinya dapat kembali keluar dari permainan.
“Hahahaha...” Aria menjatuhkan dirinya dan hanya tertawa menyadari sesuatu telah terjadi dan menimpa dirinya.
'Sial! Aku sial sekali!' batin Aria
Aria kembali melihat langit biru dan tumpukan awan yang cerah, tetapi kali ini dia berpikir langit dan awan tersebut sedang mengejek dirinya yang ditimpa musibah dan terlihat konyol. Menghela napasnya, Aria kemudian mulai berbicara dengan dirinya sendiri, “Apakah ini benar-benar nyata?” Selama beberapa waktu, ia telah melakukan banyak uji coba untuk kontrol perintah dasar yang harus ia ketahui. Dan hasilnya ia harus mengerjakan itu secara manual. Sebagai contoh, saat ingin mengambil barang di dalam tempat penyimpanan yang biasanya pemain selalu atur menggunakan tombol perintah, Aria harus membuka tas tempat penyimpanan itu lalu melihat isinya dan mengeluarkan barang yang ingin ia keluarkan. Tas isi penyimpanan ukurannya terbilang kecil, namun itu seperti tas ajaib yang dapat menampung banyak barang. Karena Aria mengeluarkan banyak uang untuk fungsi seperti ini, tas Aria mampu menyimpan 1200 barang tanpa mempedulikan berat benda dan telah mencapai batas maksimal. Sisanya ia simpan
“Benar ini adalah batu ruby yang aku temukan di daerahku dulu. Awalnya, aku mengira bahwa batu ini adalah batu kutukan karena cahayanya yang menggoda mata, namun saat aku menanyakan itu kepada ayahku dia bilang itu adalah batu yang sangat berharga. Kemudian ayahku mengambilnya dan menjadikannya satu untukku.”“O-ohh... Benar-benar teknik yang luar biasa, aku ingin bertemu dengan ayahmu, apakah bisa?”Aria menggelengkan kepalanya. “Ayahku meninggalkanku saat aku berusia 16 tahun.”“Maafkan aku,” ucap Magnius dengan nada yang rendah.“Tidak apa-apa, ayahku mengajarkanku semua yang perlu aku tahu. Meskipun aku menyayanginya, aku tidak bisa melawan takdir.”“B-benar. Kau benar.” Menyadari suasanya semakin tidak enak dan itu keadaan yang tidak bagus untuk Aria. Karena saat ini, Aria ingin melakukan sebuah pertukaran yang mungkin akan berguna bagi dirinya di masa depan. Dia kemudian dengan cepat mengganti suasana dengan cahaya batu ruby-nya.“Ayahku bilang bahwa batu ruby ini adalah spesial
Di depan sebuah tembok besar, meski tidak sebesar sebelumnya, terdapat kereta dengan dua kuda serta beberapa kotak anggur berlabel Margins Co., berhenti di pinggir pos keamanan gerbang menuju dalam kota Rumberg. Kota ini dikelola oleh seorang Count yang kota tersebut menjadi salah satu jalur perdagangan, sehingga banyak sekali orang yang keluar masuk ke kota ini. Penduduk di kota ini juga lumayan banyak, dengan mayoritas warganya adalah anggota dari guild petualang. Setelah beberapa hari menempuh perjalanan panjang, Magnius dan Aria saat ini suda sampai di gerbang kota Rumberg. Saat ini mereka sedang dalam tahap pengecekan barang dan itu tidak berlangsung lama, terutama karena Magnius yang cukup terkenal di kota Rumberg. "Pemuda ini adalah kerabatku."Mendengar ucapan Magnus, para penjaga membiarkan mereka berdua masuk. Setelahnya, atas permintaan Aria, Magnius memberhentikan Aria di depan guild petualang."Kenapa kau ingin berhenti di sini?" tanya pria gemuk itu bingung."Aku bu
Butuh waktu tiga hari untuk sampai di tempat tujuan meskipun sudah menggunakan kuda sekalipun. Aria menumpang kepada para pedagang, namun dia harus berpisah dan kembali melanjutkan perjalanannya sendirian dengan jalan kaki. Di tengah perjalanan juga, ia membaca peta yang ia beli dari guild. Setelah berjalan kaki selama satu hari dipandu arahan para pedagang dan melihat struktur peta, Aria berjalan menyusuri hutan. Ia tidak takut dengan serangan monster dan perut yang lapar. Aria diberitahu bahwa tidak ada monster yang berkeliaran di sekitar Desa Ssuane. "Ini terlalu mudah jika tidak ada monster. Hidup menjadi petualang Bronze membosankan. Tapi, lebih baik daripada menjadi petani di zaman seperti ini," gumam Aria. Mengenai kebutuhan pokoknya, Aria membeli beberapa roti dan makanan yang cukup untuk dirinya makan sendiri di perjalanannya. Saat sampai di sungai, ia akan berburu ikan serta membersihkan dirinya. Walau sebenarnya ia tidak akan mengeluarkan keringat, karena ia mendapat
"Apakah aku harus memperkenalkan diriku kembali? Tidak, itu tidak diperlukan. Bagaimanapun, kalian tidak akan bisa mengingat aku siapa untuk selamanya," ucap Aria percaya diri.Kemudian terdengar seseorang tertawa kencang, itu adalah kesatria yang mengeksekusi warga yang Aria lihat tadi."Kau banyak gaya juga, bocah. Trik apa yang kau pakai sehingga takut untuk turun, HA?!"Aria tidak merespons perkataan si kesatria tersebut."Benar juga, magic caster dari negeri yang jauh, perkenal-""Tidak, aku tidak butuh namamu," ucap Aria sebelum kesatria itu mengenalkan diri."Berani juga nyalimu. Apakah kau berpikir seorang magic caster bisa mengalahkan 12 kesatria sendirian? Apakah kau mencoba ingin terkenal?" Sambil mengejek, kesatria tersebut tertawa sekencang-kencangnya.Tidak gentar dengan perkataan sang kesatria, Aria membalasnya kembali dengan tawa yang juga kencang."Benar juga, aku harus berterima kasih kepada kalian semua. Benar, itu adalah cara yang cocok untuk kalian."Di dalam hatin
Kesatria yang didatangi Yurei terlebih dahulu, diserang dengan cara ditakuti dan membuat akal sehatnya menurun. Lalu, Yurei tersebut masuk ke dalam tubuh si kesatria dan mencekiknya. Temannya di sebelah yang menyaksikan tersebut hanya bisa kebingungan melihat temannya seperti tersiksa. Ia melihat temannya berteriak, meminta tolong sambil tangannya berusaha meraih sesuatu di sekitar lehernya, mencoba melepaskan sesuatu agar dirinya dapat kembali bernapas. Bahkan karena itu, tubuhnya ikut menggeliat dan memberontak agar dirinya bisa bebas. Yurei sebenarnya dapat dilihat sosoknya dengan kasat mata, tetapi fokus si kesatria sepertinya hanya tertuju kepada sosok yang menyeramkan bernama Gream Reaper sehingga melihat temannya seperti itu membuatnya bingung dan tidak dapat membuat reaksi yang tepat.“Hei, apakah kau baik-baik saja?” Setelah menanyakan hal itu kepada temannya itu, ia melihat bahwa temannya sudah berhenti berteriak, perlahan jatuh ke bawah dengan lembut, berbeda dari sebelum
Aria kembali ke hamparan bunga sebelumnya yang ia datangi saat harus menjalankan misinya untuk mencari tanaman herbal Setelah sampai dan mendarat di tengah-tengah hamparan bunga tersebut, Aria mengingat kembali pertarungan yang baru saja terjadi. Lemah. Terlalu lemah. Ia memikirkan itu seakan tidak percaya dan kesal akan hal tersebut. "Itu hanyalah Gream Reaper yang dibuat oleh satu tumbal saja! Bagaimana mereka, 12 orang, langsung kalah dengan makhluk lemah seperti ini? Benar-benar tidak dipercaya! Pemain level 20 saja dengan mudah mengalahkannya!" Aria terus mengumpat kepada 12 prajurit yang sudah mati di tangan Gream Reaper ciptaannya itu, dan terus berbicara sendiri karena tidak dapat memuaskan hatinya, meskipun para kelinci percobaan itu melakukan tugasnya dengan baik. "Sudahlah, tidak baik memikirkan hal tersebut. Lebih baik aku pulang dan mencari tempat penginapan. Ah, benar juga." Aria lalu mengambil benda yang sebelumnya ia taruh di tas penyimpanannya. Itu adalah pin pe
"Ekhem..." deham Aria, "Baiklah, itu bagus dan tidak berlebihan." "Apa ada lagi, Tuan?" "Ya, saat sedang banyak orang, tolong panggil aku dengan nama karakterku, Aria. Kau bebas memanggilku apa saat hanya sedang berdua saja. Kemudian, bicara seperti biasa saja seperti seorang teman." "Dimengerti," ucap Florithe patuh. Aria mengangguk puas dan berpikir untuk langsung pulang, namun ia melihat ke arah sampingnya, Gream Reaper yang ia panggil masih ada dan belum menghilang. Sedari awal, Gream Reaper itu mengikutinya dalam diam sambil memangkul senjata miliknya seperti seorang petani dengan cangkulnya. Lalu, Yurei yang mengikuti dengan wajah jelek dan menyeramkan membuat Aria menambah ekspresi kesusahannya. Jika dilihat, Gream Repaer itu terlihat seperti pet milik seorang player saat berada di lobby atau kota utama di dalam game. Menghilangkan efek seramnya. "Hei, apakah kau bisa menghilang?" tanya Aria dan melihat ke arah Gream Reapernya. Gream Reaper menatap kembali Aria kemudi