Ternyata Larissa mendapati sebuah kejanggalan, yaitu salah satu permata di kalung tersebut ada yang hilang. Itu membuat Larissa heran, sebab dirinya tidak pernah memakai kalung miliknya sampai menghilangkan satu berlian pun.
Terakhir kali dia memakai adalah di hari jadi yayasan sekolah Robin. Setelah hari itu dirinya tidak pernah memakainya lagi, dan saat itu semua permata tak ada yang hilang.Larissa terdiam sejenak, lalu dia kembali bertanya kepada sang pelayan. "Pelayan, apakah kau melihat suamiku memasuki ruangan ini?" tanyanya."Baru saja, Nyonya. Saat aku datang dari belakang, aku melihat tuan Adrian masuk ke ruangan ini. Aku tidak berani menghampirinya, dan setelah kutunggu di sana beberapa menit, barulah dia keluar dan menuju ruang pribadinya," jelas pelayan kepada Larissa.Wanita yang tengah memegangi kalung itupun berpikir dengan cepat. Otaknya seakan menyimpulkan sesuatu dan menduga bahwa Adrian telah berbohong perihal kalung itu.'Adrian, sekarang aku paham. Sepertinya kau memang melakukannya di belakangku. Berani-beraninya kau mencoba membodohiku tentang kalung ini. Apa kau pikir aku tidak akan mengenali milikku? Benar-benar keparat! Lihat saja setelah ini akan aku ikuti cara mainmu, Adrian!' batin Larissa.Kemudian, Larissa pun menyimpan kalungnya di saku miliknya. Dia berniat ingin kembali ke ruangan Adrian untuk berpura-pura bodoh dan percaya bahwa kalung itu adalah miliknya.Saat Larissa hendak memasuki ruangan. Tiba-tiba saja dirinya mendengar suara Adrian yang sedang mengobrol dengan seseorang melalui telepon. Pintunya yang ternyata sedikit renggang, dengan segera Larissa mendekat untuk menguping pembicaraan itu."Tidak, aku tidak sengaja meletakkannya di sana. Maafkan aku.""Tentu, iya-iya pasti akan aku ambil kembali dan segera memperbaikinya. Mungkin dia juga akan berpikir seperti itu. Tenang saja, dia akan mengembalikan benda itu dan setelahnya baru aku tukar dengan yang baru."Pendengaran Larissa masih menebak-nebak. Ke mana arah pembicaraan Adrian. Namun, Larissa tidak akan terkecoh lagi kali ini.Setelah dia menyadari bahwa kalung miliknya diambil oleh Adrian baru saja, itu berarti kalung yang dia temukan sudah berada di saku suaminya lebih dahulu yang artinya memang milik orang lain.Krieeeet ....Pintu pun Larissa buka dan sontak membuat Adrian berpaling sempurna dengan keterkejutannya. Tangannya segera menyimpan ponsel, tanpa sempat mematikannya."Adrian?" panggil Larissa."Bagaimana, apa kau temukan kalungnya? Milikmu, bukan?" tanyanya dengan sedikit nada suara ragu.Larissa tersenyum dan mendekati Adrian. "Iya, benar ini kalungku. Jadi, apa kau benar-benar akan menukarnya dengan yang baru?" tanyanya balik.Larissa berjalan mendekati Adrian dan mereka sekarang cukup dekat."Tentu, Sayang. Akan kutukar dengan model terbaru dan tidak sesiapa pun orang memilikinya selain dirimu. Aku sudah menyiapkan rancangan sendiri untuk perhiasan itu, jadi kembalikan kalung itu agar bisa kutukar," kata Adrian.Sekilas Larissa melihat tangan Adrian terlihat gelisah ingin meraih ponselnya. Namun, segera Larissa ambil tangan Adrian untuk diletakkannya di pinggangnya."Adrian ...," ucap Larissa yang mendekatkan wajahnya kepada suaminya itu.Larissa sengaja bertingkah, agar sosok orang di ponsel Adrian mendengar apa yang sedang Larissa lakukan dengan Adrian.Lagi, Adrian ingin menjauhkan tangannya dari pinggang Larissa, dan terlihat ingin meraih ponsel ke dalam sakunya, tapi Larissa dengan cepat mencegah itu dan mengembalikan tangan Adrian ke pinggangnya."Adrian, aku merindukanmu. Bagaimana kalau kita bermain hari ini, hm?" Ajak Larissa yang mulai menatapi setiap inci wajah Adrian.Tangan Larissa pun juga bergerak sempurna di dada bidang suaminya, hingga kedua tangannya melingkar di leher Adrian."Ada apa denganmu?" tanya Adrian ragu. Bibirnya hampir menyentuh hidung Larissa yang didekatkan wanita itu saat dirinya mulai terbawa suasana.Tatapan manja yang diberikan Larissa dibalas senyuman oleh Adrian, kala Adrian merasakan tangan Larissa berjalan ke bawah dan berhenti mengenai di bagian intim miliknya."Kita sudah lama tidak bermain, Adrian. Kurasa Robin juga sudah waktunya memiliki adik. Bagaimana menurutmu?" bisik Larissa ke telinga Adrian. Bibirnya terus menyentuh ceruk leher Adrian, sehingga membuat pria bermata biru itu mengeluarkan hembusan napas menahan nafsu."Larissa-""Jangan khawatir, kali ini kau bisa lakukan apa pun padaku. Aku benar-benar sedang ingin, Adrian," sela Larissa yang tak ingin mendengar penolakan dari suaminya.Larissa terlihat menarik sudut bibirnya, kala teringat ponsel Adrian yang juga belum terputus di sana. Dia yakin bahwa sosok yang tadi mengobrol dengan Adrian adalah wanita yang telah menghancurkan keluarganya.Larissa menyentuh bibir Adrian menggunakan bibirnya. Hanya memberikan satu kecupan dan menunggu Adrian sendiri yang meraih secara mandiri.Tatapan demi tatapan mereka saling beradu. Larissa mulai merasakan hembusan napas Adrian yang tampaknya sudah tak tahan.Dan benar! Detik berikutnya Adrian langsung meraih leher Larissa untuk memudahkannya mempertemukan bibir masing-masing. Adrian yang sudah tak tahan, bahkan dia terus semakin dalam memberikan ciuman itu kepada Larissa.Lidah mereka terus bertemu semakin dalam. Namun, tiba-tiba Larissa menghentikannya secara paksa dan mendorong sedikit dada Adrian."Ada apa?" tanya Adrian.Larissa hanya mengulas senyum dan menggeleng pelan. Dia hanya memastikan bahwa Adrian telah terbuai olehnya. Mendengar sebuah pertanyaan dari mulut Adrian, Larissa paham bahwa menghentikan aksi itu membuat Adrian tak puas."Sentuh aku sesukamu, Adrian," ucap Larissa.Tidak ingin melewatkan momen itu. Adrian langsung membawa istrinya mendudukkan Larissa di atas meja kerjanya. Tanpa sadar Adrian mengeluarkan ponselnya dari saku untuk diletakkan di atas meja, agar dirinya lebih leluasa.Larissa terus tersenyum, hingga akhirnya Adrian benar-benar telah mabuk dibuat olehnya. Pria yang langsung memulai aksinya tersebut, terlihat merampas semua waktu saat itu juga.Keduanya saling menyatukan diri dalam keringat kepuasan. Di tengah-tengah Adrian sedang melakukannya, Larissa berusaha mengambil ponsel milik Adrian.Sementara Adrian lengah, dengan cepat dia segera melihat layar ponsel tersebut dan ternyata benar bahwa panggilan masih terhubung."Benar, Adrian, teruskan!"Dengan sengaja Larissa menyuarakan des*hannya dengan mendekatkan bibirnya ke ponsel itu. Berkali-kali juga dia lakukan dan bahkan suara Adrian sempat mendominasi permainan mereka. Hingga akhirnya sambung telepon tersebut terputus dengan sendirinya.'Hhh, apakah kau juga menginginkannya?' batin Larissa yang puas setelah melihat sambungan telepon terputus.Akibat permainan kemarin, beberapa hari ini Adrian terlihat menyibukkan diri usai pulang dari kantornya. Larissa yang hanya memanfaatkan permainan itu, dirinya sudah tahu apa yang akan terjadi pada suaminya. Kalung yang kemarin dia dapatkan, sengaja masih disimpan dan tidak dikembalikan. Meskipun Adrian berusaha memintanya kembali, bukan Larissa namanya jika dia tidak mengatakan berbagai macam alasan untuk menyimpan benda tersebut. "Kau pikir hanya kau yang memiliki banyak alasan, Adrian? Huh, kita lihat sampai mana permainan membawa gairahmu bersama wanita jalang simpananmu itu." "Perlukah aku membalas perlakuan yang sudah kau perbuat dengan aku mencari pria lain?" Larissa terkekeh pelan, lalu melanjutkan, "sayangnya aku bukan wanita murahan seperti yang kau cari. Semakin hari aku semakin jijik dengan perbuatanmu itu." Tidak lama kemudian saat Larissa sedang menatap kalung yang ada di sebuah kotak itu, tiba-tiba seorang sekretaris barunya datang bersama sosok wanita berpakaian ra
Larissa mengambil obat miliknya di laci nakas dan segera mengkonsumsinya untuk meredakan kecemasan dirinya. Perlahan kemudian menyandarkan tubuhnya ke sisi kepala ranjang. Sesuatu yang baru saja dia lihat benar-benar membuatnya syok. Bagaimana bisa seorang sahabat yang dikenalnya baik sejak lama telah melalukan itu kepadanya. Larissa butuh jawaban baik dari Adrian maupun Caroline. Namun, yang membuat dirinya juga penasaran ialah, ada apa dengan Silvia yang mengetahui perselingkuhan suaminya lebih dulu darinya. Larissa merasa bahwa dirinya harus menemui mantan sekretarisnya nanti untuk mempertanyakan segalanya dengannya jelas."Apa selama ini kau sudah sering berhubungan gelap dengan Caroline, Adrian? Mengapa kau melakukan ini padaku Adrian!" teriak Larissa dan memegangi dadanya seraya mengeluarkan air matanya. ◉◉◉◉Di sebuah hotel, yang tak jauh dari restoran keluarga Miss Alcerine. Sepasang manusia berbeda gender baru saja selesai melakukan malam panas mereka. Keduanya terlihat t
Ketika Larissa mendapat informasi itu dari mantan sekretarisnya yaitu, Silvia. Wanita ini pun mulai mempercayai sebuah bukti yang pernah dia terima di ponselnya. Hingga akhirnya, Larissa mengajak Silvia untuk bertemu. Tepat setelah pulang dari kantornya, Larissa menemui suatu tempat yang sudah dijanjikannya bersama Silvia. Mereka pun terlihat mengobrol di sebuah cafe yang letaknya tak jauh dari kantor Larissa. "Katakan semua yang kau tahu!" pintanya tak ingin banyak basa-basi. "Dan, aku ingin kau jelaskan semua yang sudah kau lakukan bersama suamiku!" tambahnya. Wanita dengan rambut panjang dikuncir itu menyerahkan ponselnya dan memperdengarkan sebuah rekaman yang dia dapatkan dari hasil menguntit Adrian. Suara desahan pun terdengar di sana dan itu tidak lain adalah suara Adrian. "Maaf, Bu Larissa. Saya pernah melakukan hubungan terlarang bersama suamimu, karena suamimu sedang mabuk dan mengajakku ke sebuah hotel pada beberapa Minggu lalu," jelasnya. Larissa mengepalkan tanganny
Keesokan harinya. Pagi ini di keluarga Parker terlihat sedang menikmati makanan mereka. Larissa yang telah memiliki rencana untuk di acara reuni tersebut, dia tidak ingin menghancurkan rencananya hanya mencoba berdebat dengan Adrian pagi ini. Dilihatnya lelaki itu benar-benar cukup tenang saja. Larissa jadi berpikir heran, kenapa Adrian harus berselingkuh di belakangnya. Bukankah selama ini dirinya sudah menjadi istri yang baik untuk pria itu? Sekilasnya ditatapnya Robin. Putra semata wayangnya. Anak pertama dan mungkin terakhir yang Larissa lahirkan. Sebab, sejauh ini dirinya merasa keberatan untuk memiliki anak kembali. Karena banyak berpikir di sela-sela menikmati makanannya, tiba-tiba saja Larissa jadi kepikiran. Mungkinkah Adrian selingkuh karena dirinya mencoba menolak untuk memiliki anak lagi? Meskipun kebutuhan ranjang untuk Adrian telah dipenuhinya, Larissa merasa aneh saja jikalau Adrian selingkuh hanya karena itu. Sebab sewaktu satu tahun yang lalu, mereka berdua telah
Larissa terkejut ketika mendapati kabar kematian mantan sekretarisnya yaitu, Silvia. Kini berita itu menjadi top trending di berita utama yang mengaitkannya dengan ke perusahaan sang ayah. Wanita ini terdiam sejenak, membiarkan otaknya berpikir apa yang telah terjadi kepada Silvia. Di antara gelombang perasaannya, Larissa merasa kematian Silvia terlalu tiba-tiba dan tak masuk di akal. "Tidak mungkin! Bagaimana bisa dia meninggal begitu saja!" Merasa tak percaya dan tak habis pikir. Akhirnya dirinya sambil mencoba meredakan kebingungannya, Larissa memutuskan untuk pergi ke rumah yang baru saja dia beli untuk Silvia. Saat dirinya baru tiba di sana, dia terkejut melihat banyak polisi penyelidik dan anggota tim forensik yang sedang melakukan penyelidikan di dalam rumah tersebut."Sial, ada apa sebenarnya denganmu Silvia, ck!" decak Larissa dibuat heran akan kasus kematian mantan sekretarisnya itu. Larissa dengan beberapa pengawalnya meminta untuk diizinkan masuk. Dia pun melihat para
"Apa-apaan ini?!" Larissa Riquel Müller mengerutkan dahinya ketika melihat nama kontak dengan emoticon love di ponsel suaminya. Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Sekilas dirinya menoleh ke arah Adrian yang tertidur pulas. Sedangkan Larissa dihantui rasa penasaran akan sosok orang yang menghubungi suaminya. ‘Apa ini orang yang sama dengan yang bersama Adrian satu minggu lalu?’Sekitar satu Minggu yang lalu, dia mendapat sebuah pesan misterius berisi foto suaminya dengan seorang wanita di acara pesta peresmian perusahaan milik Alexander, Elevate Group. Dalam foto itu, tampak suaminya tengah menggandeng mesra hingga merangkul wanita tersebut. Sayangnya Larissa tidak bisa melihat dengan jelas wajah wanita itu. Foto itu diambil dari jarak cukup jauh. Walaupun begitu, tetap saja Larissa merasa kenal dengan si wanita. Larissa terus kepikiran tentang foto tersebut, hingga tidak bisa tidur. Acara sarapan pagi ini pun terasa hambar baginya. Sementara Adrian terlihat biasa saja seolah
Larissa melangkah cepat melewati koridor. Mencari tahu ruangan tempat putranya dirawat. Hingga dia menemukan seseorang di sana yang dirasa dikenalinya. Prasangka buruk pun semakin menggebu-gebu di hati Larissa kala melihat sosok Silvia tengah bersama Adrian di kursi tunggu. Dengan cepat, Larissa menghampiri dan berusaha untuk tetap terlihat tenang, meskipun hatinya sangat kesal ketika bertemu dengan wanita itu. "Di mana Robin?!" tanyanya kepada Adrian. Adrian segera berdiri setelah kedatangan istrinya, begitu pun juga dengan Silvia yang merasa tidak nyaman karena lebih dahulu datang sebelum Larissa. "Dia sedang dirawat, tenanglah biarkan dokter menanganinya dengan baik," jawab Adrian. Sekilas, kedua mata Larissa beralih ke arah Silvia dan lalu dia menatap Adrian selidik. "Lalu, mengapa ada wanita ini di sini?" tanyanya. "Bukankah seharusnya dia berada di kantornya Alexander?" "Dia ...." Belum sempat Adrian menjelaskan, Larissa mulai menuduh wanita itu dengan dugaan yang ditamba
Dering ponsel berbunyi dari dalam tas bermerek milik Larissa. Wanita itu dengan tenang mengangkat panggilan suaminya sambil seulas senyum palsu muncul di bibirnya. Larissa sedang bersama putranya di dalam mobil dalam perjalanan pulang ke rumah mereka. "Ada apa Adrian?""Apa kau sudah menjemput Robin?" tanya Adrian. "Ya, sekarang aku menuju pulang ke rumah bersama Robin, kau di mana?" Dari suara seberang pun kembali menyahut, "Aku masih banyak pekerjaan di kantor, dan sepertinya-" "Tidak apa-apa jika kau masih sibuk. Aku akan urus Robin hari ini. Aku juga akan menyiapkan makan malam bersama di rumah ayah. Rasanya sudah lama kita tidak berkunjung ke rumahnya. Bagaimana menurutmu?" Setelah menerima sebuah pesan suara dari tiga hari yang lalu. Kini, Larissa semakin yakin bahwa Adrian telah bermain di belakangnya. Rasanya Larissa sudah tidak tahan untuk segera buru-buru menyelidiki Adrian dan selingkuhannya. "Malam ini?" ulang Adrian. "Ya, malam ini. Apa kau bisa?" ulang Larissa.