"Hallo, Nyonya Larissa. Maaf, ternyata aku lebih dahulu datang dari dirimu," sapa Alexander yang bangkit dari kursi saat melihat kedatangan putri dari tuan Müller.
Larissa masih terdiam memandang dengan penuh ketidakmengertiannya. Bagaimana bisa Alexander ada di rumah ayahnya, sedangkan tadi siang sang ayah mengatakan tak akan ada tamu siapa-siapa.Selain itu, Adrian juga mengatakan akan adanya pertemuan dengan Alexander. Namun yang dia temui ialah, Alexander ada di rumah sang ayah.Larissa menoleh kepada Gerry, meminta penjelasan karena ini tidak seperti apa yang dikatakan oleh sang bodyguard.Gerry menundukkan kepalanya beberapa detik, kemudian sedikit berbisik, "Maaf, Nyonya, saya benar-benar tidak tahu," ujarnya, pelan.Kemudian tuan Müller meminta putri dan cucunya untuk ikut duduk acara makan malam bersama. Dengan kecanggungan yang terjadi, Larissa tentu saja juga terpikirkan tentang pertemuan antara suaminya dengan Alexander malam ini. Apa yang sebenarnya terjadi?"Larissa, maafkan Ayah yang tidak bilang kepadamu perihal kedatangan Alexander malam ini," kata tuan Müller."Ayah baru ingat beberapa hari yang lalu, Alexander meminta perusahaan kita untuk bekerja sama dengan perusahaan barunya. Apa kau keberatan jika kita menerima kerja sama itu?" sambungnya seraya memotong daging steak di piringnya.Larissa tidak fokus, dia justru teralihkan dengan sosok Alexander yang beberapa kali terlihat mencuri pandang ke arahnya. Entah apa maksud pria itu, yang jelas Larissa merasa kalau ada suatu rencana yang tengah dilakukan oleh pria di hadapannya ini."Larissa?" ulang tuan Müller."Hah? Eum, aku terserahmu saja. Jika Ayah ingin mengambil keputusan itu, akan aku urus untuk ke depannya. Tapi ...,""Tapi kenapa?" sambung pria tua yang rambutnya mulai memutih."Tapi, kenapa Ayah membatalkan kerja sama dengan SHL Group? Bukankah Adrian sudah mengajukan kontrak itu kepada Ayah?"Hal yang tidak dimengerti Larissa, kini dipertanyakannya kepada sang ayah. Namun, bukannya tuan Müller menjawab, dia malah mengajak cucunya berbicara seolah pengalihan."Robin, apa kau kemarin sakit?" tanyanya, lembut.Robin mengangguk, "Iya, Kakek.""Maaf, Kakek tak sempat menjengukmu. Kakek tahu kau anak yang kuat, buktinya kau sekarang bertahan. Kakek yakin kau tangguh seperti ibumu," puji tuan Müller dan terkekeh pelan, serta diiringi oleh Alexander juga."Terima kasih, Kakek. Aku senang bertemu denganmu," balas Robin sambil tersenyum manis."Ayah, aku bertanya-"Tuan Muller memotong, "Ada permasalahan terkait citra perusahaan tentang masa lalu dengan SHL Group. Ayah hanya saja tidak ingin hal itu terulang kembali. Untuk saat ini Ayah tidak akan mengambil keputusan tersebut, karena saham akan turun drastis jika menyangkut hal ini," jelas sang ayah yang mulai berbicara serius."Sebentar, bukankah Alexander juga bekerja sama dengan SHL Group dan mengadakan acara makan malam hari ini?" Tatap Larissa ke arah Alexander. "Mengapa kau justru di sini?" tanyanya pada pria itu."Kapan kau mendengar hal itu? Kontrak itu pernah berlangsung satu tahun yang lalu di perusahaan ayahku, untuk perusahaanku sendiri aku belum bekerja sama dengannya," jawab Alexander dengan mengerutkan keningnya bingung.Larissa mulai menerka-nerka tentang kepergian suaminya malam ini. Mungkinkah sekarang Adrian ada di suatu tempat bersama seorang wanita untuk menghabiskan malamnya? Menjadikan acara pertemuan itu sebuah alasan untuknya.Larissa hendak mengambil ponselnya dan menghubungi Adrian, tapi sang ayah tiba-tiba menyelanya untuk membicarakan tentang kemajuan perusahaan setelah beberapa tahun ini.Untuk meyakinkan Alexander berkerja sama dengan perusahaannya, tuan Müller terus memberikan wacana keberhasilan yang telah mereka dapatkan dalam beberapa waktu berlalu.Larissa pun tak bisa berkutik apa pun, dan dia berusaha tenang untuk sementara waktu.•••Acara makan malam pun berakhir. Alexander berpamitan dengan pemilik rumah serta putrinya—Larissa.Setelah perginya Alexander, Larissa meminta kepada ayahnya untuk menitipkan Robin untuk sementara waktu. Sebab dirinya ingin mencari tahu keberadaan Adrian di mana."Ayah, sepertinya aku ada urusan mendadak. Bisakah aku titip Robin sebentar, jika kau tak keberatan tolong minta salah satu asisten kita untuk mengantarkan Robin," pintanya."Oh, tentu! Jangan khawatir, aku akan urus Robin," sahut tuan Müller dan mengusap kepala Robin."Terima kasih, Ayah."Setelah mendapat anggukan dari ayahnya. Larissa meminta Gerry untuk ikut dengannya. Sebelumnya Larissa memang telah membuat rencana lain, yaitu memasang alat GPS di bawah mobil milik suaminya.Semua itu telah dilakukan oleh salah satu bodyguardnya pribadi bagian penjagaan garasi, pria mau menuruti perintahnya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Adrian itu sendiri.Larissa dan Gerry melajukan mobilnya. Dalam perjalanan, beberapa saat kemudian ponsel Larissa menerima informasi tentang keberadaan Adrian.Saat membuka tautan lokasi yang dishare, wanita itu membuang napas beratnya. Wajahnya berekspresi semakin penasaran."Ke mana kita akan pergi, Nyonya?" tanya Gerry seraya menyetir."Ke seberang gedung putih Alcerine," jawabnya."Restoran keluarga Miss. Maria?"Yeah, kau benar! Cepatlah, kuharap mereka masih di sana dan aku akan memasuki tempat itu sekaligus bertanya kepada Adrian secara langsung!" geram Larissa sudah tak bisa menahannya.Kecurigaan Larissa semakin yakin bahwa Adrian hanya menjadikan sebuah alasan dengan adanya pertemuan kontrak kerja sama dengan Alexander. Buktinya Alexander berada di rumah sang ayah dan tidak bersama Adrian di acara pertemuan itu.Berapa menit berlalu, akhirnya mereka sampai di depan gedung putih Alcerine. Mereka mengentikan mobilnya di sana dan Larissa berniat untuk turun hendak memasuki restoran mewah yang ada di seberangnya.Namun, baru saja dirinya ingin membuka pintu mobil. Tiba-tiba saja dia dikejutkan oleh pemandangan yang mengherankan.Larissa memperhatikan seorang pria yang baru keluar dari tempat itu, yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya sendiri—Adrian. Tangannya meremas kuat penuh kemurkaan.Hal yang membuat wanita beranak satu ini meremas dress-nya, ialah adanya seorang wanita yang melepaskan kepergian Adrian di sana. Juga, Larissa kembali dikejutkan bahwa wanita itu bukanlah Silvia."Kurang ajar! Ada berapa wanita yang sedang kau kencani Adrian! Benar-benar brengsek!" umpatnya dengan kedua matanya yang memerah."Apa Nyonya ingin turun sekarang?" tawar Gerry."Tidak perlu! Aku ingin pulang sekarang, dan akan aku tanyakan alasan apa yang akan dia katakan setelah aku melihatnya malam ini!" tolak Larissa.Mobil pun tak jadi terparkir. Larissa memutuskan untuk pulang dan bertanya di rumah. Jujur saja dirinya sedikit tak paham dengan sikap Adrian akhir-akhir ini.Bahkan, malam ini ... yeah, malam ini yang dirinya lihat sekarang adalah sesuatu yang belum pernah Larissa lihat sebelumnya. Ada apa sebenarnya dengan Adrian?Sesampainya di rumah, Larissa justru telah mendapati mobil Adrian di garasi. Wanita ini bingung mengapa Adrian bisa datang tepat waktu, sementara Larissa sendiri baru saja melihat suaminya di depan jalan restoran Miss Alcerine. Saat Larissa memasuki rumahnya. Dia mendengar suara sapaan dari Adrian dengan kalimat yang terdengar kesal. Pria itu berbicara sambil menuruni anak tangga. "Dari mana saja kau? Apa acara malam itu sangat menyibukkanmu sampai harus mengirimkan Robin bersama dengan bodyguard ayahmu?" Adrian menatap selidik dan mulai mendekati istrinya. Larissa malah mengerutkan keningnya saat Adrian berkata demikian. Mengapa kini harus dirinya yang diinterogasi setelah datang ke rumah? Larissa juga melangkah dan semakin dekat ke arah wajah suaminya. Jari lentiknya mulai membelai sebelah wajah Adrian penuh dengan hasrat. Dia mencoba memperhatikan tatapan Adrian yang tampak berbeda."Ah ... maafkan aku, Adrian. Aku sedang ada kesibukan mendadak, maka dari itu aku terpaksa menit
Setelah kejadian yang membingungkan kemarin malam. Larissa mencoba melupakannya sejenak. Sebab dirinya juga masih tidak mengerti mengapa lampu padam begitu saja dan apa yang Larissa lihat seperti ada bayangan suaminya. Dan yang lebih membingungkan lagi, Larissa juga mendapati suaminya datang dari arah belakang bukan dari balkon. Meskipun Adrian telah memberikan alasan yang se-masuk akal mungkin, tetap saja Larissa merasakan ada bayang-bayang mencurigakan atas penyebab lampu padam semalam.. Kemudian semenjak beberapa hari yang lalu setelah rekaman yang dikirim oleh seorang misterius kepadanya. Larissa tidak lagi menemukan pesan chat atau hal-hal lain dari sosok tanpa nama itu akhir-akhir ini. Padahal, Larissa merasa terbantu oleh adanya bukti-bukti kecil yang telah dikirim dari sosok misterius tersebut. Agar menjadi petunjuk wanita siapa yang dibersamai oleh Adrian. Untuk memastikan kembali, Larissa mengcek pesan tersebut. Wanita itu mulai membuka layar ponselnya dan mencarinya pesa
Ternyata Larissa mendapati sebuah kejanggalan, yaitu salah satu permata di kalung tersebut ada yang hilang. Itu membuat Larissa heran, sebab dirinya tidak pernah memakai kalung miliknya sampai menghilangkan satu berlian pun. Terakhir kali dia memakai adalah di hari jadi yayasan sekolah Robin. Setelah hari itu dirinya tidak pernah memakainya lagi, dan saat itu semua permata tak ada yang hilang. Larissa terdiam sejenak, lalu dia kembali bertanya kepada sang pelayan. "Pelayan, apakah kau melihat suamiku memasuki ruangan ini?" tanyanya. "Baru saja, Nyonya. Saat aku datang dari belakang, aku melihat tuan Adrian masuk ke ruangan ini. Aku tidak berani menghampirinya, dan setelah kutunggu di sana beberapa menit, barulah dia keluar dan menuju ruang pribadinya," jelas pelayan kepada Larissa. Wanita yang tengah memegangi kalung itupun berpikir dengan cepat. Otaknya seakan menyimpulkan sesuatu dan menduga bahwa Adrian telah berbohong perihal kalung itu. 'Adrian, sekarang aku paham. Sepertiny
Akibat permainan kemarin, beberapa hari ini Adrian terlihat menyibukkan diri usai pulang dari kantornya. Larissa yang hanya memanfaatkan permainan itu, dirinya sudah tahu apa yang akan terjadi pada suaminya. Kalung yang kemarin dia dapatkan, sengaja masih disimpan dan tidak dikembalikan. Meskipun Adrian berusaha memintanya kembali, bukan Larissa namanya jika dia tidak mengatakan berbagai macam alasan untuk menyimpan benda tersebut. "Kau pikir hanya kau yang memiliki banyak alasan, Adrian? Huh, kita lihat sampai mana permainan membawa gairahmu bersama wanita jalang simpananmu itu." "Perlukah aku membalas perlakuan yang sudah kau perbuat dengan aku mencari pria lain?" Larissa terkekeh pelan, lalu melanjutkan, "sayangnya aku bukan wanita murahan seperti yang kau cari. Semakin hari aku semakin jijik dengan perbuatanmu itu." Tidak lama kemudian saat Larissa sedang menatap kalung yang ada di sebuah kotak itu, tiba-tiba seorang sekretaris barunya datang bersama sosok wanita berpakaian ra
Larissa mengambil obat miliknya di laci nakas dan segera mengkonsumsinya untuk meredakan kecemasan dirinya. Perlahan kemudian menyandarkan tubuhnya ke sisi kepala ranjang. Sesuatu yang baru saja dia lihat benar-benar membuatnya syok. Bagaimana bisa seorang sahabat yang dikenalnya baik sejak lama telah melalukan itu kepadanya. Larissa butuh jawaban baik dari Adrian maupun Caroline. Namun, yang membuat dirinya juga penasaran ialah, ada apa dengan Silvia yang mengetahui perselingkuhan suaminya lebih dulu darinya. Larissa merasa bahwa dirinya harus menemui mantan sekretarisnya nanti untuk mempertanyakan segalanya dengannya jelas."Apa selama ini kau sudah sering berhubungan gelap dengan Caroline, Adrian? Mengapa kau melakukan ini padaku Adrian!" teriak Larissa dan memegangi dadanya seraya mengeluarkan air matanya. ◉◉◉◉Di sebuah hotel, yang tak jauh dari restoran keluarga Miss Alcerine. Sepasang manusia berbeda gender baru saja selesai melakukan malam panas mereka. Keduanya terlihat t
Ketika Larissa mendapat informasi itu dari mantan sekretarisnya yaitu, Silvia. Wanita ini pun mulai mempercayai sebuah bukti yang pernah dia terima di ponselnya. Hingga akhirnya, Larissa mengajak Silvia untuk bertemu. Tepat setelah pulang dari kantornya, Larissa menemui suatu tempat yang sudah dijanjikannya bersama Silvia. Mereka pun terlihat mengobrol di sebuah cafe yang letaknya tak jauh dari kantor Larissa. "Katakan semua yang kau tahu!" pintanya tak ingin banyak basa-basi. "Dan, aku ingin kau jelaskan semua yang sudah kau lakukan bersama suamiku!" tambahnya. Wanita dengan rambut panjang dikuncir itu menyerahkan ponselnya dan memperdengarkan sebuah rekaman yang dia dapatkan dari hasil menguntit Adrian. Suara desahan pun terdengar di sana dan itu tidak lain adalah suara Adrian. "Maaf, Bu Larissa. Saya pernah melakukan hubungan terlarang bersama suamimu, karena suamimu sedang mabuk dan mengajakku ke sebuah hotel pada beberapa Minggu lalu," jelasnya. Larissa mengepalkan tanganny
Keesokan harinya. Pagi ini di keluarga Parker terlihat sedang menikmati makanan mereka. Larissa yang telah memiliki rencana untuk di acara reuni tersebut, dia tidak ingin menghancurkan rencananya hanya mencoba berdebat dengan Adrian pagi ini. Dilihatnya lelaki itu benar-benar cukup tenang saja. Larissa jadi berpikir heran, kenapa Adrian harus berselingkuh di belakangnya. Bukankah selama ini dirinya sudah menjadi istri yang baik untuk pria itu? Sekilasnya ditatapnya Robin. Putra semata wayangnya. Anak pertama dan mungkin terakhir yang Larissa lahirkan. Sebab, sejauh ini dirinya merasa keberatan untuk memiliki anak kembali. Karena banyak berpikir di sela-sela menikmati makanannya, tiba-tiba saja Larissa jadi kepikiran. Mungkinkah Adrian selingkuh karena dirinya mencoba menolak untuk memiliki anak lagi? Meskipun kebutuhan ranjang untuk Adrian telah dipenuhinya, Larissa merasa aneh saja jikalau Adrian selingkuh hanya karena itu. Sebab sewaktu satu tahun yang lalu, mereka berdua telah
Larissa terkejut ketika mendapati kabar kematian mantan sekretarisnya yaitu, Silvia. Kini berita itu menjadi top trending di berita utama yang mengaitkannya dengan ke perusahaan sang ayah. Wanita ini terdiam sejenak, membiarkan otaknya berpikir apa yang telah terjadi kepada Silvia. Di antara gelombang perasaannya, Larissa merasa kematian Silvia terlalu tiba-tiba dan tak masuk di akal. "Tidak mungkin! Bagaimana bisa dia meninggal begitu saja!" Merasa tak percaya dan tak habis pikir. Akhirnya dirinya sambil mencoba meredakan kebingungannya, Larissa memutuskan untuk pergi ke rumah yang baru saja dia beli untuk Silvia. Saat dirinya baru tiba di sana, dia terkejut melihat banyak polisi penyelidik dan anggota tim forensik yang sedang melakukan penyelidikan di dalam rumah tersebut."Sial, ada apa sebenarnya denganmu Silvia, ck!" decak Larissa dibuat heran akan kasus kematian mantan sekretarisnya itu. Larissa dengan beberapa pengawalnya meminta untuk diizinkan masuk. Dia pun melihat para