Larissa mengambil obat miliknya di laci nakas dan segera mengkonsumsinya untuk meredakan kecemasan dirinya. Perlahan kemudian menyandarkan tubuhnya ke sisi kepala ranjang. Sesuatu yang baru saja dia lihat benar-benar membuatnya syok.
Bagaimana bisa seorang sahabat yang dikenalnya baik sejak lama telah melalukan itu kepadanya. Larissa butuh jawaban baik dari Adrian maupun Caroline.Namun, yang membuat dirinya juga penasaran ialah, ada apa dengan Silvia yang mengetahui perselingkuhan suaminya lebih dulu darinya.Larissa merasa bahwa dirinya harus menemui mantan sekretarisnya nanti untuk mempertanyakan segalanya dengannya jelas."Apa selama ini kau sudah sering berhubungan gelap dengan Caroline, Adrian? Mengapa kau melakukan ini padaku Adrian!" teriak Larissa dan memegangi dadanya seraya mengeluarkan air matanya.◉◉◉◉Di sebuah hotel, yang tak jauh dari restoran keluarga Miss Alcerine. Sepasang manusia berbeda gender baru saja selesai melakukan malam panas mereka. Keduanya terlihat terbaring di atas kasur tanpa mengenakan busana apa pun, hanya bermodalkan selimut tebal berwarna putih yang menutupi tubuh mereka.Jari lentik milik wanita berambut dicurly yang sudah nampak acak-acakan tersebut, mulai menyapu keringat di pelipis sang pria di hadapannya."Apa kau seprustasi itu, Adrian?" tanyanya pelan.Adrian yang tengah menjadikan lengannya bantalan untuk kepala wanita itu, dia mengangkat kedua alisnya."Ya. Sampai kapan dia harus menyembunyikan itu semua. Aku tidak bisa menanyakannya karena ayahnya," sahut pria itu."Apa kau benar-benar sudah yakin akan hal itu?"Adrian menatap wanita yang tak lain sahabat istrinya sendiri dengan tatapan sayu. "Tidak ada lagi yang perlu aku pastikan, Caroline. Semua itu sudah benar, Robin ... Robin, dia-"Caroline langsung memeluk Adrian. "Sudah, tak perlu kau lanjutkan. Selama ini kau berada dalam tekanan itu. Sedangkan ayahmu harus merasakan itu, kau perlu keluar dari semua ini, Adrian."Lelaki dengan segala masalah masa lalunya menatap sang wanitanya begitu dalam. "Aku butuh dirimu untuk keluar dari semua ini, Caroline.""Jangan khawatir, aku selalu bersamamu."Adrian memberikan ciuman singkatnya pada wanita itu. "Terima kasih, Sayang."Caroline mengangguk dan di samping itu dia menarik sudut bibirnya penuh maksud. Apa yang terjadi malam ini adalah pembalasan untuk Larissa yang pernah membiarkan sambungan ponsel pada waktu lalu dibiarkan terhubung.Walaupun Caroline melakukannya tanpa bisa di hadapan Larissa langsung, baginya dengan merebut Adrian malam ini saja pasti sudah membuat Larissa panik ketika di rumah."Caroline, uh, masalah kalung itu aku tidak dapat merebut kembali dari Larissa. Aku hanya dapat mengambil kalung miliknya yang kemarin sempat dia curigai. Apa kau-"Caroline memberikan ciumannya di pipi pria itu dan tersenyum. "Tidak perlu, lagi pula kalung itu sudah tidak bagus lagi. Aku tidak tertarik setelah berliannya menghilang," potongnya."Kau yakin?""Sure, Honey!"Adrian pun meraih tubuh wanitanya semakin erat dan kembali saling memberikan perlakuan lembut dengan bentuk cinta masing-masing. Sentuhan demi sentuhan menjadi bunga cinta mereka malam ini.Sebenarnya ada perasaan aneh pada diri Adrian, ketika dirinya yang tak pernah terpikirkan akan melakukan hubungan terlarang ini. Namun semua batasan yang telah mendinding dirinya hancur seketika setelah mengetahui sebuah fakta tentang Larissa dan ayahnya.Adrian benar-benar sakit hati. Maksudnya, tidakkah cukup bagi keluarga Müller untuk terus menekan keadaannya dan menjadikannya budak berkedok menantu. Adrian bertahan karena Robin, tapi apa yang dia pertahankan seketika runtuh dengan sekejap."Kebodohanmu adalah bertahan menjadi menantu di keluarga Müller! Ayahmu yang tiada adalah perbuatan dari pria tua itu! Kau telah memakan daging keluargamu sendiri dengan tetap bertahan bersama wanita itu, Adrian!" ucap seseorang beberapa waktu lalu.Sebuah tragedi di sebuah perusahaan di masa silam membuat ayah dari Adrian meninggal dalam kondisi terbakar. Di mana acara tersebut adalah hari jadi perusahaan Mülle the Group of Companies berlangsung.Menerima kabar dan fakta dari seseorang atas kematian ayahnya, menjadikan sosok Adrian mulai berani memberontak. Namun sayangnya, batinnya yang terluka itu masih tak berani memberontak secara langsung kepada sang mertua. Hanya sebatas perselingkuhan yang dibuatnya terhadap Larissa.Perusahaan milik ayahnya yang kini dijalankannya, semata-mata ikut campur tangan dari tuan Müller. Sebab semua yang telah terjadi, rasanya Adrian terperangkap dalam kandang yang diciptakan oleh mertuanya sendiri.Kini, ditambah setelah dirinya mengetahui siapa Robin sesungguhnya, Adrian tak bisa lagi harus menuruti semua perintah dari sang mertua. Meskipun resiko terbesarnya adalah perusahaannya yang diikut campur tangan oleh tuan Müller itu sendiri akan hancur.Akan tetapi, Adrian yang berani melangkah dalam hal itu bukan karena tidak ada dukungan, jutsru Caroline lah yang kini membantunya dalam segala hal bersama seseorang lainnya.Sementara itu bagaimana sikap Caroline yang telah melakukan hal tersebut kepada sahabatnya sendiri, dikarenakan masalah dalam masa lalu.Istri dari pria yang sedang bersamanya ini telah merebut masa depan seseorang hingga membuat Caroline tidak terima. Dendam yang dia rasakan akan semakin berjalan jika seiring waktu terus bersama Adrian untuk menjatuhkan Larissa di waktu yang tepat.Kesalahpahaman yang dituainya antara Keluarga Müller dan Parker sengaja dia buat, agar permainan semakin seru dan dirinya benar-benar bisa menjatuhkan Larissa hingga mendapatkan Adrian seutuhnya untuk pembalasan itu.'Teruslah berpikir bahwa keluargamu tak pernah bersalah terhadap Keluarga Müller, Adrian. Aku membutuhkanmu untuk membalas semuanya,' ucap Caroline dalam batinnya.◉◉◉◉Kemudian di kediaman Keluarga Müller. Pria tua berumur hampir satu abad itu tengah bersama seseorang di sebuah tempat rahasia di salah satu bagian rumah itu.Mereka terdengar membicarakan Adrian yang terasa berbeda pada akhir-akhir ini dan tentu saja itu juga diketahui oleh tuan Müller yang memperhatikan dari jarak jauh atas orang suruhannya."Aku rasa Adrian mengetahui sesuatu tentang cucu Anda, Tuan. Mungkinkah dia akan bertingkah kali ini?" ucap seseorang berpakaian hitam.Kekehan ciri khas orang tua terdengar menggema di ruangan itu. "Tidak mungkin dia akan bertingkah. Dia harus tahu diri setelah apa yang dilakukan ayahnya kepada perusahaanku ...,""Apalagi setelah perusahaannya itu hampir bangkrut, siapa lagi kalau bukan aku yang membantunya untuk berdiri kembali," sambung pria tua yang perlahan melepaskan kacamatanya."Kau benar, Tuan. Asalkan tak ada campur mulut orang lain, Adrian tidak akan mungkin melakukannya," ujarnya."Aku harap begitu dan kau hanya perhatikan saja apa yang tengah dilakukannya, setelah mengetahui kalau Robin bukanlah putranya," perintah tuan Müller."Siap, pasti akan aku lakukan!"Ketika Larissa mendapat informasi itu dari mantan sekretarisnya yaitu, Silvia. Wanita ini pun mulai mempercayai sebuah bukti yang pernah dia terima di ponselnya. Hingga akhirnya, Larissa mengajak Silvia untuk bertemu. Tepat setelah pulang dari kantornya, Larissa menemui suatu tempat yang sudah dijanjikannya bersama Silvia. Mereka pun terlihat mengobrol di sebuah cafe yang letaknya tak jauh dari kantor Larissa. "Katakan semua yang kau tahu!" pintanya tak ingin banyak basa-basi. "Dan, aku ingin kau jelaskan semua yang sudah kau lakukan bersama suamiku!" tambahnya. Wanita dengan rambut panjang dikuncir itu menyerahkan ponselnya dan memperdengarkan sebuah rekaman yang dia dapatkan dari hasil menguntit Adrian. Suara desahan pun terdengar di sana dan itu tidak lain adalah suara Adrian. "Maaf, Bu Larissa. Saya pernah melakukan hubungan terlarang bersama suamimu, karena suamimu sedang mabuk dan mengajakku ke sebuah hotel pada beberapa Minggu lalu," jelasnya. Larissa mengepalkan tanganny
Keesokan harinya. Pagi ini di keluarga Parker terlihat sedang menikmati makanan mereka. Larissa yang telah memiliki rencana untuk di acara reuni tersebut, dia tidak ingin menghancurkan rencananya hanya mencoba berdebat dengan Adrian pagi ini. Dilihatnya lelaki itu benar-benar cukup tenang saja. Larissa jadi berpikir heran, kenapa Adrian harus berselingkuh di belakangnya. Bukankah selama ini dirinya sudah menjadi istri yang baik untuk pria itu? Sekilasnya ditatapnya Robin. Putra semata wayangnya. Anak pertama dan mungkin terakhir yang Larissa lahirkan. Sebab, sejauh ini dirinya merasa keberatan untuk memiliki anak kembali. Karena banyak berpikir di sela-sela menikmati makanannya, tiba-tiba saja Larissa jadi kepikiran. Mungkinkah Adrian selingkuh karena dirinya mencoba menolak untuk memiliki anak lagi? Meskipun kebutuhan ranjang untuk Adrian telah dipenuhinya, Larissa merasa aneh saja jikalau Adrian selingkuh hanya karena itu. Sebab sewaktu satu tahun yang lalu, mereka berdua telah
Larissa terkejut ketika mendapati kabar kematian mantan sekretarisnya yaitu, Silvia. Kini berita itu menjadi top trending di berita utama yang mengaitkannya dengan ke perusahaan sang ayah. Wanita ini terdiam sejenak, membiarkan otaknya berpikir apa yang telah terjadi kepada Silvia. Di antara gelombang perasaannya, Larissa merasa kematian Silvia terlalu tiba-tiba dan tak masuk di akal. "Tidak mungkin! Bagaimana bisa dia meninggal begitu saja!" Merasa tak percaya dan tak habis pikir. Akhirnya dirinya sambil mencoba meredakan kebingungannya, Larissa memutuskan untuk pergi ke rumah yang baru saja dia beli untuk Silvia. Saat dirinya baru tiba di sana, dia terkejut melihat banyak polisi penyelidik dan anggota tim forensik yang sedang melakukan penyelidikan di dalam rumah tersebut."Sial, ada apa sebenarnya denganmu Silvia, ck!" decak Larissa dibuat heran akan kasus kematian mantan sekretarisnya itu. Larissa dengan beberapa pengawalnya meminta untuk diizinkan masuk. Dia pun melihat para
"Apa-apaan ini?!" Larissa Riquel Müller mengerutkan dahinya ketika melihat nama kontak dengan emoticon love di ponsel suaminya. Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Sekilas dirinya menoleh ke arah Adrian yang tertidur pulas. Sedangkan Larissa dihantui rasa penasaran akan sosok orang yang menghubungi suaminya. ‘Apa ini orang yang sama dengan yang bersama Adrian satu minggu lalu?’Sekitar satu Minggu yang lalu, dia mendapat sebuah pesan misterius berisi foto suaminya dengan seorang wanita di acara pesta peresmian perusahaan milik Alexander, Elevate Group. Dalam foto itu, tampak suaminya tengah menggandeng mesra hingga merangkul wanita tersebut. Sayangnya Larissa tidak bisa melihat dengan jelas wajah wanita itu. Foto itu diambil dari jarak cukup jauh. Walaupun begitu, tetap saja Larissa merasa kenal dengan si wanita. Larissa terus kepikiran tentang foto tersebut, hingga tidak bisa tidur. Acara sarapan pagi ini pun terasa hambar baginya. Sementara Adrian terlihat biasa saja seolah
Larissa melangkah cepat melewati koridor. Mencari tahu ruangan tempat putranya dirawat. Hingga dia menemukan seseorang di sana yang dirasa dikenalinya. Prasangka buruk pun semakin menggebu-gebu di hati Larissa kala melihat sosok Silvia tengah bersama Adrian di kursi tunggu. Dengan cepat, Larissa menghampiri dan berusaha untuk tetap terlihat tenang, meskipun hatinya sangat kesal ketika bertemu dengan wanita itu. "Di mana Robin?!" tanyanya kepada Adrian. Adrian segera berdiri setelah kedatangan istrinya, begitu pun juga dengan Silvia yang merasa tidak nyaman karena lebih dahulu datang sebelum Larissa. "Dia sedang dirawat, tenanglah biarkan dokter menanganinya dengan baik," jawab Adrian. Sekilas, kedua mata Larissa beralih ke arah Silvia dan lalu dia menatap Adrian selidik. "Lalu, mengapa ada wanita ini di sini?" tanyanya. "Bukankah seharusnya dia berada di kantornya Alexander?" "Dia ...." Belum sempat Adrian menjelaskan, Larissa mulai menuduh wanita itu dengan dugaan yang ditamba
Dering ponsel berbunyi dari dalam tas bermerek milik Larissa. Wanita itu dengan tenang mengangkat panggilan suaminya sambil seulas senyum palsu muncul di bibirnya. Larissa sedang bersama putranya di dalam mobil dalam perjalanan pulang ke rumah mereka. "Ada apa Adrian?""Apa kau sudah menjemput Robin?" tanya Adrian. "Ya, sekarang aku menuju pulang ke rumah bersama Robin, kau di mana?" Dari suara seberang pun kembali menyahut, "Aku masih banyak pekerjaan di kantor, dan sepertinya-" "Tidak apa-apa jika kau masih sibuk. Aku akan urus Robin hari ini. Aku juga akan menyiapkan makan malam bersama di rumah ayah. Rasanya sudah lama kita tidak berkunjung ke rumahnya. Bagaimana menurutmu?" Setelah menerima sebuah pesan suara dari tiga hari yang lalu. Kini, Larissa semakin yakin bahwa Adrian telah bermain di belakangnya. Rasanya Larissa sudah tidak tahan untuk segera buru-buru menyelidiki Adrian dan selingkuhannya. "Malam ini?" ulang Adrian. "Ya, malam ini. Apa kau bisa?" ulang Larissa.
"Hallo, Nyonya Larissa. Maaf, ternyata aku lebih dahulu datang dari dirimu," sapa Alexander yang bangkit dari kursi saat melihat kedatangan putri dari tuan Müller. Larissa masih terdiam memandang dengan penuh ketidakmengertiannya. Bagaimana bisa Alexander ada di rumah ayahnya, sedangkan tadi siang sang ayah mengatakan tak akan ada tamu siapa-siapa. Selain itu, Adrian juga mengatakan akan adanya pertemuan dengan Alexander. Namun yang dia temui ialah, Alexander ada di rumah sang ayah. Larissa menoleh kepada Gerry, meminta penjelasan karena ini tidak seperti apa yang dikatakan oleh sang bodyguard. Gerry menundukkan kepalanya beberapa detik, kemudian sedikit berbisik, "Maaf, Nyonya, saya benar-benar tidak tahu," ujarnya, pelan. Kemudian tuan Müller meminta putri dan cucunya untuk ikut duduk acara makan malam bersama. Dengan kecanggungan yang terjadi, Larissa tentu saja juga terpikirkan tentang pertemuan antara suaminya dengan Alexander malam ini. Apa yang sebenarnya terjadi? "Lariss
Sesampainya di rumah, Larissa justru telah mendapati mobil Adrian di garasi. Wanita ini bingung mengapa Adrian bisa datang tepat waktu, sementara Larissa sendiri baru saja melihat suaminya di depan jalan restoran Miss Alcerine. Saat Larissa memasuki rumahnya. Dia mendengar suara sapaan dari Adrian dengan kalimat yang terdengar kesal. Pria itu berbicara sambil menuruni anak tangga. "Dari mana saja kau? Apa acara malam itu sangat menyibukkanmu sampai harus mengirimkan Robin bersama dengan bodyguard ayahmu?" Adrian menatap selidik dan mulai mendekati istrinya. Larissa malah mengerutkan keningnya saat Adrian berkata demikian. Mengapa kini harus dirinya yang diinterogasi setelah datang ke rumah? Larissa juga melangkah dan semakin dekat ke arah wajah suaminya. Jari lentiknya mulai membelai sebelah wajah Adrian penuh dengan hasrat. Dia mencoba memperhatikan tatapan Adrian yang tampak berbeda."Ah ... maafkan aku, Adrian. Aku sedang ada kesibukan mendadak, maka dari itu aku terpaksa menit