"Apa-apaan ini?!"
Larissa Riquel Müller mengerutkan dahinya ketika melihat nama kontak dengan emoticon love di ponsel suaminya. Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.Sekilas dirinya menoleh ke arah Adrian yang tertidur pulas. Sedangkan Larissa dihantui rasa penasaran akan sosok orang yang menghubungi suaminya.‘Apa ini orang yang sama dengan yang bersama Adrian satu minggu lalu?’Sekitar satu Minggu yang lalu, dia mendapat sebuah pesan misterius berisi foto suaminya dengan seorang wanita di acara pesta peresmian perusahaan milik Alexander, Elevate Group. Dalam foto itu, tampak suaminya tengah menggandeng mesra hingga merangkul wanita tersebut.Sayangnya Larissa tidak bisa melihat dengan jelas wajah wanita itu. Foto itu diambil dari jarak cukup jauh. Walaupun begitu, tetap saja Larissa merasa kenal dengan si wanita.Larissa terus kepikiran tentang foto tersebut, hingga tidak bisa tidur. Acara sarapan pagi ini pun terasa hambar baginya. Sementara Adrian terlihat biasa saja seolah tak terjadi apa-apa."Adrian, kudengar Alexander telah mengadakan acara pesta peluncuran perusahaan pada Minggu lalu. Mengapa kau tak pernah bilang kepadaku?" tanya Larissa yang dalam keadaan menikmati makanannya."Ah, itu ... aku lupa menceritakannya padamu," jawab Adrian setelah meneguk air putih."Banyak kesibukan yang harus aku urus sampai aku tidak sengaja menceritakannya, maaf."Larissa membuang napas, dia berusaha untuk menjaga emosinya agar tetap stabil. Walaupun darah di kepalanya sudah memuncak hebat akibat rasa kesal saat menemukan sesuatu di ponsel Adrian.Denting sendok pun terdengar di piring Adrian. Larissa kembali ingin mengucapkan sesuatu untuk mengetahui reaksi Adrian sebelum pria itu beranjak dari kursinya."Oh, apa kau tahu kalau Silvia telah berhenti-""Eum, dia ...." Tiba-tiba Adrian memotong begitu saja. Sejenak pria itu menyapu mulutnya menggunakan tissue dan kembali melanjutkan ucapannya, "Dia sekarang telah menjadi sekretarisnya Alexander. Kudengar dia keluar dari perusahaanmu dengan sendirinya apa itu benar?""Benar," sahut Larissa."Mengapa dia berhenti menjadi sekretarismu? Bukankah dia wanita yang cukup telaten dalam pekerjaannya," ucap Adrian yang bertanya.Kening Larissa sedikit mengkerut karena mendengar Adrian yang telah mengetahui hal itu. Padahal dirinya sendiri tidak pernah menceritakan, lantas dari mana Adrian mengetahuinya."Bagaimana bisa kau tahu kalau dia baik dalam mengerjakan pekerjaannya, padahal dia bukan sekretarismu? Bukankah kalian belum pernah bertemu sebelumnya?" selidik Larissa yang mulai menaikkan nada bicaranya."Aku hanya mendengar sedikit tentangnya dari Alexander, kau tak perlu berpikir berlebihan mengenai itu," balas Adrian cepat yang telah berdiri dari duduknya."Adrian!" Larissa tak ingin kehilangan kesempatan untuk mempertanyakan hal-hal yang telah mengganggunya dalam seminggu ini. Apalagi setelah tadi malam.Pria itu menoleh sebelum benar-benar meninggalkan ruang makan. "Ada apa lagi, apa kau mencurigaiku dengan mantan sekretarismu, hah?""Kenapa jika aku berpikiran seperti itu? Bukankah itu hal yang wajar, Adrian? Kau tahu tentang dia yang berhenti menjadi sekretarisku dan kau juga tadi mengatakan kalau Silvia cukup baik-""Oh, ayolah, Larissa! Sampai kapan kau akan selalu melempar tuduhan seperti ini? Hal-hal yang kau tuduhkan itu sudah sering kali kau lontarkan dan buktinya ... buktinya aku tidak bersama satu pun wanita yang kau tuduhkan itu!"Larissa pun beranjak dari kursinya. Dia melangkah mendekati Adrian.Tatapan tajam mulai dia berikan kepada pemilik netra berwarna biru laut itu, dan hanya menyisakan beberapa inci dari jarak wajahnya dengan wajah milik suaminya."Jika kau merasa seperti itu, lalu jelaskan siapa wanita yang telah menemanimu di malam pesta peluncuran Evelate Group?" tanya Larissa yang tak terindahkan dari menatap kedua netra Adrian.Mendengar pertanyaan itu terlontar dari mulut Larissa, membuat kedua mata Adrian sedikit melebar. Bibir pria itu juga terkatup erat dengan rahangnya yang menegas."Jelaskan, Adrian!" tuntut Larissa semakin menatap tajam."Dari mana kau tahu jika orang yang kau lihat itu aku? Bagaimana jika itu orang lain, dan kau asal menuduh saja," jawab Adrian dengan nada bicaranya yang rendah agar tidak tersulut emosi untuk menutupi kegelisahannya.Larissa kembali ke kursinya dengan sedikit kekehan meledek. Dengan sedikit melihat reaksi suaminya, dia tahu betul bahwa Adrian bukanlah pembohong yang handal.Pasalnya Larissa telah hidup bersama Adrian sekitar sembilan tahun dan itu cukup lumayan bagi Larissa dalam mendalami bagaimana sikap dan sifat Adrian selama ini."Aku harap kau tidak berpikir berlebihan. Bagaimana bisa aku bertemu seorang perempuan di acara itu, jika diriku sendiri sedang bersama Alexander di ruangan atas, tanya saja dia jika kau tak percaya," kata Adrian yang mulai membuat cerita palsu."Aku tahu kalau kau pasti tersulut oleh kabar tidak jelas yang ingin menghancurkan keluarga kita. Sudahlah Larissa, kau tak perlu mencemaskan itu dan percaya pada suamimu ini," tambah Adrian."Kau-""Oh, ya! Hari ini aku akan menjemput Robin seperti sebelumnya, kau tak perlu mencemaskan dia dan tetaplah berada di kantormu," potong Adrian.Lalu, tanpa penjelasan lebih, dia berlalu pergi dari ruangan tersebut bersama beberapa bodyguard yang mengiringi langkahnya.Larissa hanya terdiam seketika ragu dalam lamunannya. Wanita ini mulai berpikir bahwa ucapan Adrian ada benarnya.Mungkinkah ada orang lain yang mau menghancurkan keluarganya sampai memfitnah Adrian seperti itu?‘Tapi, siapa nama wanita yang ada di ponsel Adrian tadi malam jika Adrian tidak pernah dekat dengan Silvia?’Dengan cepat wanita itu kembali ke kamar untuk mengecek ponselnya. Yang mana tadi malam dirinya sempat mengambil foto nomor telepon pemilik nama wanita dengan emoticon love tersebut di layar ponsel milik Adrian."Bukan, ini bukan nomor Silvia," gumam Larissa dan yang kembali ragu atas tuduhannya sendiri.Larisaa menghabiskan siang itu sambil memikirkan kembali semua ucapan Adrian. Kalau itu bukan Silvia, tapi kenapa hatinya tidak tenang? Ia semakin yakin kalau Adrian ada main dengan Silvia dengan memanfaatkan Alexander.Ting!Tepat pukul 12 siang, sebuah pesan masuk ke ponsel wanita itu. Larissa membuka room chat dari seseorang yang tidak dikenal. Nomornya berbeda, tapi Larissa merasa kalau dia adalah orang yang sama dengan yang mengirimkannya foto di pesta itu.Tanpa ada keterangan, sebuah foto kembali Larissa terima yang memperlihatkan dengan jelas bahwa Silvia terlihat berada di sebuah taman yayasan sekolah putranya.Kebingungan pun terus menjadi-jadi atas pikirannya. Sepertinya Larissa perlu bertemu dengan orang yang telah mengirimkan foto itu kepadanya dalam akhir-akhir ini."Siapa yang mengirim foto ini? Lalu, untuk apa Silvia pergi ke sekolah Robin?" batin Larissa menjadi cemas saja.Tidak lama kemudian, seorang pelayan di rumah besar itu datang dengar terburu-buru dan mengetuk pintu kamar sang nyonya cukup cepat."Nyonya, Nyonya?""Masuk!" teriak Larissa.Ketika pintu dibuka, pelayan wanita menyerahkan sebuah ponsel untuk nyonya rumah itu. "Kepala yayasan sekolah tuan muda Robin ingin bicara dengan Nyonya," ucapnya.Lekas Larissa mengambil alih telepon dan menempelkan benda itu ke telinganya."Apa benar ini dengan Nyonya Parker?""Iya, saya sendiri ada apa?""Maaf Nyonya, putra Nyonya mengalami kecelakaan ketika dalam perjalanan pulang," ungkap Kepala yayasan."Apa?!"Larissa melangkah cepat melewati koridor. Mencari tahu ruangan tempat putranya dirawat. Hingga dia menemukan seseorang di sana yang dirasa dikenalinya. Prasangka buruk pun semakin menggebu-gebu di hati Larissa kala melihat sosok Silvia tengah bersama Adrian di kursi tunggu. Dengan cepat, Larissa menghampiri dan berusaha untuk tetap terlihat tenang, meskipun hatinya sangat kesal ketika bertemu dengan wanita itu. "Di mana Robin?!" tanyanya kepada Adrian. Adrian segera berdiri setelah kedatangan istrinya, begitu pun juga dengan Silvia yang merasa tidak nyaman karena lebih dahulu datang sebelum Larissa. "Dia sedang dirawat, tenanglah biarkan dokter menanganinya dengan baik," jawab Adrian. Sekilas, kedua mata Larissa beralih ke arah Silvia dan lalu dia menatap Adrian selidik. "Lalu, mengapa ada wanita ini di sini?" tanyanya. "Bukankah seharusnya dia berada di kantornya Alexander?" "Dia ...." Belum sempat Adrian menjelaskan, Larissa mulai menuduh wanita itu dengan dugaan yang ditamba
Dering ponsel berbunyi dari dalam tas bermerek milik Larissa. Wanita itu dengan tenang mengangkat panggilan suaminya sambil seulas senyum palsu muncul di bibirnya. Larissa sedang bersama putranya di dalam mobil dalam perjalanan pulang ke rumah mereka. "Ada apa Adrian?""Apa kau sudah menjemput Robin?" tanya Adrian. "Ya, sekarang aku menuju pulang ke rumah bersama Robin, kau di mana?" Dari suara seberang pun kembali menyahut, "Aku masih banyak pekerjaan di kantor, dan sepertinya-" "Tidak apa-apa jika kau masih sibuk. Aku akan urus Robin hari ini. Aku juga akan menyiapkan makan malam bersama di rumah ayah. Rasanya sudah lama kita tidak berkunjung ke rumahnya. Bagaimana menurutmu?" Setelah menerima sebuah pesan suara dari tiga hari yang lalu. Kini, Larissa semakin yakin bahwa Adrian telah bermain di belakangnya. Rasanya Larissa sudah tidak tahan untuk segera buru-buru menyelidiki Adrian dan selingkuhannya. "Malam ini?" ulang Adrian. "Ya, malam ini. Apa kau bisa?" ulang Larissa.
"Hallo, Nyonya Larissa. Maaf, ternyata aku lebih dahulu datang dari dirimu," sapa Alexander yang bangkit dari kursi saat melihat kedatangan putri dari tuan Müller. Larissa masih terdiam memandang dengan penuh ketidakmengertiannya. Bagaimana bisa Alexander ada di rumah ayahnya, sedangkan tadi siang sang ayah mengatakan tak akan ada tamu siapa-siapa. Selain itu, Adrian juga mengatakan akan adanya pertemuan dengan Alexander. Namun yang dia temui ialah, Alexander ada di rumah sang ayah. Larissa menoleh kepada Gerry, meminta penjelasan karena ini tidak seperti apa yang dikatakan oleh sang bodyguard. Gerry menundukkan kepalanya beberapa detik, kemudian sedikit berbisik, "Maaf, Nyonya, saya benar-benar tidak tahu," ujarnya, pelan. Kemudian tuan Müller meminta putri dan cucunya untuk ikut duduk acara makan malam bersama. Dengan kecanggungan yang terjadi, Larissa tentu saja juga terpikirkan tentang pertemuan antara suaminya dengan Alexander malam ini. Apa yang sebenarnya terjadi? "Lariss
Sesampainya di rumah, Larissa justru telah mendapati mobil Adrian di garasi. Wanita ini bingung mengapa Adrian bisa datang tepat waktu, sementara Larissa sendiri baru saja melihat suaminya di depan jalan restoran Miss Alcerine. Saat Larissa memasuki rumahnya. Dia mendengar suara sapaan dari Adrian dengan kalimat yang terdengar kesal. Pria itu berbicara sambil menuruni anak tangga. "Dari mana saja kau? Apa acara malam itu sangat menyibukkanmu sampai harus mengirimkan Robin bersama dengan bodyguard ayahmu?" Adrian menatap selidik dan mulai mendekati istrinya. Larissa malah mengerutkan keningnya saat Adrian berkata demikian. Mengapa kini harus dirinya yang diinterogasi setelah datang ke rumah? Larissa juga melangkah dan semakin dekat ke arah wajah suaminya. Jari lentiknya mulai membelai sebelah wajah Adrian penuh dengan hasrat. Dia mencoba memperhatikan tatapan Adrian yang tampak berbeda."Ah ... maafkan aku, Adrian. Aku sedang ada kesibukan mendadak, maka dari itu aku terpaksa menit
Setelah kejadian yang membingungkan kemarin malam. Larissa mencoba melupakannya sejenak. Sebab dirinya juga masih tidak mengerti mengapa lampu padam begitu saja dan apa yang Larissa lihat seperti ada bayangan suaminya. Dan yang lebih membingungkan lagi, Larissa juga mendapati suaminya datang dari arah belakang bukan dari balkon. Meskipun Adrian telah memberikan alasan yang se-masuk akal mungkin, tetap saja Larissa merasakan ada bayang-bayang mencurigakan atas penyebab lampu padam semalam.. Kemudian semenjak beberapa hari yang lalu setelah rekaman yang dikirim oleh seorang misterius kepadanya. Larissa tidak lagi menemukan pesan chat atau hal-hal lain dari sosok tanpa nama itu akhir-akhir ini. Padahal, Larissa merasa terbantu oleh adanya bukti-bukti kecil yang telah dikirim dari sosok misterius tersebut. Agar menjadi petunjuk wanita siapa yang dibersamai oleh Adrian. Untuk memastikan kembali, Larissa mengcek pesan tersebut. Wanita itu mulai membuka layar ponselnya dan mencarinya pesa
Ternyata Larissa mendapati sebuah kejanggalan, yaitu salah satu permata di kalung tersebut ada yang hilang. Itu membuat Larissa heran, sebab dirinya tidak pernah memakai kalung miliknya sampai menghilangkan satu berlian pun. Terakhir kali dia memakai adalah di hari jadi yayasan sekolah Robin. Setelah hari itu dirinya tidak pernah memakainya lagi, dan saat itu semua permata tak ada yang hilang. Larissa terdiam sejenak, lalu dia kembali bertanya kepada sang pelayan. "Pelayan, apakah kau melihat suamiku memasuki ruangan ini?" tanyanya. "Baru saja, Nyonya. Saat aku datang dari belakang, aku melihat tuan Adrian masuk ke ruangan ini. Aku tidak berani menghampirinya, dan setelah kutunggu di sana beberapa menit, barulah dia keluar dan menuju ruang pribadinya," jelas pelayan kepada Larissa. Wanita yang tengah memegangi kalung itupun berpikir dengan cepat. Otaknya seakan menyimpulkan sesuatu dan menduga bahwa Adrian telah berbohong perihal kalung itu. 'Adrian, sekarang aku paham. Sepertiny
Akibat permainan kemarin, beberapa hari ini Adrian terlihat menyibukkan diri usai pulang dari kantornya. Larissa yang hanya memanfaatkan permainan itu, dirinya sudah tahu apa yang akan terjadi pada suaminya. Kalung yang kemarin dia dapatkan, sengaja masih disimpan dan tidak dikembalikan. Meskipun Adrian berusaha memintanya kembali, bukan Larissa namanya jika dia tidak mengatakan berbagai macam alasan untuk menyimpan benda tersebut. "Kau pikir hanya kau yang memiliki banyak alasan, Adrian? Huh, kita lihat sampai mana permainan membawa gairahmu bersama wanita jalang simpananmu itu." "Perlukah aku membalas perlakuan yang sudah kau perbuat dengan aku mencari pria lain?" Larissa terkekeh pelan, lalu melanjutkan, "sayangnya aku bukan wanita murahan seperti yang kau cari. Semakin hari aku semakin jijik dengan perbuatanmu itu." Tidak lama kemudian saat Larissa sedang menatap kalung yang ada di sebuah kotak itu, tiba-tiba seorang sekretaris barunya datang bersama sosok wanita berpakaian ra
Larissa mengambil obat miliknya di laci nakas dan segera mengkonsumsinya untuk meredakan kecemasan dirinya. Perlahan kemudian menyandarkan tubuhnya ke sisi kepala ranjang. Sesuatu yang baru saja dia lihat benar-benar membuatnya syok. Bagaimana bisa seorang sahabat yang dikenalnya baik sejak lama telah melalukan itu kepadanya. Larissa butuh jawaban baik dari Adrian maupun Caroline. Namun, yang membuat dirinya juga penasaran ialah, ada apa dengan Silvia yang mengetahui perselingkuhan suaminya lebih dulu darinya. Larissa merasa bahwa dirinya harus menemui mantan sekretarisnya nanti untuk mempertanyakan segalanya dengannya jelas."Apa selama ini kau sudah sering berhubungan gelap dengan Caroline, Adrian? Mengapa kau melakukan ini padaku Adrian!" teriak Larissa dan memegangi dadanya seraya mengeluarkan air matanya. ◉◉◉◉Di sebuah hotel, yang tak jauh dari restoran keluarga Miss Alcerine. Sepasang manusia berbeda gender baru saja selesai melakukan malam panas mereka. Keduanya terlihat t