Share

Bab 3

Author: Zidan Fadil
last update Last Updated: 2025-01-15 11:06:20

Sore itu, lapangan di dekat balai desa menjadi tempat berkumpulnya beberapa pria dan wanita desa. Mereka berdiri dalam barisan yang tidak rapih, wajah mereka risau penuh keraguan. Sebagian besar dari mereka membawa alat-alat seadanya, mulai dai tongkat kayu, cangkul, bahkan gagang sapu yang sudah tua.

"Dengar," suara lantang Rakasura memecah suasana canggung. Ia berdiri di depan mereka dengan sikap tegas, memandangi setiap wajah yang ada.

"Aku tahu kalian bukan pejuang, tetapi kalian bisa belajar untuk melindungi diri dan keluarga kalian. Tidak ada yang terlalu lemah jika memiliki tekad. Bersama-sama, kita bisa menjaga desa ini dari ancaman apa pun."

Beberapa orang saling berpandangan, lalu mulai mengangguk pelan. Semangat Rakasura tampaknya mulai menghapus keraguan mereka.

"Ambil tongkat atau apa saja yang bisa digunakan sebagai senjata. Kita akan berlatih!"

Latihan dimulai dengan gerakan dasar mulai dari agaimana cara memegang senjata, posisi bertahan, dan langkah sederhana untuk menghindar. Rakasura memperhatikan mereka satu per satu, memberikan koreksi dengan sabar. Meski banyak yang canggung dan sering kali salah, Rakasura tidak menunjukkan rasa kesal.

Dari kejauhan, Ayu memperhatikan dengan saksama. Senyum kecil terbit di wajahnya saat melihat semangat para penduduk mulai terlihat lihai dalam melakukan gerakan-gerakan yang diajarkan.

"Dia benar-benar berbeda," gumam Ayu pelan.

Latihan berlanjut hingga matahari hampir tenggelam. Meski lelah, para penduduk desa tampak lebih percaya diri daripada sebelumnya.

"Latihan selesai untuk hari ini," Rakasura mengumumkan. "Kalian sudah berkembang cukup cepat. Teruskan semangat ini, dan kita pasti bisa menjaga desa ini tetap aman."

Para penduduk desa tersenyum dan saling memberi semangat sebelum bubar. Saat malam mulai turun, Rakasura berdiri di tengah lapangan kosong, memandang ke langit yang perlahan gelap. Dalam hati, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengecewakan kepercayaan mereka.

Malam itu, langit desa tampak begitu cerah, dipenuhi oleh bintang-bintang yang berkilauan. Namun, di balik keindahan tersebut, Rakasura merasakan sesuatu yang mengusik pikirannya. Suasana desa yang semula damai seolah menyimpan misteri yang belum terungkap.

Rakasura duduk di depan balai desa, ditemani Ayu yang membawakan secangkir teh hangat. Wajah Ayu tampak cerah di bawah sinar bulan, meskipun ada sedikit gurat kelelahan setelah hari yang panjang.

"Kau tampak memikirkan sesuatu," ujar Ayu, menatap Rakasura yang diam menatap langit.

"Ada sesuatu yang aneh," jawab Rakasura tanpa mengalihkan pandangan. "Aku merasa desa ini bukan sekadar sasaran acak bagi siluman. Ada sesuatu yang mereka cari."

Ayu terdiam sejenak, mencoba mencerna perkataan itu. "Tapi, desa ini hanyalah desa kecil. Apa yang bisa menarik perhatian mereka?"

"Itulah yang harus kita cari tahu." Rakasura beralih menatap Ayu, sorot matanya serius.

"Apa kau pernah mendengar cerita atau legenda tentang desa ini?" Tanya Rakasura menyelidik.

Ayu berpikir sejenak, lalu menggeleng.

"Tidak ada yang spesial. Desa ini hanya tempat tinggal para petani. Tidak ada pusaka atau kekayaan yang bisa diincar."

"Tidak semua harta berupa emas atau benda" gumam Rakasura kepada dirinya sendiri.

Percakapan mereka terhenti saat suara langkah kaki mendekat. Kepala desa muncul dari balik bayangan, membawa obor yang menyala terang. Wajahnya tampak muram, seolah membawa berita buruk.

"Rakasura! Aku harus memberitahumu sesuatu." Panggil kepala desa.

"Ada apa?" Rakasura segera berdiri, merasa ada yang mendesak.

Kepala desa mendekat, menurunkan suaranya. "Baru saja aku mendapat kabar dari desa sebelah. Mereka juga diserang oleh siluman beberapa malam lalu."

"Apakah pola serangannya sama?" Ucap Rakasura sedikit terkejut.

"Ya. Mereka menyerang dengan cepat, merusak segalanya, lalu menghilang sebelum ada yang bisa melawan." Jelas kepala desa

"Berapa korban?"

"Beberapa terluka, tetapi untungnya tidak ada yang tewas. Namun, ada sesuatu yang aneh. Beberapa penduduk desa sebelah melaporkan melihat bayangan besar melayang di atas mereka. Mereka menggambarkannya sebagai makhluk yang tampak seperti... burung besar dengan mata menyala merah." Kepala desa menjawab, lalu melanjutkan dengan nada lebih lirih. "

Ayu terkejut mendengar itu. "Itu pasti siluman yang lebih kuat!"

"Itu mungkin pemimpin mereka, dan jika benar, maka kita harus bersiap untuk sesuatu yang lebih besar." Gumam Rakasura.

"Aku akan memastikan penduduk tetap waspada. Tapi, tolong, lakukan apa pun yang kau bisa untuk melindungi desa ini." Kepala desa mengangguk pelan sembari menepuk pundak Rakasura

"Aku tidak akan membiarkan mereka menguasai desa ini." Ucap Rakasura kepada kepala desa dengan tatapan tegas.

Setelah kepala desa pergi, Rakasura kembali duduk, pikirannya penuh dengan rencana dan strategi. Ayu, yang masih berada di sana, memandangnya dengan kekhawatiran.

"Kau yakin bisa melawan mereka, Rakasura?" tanyanya pelan.

"Aku sudah menghadapi banyak hal yang lebih buruk daripada ini. Tapi aku tidak bisa melakukannya sendiri." Rakasura tersenyum samar.

"Apa yang bisa kulakukan untuk membantu?"

Rakasura menatap Ayu sejenak, lalu berkata, "Aku butuh semua informasi yang bisa kau dapatkan tentang desa ini. Cerita lama, legenda, atau apa pun yang mungkin memberi petunjuk. Siluman tidak menyerang tanpa alasan."

"Aku akan bertanya kepada penduduk yang lebih tua. Mungkin mereka tahu sesuatu."

"Terima kasih, Aku akan berjaga malam ini. Siluman bisa menyerang kapan saja." Rakasura bangkit berdiri, membawa pedangnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gelang Langit   Bab 4

    Malam semakin larut, tetapi rasa waspada tetap menyelimuti desa. Rakasura berdiri di tengah lapangan desa, matanya tajam mengamati setiap sudut gelap. Suara jangkrik yang monoton seakan mengiringi pengamatan Rakasura, sementara udara malam yang dingin terasa menusuk kulit.Ia memejamkan mata sejenak, mencoba merasakan kehadiran apa pun yang asing. Namun, yang ia rasakan hanyalah keheningan selain suara jangkrik dan binatang malam lainnya.Tiba-tiba, angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Rakasura membuka matanya dengan cepat, mencengkeram gagang pedangnya. "Mereka datang," Ucap Rakasura memperingatkan beberapa orang yang berjaga dengannya.Suara kentongan pertanda bahaya dibunyikan, para warga berjaga di rumah-rumah mereka. Mereka mempersenjatai diri dengan alat alat bertani yang tersedia di rumah.Beberapa warga yang mempunyai senjata yang memadai keluar untuk membantu kelompok Rakasura Dari kejauhan, suara langkah kaki berat mulai terdengar. Bayangan-bayangan besar muncul dari

    Last Updated : 2025-01-15
  • Gelang Langit   Bab 5

    Udara malam yang dingin menyelimuti desa, dengan suara angin yang berbisik melewati pepohonan. Ayu berlari di samping Rakasura, napasnya terdengar berat, sementara di antara mereka, Pak Darmo terkulai lemah di bahu Rakasura."Apa dia masih bernapas?" Ayu bertanya dengan suara gemetar, tangannya memegangi kain yang menutupi luka di lengan Pak Darmo."Masih," Rakasura menjawab singkat, napasnya stabil meski langkahnya tergesa. Ia menatap lurus ke depan, memastikan jalan setapak menuju desa tetap terlihat di bawah sinar bulan yang redup. "Kita harus cepat."Ketika mereka akhirnya mencapai gerbang desa, beberapa warga yang masih berjaga terkejut melihat mereka. "Pak Darmo! Apa yang terjadi?" salah satu dari mereka berseru, matanya membesar melihat tubuh lemah pria tua itu."Dia terluka di hutan, Kami menemukannya di dekat pohon besar di tepi hutan." Ayu menjelaskan sambil mengatur napas."Segera panggil Pak Wira, Bawa dia ke balai desa!" perintah seorang wanita paruh baya yang mendekat.

    Last Updated : 2025-01-16
  • Gelang Langit   Bab 6

    Malam semakin larut, tetapi balai desa tak juga sepi. Pak Wira sibuk memeriksa luka Pak Darmo dengan cermat, sesekali melirik Rakasura yang berdiri di sudut ruangan. Rakasura tampak tenggelam dalam pikirannya, sementara Ayu duduk di samping ayahnya, membantu memberikan peralatan yang dibutuhkan. "Lukanya tidak sedalam yang kupikirkan," ujar Pak Wira seraya mengoleskan salep herbal pada luka di lengan Pak Darmo. "Tapi aku khawatir tentang infeksi. Ini bukan luka biasa. Rasanya ada sesuatu yang aneh." "Apa maksud ayah?" Ayu bertanya, matanya menatap khawatir pada tubuh lemah Pak Darmo. "Luka ini... seperti bukan berasal dari cakar binatang biasa, Ada bekas luka bakar di tepiannya, seperti terbakar dari dalam.” Pak Wira menjawab, suaranya rendah. Rakasura mendekat, matanya tajam memandangi luka itu. "Siluman," katanya singkat. "Sepertinya begitu. Tapi aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya." Pak Wira mengangguk, meskipun keraguan masih tersirat di wajahnya. "Apa bel

    Last Updated : 2025-01-18
  • Gelang Langit   Bab 1

    Kahyangan, negeri para dewa, memancarkan keagungan yang tak terbandingkan. Pilar-pilar emas menjulang tinggi, langit di atasnya berpendar biru keperakan, dan lantai kristal memantulkan sinar seperti berlian. Namun, di tengah keindahan itu, suasana penuh ketegangan menggantung di aula utama. Para dewa berdiri melingkar, menatap seseorang yang berlutut di tengah aula. Rakasura, Dewa Perang yang gagah perkasa, kini tampak tak berdaya. Tubuhnya yang biasanya memancarkan cahaya ilahi kini tampak redup, dan matanya tertunduk menahan rasa malu. Ia tahu kesalahannya terlalu besar untuk diperbaiki. “Rakasura,” suara Maha Dewa menggema, setiap kata menggetarkan ruangan. “Kau tahu gelang apa yang dipercayakan padamu itu? Gelang Kahyangan, simbol kehormatanmu sebagai Dewa Perang, dan kini gelang itu berada di tangan siluman.” Rakasura menggigit bibirnya. Ia ingin membela diri, tetapi kenyataan terlalu pahit untuk dibantah. Beberapa hari yang lalu, gelang itu dirampas saat ia berada di te

    Last Updated : 2025-01-13
  • Gelang Langit   Bab 2

    “Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” tanya Ayu, menatap Rakasura yang duduk bersandar pada dinding bambu rumahnya. Rakasura diam sejenak, mencari jawaban yang paling masuk akal yang bisa dia temukan. “Aku diserang oleh sekelompok... Bandit” jawabnya singkat dengan nada suara tenang namun tegas. “Lalu kenapa kau terlihat seperti seorang prajurit? Pedangmu itu jelas bukan milik seorang pengembara biasa.” Ayu mengerutkan kening sembari memperhatikan penampilan Rakasura, Ia tidak sepenuhnya percaya perkataan pria yang ada di depan matanya. “Ini... peninggalan keluargaku,” jawab Rakasura sambil menundukkan kepala, menghindari tatapan Ayu. “Hanya itu yang tersisa dari masa laluku.” tambah Rakasura sembari memandangi pedang kebanggaannya yang tak se berkilau dahulu Ayu, meski masih ragu, memilih untuk tidak mendesak. Ia mengambil baskom berisi air hangat dan kain bersih, lalu mulai membersihkan luka di lengan Rakasura. “Terima kasih,” ucap Rakasura pelan, menatap Ayu yang sibu

    Last Updated : 2025-01-14

Latest chapter

  • Gelang Langit   Bab 6

    Malam semakin larut, tetapi balai desa tak juga sepi. Pak Wira sibuk memeriksa luka Pak Darmo dengan cermat, sesekali melirik Rakasura yang berdiri di sudut ruangan. Rakasura tampak tenggelam dalam pikirannya, sementara Ayu duduk di samping ayahnya, membantu memberikan peralatan yang dibutuhkan. "Lukanya tidak sedalam yang kupikirkan," ujar Pak Wira seraya mengoleskan salep herbal pada luka di lengan Pak Darmo. "Tapi aku khawatir tentang infeksi. Ini bukan luka biasa. Rasanya ada sesuatu yang aneh." "Apa maksud ayah?" Ayu bertanya, matanya menatap khawatir pada tubuh lemah Pak Darmo. "Luka ini... seperti bukan berasal dari cakar binatang biasa, Ada bekas luka bakar di tepiannya, seperti terbakar dari dalam.” Pak Wira menjawab, suaranya rendah. Rakasura mendekat, matanya tajam memandangi luka itu. "Siluman," katanya singkat. "Sepertinya begitu. Tapi aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya." Pak Wira mengangguk, meskipun keraguan masih tersirat di wajahnya. "Apa bel

  • Gelang Langit   Bab 5

    Udara malam yang dingin menyelimuti desa, dengan suara angin yang berbisik melewati pepohonan. Ayu berlari di samping Rakasura, napasnya terdengar berat, sementara di antara mereka, Pak Darmo terkulai lemah di bahu Rakasura."Apa dia masih bernapas?" Ayu bertanya dengan suara gemetar, tangannya memegangi kain yang menutupi luka di lengan Pak Darmo."Masih," Rakasura menjawab singkat, napasnya stabil meski langkahnya tergesa. Ia menatap lurus ke depan, memastikan jalan setapak menuju desa tetap terlihat di bawah sinar bulan yang redup. "Kita harus cepat."Ketika mereka akhirnya mencapai gerbang desa, beberapa warga yang masih berjaga terkejut melihat mereka. "Pak Darmo! Apa yang terjadi?" salah satu dari mereka berseru, matanya membesar melihat tubuh lemah pria tua itu."Dia terluka di hutan, Kami menemukannya di dekat pohon besar di tepi hutan." Ayu menjelaskan sambil mengatur napas."Segera panggil Pak Wira, Bawa dia ke balai desa!" perintah seorang wanita paruh baya yang mendekat.

  • Gelang Langit   Bab 4

    Malam semakin larut, tetapi rasa waspada tetap menyelimuti desa. Rakasura berdiri di tengah lapangan desa, matanya tajam mengamati setiap sudut gelap. Suara jangkrik yang monoton seakan mengiringi pengamatan Rakasura, sementara udara malam yang dingin terasa menusuk kulit.Ia memejamkan mata sejenak, mencoba merasakan kehadiran apa pun yang asing. Namun, yang ia rasakan hanyalah keheningan selain suara jangkrik dan binatang malam lainnya.Tiba-tiba, angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Rakasura membuka matanya dengan cepat, mencengkeram gagang pedangnya. "Mereka datang," Ucap Rakasura memperingatkan beberapa orang yang berjaga dengannya.Suara kentongan pertanda bahaya dibunyikan, para warga berjaga di rumah-rumah mereka. Mereka mempersenjatai diri dengan alat alat bertani yang tersedia di rumah.Beberapa warga yang mempunyai senjata yang memadai keluar untuk membantu kelompok Rakasura Dari kejauhan, suara langkah kaki berat mulai terdengar. Bayangan-bayangan besar muncul dari

  • Gelang Langit   Bab 3

    Sore itu, lapangan di dekat balai desa menjadi tempat berkumpulnya beberapa pria dan wanita desa. Mereka berdiri dalam barisan yang tidak rapih, wajah mereka risau penuh keraguan. Sebagian besar dari mereka membawa alat-alat seadanya, mulai dai tongkat kayu, cangkul, bahkan gagang sapu yang sudah tua. "Dengar," suara lantang Rakasura memecah suasana canggung. Ia berdiri di depan mereka dengan sikap tegas, memandangi setiap wajah yang ada. "Aku tahu kalian bukan pejuang, tetapi kalian bisa belajar untuk melindungi diri dan keluarga kalian. Tidak ada yang terlalu lemah jika memiliki tekad. Bersama-sama, kita bisa menjaga desa ini dari ancaman apa pun." Beberapa orang saling berpandangan, lalu mulai mengangguk pelan. Semangat Rakasura tampaknya mulai menghapus keraguan mereka. "Ambil tongkat atau apa saja yang bisa digunakan sebagai senjata. Kita akan berlatih!" Latihan dimulai dengan gerakan dasar mulai dari agaimana cara memegang senjata, posisi bertahan, dan langkah sederha

  • Gelang Langit   Bab 2

    “Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” tanya Ayu, menatap Rakasura yang duduk bersandar pada dinding bambu rumahnya. Rakasura diam sejenak, mencari jawaban yang paling masuk akal yang bisa dia temukan. “Aku diserang oleh sekelompok... Bandit” jawabnya singkat dengan nada suara tenang namun tegas. “Lalu kenapa kau terlihat seperti seorang prajurit? Pedangmu itu jelas bukan milik seorang pengembara biasa.” Ayu mengerutkan kening sembari memperhatikan penampilan Rakasura, Ia tidak sepenuhnya percaya perkataan pria yang ada di depan matanya. “Ini... peninggalan keluargaku,” jawab Rakasura sambil menundukkan kepala, menghindari tatapan Ayu. “Hanya itu yang tersisa dari masa laluku.” tambah Rakasura sembari memandangi pedang kebanggaannya yang tak se berkilau dahulu Ayu, meski masih ragu, memilih untuk tidak mendesak. Ia mengambil baskom berisi air hangat dan kain bersih, lalu mulai membersihkan luka di lengan Rakasura. “Terima kasih,” ucap Rakasura pelan, menatap Ayu yang sibu

  • Gelang Langit   Bab 1

    Kahyangan, negeri para dewa, memancarkan keagungan yang tak terbandingkan. Pilar-pilar emas menjulang tinggi, langit di atasnya berpendar biru keperakan, dan lantai kristal memantulkan sinar seperti berlian. Namun, di tengah keindahan itu, suasana penuh ketegangan menggantung di aula utama. Para dewa berdiri melingkar, menatap seseorang yang berlutut di tengah aula. Rakasura, Dewa Perang yang gagah perkasa, kini tampak tak berdaya. Tubuhnya yang biasanya memancarkan cahaya ilahi kini tampak redup, dan matanya tertunduk menahan rasa malu. Ia tahu kesalahannya terlalu besar untuk diperbaiki. “Rakasura,” suara Maha Dewa menggema, setiap kata menggetarkan ruangan. “Kau tahu gelang apa yang dipercayakan padamu itu? Gelang Kahyangan, simbol kehormatanmu sebagai Dewa Perang, dan kini gelang itu berada di tangan siluman.” Rakasura menggigit bibirnya. Ia ingin membela diri, tetapi kenyataan terlalu pahit untuk dibantah. Beberapa hari yang lalu, gelang itu dirampas saat ia berada di te

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status