Share

Bab 4

Penulis: Zidan Fadil
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-15 12:14:20

Malam semakin larut, tetapi rasa waspada tetap menyelimuti desa. Rakasura berdiri di tengah lapangan desa, matanya tajam mengamati setiap sudut gelap. Suara jangkrik yang monoton seakan mengiringi pengamatan Rakasura, sementara udara malam yang dingin terasa menusuk kulit.

Ia memejamkan mata sejenak, mencoba merasakan kehadiran apa pun yang asing. Namun, yang ia rasakan hanyalah keheningan selain suara jangkrik dan binatang malam lainnya.

Tiba-tiba, angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Rakasura membuka matanya dengan cepat, mencengkeram gagang pedangnya. "Mereka datang," Ucap Rakasura memperingatkan beberapa orang yang berjaga dengannya.

Suara kentongan pertanda bahaya dibunyikan, para warga berjaga di rumah-rumah mereka. Mereka mempersenjatai diri dengan alat alat bertani yang tersedia di rumah.

Beberapa warga yang mempunyai senjata yang memadai keluar untuk membantu kelompok Rakasura

Dari kejauhan, suara langkah kaki berat mulai terdengar. Bayangan-bayangan besar muncul dari balik pepohonan, siluet mereka tampak menyeramkan di bawah cahaya bulan.

Rakasura bergerak maju, pedangnya bersinar lembut, seolah menyerap cahaya bulan.

"Jika kalian mencari perlawanan, kalian datang ke tempat yang tepat” Ucap Rakasura dengan percaya diri

Siluman-siluman itu mendekat, mengeluarkan suara geraman yang mengerikan. Kali ini, jumlah mereka jauh lebih banyak dan ukuran yang lebih beragam dibandingkan malam sebelumnya.

Tanpa ragu, Rakasura melangkah maju, menghadapi mereka dengan keberanian seorang dewa. Pertempuran malam itu adalah awal dari tantangan yang jauh lebih besar, dan Rakasura tahu bahwa setiap langkah yang ia ambil akan semakin membawanya mendekati takdirnya.

Rakasura menebas siluman-siluman yang besarnya satu setengah kali laki-laki dewasa sementara yang lainnya menyerang siluman siluman kecil agar tak masuk ke rumah rumah warga.

Pertempuran kala itu cukup menguji latihan para warga sedangkan Rakasura— menikmati pertarungan malam itu, ia perlahan menyesuaikan diri dengan batas kemampuannya yang sedang tidak dalam mode dewa.

Pertempuran malam itu selesai tanpa memerlukan waktu yang panjang. Para warga juga semakin bernyali dan tak ragu dalam bertarung melawan siluman.

Fajar mulai menyingsing di desa, mewarnai langit dengan pancaran oranye yang lembut. Kabut tipis menyelimuti tanah, menciptakan suasana yang damai namun tetap mencekam setelah malam penuh ketegangan.

Rakasura berdiri di depan balai desa, memperhatikan penduduk yang mulai keluar dari rumah mereka. Wajah-wajah mereka penuh keletihan, tetapi ada sedikit harapan karena desa masih utuh.

Ayu menghampirinya, membawa nampan dengan semangkuk bubur dan segelas air. "Kau belum makan sejak tadi malam," katanya lembut, meletakkan nampan di atas meja kayu.

"Terima kasih," Rakasura menjawab singkat.

Ia mengambil mangkuk itu. Ia duduk di kursi panjang, mencicipi bubur hangat tersebut. Meski sederhana, makanan itu terasa nikmat setelah malam yang panjang.

"Semalam kau hebat," Ayu memulai percakapan, duduk di sebelahnya. "Penduduk desa merasa lebih aman denganmu di sini."

"Ini baru permulaan," Rakasura menjawab sambil menatap ke arah lapangan desa. "Siluman-siluman itu pasti akan kembali. Kita harus bersiap."

Ayu mengangguk, lalu mengeluarkan sebuah buku kecil dari saku bajunya. "Aku bertanya pada Pak Darmo pagi ini. Dia memberiku ini. Katanya, ini adalah catatan lama tentang desa kita."

Rakasura mengambil buku itu dan membuka halamannya yang sudah tua dan rapuh. Tulisannya hampir pudar, tetapi masih bisa terbaca. Di dalamnya terdapat berbagai cerita tentang desa, mulai dari asal-usulnya hingga beberapa mitos yang pernah beredar.

Salah satu halaman menarik perhatiannya. Di sana tertulis tentang gelang kayu kuno yang dianggap sebagai jimat pelindung desa. "Apa kau tahu tentang ini?" tanyanya sambil menunjukkan halaman tersebut pada Ayu.

Ayu mengangguk pelan. "Iya, aku pernah mendengar cerita itu. Katanya, gelang itu diberikan oleh seorang dewa sebagai tanda perlindungan. Tapi, itu hanya legenda, bukan?"

"Legenda seringkali memiliki kebenaran di baliknya," Rakasura berkata sambil meneliti lebih jauh. Ia mendapati deskripsi gelang itu sangat mirip dengan gelang yang ia cari.

***

Setelah sarapan, Rakasura memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh. Berdasarkan catatan di buku itu, gelang tersebut disimpan di suatu tempat di hutan yang berada di pinggiran desa, di bawah sebuah pohon besar yang disebut Pohon Raksasa.

Ayu bersikeras untuk ikut, meskipun Rakasura sempat menolak.

"Aku mengenal hutan ini lebih baik darimu," Ayu bersikukuh.

"Kalau kau tersesat, siapa yang akan membawamu kembali?"

"Baiklah, tapi tetaplah di belakangku. Jika ada bahaya, kau harus kembali ke desa." Rakasura akhirnya mengalah.

Mereka berjalan memasuki hutan yang gelap dan lebat. Cahaya matahari hanya menembus sedikit melalui kanopi pepohonan yang rapat. Suara burung dan serangga menjadi satu-satunya suara yang terdengar.

"Jadi, kau benar-benar percaya gelang itu ada?" Ayu bertanya, memecah keheningan.

"Aku harus percaya," Rakasura menjawab tegas.

"Gelang itu adalah bagian dari diriku. Jika aku bisa menemukannya, aku mungkin bisa mendapatkan kembali kekuatanku sepenuhnya." Ucap Rakasura tanpa sedar mulai membuka dirinya kepada Ayu

Ayu terdiam, memikirkan jawaban itu. Ia ingin bertanya lebih banyak, tetapi sesuatu di ekspresi Rakasura membuatnya ragu untuk melanjutkan.

Setelah perjalanan panjang, mereka akhirnya tiba di sebuah pohon besar yang menjulang tinggi. Pohon itu tampak tua, dengan akar-akar yang mencuat dari tanah seperti ular raksasa. Di bawahnya, ada sebuah batu besar yang tampak seperti altar.

"Inilah tempatnya," Rakasura berkata, mendekati batu itu. Ia memperhatikan ukiran-ukiran di permukaannya, yang menggambarkan sosok seorang dewa yang memegang gelang.

Namun, gelang itu tidak ada di sana. Hanya ada jejak kosong di tengah altar, seolah sesuatu telah diambil dari sana.

"Apa ini berarti gelangnya sudah hilang?" Ayu bertanya, suaranya penuh kekecewaan.

"Seseorang telah mengambilnya dan aku rasa aku tahu siapa." Rakasura menjawab sambil memeriksa sekeliling.

"Siapa?" Ayu menatapnya dengan bingung.

"Salah satu siluman yang menyerang desa, Mereka tahu gelang ini penting, dan mereka ingin memastikan aku tidak mendapatkannya." Rakasura menjawab, mengingat bayangan besar yang dilihat kepala desa.

***

Saat mereka kembali ke desa, matahari sudah hampir terbenam. Penduduk desa mulai menyalakan obor, bersiap menghadapi malam yang mungkin membawa ancaman baru.

Rakasura dan Ayu langsung menuju balai desa untuk memberitahu kepala desa tentang temuan mereka. Namun, saat mereka tiba, suasana di sana tampak tegang.

"Apa yang terjadi?" Rakasura bertanya kepada seorang penduduk.

"Pak Darmo— D-dia hilang! Tidak ada yang melihatnya sejak pagi." Ucapnya dengan ekspresi panik

"Dia tidak mungkin pergi jauh tanpa memberi tahu siapa pun," Ayu berkata, panik.

"Kita harus mencarinya. Kalau dia diambil oleh siluman, kita mungkin tidak punya banyak waktu." Rakasura langsung bergerak cepat.

Dengan cepat, Rakasura mengumpulkan beberapa penduduk untuk membantu pencarian. Ayu bersikeras ikut, meskipun Rakasura memintanya tetap di desa.

"Pak Darmo mungkin tahu sesuatu yang penting, Aku tidak bisa hanya diam menunggu." Ucap Ayu meyakinkan Rakasura

Rakasura akhirnya setuju, meskipun ia tetap khawatir. Mereka semua menyebar, menyusuri hutan di sekitar desa.

Malam semakin gelap, dan suasana menjadi semakin mencekam. Angin bertiup kencang, membawa suara-suara aneh yang membuat bulu kuduk merinding.

Tiba-tiba, Rakasura mendengar suara lemah memanggil namanya.

"Rakasura..."

"Pak Darmo?" Ia langsung berhenti, mencoba mendengarkan lebih jelas.

Suara itu terdengar lagi, kali ini lebih dekat.

"Rakasura... tolong..." Suara itu terdengar serak.

Dengan cepat, Rakasura berlari menuju arah suara itu, sementara Ayu mengikuti di belakangnya. Mereka akhirnya menemukan Pak Darmo tergeletak di tanah, tubuhnya lemah dan penuh luka.

"Pak Darmo!" Ayu berteriak, mendekatinya.

Rakasura segera memeriksa keadaan pria tua itu.

"Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini?"

Pak Darmo membuka matanya perlahan, suaranya hampir tidak terdengar. "Mereka... mereka datang... mencari... sesuatu..."

Sebelum Rakasura sempat bertanya lebih jauh, Pak Darmo pingsan.

"Dia butuh perawatan" Ayu berkata cemas.

"Kita bawa dia kembali ke desa," Rakasura menjawab, mengangkat tubuh Pak Darmo dengan hati-hati.

Namun, dalam hatinya, Rakasura tahu bahwa ini baru permulaan. Siluman-siluman itu semakin agresif, dan waktu mereka untuk bertindak semakin sedikit.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gelang Langit   Bab 5

    Udara malam yang dingin menyelimuti desa, dengan suara angin yang berbisik melewati pepohonan. Ayu berlari di samping Rakasura, napasnya terdengar berat, sementara di antara mereka, Pak Darmo terkulai lemah di bahu Rakasura."Apa dia masih bernapas?" Ayu bertanya dengan suara gemetar, tangannya memegangi kain yang menutupi luka di lengan Pak Darmo."Masih," Rakasura menjawab singkat, napasnya stabil meski langkahnya tergesa. Ia menatap lurus ke depan, memastikan jalan setapak menuju desa tetap terlihat di bawah sinar bulan yang redup. "Kita harus cepat."Ketika mereka akhirnya mencapai gerbang desa, beberapa warga yang masih berjaga terkejut melihat mereka. "Pak Darmo! Apa yang terjadi?" salah satu dari mereka berseru, matanya membesar melihat tubuh lemah pria tua itu."Dia terluka di hutan, Kami menemukannya di dekat pohon besar di tepi hutan." Ayu menjelaskan sambil mengatur napas."Segera panggil Pak Wira, Bawa dia ke balai desa!" perintah seorang wanita paruh baya yang mendekat.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Gelang Langit   Bab 6

    Malam semakin larut, tetapi balai desa tak juga sepi. Pak Wira sibuk memeriksa luka Pak Darmo dengan cermat, sesekali melirik Rakasura yang berdiri di sudut ruangan. Rakasura tampak tenggelam dalam pikirannya, sementara Ayu duduk di samping ayahnya, membantu memberikan peralatan yang dibutuhkan. "Lukanya tidak sedalam yang kupikirkan," ujar Pak Wira seraya mengoleskan salep herbal pada luka di lengan Pak Darmo. "Tapi aku khawatir tentang infeksi. Ini bukan luka biasa. Rasanya ada sesuatu yang aneh." "Apa maksud ayah?" Ayu bertanya, matanya menatap khawatir pada tubuh lemah Pak Darmo. "Luka ini... seperti bukan berasal dari cakar binatang biasa, Ada bekas luka bakar di tepiannya, seperti terbakar dari dalam.” Pak Wira menjawab, suaranya rendah. Rakasura mendekat, matanya tajam memandangi luka itu. "Siluman," katanya singkat. "Sepertinya begitu. Tapi aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya." Pak Wira mengangguk, meskipun keraguan masih tersirat di wajahnya. "Apa bel

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Gelang Langit   Bab 1

    Kahyangan, negeri para dewa, memancarkan keagungan yang tak terbandingkan. Pilar-pilar emas menjulang tinggi, langit di atasnya berpendar biru keperakan, dan lantai kristal memantulkan sinar seperti berlian. Namun, di tengah keindahan itu, suasana penuh ketegangan menggantung di aula utama. Para dewa berdiri melingkar, menatap seseorang yang berlutut di tengah aula. Rakasura, Dewa Perang yang gagah perkasa, kini tampak tak berdaya. Tubuhnya yang biasanya memancarkan cahaya ilahi kini tampak redup, dan matanya tertunduk menahan rasa malu. Ia tahu kesalahannya terlalu besar untuk diperbaiki. “Rakasura,” suara Maha Dewa menggema, setiap kata menggetarkan ruangan. “Kau tahu gelang apa yang dipercayakan padamu itu? Gelang Kahyangan, simbol kehormatanmu sebagai Dewa Perang, dan kini gelang itu berada di tangan siluman.” Rakasura menggigit bibirnya. Ia ingin membela diri, tetapi kenyataan terlalu pahit untuk dibantah. Beberapa hari yang lalu, gelang itu dirampas saat ia berada di te

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Gelang Langit   Bab 2

    “Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” tanya Ayu, menatap Rakasura yang duduk bersandar pada dinding bambu rumahnya. Rakasura diam sejenak, mencari jawaban yang paling masuk akal yang bisa dia temukan. “Aku diserang oleh sekelompok... Bandit” jawabnya singkat dengan nada suara tenang namun tegas. “Lalu kenapa kau terlihat seperti seorang prajurit? Pedangmu itu jelas bukan milik seorang pengembara biasa.” Ayu mengerutkan kening sembari memperhatikan penampilan Rakasura, Ia tidak sepenuhnya percaya perkataan pria yang ada di depan matanya. “Ini... peninggalan keluargaku,” jawab Rakasura sambil menundukkan kepala, menghindari tatapan Ayu. “Hanya itu yang tersisa dari masa laluku.” tambah Rakasura sembari memandangi pedang kebanggaannya yang tak se berkilau dahulu Ayu, meski masih ragu, memilih untuk tidak mendesak. Ia mengambil baskom berisi air hangat dan kain bersih, lalu mulai membersihkan luka di lengan Rakasura. “Terima kasih,” ucap Rakasura pelan, menatap Ayu yang sibu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Gelang Langit   Bab 3

    Sore itu, lapangan di dekat balai desa menjadi tempat berkumpulnya beberapa pria dan wanita desa. Mereka berdiri dalam barisan yang tidak rapih, wajah mereka risau penuh keraguan. Sebagian besar dari mereka membawa alat-alat seadanya, mulai dai tongkat kayu, cangkul, bahkan gagang sapu yang sudah tua. "Dengar," suara lantang Rakasura memecah suasana canggung. Ia berdiri di depan mereka dengan sikap tegas, memandangi setiap wajah yang ada. "Aku tahu kalian bukan pejuang, tetapi kalian bisa belajar untuk melindungi diri dan keluarga kalian. Tidak ada yang terlalu lemah jika memiliki tekad. Bersama-sama, kita bisa menjaga desa ini dari ancaman apa pun." Beberapa orang saling berpandangan, lalu mulai mengangguk pelan. Semangat Rakasura tampaknya mulai menghapus keraguan mereka. "Ambil tongkat atau apa saja yang bisa digunakan sebagai senjata. Kita akan berlatih!" Latihan dimulai dengan gerakan dasar mulai dari agaimana cara memegang senjata, posisi bertahan, dan langkah sederha

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15

Bab terbaru

  • Gelang Langit   Bab 6

    Malam semakin larut, tetapi balai desa tak juga sepi. Pak Wira sibuk memeriksa luka Pak Darmo dengan cermat, sesekali melirik Rakasura yang berdiri di sudut ruangan. Rakasura tampak tenggelam dalam pikirannya, sementara Ayu duduk di samping ayahnya, membantu memberikan peralatan yang dibutuhkan. "Lukanya tidak sedalam yang kupikirkan," ujar Pak Wira seraya mengoleskan salep herbal pada luka di lengan Pak Darmo. "Tapi aku khawatir tentang infeksi. Ini bukan luka biasa. Rasanya ada sesuatu yang aneh." "Apa maksud ayah?" Ayu bertanya, matanya menatap khawatir pada tubuh lemah Pak Darmo. "Luka ini... seperti bukan berasal dari cakar binatang biasa, Ada bekas luka bakar di tepiannya, seperti terbakar dari dalam.” Pak Wira menjawab, suaranya rendah. Rakasura mendekat, matanya tajam memandangi luka itu. "Siluman," katanya singkat. "Sepertinya begitu. Tapi aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya." Pak Wira mengangguk, meskipun keraguan masih tersirat di wajahnya. "Apa bel

  • Gelang Langit   Bab 5

    Udara malam yang dingin menyelimuti desa, dengan suara angin yang berbisik melewati pepohonan. Ayu berlari di samping Rakasura, napasnya terdengar berat, sementara di antara mereka, Pak Darmo terkulai lemah di bahu Rakasura."Apa dia masih bernapas?" Ayu bertanya dengan suara gemetar, tangannya memegangi kain yang menutupi luka di lengan Pak Darmo."Masih," Rakasura menjawab singkat, napasnya stabil meski langkahnya tergesa. Ia menatap lurus ke depan, memastikan jalan setapak menuju desa tetap terlihat di bawah sinar bulan yang redup. "Kita harus cepat."Ketika mereka akhirnya mencapai gerbang desa, beberapa warga yang masih berjaga terkejut melihat mereka. "Pak Darmo! Apa yang terjadi?" salah satu dari mereka berseru, matanya membesar melihat tubuh lemah pria tua itu."Dia terluka di hutan, Kami menemukannya di dekat pohon besar di tepi hutan." Ayu menjelaskan sambil mengatur napas."Segera panggil Pak Wira, Bawa dia ke balai desa!" perintah seorang wanita paruh baya yang mendekat.

  • Gelang Langit   Bab 4

    Malam semakin larut, tetapi rasa waspada tetap menyelimuti desa. Rakasura berdiri di tengah lapangan desa, matanya tajam mengamati setiap sudut gelap. Suara jangkrik yang monoton seakan mengiringi pengamatan Rakasura, sementara udara malam yang dingin terasa menusuk kulit.Ia memejamkan mata sejenak, mencoba merasakan kehadiran apa pun yang asing. Namun, yang ia rasakan hanyalah keheningan selain suara jangkrik dan binatang malam lainnya.Tiba-tiba, angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Rakasura membuka matanya dengan cepat, mencengkeram gagang pedangnya. "Mereka datang," Ucap Rakasura memperingatkan beberapa orang yang berjaga dengannya.Suara kentongan pertanda bahaya dibunyikan, para warga berjaga di rumah-rumah mereka. Mereka mempersenjatai diri dengan alat alat bertani yang tersedia di rumah.Beberapa warga yang mempunyai senjata yang memadai keluar untuk membantu kelompok Rakasura Dari kejauhan, suara langkah kaki berat mulai terdengar. Bayangan-bayangan besar muncul dari

  • Gelang Langit   Bab 3

    Sore itu, lapangan di dekat balai desa menjadi tempat berkumpulnya beberapa pria dan wanita desa. Mereka berdiri dalam barisan yang tidak rapih, wajah mereka risau penuh keraguan. Sebagian besar dari mereka membawa alat-alat seadanya, mulai dai tongkat kayu, cangkul, bahkan gagang sapu yang sudah tua. "Dengar," suara lantang Rakasura memecah suasana canggung. Ia berdiri di depan mereka dengan sikap tegas, memandangi setiap wajah yang ada. "Aku tahu kalian bukan pejuang, tetapi kalian bisa belajar untuk melindungi diri dan keluarga kalian. Tidak ada yang terlalu lemah jika memiliki tekad. Bersama-sama, kita bisa menjaga desa ini dari ancaman apa pun." Beberapa orang saling berpandangan, lalu mulai mengangguk pelan. Semangat Rakasura tampaknya mulai menghapus keraguan mereka. "Ambil tongkat atau apa saja yang bisa digunakan sebagai senjata. Kita akan berlatih!" Latihan dimulai dengan gerakan dasar mulai dari agaimana cara memegang senjata, posisi bertahan, dan langkah sederha

  • Gelang Langit   Bab 2

    “Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” tanya Ayu, menatap Rakasura yang duduk bersandar pada dinding bambu rumahnya. Rakasura diam sejenak, mencari jawaban yang paling masuk akal yang bisa dia temukan. “Aku diserang oleh sekelompok... Bandit” jawabnya singkat dengan nada suara tenang namun tegas. “Lalu kenapa kau terlihat seperti seorang prajurit? Pedangmu itu jelas bukan milik seorang pengembara biasa.” Ayu mengerutkan kening sembari memperhatikan penampilan Rakasura, Ia tidak sepenuhnya percaya perkataan pria yang ada di depan matanya. “Ini... peninggalan keluargaku,” jawab Rakasura sambil menundukkan kepala, menghindari tatapan Ayu. “Hanya itu yang tersisa dari masa laluku.” tambah Rakasura sembari memandangi pedang kebanggaannya yang tak se berkilau dahulu Ayu, meski masih ragu, memilih untuk tidak mendesak. Ia mengambil baskom berisi air hangat dan kain bersih, lalu mulai membersihkan luka di lengan Rakasura. “Terima kasih,” ucap Rakasura pelan, menatap Ayu yang sibu

  • Gelang Langit   Bab 1

    Kahyangan, negeri para dewa, memancarkan keagungan yang tak terbandingkan. Pilar-pilar emas menjulang tinggi, langit di atasnya berpendar biru keperakan, dan lantai kristal memantulkan sinar seperti berlian. Namun, di tengah keindahan itu, suasana penuh ketegangan menggantung di aula utama. Para dewa berdiri melingkar, menatap seseorang yang berlutut di tengah aula. Rakasura, Dewa Perang yang gagah perkasa, kini tampak tak berdaya. Tubuhnya yang biasanya memancarkan cahaya ilahi kini tampak redup, dan matanya tertunduk menahan rasa malu. Ia tahu kesalahannya terlalu besar untuk diperbaiki. “Rakasura,” suara Maha Dewa menggema, setiap kata menggetarkan ruangan. “Kau tahu gelang apa yang dipercayakan padamu itu? Gelang Kahyangan, simbol kehormatanmu sebagai Dewa Perang, dan kini gelang itu berada di tangan siluman.” Rakasura menggigit bibirnya. Ia ingin membela diri, tetapi kenyataan terlalu pahit untuk dibantah. Beberapa hari yang lalu, gelang itu dirampas saat ia berada di te

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status