4. Pemberontakan Jaka Waruga IV
Dua kilatan cahaya saling beradu dan menciptakan gelombang kekuatan yang sangat besar.
Kilatan biru dan hitam pekat itu membuat kondisi alun-alun Semaki porak-porandakan. Dua kekuatan itu juga merenggut banyak nyawa akibat salah sasaran.
"Kau sangat tangguh rupanya, Mahapatih," Junggo tanpa sungkan sekali lagi memberikan pujiannya.
"Kau terlalu memuji, aku hanya mengikuti permainanmu," balas Patih Almatama.
Junggo tertawa kecil, sebelum kembali membangun serangan dengan luapan energi yang sangat besar dari pedangnya.
Bukannya takut, tatapi Patih Almatama malah bergerak ke depan menyongsong serangan yang di lakukan oleh Junggo.
Gelegar!!!
Gelagar!!!
Gelegar!!!
Benturan dua kekuatan besar itu membuat banyak kerusakan demi kerusakan dinding beton alun-alun.
Baik Patih Almatama ataupun Junggo sama-sama terlempar jauh ke belakang dan merasakan sesak di bagian dadanya. Namun, Ninggalkan menderita luka yang lebih parah sampai membuatku memuntahkan isi perutnya dan darah segar.
Junggo dengan cepat menyadari jika kemampuannya berada di bawah Mahapatih Kerajaan Sungaisari sari ini.
"Aku terlalu meremehkannya," gumam Junggo yang masih percaya diri mampu menang melawan Patih Almatama.
"Kau terlalu memaksakan diri, Junggo. Jika terus seperti ini maka kau akan mati," seseorang yang memiliki rupa yang hampir sama dengan Junggo berdiri di samping Junggo.
"Berhentilah meremehkan kemampuanku, aku mampu menjadi lebih kuat darimu," bentak Junggo saat sosok yang berdiri di samping menganggapnya lemah.
"Tidak ada yang mengatakan kau lemah, tapi kau terlalu memaksakan diri."
Sementara itu, Patih Almatama langsung menyadari kedatangan sosok itu. Sosok itu tidak lain adalah Jinggo saudara kembar Junggo.
"Jinggo, aku tidak menduga jika kau juga akan datang menyerang keraton," ucap Patih Almatama.
"Ah, Tama. Sudah lama sekali kita tidak bertemu, seingatku terakhirnya kita bertemu 5 tahun silam... " Balas Jinggo, "Sayangnya kita di pertemukan di situasi yang tidak mendukung untuk kita saling bernostalgia,"
Patih Almatama hanya tersenyum tipis, "Haha, tidak ada gunanya kita mengenang masa yang sudah berlalu, jika akhirnya kita saling membunuh dan bertumpah darah satu sama lainnya ... "
Jinggo tertawa keras dan terbahak-bahak, "Jika memang begitu, majulah aku akan dengan senang hati melayanimu!!! Ah, tidak, biar aku yang menyerangmu,"
Jinggo langsung berpindah tempat dan melesatkan serangan kejut kepada Patih Almatama. Serangan itu langsung di arahkan ke batang leher Patih Almatama, namun Patih Almatama masih sempat mengambil langkah mundur dan menyilangkan pedangnya menangkis serangan itu.
Tidak hanya bertahan, tetapi juga membuat serangan balik. Patih Almatama masih menggunakan pola serangan yang sama dengan pola yang dia gunakan saat berhadapan dengan Junggo sebelumnya.
"Cara bertarungmu masih sama seperti sedia kala, Tama." Ucap Jinggo di sela pertarungan keduanya itu.
"Apa kau pikir gaya bertarungmu berubah? Kau masih seperti yang dulu, bahkan aku merasa kau menjadi sedikit lebih lemah," balas Patih Almatama.
Jinggo tersenyum getir, dia tidak menampik hal itu karena memang kemampuannya sudah melemah dari terakhir kali mereka bertarung.
"Kau jangan terlalu percaya diri mampu mengalahkan aku, sekalipun kemampuanku tidak sekuat dulu, tapi dengan kombinasi serangan kami berdua, kekuatan kami akan meningkat dua kali lipat dan di atas kemampuanmu," ucap Jinggo.
"Aliran sesat seperti kalin tidak pernah bertarung sebagai seorang ksatria, satu lawan satu," balas Patih Almatama.
Jinggo tertawa keras, dia jelas tidak peduli anggapan orang lain. Satu hal yang terpenting, yaitu memenangkan pertarungan.
Tidak lama setelah itu, Jinggo dan Junggo melesat membangun serangan cepat terhadap Patih Almatama. Kombinasi serangan yang di lakukan keduanya membuat mereka berada di atas angin.
Patih Almatama di buat kewalahan menghadapi gempuran serangan yang di lakukan oleh dua saudara itu, Jinggo dan Junggo yang menggunakan pola serangan yang bervariasi. Sehingga menyulitkan Patih Almatama untuk bereaksi tepat waktu.
Dalam waktu relatif singkat, Patih Almatama sudah menderita luka yang serius di beberapa bagian tubuhnya. Bahkan dia sudah memuntahkan darah segar beberapa kali. Meskipun dia unggul dalam segi kekuatan, tetapi menghadapi dua orang dalam waktu yang bersamaan jauh lebih sulit baginya.
"Bagaimana, Tama? Apa kau sadar jika situasi saat ini telah berbalik? Kau tidak memiliki kesempatan untuk memenangkan pertarungan," ucap Jinggo.
"Kalian terlalu naif, bukan sifat ksatria yang di lihat agar kita memenangkan pertarungan, tetapi lebih kepada cara dan taktik kita sendiri untuk memenangkan pertarungan," sahut Junggo.
Patih Almatama mengelapnya darah di cela bibirnya, Patih Almatama merasakan jika tubuhnya sudah di gerogoti luka dalam akibat hantaman keras yang di lakukan oleh kombinasi serangan Jinggo dan Junggo.
"Haha, mungkin aku akan mati dan gugur di keraton ini. Tapi, aku akan memastikan satu di antara kalian ikut bersamaku menuju alam kematian," Patih Almatama melepaskan aura yang sangat kuat dan khas dari dalam tubuhnya.
Kilauan cahaya biru memancar terang dari bilah pedang Patih Almatama.
Jinggo dan Junggo yang melihatnya, langsung mengambil langkah mundur. Insting mereka mengatakan jika ini bukan sesuatu yang baik.
"Berhati-hatilah, aku merasakan jika ini bukan pertanda baik," Jinggo memberikan peringatan kepada saudara kembarnya itu.
Junggo mengangguk pelan, dia juga sadar hal itu.
Belum sempat ke-duanya mengambil langkah, Patih Almatama sudah berpindah tempat dengan sangat cepat. Dan, sudah berada tepat di hadapan dua orang tersebut.
Bughhh!!!
Bughhh!!!
Tendangan dan pukulan melesat keras menghantam perut dan dada Jinggo dan Junggo secara bergantian.
Jinggo dan Junggo yang tidak siap akan serangan kejutan iyu, tentu gagal untuk bereaksi tepat waktu untuk mengantisipasi serangan itu.
"Pukulan Ruang Hampa, Tendangan Kehampaan Memutus Waktu"
Tanpa bisa di tahan, pukulan dan tendangan itu mengenai tubuh mereka dengan telak dan meninggalkan rasa sakit yang teramatkan.
Junggo yang mengalami luka yang begitu serius, beberapa tulangnya sudah berpindah tempat akibat terus mendapatkan hantaman keras dari Patih Almatama.
"Jika terus seperti ini, maka kita akan kalah dan mati," ucap Junggo yang merasakan sakit yang teramatkan itu.
"Apa kau pikir aku mau mati di tempat ini? Aku tidak sudi mati di tangan tua bangka Tama ini," sahut Jinggo, "Kita tidak memiliki pilihan, kita harus menggunakan Formasi Iblis Mengurung Sukma, jika tidak kita tidak akan mampu mengimbangi Mahapatih ini,"
Junggo dan Jinggo menarik nafas panjang, sebelum melesat cepat ke depan. Keduanya mengambil inisiatif menyerang lebih dulu, karena sadar jika tidak menyerang lebih dulu, maka kemungkinan mereka tidak akan mampu membangun serangan nantinya.
Mengandalkan Formas Iblis
Mengurung Sukma, Jinggo dan Junggo berhasil membuat Patih Almatama mati langkah. Meskipun hampir semua serangannya mampu di atasi, tetapi seiring berjalannya waktu, pertahanan Patih Almatama akhirnya terbuka dan menciptakan banyak celah.
Sleshhh!!!
Sleshhh!!!
Sayatan pedang dari Jingga dan Junggo bersarang pula di tubuh Patih Almatama dan menyebabkan pendarahan yang hebat. Bersamaan dengan itu pula, Patih Almatama dengan sisa tenaganya memutar tubuhnya ke udara dan memusatkan semua tenaga dalamnya di pedangnya.
"Pedang Kehampaan, Kabut Ilusi"
Pedang Patih Almatama berputar di udara, sebelum sosok Patih Almatama berpindah tempat dan berhasil memenggal kepala Jinggo. Namun di saat yang sama, pedang milik Junggo menusuk tungkuk belakang Patih Almatama.
Gelegar!!!Galih Panuraga terpental jauh ke belakang, hingga tubuhnya menghantam bagian beton dinding Keraton."Uhukkk ... " Galih Panuraga terbatuk keras. Dia merasakan sesak di bagian dadanya itu."Apakah kau baik-baik saja, Jaka?" Tanya seorang laki-laki berusia payah."Terima kasih, Tetua. Jika tidak ada dirimu aku tidak apakah masih bernyawa," balas Jaka Waruga."Hemm, kau berhutang satu nyawa denganku. Suatu hari aku akan menagih gantinya,"Jaka Waruga hanya tersenyum tipis, jika saja dia memiliki kekuatan yang besar, maka sudah ingin sekali Jaka Waruga ingin melenyapkannya.'Suatu hari, aku akan menghabisimu!!!' batin Jaka Waruga."Saryoni, ternyata Perguruan Cakra Dewa benar-benar sudah menghianatiku. Ternyata apa yang sudah ku berikan tidak cukup untuk membuat kalian menegakkan keadilan, nama Cakra Dewa terlalu berambisi sampai tanpa sadar sudah tersesat terlalu jauh. Kalian rela berkerja sama dengan aliran sesat... " Galih Panuraga tersenyum tipis, tidak terlihat rasa ketak
Tepat bersamaan dengan Galih Panuraga yang menghembuskan nafas terakhirnya, Saryoni juga terlena jauh ke belakang.Saryoni sedikit lebih baik dari Galih Panuraga, dia masih bernafas, sekalipun mengalami luka yang parah.Saryoni dengan cepat mengambil posisi duduk bersila berusaha meredam luka dalamnya.Sleshhh!!!"Akhh... "Namun betapa terkejutnya Saryoni saat bilah pedang menusuk punggung belakangnya."Jaka Waruga, apa yang kau lakukan?""Maafkan aku, Saryoni. Kau terlalu berbahaya Saryoni, kau harus di lenyapkan agar tidak menjadi halangan dan batu sandungan untukku di masa depan," ucap Jaka Waruga.Saryoni bak tersambar petir dan tersedak ludahnya sendiri. Jaka Waruga menghianatinya setelah semua bantuan yang telah di berikannya dan pula Perguruan Cakra Dewa."Kau akan menyesal, Jaka. Perguruan Cakra Dewa tidak akan tinggal diam dengan kematianku ini," tegas Saryoni, bersama dengan itu pula mulutnya mengeluarkan darah kehitaman."Itu tidak akan terjadi, karena tidak akan ada yang
Hutan yang menjadi wilayah pertarungan antara Senopati Arya dan Segoro dengan cepat menjadi medan pertarungan untuk menciptakan banyak kerusakan.Dalam waktu singkat, banyak pepohonan mulai tumbang akibat dari serangan salah sasaran dari dua orang tersebut.Hanya dalam hitungan menit, Senopati Arya dan Segoro sudah bertukar belasan serangan yang dahsyat. Kecepatan ke-duanya dalam membangun serangan menunjukkan jika keduanya sudah malang melintang di dunia persilatan dalam waktu yang lama.Senopati Arya dengan aliran pedang lembut mampu memberikan perlawanan sengit dengan Segoro yang lebih pada aliran pedang lentur. Meskipun ke-dua aliran ini di katakan sama, tetapi keduanya saling bertolak belakang satu sama lain.Tring!!!Tring!!!Dua pedang itu bertemu dan menghasilkan dentingan suara yang memekakkan telinga. Tidak ada yang mendominasi serangan dalam rentan waktu yang lama, lebih tepatnya mereka saling bergantian mendominasi pertarungan.Senopati Arya yang memilih konsentrasi tingka
8. Banyu Aji10 tahun sudah berlalu pasca pemberontakan yang di lakukan oleh Jaka Waruga dan kelompoknya. Seorang anak manusia berdiri di tengah tanah lapang sedang memainkan pedang kayu sejak pagi tadi.Anak itu berusia 10 tahun, memiliki fisik yang berisi dan rambut yang panjang. Anak itu bernama Banyu Aji, putra dari mendiang Galih Panuraga yang telah tewas dalam pemberontakan yang di lakukan oleh Jaka Waruga."Banyu, kemarilah," seorang laki-laki paruh baya berambut putih memanggil anak itu.Banyu Aji langsung menghentikan kegiatannya dan berlari ke arah laki-laki paruh baya itu."Iya, kek? Ada apa?" Tanya Banyu Aji.Laki-laki paruh baya itu bernama Whira Bumi, Ketua Perguruan Tirta Kencana. Dia adalah orang yang merawat sosok Banyu Aji sejak bayi setelah di titipkan oleh Sri Pramudita.Whira Bumi ingat betul kala itu ketika waktu menjelang malam, satu kereta kencana datang ke perguruannya."Arya, siapa yang kau bawa?" Tanya Whira Bumi.Senopati Arya melompat dari atas kereta kuda
9. Mewarisi Bakat Yang Hebat Whira Bumi mengelus pucuk rambut Banyu Aji. Selama lima tahun terakhir Banyu Aji terus berlatih di bawah bimbingan langsung Whira Bumi.Selama itu pula Banyu Aji terus menunjukkan perkembangan yang pesat. Bahkan, di usia yang baru mencapainya 10 tahun, Banyu Aji sudah menikah fisik yang berisi layaknya anak usia 15 tahun."Kakek, kenapa kau memanggilku tadi?" Tanya Banyu Aji."Kakek hanya ingin kau istirahat, sudah sejak pagi tadi kau berlatih, apa kau tidak merasa letih?" Whira Bumi balik bertanya.Banyu Aji menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Aku tidak merasa letih, aku harus cepat menjadi kuat, agar kakek mau mengajarkanku ilmu yang kakek miliki,"Whira Bumi tersenyum, dia merasa tidak salah mengangkat Banyu Aji menjadi murid dan cucunya. Membesarkan seorang pewaris dari Kerajaan Sungaisari yang saat ini sedang di duduki oleh orang yang serakah adalah sebuah kebanggaan bagi Whira Bumi."Tapi tetap saja kau harus menjaga kesehatanmu itu," ucap Whira
10. Pewaris Pedang Naga IblisPertarungan yang melibatkan Ki Ranang Rupo dan Sayuri Geni itu benar-benar hebat. Bukan hanya menggunakan jurus-jurus tingkat tinggi, tetapi juga dengan Ajian yang meledak-ledak dan hanya beberapa pendekar saja yang memilikinya dan mampu menggunakannya.Beberapa pendekar yang memperhatikan pertarungan dua pendekar sepuh itu sudah kehilangan nyawa dengan mengenaskan."Mau sampai kapan kita terus bertarung, Sayuri? Apa kau ingin lembah ini hancur dan menjadi cekungan raksasa?" Tanya Ki Ranang Rupo.Sayuri Geni tersenyum tipis, dia yang bertindak sebagai seorang Biksu memang paling menghindari pertarungan yang akan mencipta kerusakan dan kehancuran, tetapi kali ini posisinya sedikit berbeda. Jika Pedang Naga Iblis itu jatuh ke tangan yang salah, maka dunia akan dalam kehancuran.Sayuri Geni tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, yaitu memilih bersikap netral sama seperti saat terjadi peperangan antara Galih Panuraga dan Jaka Waruga yang akhirnya di mena
11. Keputusan Perguruan Tirta Kencana Whira Bumi yang melihat kemunculan Naga Iblis Merah itu tertegun. Dia tidak pernah menduga jika dirinya akan menyaksikan di mana ruh Naga Iblis Merah yang bersemayam di sebilah pusaka itu akhirnya bangkit. Tidak ada yang tidak mengetahui tentang kehebatan pusaka itu, Pedang Naga Iblis adalah satu di antara Pusaka Tanpa Tanding yang ada di dunia persilatan. Setiap yang memiliki pusaka itu niscaya akan menjadikan dirinya tanpa tanding dan menguasai dunia persilatan."Rangga, pastikan semua murid yang masuk ke dalam hutan mencari kayu bakar telah kembali, entah kenapa firasatku buruk," perintah Whira Bumi.Rangga mengangguk pelan, tidak ingin menerima perintah dua kali, Rangga bergegas pergi untuk memastikan semua murid telah kembali.Whira Bumi menghela nafas dengan pelan, entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal hatinya."Guru Surya Bumi, apa ini yang kau katakan dahulu, jika gonjang-ganjing dunia persilatan akan terjadi di masa depan," Salah s
12. Tato NagaSetelah mempertimbangkan semuannya secara matang, Banyu Aji akhir memilih untuk kembali menyentuh gagang pedang itu. Berbeda dari sebelumnya, kali ini dia hanya merasakan energi berkumpul besar mengalir ke dalam tubuhnya.Dengan sekuat tenaga, Banyu Aji mencabut pedang itu. Bersamaan dengan itu bumi bergetar hebat. Pedang itu berputar di udara, sebelum masuk ke dalam tubuh Banyu Aji. Bersama dengan itu pula tubuh Banyu Aji terbang dan berputar di atas udara.Tubuh Banyu Aji terasa begitu panas, saat energi api masuk ke dalam tubuhnya. Energi itu seolah mengatur ulang dan membersihkan seluruh organ dalam Banyu Aji, agar mampu menerima energi api yang di berikan oleh Pedang Naga Iblis ini. Aliran darah Banyu Aji menjadi lebih lancar, serta tulang belakangnya menjadi lebih kuat yang akan membuatnya memiliki kekuatan fisik di atas manusia pada umumnya.Proses itu jelas terasa sangat sakit dan menyiksa, Banyu Aji merasakan seluruh tulangnya bak di patah-patahkan, sebelum di
81. Janayo Yang Tangguh Jurenggo menarik nafas panjang, dia jelas paling menyadari jika pertarungan dengan Janayo akan berjalan alot. Tidak ada jaminan untuk dirinya akan memenangkan pertarungan kali ini.Di tambah lagi, Jurenggo tidak mengetahui sekuat apa kemampuan yang di miliki Janayo saat ini."Sial, aku tidak memiliki gambaran seberapa kuat kemampuan yang di miliki oleh Janayo saat ini," umpat Jurenggo.Janayo tersenyum tipis, dia yang sudah lama menghilang dari dunia persilatan jelas akan membuat lawan tidak mengetahui batasan kekuatan yang di milikinya. Hal ini jelas menjadi suatu keuntungan untuknya di dalam pertarungan hidup mati seperti saat ini.Janayo mengalirkan tenaga dalam ke pedangnya, dalam satu tarikan nafas dia sudah berpindah tempat dan melesatkan serangan pembuka kepala Jurenggo.Jurenggo dengan cekatan menyilangkan pedangnya menangkis setiap serangan yang di buat oleh Janayo. Kecepatan hujan serangan yang di buat oleh Janayo masih mampu untuk di imbangi dan di
80. Jurenggo Vs Yudha Wardhana Banyu Aji langsung bergerak cepat menuju gerbang masuk desa Suba. Dia melompat ke bangunan paling tinggi, berusaha untuk melihat apa yang sebenernya terjadi, sehingga perseteruan antar para pendekar berhenti seketika.Banyu Aji dengan cepat dapat menyimpulkan jika perseteruan itu terhenti karena kedatangan sekelompok pendekar yang menggunakan jubah yang sama."Jubah itu milik Tengkorak Iblis, jadi mereka benar-benar ingin menghapus Harimau Putih dengan menggerakkan para pendekar yang mereka miliki sebanyak ini," gumam Banyu Aji.Banyu Aji memilih untuk menjadi penonton, dia tidak ingin terlibat terlalu dalam pada konflik yang sedang terjadi di bawah sana, tentu karena dia tidak tahu apa yang menjadi penyebab terjadinya pertempuran besar itu.***Yudha Wardhana tersenyum tipis, dia tidak ingin meladeni basa-basi Jurenggo lebih jauh, Yudha Wardhana mengalirkan tenaga dalam ke pedangnya, sebelum berpindah tempat ke hadapan Jurenggo.Tebasan dan tusukan ped
79. Tengkorak Iblis Vs Dunia Persilatan Yudha Wardhana dengan cepat dapat melihat kedatangan kelompok Tengkorak Iblis. Dia tersenyum tipis, sejauh ini rencana mereka berjalan dengan baik. Kedatangan pendekat Tengkorak Iblis sesuai dengan perkiraan, tepat ketika suasana desa Suba sedang sangat kacau.Bersama dengan itu pula, Yudha Wardhana memberikan kode kepada rekannya untuk segera memberitahu anggota yang lain, guna melakukan rencana selajutnya. Yaitu, menyebarkan kepada dunia persilatan jika Tengkorak Iblis menggerakkan banyak pendekar untuk menjarah semua hasil lelang yang di adakan Perguruan Harimau Putih."Gusma, jika semua rencanamu berjalan lancar, maka bersiaplah Tengkorak Iblis akan mengalami masalah besar dan dunia persilatan akan melihat Harimau Putih sebagai perguruan besar," gumam Yudha Wardhana.Sementara itu, di desa Suba pertarungan sudah benar-benar pecah. Jurenggo yang baru tiba di buat naik pitam saat salah satu anggotanya membawa berita jika Gelato yang menjadi u
78. Pertempuran di Desa Suba IV"Mundurlah sedikit, tapi jangan terlalu jauh. Karena akan ada bahaya lain yang mengincar dirimu nanti," ucap Banyu Aji sambil bersiap dengan kuda-kuda tarungnya Banyu Aji menarik pedangnya, bergegas menangkis setiap serangan yang di lakukan oleh Lapan. Banyu Aji bukan hanya bertahan, dia juga berbalik menyerang Lapan, bahkan dalam waktu singkat Banyu Aji mendominasi serangan.Lapan tentu tidak terlalu terkejut, mengingat latar belakang Banyu Aji yang merupakan pendekar Perguruan Tirta Kencana tidak mungkin memiliki kemampuan rendahan.Lapan sejak awal pertarungan di mulai langsung menggunakan kemampuan terbaiknya dan berusaha mengakhiri pertarungan dengan singkat. Namun tampaknya hal itu sulit terjadi, karena Banyu Aji bukanlah lawan yang mudah."Kau membuatku kagum, tidak banyak pendekar muda yang memiliki kemampuan seperti dirimu. Tapi sayang, aku harus menghabisimu hari ini... " Kata Lapan.Banyu Aji tertawa dengan pelan, dia tidak ingin terlalu lam
77. Pertempuran Di Desa Suba IIITubuh Rana Jelina berkeringat dingin dan bergetar dengan hebat. Perkataan dari Lapan terngiang-ngiang di kepalanya. Dia jelas tidak pernah rela jika harus mati, akan tetapi lebih tidak rela lagi harus menyerahkan kehormatannya kepada lelaki jelek seperti Lapan.Rana Jelina menarik pedangnya, sekalipun tangannya gemetar dengan hebatnya."Haha, kau ingin memberikan perlawanan? Percuma saja, karena semua itu akan sia-sia... " Ejek Lapan dengan menjilati bibirnya bersiap menerkam Rana Jelina. Di kepalanya jelas sudah tergambar apa yang akan di lewati bersama Rana Jelina.Tubuh Rana Jelina semakin berkeringat dingin. Rasa takut jelas menyelimuti tubuhnya dan hatinya. Tidak pernah terbayangkan jika dia akan mengalami nasib sesial ini, jika saja dia tahu akan berada di posisi seperti saat ini, mungkin dia tidak akan berpikir untuk datang ke desa Suba atau mungkin pula dia akan meminta beberapa orang tetua yang memiliki kekuatan tinggi untuk menjadi pengawalny
76. Pertempuran di Desa Suba IIIRana Jelina yang baru saja keluar dari penginapan tentu merasa sangat terkejut dengan kejadian di desa Suba. Sungguh dia tidak pernah menduga jika sedang terjadi kericuhan hampir di seluruh desa ini."Tetua, apa yang sedang terjadi di desa ini? Di mana para pendekar Harimau Putih? Kenapa tidak ada yang berusaha melerai pertarungan ini?" Tanya Rana Jelina dengan cemas.Tetua itu sama halnya seperti Rana Jelina. Dia pun merasa cukup terkejut melihat situasi di desa Suba. Bahkan dia menemukan beberapa prajuritnya sedang meregang nyawa dengan mengenaskan. Kondisi desa Suba sudah tidak ubahnya seperti area pertempuran. Bangun-bangunan rumah penduduk sudah jebol dan beberapa pula sudah ambruk. "Pendekar Perguruan Cakra Dewa, sepertinya kalian memiliki barang-barang berharga," kata salah seorang dari pendekar yang menggunakan jubah berwarna hitam itu bercorak kepala gagak itu."Lapan, Tetua tertinggi Perguruan Gagak Hitam. Apa maksud perkataanmu itu!!!" Cer
75.Pertempuran Di Desa Suba IISuasana di seluruh penjuru desa benar-benar kacau. Bau anyir darah dengan cepat memenuhi di seluruh penjuru desa. Hampir di setiap tempat terdengar bunyi dua pedang beradu dan teriakan atau jeritan kesakitan dan kematian yang menyayat hati.Desa Suba yang sebelumnya sangat nyaman, sekarang tidak ubahnya lautan mayat manusia yang terus-menerus melakukan pertarungan, sampai mereka mendapatkan apa yang menjadi incarannya itu."Jurang Neraka akan selalu mengingat apa yang sudah kau lakukan Prayogo. Perguruan Bukit Bintang akan merasakan akibat dari kesombonganmu ini," kata Jenata yang murka, karena setengah murid yang di bawahnya meregang nyawa. Yups, mereka semua tewas dalam pertarungan dengan kelompok Prayogo. Satu yang menjadi kesalahan dari Jenata, dia terlalu percaya diri dengan pasukan yang di bawahnya dan nama besar Jurang Neraka sudah lebih dari cukup untuk membungkam banyak lawannya."Aku tidak terlalu peduli, Jenata. Apa kau pikir Jurang Neraka aka
74. Pertempuran Di Desa Suba "Gusma, jika rencana yang kau susun ini berhasil maka Perguruan Tengkorak Iblis akan mendapatkan banyak tamu penting yang mengetuk perguruan mereka setelah ini bukan?" Kata Jaya Wardhana bernada tanya kepada pemuda itu."Benar, Ketua. Para pendekar Tengkorak Iblis sangat terkenal serakah dan arogan, mereka yang berada di bawah lindungan keraton jelas merasa tinggi. Sampai lupa jika keraton bukan ancaman bagi perguruan-perguruan besar persilatan ini," jawab Gusma, tanpa melepas senyum di wajahnya.Gusma Wardhana adalah salah seorang tetua termuda yang di miliki oleh Perguruan Harimau Putih. Namanya mungkin tidak seterkenal Yudha Wardhana di dunia persilatan, karena memang kemampuan utamanya bukan terletak pada ilmu kanuragan dan silatnya, akan tetapi pada kemampuannya dalam meramu siasat, taktik dan strategi untuk menaklukkan lawannya, tanpa harus menguras stamina dan tenaga dalam yang besar.Berkembangnya Perguruan Harimau Putih tentu berkat andil dari Gu
73. Rencana Perguruan Harimau Putih Banyu Aji yang masih berada di desa suba tentu melihat pertarungan antara Ki Ciung Alam dengan Gelato.Dari percakapan keduanya, Banyu Aji dapat menarik kesimpulannya jika Ki Ciung Alam dan Perguruan Pedang Tunggal menaruh rasa benci kepada pemerintahan keraton saat ini. Akan tetapi, dia tentu tidak ingin terlalu cepat menarik kesimpulan karena jika melakukan kesalahan fatal maka semua rencana yang di susunnya akan menjadi sia-sia."Perguruan Pedang Tunggal, sepertinya aku harus berkunjung ke sana. Barulah bisa ku putuskan apakah mereka bisa menjadi sekutu atau tidak nantinya," guman Banyu Aji.Banyu Aji turut menyaksikan pertarungan antara Gelato dan Ki Ciung Alam, dalam beberapa kali pertukaran jurus saja Banyu Aji sudah dapat menebak jika Ki Ciung Alam menang dalam segala hal, akan tetapi lebih kepada menahan diri agar tidak terlalu menarik perhatian para pendekar lainnya.Benar saja, pertarungan di antara mereka di menangkan dengan mudah oleh K