Hutan yang menjadi wilayah pertarungan antara Senopati Arya dan Segoro dengan cepat menjadi medan pertarungan untuk menciptakan banyak kerusakan.
Dalam waktu singkat, banyak pepohonan mulai tumbang akibat dari serangan salah sasaran dari dua orang tersebut.
Hanya dalam hitungan menit, Senopati Arya dan Segoro sudah bertukar belasan serangan yang dahsyat. Kecepatan ke-duanya dalam membangun serangan menunjukkan jika keduanya sudah malang melintang di dunia persilatan dalam waktu yang lama.
Senopati Arya dengan aliran pedang lembut mampu memberikan perlawanan sengit dengan Segoro yang lebih pada aliran pedang lentur. Meskipun ke-dua aliran ini di katakan sama, tetapi keduanya saling bertolak belakang satu sama lain.
Tring!!!
Tring!!!
Dua pedang itu bertemu dan menghasilkan dentingan suara yang memekakkan telinga. Tidak ada yang mendominasi serangan dalam rentan waktu yang lama, lebih tepatnya mereka saling bergantian mendominasi pertarungan.
Senopati Arya yang memilih konsentrasi tingkat tinggi mampu menghalau semua serangan cepat yang di lakukan oleh Segora yang mengandalkan kecepatannya dalam membangun serangan.
"Jadi hanya ini kemampuanmu, Arya. Lemah, aku tidak tahu mengapa Gusti Prabu memilihmu menjadi seorang Senopati," ejek Segoro yang terlihat mulai mampu mengendalikan pertarungan.
Senopati Arya tidak menanggapi karena dia tidak ingin fokusnya terpecah karena terpancing emosi. Meskipun berada di posisi yang terdesak, tetapi Senopati Arya tetap tenang dalam menghalau semua serangan yang di lakukan oleh Segoro.
Segora mulai terlihat putus asa, saat menyadari semua serangannya tidak membuahkan hasil sama sekali. Sementara Senopati Arya hanya beberapa kali saja membuat serangan balik, tetapi hampir semua serangannya telak mengenai sasaran.
"Bagaimana bisa kau menghindari semua seranganku," ucap Segaro dengan nada bertanya itu.
"Sederhana, aku mampu menebak dan membaca arah seranganmu dengan baik," jawab Senopati Arya dengan singkat.
Segaro merasa tidak terima dengan jawaban dari Senopati Arya, kembalinya meningkatkan intensitas serangannya dua kali lipat dari sebelumnya.
"Aku ingin melihat apakah kau masih bisa menebak arah seranganku ini,"
"Kilatan Angin Menusuk Sukma"
Tebasan demi tebasan di lepaskan oleh Segoro. Setiap tebasan itu sangat cepat bak kilat yang membelah angin.
Berbeda dari sebelumnya, Senopati Arya kali ini benar-benar kewalahan. Tebasan demi tebasan akhirnya bersarang pula di tubuh Senopati Arya. Beberapa luka sayatan akhirnya berhasil memberikan perih dan rasa sakit.
Segoro yang merasa di atas semakin percaya diri. Dia terus memainkan pedangnya melakukan serangan demi serangan.
Segoro tanpa sadar telah membuka celah pertahanan, karena terlalu asik membangun serangan.
Senopati Arya mengubah sedikit kuda-kudanya, sebelum melakukan gerakan sedikit berputar ke samping dan melepaskan tiga tendangan yang mengenai bagian punggung dan pinggang Segoro.
Segora harus puas terjungkal mencium tanah dan merasakan sesak di bagian dadanya.
Satu tendangan cangkul menghantam punggungnya dan menghempaskan tubuh Segoro lebih keras ke tanah.
Segora bahkan memuntahkan darah segar, sangking kerasnya tendangan cangkul yang di lepaskan oleh Senopati Arya.
"Terkadang, kecepatan dan kekuatan bisa membuatmu memenangkan pertarungan, tetapi jika tidak sertai dengan otak dan konsentrasi, maka kau tetap saja akan kalah... " Ucap Senopati Arya.
Segora yang mendengarnya menggeram.
"Jangan terlalu bangga, Arya. Kau hanya sedikit beruntung saja, setelah ini aku yang akan membunuhmu!!!" Segoro menyeringai keras.
Segora kembali bergerak ke depan, lengkap dengan pedangnya yang sudah di alirkan tenaga dalam berjumlah besar.
Senopati Arya mengubah kuda-kudanya dan siap menyongsong serangan yang di lakukan oleh Segoro. Di detik kemudian, serangan demi serangan kembali terjadi. Gelombang kekuatan besar membuat dedaunan terangkat dan terbang ke sembarang tempat.
Senopati Arya masih tetap terlihat tenang. Setiap serangan dan tebasan yang di lakukan oleh Segoro, mampu di halau dengan baik oleh Senopati Arya.
"Tendangan Musim Semi"
Senopati Arya menggenjot tubuh ke udara, memanfaatkan tumpaannya membuatnya mampu melompat tinggi, sebelum satu tendangan keras menghantam bagian batok kepala Segoro.
Sekali lagi, Segoro terhempas ke tanah dan mencium tanah yang kesekian kalinya. Sama seperti sebelumnya tendangan cangkul kembali menghantam tanah lebih keras.
Segoro benar-benar di buat putus asa oleh Senopati Arya. Dia sudah meningkatkan kecepatan serangannya, serta menambah tenaga dalamnya lebih besar, tetapi Senopati Arya masih mampu menghalau semuanya.
"Bagaimana kau bisa sekuat ini? Ah, tidak. Kau tidak lebih kuat dariku, tapi kenapa seranganku selalu berhasil kau halau?" Tanya Segoro yang penasaran.
"Sudah aku katakan, aku bertarung mengandalkan kombinasi otak dan otot, tidak sepertimu yang terlalu mengandalkan otot semata," jawab Senopati Arya.
"Jadi kau menganggapku bodoh?"
Senopati Arya tertawa, "Aku tidak pernah mengatakanmu bodoh, kau sendiri yang mengatakan hal itu bukan?"
Emosi Segoro seketika naik ke atas ubun-ubunnya, dia paling tidak suka jika ada orang lain mengatakannya bodoh.
"Kau memang harus mati, Arya!!!" Teriak Segora.
Segoro langsung melesat dengan dengan cepat, bersama dengan itu hujan serangan kembali menghujani Senopati Arya. Senopati Arya kali ini mengalirkan tenaga dalam pada tumitnya, agar mampu bergerak jauh lebih cepat dari sebelumnya.
Sekali lagi, Segoro di buat sangat terkejut menyadari Senopati Arya masih mampu bergerak lebih cepat dan membuat semua serangannya menjadi sia-sia.
"Kau memang memiliki kemampuan yang jauh di atasku, tetapi ketidakmampuanmu untuk mengontrol emosi dan kekuatan, membuatku mampu mengimbangimu," ucap Senopati Arya.
Senopati Arya menarik pedangnya sedikit ke belakang, sebelum melesat kembali ke depan.
"Sang Angin Merobek Sukma"
Pedang milik Senopati Arya melesat cepat ke arah Segoro. Kecepatan serangan yang di lakukan oleh Senopati Arya kali ini gagal untuk di ikuti oleh mata Segoro.
Bleshh!!!
"Akhhh... " Segoro memekik kesakitan saat pedang milik Senopati Arya bersarang di bagian bahu kanannya.
Segoro memekik memekik sekali lagi saat pedang itu di tarik dengan paksa dan menciptakan pendarahan pada bagian bahu kanannya.
Senopati Arya tidak berhenti di satu serangan saja, dia memutar tubuhnya sedikit dan melepaskan tendangan yang mengenai betis Segoro hingga membuatnya jatuh berlutut.
"Segoro, aku sungguh tidak pernah menduga jika aku akan membunuhmu!!!"
Senopati Arya mengayunkan pedangnya menebas leher Segoro bak memotong tahu.
Segoro tumbang ke tanah dengan bagian kepalanya menggelinding ke tanah.
Sementara itu, Sri Pramudita yang berada di dalam kereta kuda hanya memeluk erat Banyu Aji. Dia sungguh tidak ikhlas jika putra semata wayangnya ini juga ikut gugur.
Sri Pramudita dapat bernafas lega setelah Senopati Arya mengatakan jika dia sudah berhasil mengatasi pemberontakan dari Segoro.
"Gusti, kita akan melanjutkan perjalanan menuju Perguruan Tirta Kencana... " Ucap Senopati Arya.
"Perguruan Tirta Kencana?" Tanya Sri Pramudita.
Sri Pramudita memang tidak tahu kemana arah tujuannya, yang terpenting adalah mereka melarikan diri jauh dari Keraton.
"Benar Gusti, perguruan Tirta Kencana sudah lama menarik diri dari dunia p
ersilatan, mereka tidak akan curiga jika kita bersembunyi di sana... " Jelas Senopati Arya.
8. Banyu Aji10 tahun sudah berlalu pasca pemberontakan yang di lakukan oleh Jaka Waruga dan kelompoknya. Seorang anak manusia berdiri di tengah tanah lapang sedang memainkan pedang kayu sejak pagi tadi.Anak itu berusia 10 tahun, memiliki fisik yang berisi dan rambut yang panjang. Anak itu bernama Banyu Aji, putra dari mendiang Galih Panuraga yang telah tewas dalam pemberontakan yang di lakukan oleh Jaka Waruga."Banyu, kemarilah," seorang laki-laki paruh baya berambut putih memanggil anak itu.Banyu Aji langsung menghentikan kegiatannya dan berlari ke arah laki-laki paruh baya itu."Iya, kek? Ada apa?" Tanya Banyu Aji.Laki-laki paruh baya itu bernama Whira Bumi, Ketua Perguruan Tirta Kencana. Dia adalah orang yang merawat sosok Banyu Aji sejak bayi setelah di titipkan oleh Sri Pramudita.Whira Bumi ingat betul kala itu ketika waktu menjelang malam, satu kereta kencana datang ke perguruannya."Arya, siapa yang kau bawa?" Tanya Whira Bumi.Senopati Arya melompat dari atas kereta kuda
9. Mewarisi Bakat Yang Hebat Whira Bumi mengelus pucuk rambut Banyu Aji. Selama lima tahun terakhir Banyu Aji terus berlatih di bawah bimbingan langsung Whira Bumi.Selama itu pula Banyu Aji terus menunjukkan perkembangan yang pesat. Bahkan, di usia yang baru mencapainya 10 tahun, Banyu Aji sudah menikah fisik yang berisi layaknya anak usia 15 tahun."Kakek, kenapa kau memanggilku tadi?" Tanya Banyu Aji."Kakek hanya ingin kau istirahat, sudah sejak pagi tadi kau berlatih, apa kau tidak merasa letih?" Whira Bumi balik bertanya.Banyu Aji menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Aku tidak merasa letih, aku harus cepat menjadi kuat, agar kakek mau mengajarkanku ilmu yang kakek miliki,"Whira Bumi tersenyum, dia merasa tidak salah mengangkat Banyu Aji menjadi murid dan cucunya. Membesarkan seorang pewaris dari Kerajaan Sungaisari yang saat ini sedang di duduki oleh orang yang serakah adalah sebuah kebanggaan bagi Whira Bumi."Tapi tetap saja kau harus menjaga kesehatanmu itu," ucap Whira
10. Pewaris Pedang Naga IblisPertarungan yang melibatkan Ki Ranang Rupo dan Sayuri Geni itu benar-benar hebat. Bukan hanya menggunakan jurus-jurus tingkat tinggi, tetapi juga dengan Ajian yang meledak-ledak dan hanya beberapa pendekar saja yang memilikinya dan mampu menggunakannya.Beberapa pendekar yang memperhatikan pertarungan dua pendekar sepuh itu sudah kehilangan nyawa dengan mengenaskan."Mau sampai kapan kita terus bertarung, Sayuri? Apa kau ingin lembah ini hancur dan menjadi cekungan raksasa?" Tanya Ki Ranang Rupo.Sayuri Geni tersenyum tipis, dia yang bertindak sebagai seorang Biksu memang paling menghindari pertarungan yang akan mencipta kerusakan dan kehancuran, tetapi kali ini posisinya sedikit berbeda. Jika Pedang Naga Iblis itu jatuh ke tangan yang salah, maka dunia akan dalam kehancuran.Sayuri Geni tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, yaitu memilih bersikap netral sama seperti saat terjadi peperangan antara Galih Panuraga dan Jaka Waruga yang akhirnya di mena
11. Keputusan Perguruan Tirta Kencana Whira Bumi yang melihat kemunculan Naga Iblis Merah itu tertegun. Dia tidak pernah menduga jika dirinya akan menyaksikan di mana ruh Naga Iblis Merah yang bersemayam di sebilah pusaka itu akhirnya bangkit. Tidak ada yang tidak mengetahui tentang kehebatan pusaka itu, Pedang Naga Iblis adalah satu di antara Pusaka Tanpa Tanding yang ada di dunia persilatan. Setiap yang memiliki pusaka itu niscaya akan menjadikan dirinya tanpa tanding dan menguasai dunia persilatan."Rangga, pastikan semua murid yang masuk ke dalam hutan mencari kayu bakar telah kembali, entah kenapa firasatku buruk," perintah Whira Bumi.Rangga mengangguk pelan, tidak ingin menerima perintah dua kali, Rangga bergegas pergi untuk memastikan semua murid telah kembali.Whira Bumi menghela nafas dengan pelan, entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal hatinya."Guru Surya Bumi, apa ini yang kau katakan dahulu, jika gonjang-ganjing dunia persilatan akan terjadi di masa depan," Salah s
12. Tato NagaSetelah mempertimbangkan semuannya secara matang, Banyu Aji akhir memilih untuk kembali menyentuh gagang pedang itu. Berbeda dari sebelumnya, kali ini dia hanya merasakan energi berkumpul besar mengalir ke dalam tubuhnya.Dengan sekuat tenaga, Banyu Aji mencabut pedang itu. Bersamaan dengan itu bumi bergetar hebat. Pedang itu berputar di udara, sebelum masuk ke dalam tubuh Banyu Aji. Bersama dengan itu pula tubuh Banyu Aji terbang dan berputar di atas udara.Tubuh Banyu Aji terasa begitu panas, saat energi api masuk ke dalam tubuhnya. Energi itu seolah mengatur ulang dan membersihkan seluruh organ dalam Banyu Aji, agar mampu menerima energi api yang di berikan oleh Pedang Naga Iblis ini. Aliran darah Banyu Aji menjadi lebih lancar, serta tulang belakangnya menjadi lebih kuat yang akan membuatnya memiliki kekuatan fisik di atas manusia pada umumnya.Proses itu jelas terasa sangat sakit dan menyiksa, Banyu Aji merasakan seluruh tulangnya bak di patah-patahkan, sebelum di
13. Problematika Dunia Persilatan Kedatangan Wakra Buana ke dalam Keraton Kerajaan Sungaisari di sambut hangat oleh Jaka Waruga."Selamat datang di keraton, Ketua. Sudah lama sekali ketua tidak datang berkunjung," sambut Jaka Waruga dengan senyum di wajahnya.Wakra Buana hanya tersenyum, sambutan yang di berikan oleh Jaka Waruga sedikit meredam emosi dan amarahnya. Sambutan yang begitu mewah biasanya hanya di berikan kepada tamu kehormatan keraton.Wakra Buana mengambil posisi duduk di salah satu kursi yang di balut emas itu berhadap-hadapan dengan Jaka Waruga."Ketua, ada keperluan apa ketua datang secara mendadak ke keraton, tidak biasanya," ucap Jaka Waruga."Gusti Prabu tentu sudah tahu maksud kedatanganku kemari mengenai titah dari Gusti... " Wakra Buana tanpa menutupi satu perkara pun menjelaskan jika titah itu sama halnya dengan Jaka Waruga ingin menyingkirkan posisi Kalandia sebagai seorang Mahapatih Agung Keraton Kerajaan Sungaisari.Jaka Waruga yang menderanya menganggukkan
14. Kecurigaan Junggo dan Khawatiran Jaka Waruga Perguruan Tirta Kencana akhirnya benar-benar mendeklarasikan kembalinya mereka ke dunia persilatan. Hal ini membuat nama mereka menjadi bahan perbincangan yang sangat hangat. Apalagi perguruan ini masih berada di bawah kendali Whira Bumi, salah satu pendekar hebat di masanya.Terobosan pertama yang di lakukan oleh Tirta Kencana adalah meringkus para perompak yang berkeliaran di sekitar hutan belantara yang menjadi wilayah berdirinya Perguruan Tirta Kencana, di bawah pimpinan langsung Sejagad Lanang mereka membebaskan banyak penduduk dari perbudakan sindikat penjualan manusia.Dalam waktu singkat, nama Sejagat Lanang dan Tirta Kencana menggaung dan terdengar di telinga masyarakat pada umum. Mereka begitu di puja sebagai pahlawan yang menyelamatkan mereka dari amukan Angkara Murka.Nama Tirta Kencana juga dengan cepat menyeruak masuk ke dalam ruang lingkungan keraton."Perguruan Tirta Kencana? Bukankah mereka sudah tidak ingin bersentuha
15. Perjalanan Di Mulai Perguruan Api Suci adalah salah satunya perguruan silat yang menentang pemerintahan Kerajaan Sungaisari di bawah pimpinan Jaka Waruga. Dengan kekuatan dan pengaruh mereka, membuat perguruan ini sulit untuk di sentuh oleh pihak keraton.Sejak beberapa tahun terakhir, mereka berusaha untuk membangun aliansi dengan mengajak banyak perguruan aliran putih untuk berkerja sama menentang Jaka Waruga, karena sudah terlalu zalim.Wirat Agung bahkan sampai turun langsung agar memastikan aliansi ini terbentuk. Wirat Agung juga tidak lupa menyebar beberapa orangnya untuk mencari tahu keberadaan dari putra semata wayangnya Galih Panuraga yang di yakini masih hidup.Mendengar Perguruan Tirta Kencana kembali ke dunia persilatan, membuat Wirat Agung bergerak cepat berkunjung. Selain itu menjalin silaturahmi, Wirat Agung juga berencana mengajak mereka bergabung untuk sama-sama melawan rezim yang berusaha di bangun oleh Jaka Waruga."Mengenai hal itu, kami tidak terlalu memperha
81. Janayo Yang Tangguh Jurenggo menarik nafas panjang, dia jelas paling menyadari jika pertarungan dengan Janayo akan berjalan alot. Tidak ada jaminan untuk dirinya akan memenangkan pertarungan kali ini.Di tambah lagi, Jurenggo tidak mengetahui sekuat apa kemampuan yang di miliki Janayo saat ini."Sial, aku tidak memiliki gambaran seberapa kuat kemampuan yang di miliki oleh Janayo saat ini," umpat Jurenggo.Janayo tersenyum tipis, dia yang sudah lama menghilang dari dunia persilatan jelas akan membuat lawan tidak mengetahui batasan kekuatan yang di milikinya. Hal ini jelas menjadi suatu keuntungan untuknya di dalam pertarungan hidup mati seperti saat ini.Janayo mengalirkan tenaga dalam ke pedangnya, dalam satu tarikan nafas dia sudah berpindah tempat dan melesatkan serangan pembuka kepala Jurenggo.Jurenggo dengan cekatan menyilangkan pedangnya menangkis setiap serangan yang di buat oleh Janayo. Kecepatan hujan serangan yang di buat oleh Janayo masih mampu untuk di imbangi dan di
80. Jurenggo Vs Yudha Wardhana Banyu Aji langsung bergerak cepat menuju gerbang masuk desa Suba. Dia melompat ke bangunan paling tinggi, berusaha untuk melihat apa yang sebenernya terjadi, sehingga perseteruan antar para pendekar berhenti seketika.Banyu Aji dengan cepat dapat menyimpulkan jika perseteruan itu terhenti karena kedatangan sekelompok pendekar yang menggunakan jubah yang sama."Jubah itu milik Tengkorak Iblis, jadi mereka benar-benar ingin menghapus Harimau Putih dengan menggerakkan para pendekar yang mereka miliki sebanyak ini," gumam Banyu Aji.Banyu Aji memilih untuk menjadi penonton, dia tidak ingin terlibat terlalu dalam pada konflik yang sedang terjadi di bawah sana, tentu karena dia tidak tahu apa yang menjadi penyebab terjadinya pertempuran besar itu.***Yudha Wardhana tersenyum tipis, dia tidak ingin meladeni basa-basi Jurenggo lebih jauh, Yudha Wardhana mengalirkan tenaga dalam ke pedangnya, sebelum berpindah tempat ke hadapan Jurenggo.Tebasan dan tusukan ped
79. Tengkorak Iblis Vs Dunia Persilatan Yudha Wardhana dengan cepat dapat melihat kedatangan kelompok Tengkorak Iblis. Dia tersenyum tipis, sejauh ini rencana mereka berjalan dengan baik. Kedatangan pendekat Tengkorak Iblis sesuai dengan perkiraan, tepat ketika suasana desa Suba sedang sangat kacau.Bersama dengan itu pula, Yudha Wardhana memberikan kode kepada rekannya untuk segera memberitahu anggota yang lain, guna melakukan rencana selajutnya. Yaitu, menyebarkan kepada dunia persilatan jika Tengkorak Iblis menggerakkan banyak pendekar untuk menjarah semua hasil lelang yang di adakan Perguruan Harimau Putih."Gusma, jika semua rencanamu berjalan lancar, maka bersiaplah Tengkorak Iblis akan mengalami masalah besar dan dunia persilatan akan melihat Harimau Putih sebagai perguruan besar," gumam Yudha Wardhana.Sementara itu, di desa Suba pertarungan sudah benar-benar pecah. Jurenggo yang baru tiba di buat naik pitam saat salah satu anggotanya membawa berita jika Gelato yang menjadi u
78. Pertempuran di Desa Suba IV"Mundurlah sedikit, tapi jangan terlalu jauh. Karena akan ada bahaya lain yang mengincar dirimu nanti," ucap Banyu Aji sambil bersiap dengan kuda-kuda tarungnya Banyu Aji menarik pedangnya, bergegas menangkis setiap serangan yang di lakukan oleh Lapan. Banyu Aji bukan hanya bertahan, dia juga berbalik menyerang Lapan, bahkan dalam waktu singkat Banyu Aji mendominasi serangan.Lapan tentu tidak terlalu terkejut, mengingat latar belakang Banyu Aji yang merupakan pendekar Perguruan Tirta Kencana tidak mungkin memiliki kemampuan rendahan.Lapan sejak awal pertarungan di mulai langsung menggunakan kemampuan terbaiknya dan berusaha mengakhiri pertarungan dengan singkat. Namun tampaknya hal itu sulit terjadi, karena Banyu Aji bukanlah lawan yang mudah."Kau membuatku kagum, tidak banyak pendekar muda yang memiliki kemampuan seperti dirimu. Tapi sayang, aku harus menghabisimu hari ini... " Kata Lapan.Banyu Aji tertawa dengan pelan, dia tidak ingin terlalu lam
77. Pertempuran Di Desa Suba IIITubuh Rana Jelina berkeringat dingin dan bergetar dengan hebat. Perkataan dari Lapan terngiang-ngiang di kepalanya. Dia jelas tidak pernah rela jika harus mati, akan tetapi lebih tidak rela lagi harus menyerahkan kehormatannya kepada lelaki jelek seperti Lapan.Rana Jelina menarik pedangnya, sekalipun tangannya gemetar dengan hebatnya."Haha, kau ingin memberikan perlawanan? Percuma saja, karena semua itu akan sia-sia... " Ejek Lapan dengan menjilati bibirnya bersiap menerkam Rana Jelina. Di kepalanya jelas sudah tergambar apa yang akan di lewati bersama Rana Jelina.Tubuh Rana Jelina semakin berkeringat dingin. Rasa takut jelas menyelimuti tubuhnya dan hatinya. Tidak pernah terbayangkan jika dia akan mengalami nasib sesial ini, jika saja dia tahu akan berada di posisi seperti saat ini, mungkin dia tidak akan berpikir untuk datang ke desa Suba atau mungkin pula dia akan meminta beberapa orang tetua yang memiliki kekuatan tinggi untuk menjadi pengawalny
76. Pertempuran di Desa Suba IIIRana Jelina yang baru saja keluar dari penginapan tentu merasa sangat terkejut dengan kejadian di desa Suba. Sungguh dia tidak pernah menduga jika sedang terjadi kericuhan hampir di seluruh desa ini."Tetua, apa yang sedang terjadi di desa ini? Di mana para pendekar Harimau Putih? Kenapa tidak ada yang berusaha melerai pertarungan ini?" Tanya Rana Jelina dengan cemas.Tetua itu sama halnya seperti Rana Jelina. Dia pun merasa cukup terkejut melihat situasi di desa Suba. Bahkan dia menemukan beberapa prajuritnya sedang meregang nyawa dengan mengenaskan. Kondisi desa Suba sudah tidak ubahnya seperti area pertempuran. Bangun-bangunan rumah penduduk sudah jebol dan beberapa pula sudah ambruk. "Pendekar Perguruan Cakra Dewa, sepertinya kalian memiliki barang-barang berharga," kata salah seorang dari pendekar yang menggunakan jubah berwarna hitam itu bercorak kepala gagak itu."Lapan, Tetua tertinggi Perguruan Gagak Hitam. Apa maksud perkataanmu itu!!!" Cer
75.Pertempuran Di Desa Suba IISuasana di seluruh penjuru desa benar-benar kacau. Bau anyir darah dengan cepat memenuhi di seluruh penjuru desa. Hampir di setiap tempat terdengar bunyi dua pedang beradu dan teriakan atau jeritan kesakitan dan kematian yang menyayat hati.Desa Suba yang sebelumnya sangat nyaman, sekarang tidak ubahnya lautan mayat manusia yang terus-menerus melakukan pertarungan, sampai mereka mendapatkan apa yang menjadi incarannya itu."Jurang Neraka akan selalu mengingat apa yang sudah kau lakukan Prayogo. Perguruan Bukit Bintang akan merasakan akibat dari kesombonganmu ini," kata Jenata yang murka, karena setengah murid yang di bawahnya meregang nyawa. Yups, mereka semua tewas dalam pertarungan dengan kelompok Prayogo. Satu yang menjadi kesalahan dari Jenata, dia terlalu percaya diri dengan pasukan yang di bawahnya dan nama besar Jurang Neraka sudah lebih dari cukup untuk membungkam banyak lawannya."Aku tidak terlalu peduli, Jenata. Apa kau pikir Jurang Neraka aka
74. Pertempuran Di Desa Suba "Gusma, jika rencana yang kau susun ini berhasil maka Perguruan Tengkorak Iblis akan mendapatkan banyak tamu penting yang mengetuk perguruan mereka setelah ini bukan?" Kata Jaya Wardhana bernada tanya kepada pemuda itu."Benar, Ketua. Para pendekar Tengkorak Iblis sangat terkenal serakah dan arogan, mereka yang berada di bawah lindungan keraton jelas merasa tinggi. Sampai lupa jika keraton bukan ancaman bagi perguruan-perguruan besar persilatan ini," jawab Gusma, tanpa melepas senyum di wajahnya.Gusma Wardhana adalah salah seorang tetua termuda yang di miliki oleh Perguruan Harimau Putih. Namanya mungkin tidak seterkenal Yudha Wardhana di dunia persilatan, karena memang kemampuan utamanya bukan terletak pada ilmu kanuragan dan silatnya, akan tetapi pada kemampuannya dalam meramu siasat, taktik dan strategi untuk menaklukkan lawannya, tanpa harus menguras stamina dan tenaga dalam yang besar.Berkembangnya Perguruan Harimau Putih tentu berkat andil dari Gu
73. Rencana Perguruan Harimau Putih Banyu Aji yang masih berada di desa suba tentu melihat pertarungan antara Ki Ciung Alam dengan Gelato.Dari percakapan keduanya, Banyu Aji dapat menarik kesimpulannya jika Ki Ciung Alam dan Perguruan Pedang Tunggal menaruh rasa benci kepada pemerintahan keraton saat ini. Akan tetapi, dia tentu tidak ingin terlalu cepat menarik kesimpulan karena jika melakukan kesalahan fatal maka semua rencana yang di susunnya akan menjadi sia-sia."Perguruan Pedang Tunggal, sepertinya aku harus berkunjung ke sana. Barulah bisa ku putuskan apakah mereka bisa menjadi sekutu atau tidak nantinya," guman Banyu Aji.Banyu Aji turut menyaksikan pertarungan antara Gelato dan Ki Ciung Alam, dalam beberapa kali pertukaran jurus saja Banyu Aji sudah dapat menebak jika Ki Ciung Alam menang dalam segala hal, akan tetapi lebih kepada menahan diri agar tidak terlalu menarik perhatian para pendekar lainnya.Benar saja, pertarungan di antara mereka di menangkan dengan mudah oleh K