Tuan Nelson tersenyum puas memandang lembaran kertas yang ia pegang. Ternyata tidak sesulit yang ia pikirkan, walau terjadi sedikit perselisihan yang terjadi. Ia hanya menghabiskan waktu selama 5 hari untuk menyelesaikan semua urusannya. Pertemuan untuk melakukan kerja sama dengan beberapa petani dan peternak juga berjalan sangat lancar. Tuan Nelson bersyukur akan hal itu. Ia lalu menyimpan semua berkas kembali dalam koper dan menyimpan koper di tempat yang aman. Mungkin kedepannya ia akan mencoba untuk bekerja sama dengan beberapa toko yang ada di Coilleach.
Hari mulai siang, matahari masih memancarkan cahayanya dengan terang. Tuan Nelson beranjak pergi keluar dari tempat penginapan yang ia sewa. Di tangannya terdapat selembar kertas. Ia membaca tulisan yang berada di kertas tersebut lalu memandang papan petunjuk yang berada di depan penginapan.
"Ternyata toko roti waktu itu merupakan toko roti yang Gardenia bicarakan. Pantas saja roti itu menjadi rekomendasi, krim kejunya sangat enak. Sepertinya aku akan pergi untuk membeli oleh-oleh terlebih dahulu lalu menyantap satu piring steak untuk makan siang," ucap Tuan Nelson sambil berjalan pergi menuju toko roti yang ia tuju.
Udara mulai terasa panas, tetapi itu tidak membuat suasana menjadi sepi. Warga desa maupun pendatang banyak yang berlalu lalang. Sampai di toko roti yang ia tuju, Tuan Nelson mendorong pintu toko roti itu pelan. Pelayan yang mendengar bunyi lonceng dari pintu segera mendekati Tuan Nelson dan tersenyum ramah.
"Selamat siang, Tuan. Selamat datang di Coilleach Pistrinum. Apakah ada yang bisa saya bantu, Tuan?"
Tuan Nelson balas tersenyum ramah. "Aku ingin membeli krim keju, apakah bisa?"
"Tentu saja, Tuan. Kami mempunyai beberapa jenis krim keju. Silakan duduk terlebih dahulu, Tuan. Saya akan membawakan buku menu untuk mempermudah Anda memilih krim keju yang anda inginkan."
"Terima kasih."
Tuan Nelson kembali duduk di tempat duduk yang berada dekat jendela. Ia memperhatikan orang-orang yang sedang makan di dalam toko roti itu. Di tempat duduk yang berada di depannya terlihat satu keluarga yang sedang menikmati roti berukuran besar dengan berbagai macam isian di atasnya sambil bersenda gurau. Tanpa sadar hal itu membuat Tuan Nelson tersenyum kecil.
"Maaf membuat Anda menunggu, Tuan," ucap pelayan toko yang membuat Tuan Nelson sedikit terkejut. Pelayan itu lalu meletakan buku menu di atas meja dan membukakan buku menu pada bagian menu krim keju.
"Kami mempunyai berbagai macam krim keju yang kami produksi sendiri, Tuan. Untuk bahan dasar pembuatannya kami menggunakan susu sapi, susu domba, kacang kedelai dan juga santan kelapa," ucap pelayan toko menjelaskan berbagai macam bahan dasar yang mereka gunakan dalam mengolah krim keju di toko roti itu.
"Kami juga mempunyai krim keju yang di dalamnya terdapat potongan kacang dan juga buah segar. Selain itu ada juga krim keju yang mempunyai rasa, seperti rasa rempah-rempahan, buah, kacang dan coklat," ucap pelayan toko menambah penjelasannya.
Tuan Nelson membaca sebentar menu yang sudah di jelaskan oleh pelayan toko dan memilih krim keju apa saja yang akan ia beli. Dalam buku menu juga terdapat ukuran krim keju yang diinginkan.
"Aku ingin tiga cup medium keempat jenis krim keju dari bahan dasar yang kau sebutkan tadi, satu cup medium krim keju dengan rempah dan dua cup medium krim keju dengan potongan kacang dan buah."
"Baik, Tuan. Dimohon untuk tunggu sebentar, saya akan menyiapkan pesanan Anda."
15 menit berlalu, Tuan Nelson sudah mendapatkan krim keju yang ia pesan dan beranjak pergi setelah membayar. Sekarang tujuannya ialah toko cokelat Choco Coilleach dan membeli beberapa kotak cokelat dan bubuk cokelat. Sepanjang perjalanannya, Tuan Nelson mendengar banyak pelayan toko yang menawarkan makanan maupun minuman gratis untuk dicicipi. Sepertinya hal itu juga dilakukan oleh toko cokelat yang ia tuju.
"Tuan dan Nyonya ayo kemari dan cicipi sepotong cokelat nikmat dari toko kami. Kami juga mempunyai harga spesial khusus untuk hari ini. Anda bisa mendapatkan 4 kotak coklat pilihan Anda hanya dengan membayar 150 euro."
Pelayan itu terus mengulang ucapannya sambil menawarkan coklat yang tersusun rapi di atas nampan yang ia pegang. Tuan Nelson melewati kerumunan dan memilih untuk segera memasuki toko cokelat dan mendapatkan cokelat yang akan ia bawa pulang.
.
.
.
Hari sudah semakin sore, saatnya untuk kembali beristirahat setelah berkeliling. Tuan Nelson sudah membeli semua hal yang akan ia bawa pulang besok pagi, termasuk beberapa hal tambahan. ia meletakkan semua barang yang ia beli di samping tempat tidur lalu mulai merapikan koper yang ia bawa. Setelah semua selesai, Tuan Nelson membaringkan dirinya ke atas tempat tidur dan terlelap menuju alam mimpi.
Cahaya matahari masih belum menampakkan diri, tetapi Tuan Nelson yang dibantu oleh kusirnya membawa koper dan juga kantung belanja Tuan Nelson ke dalam kereta kuda. Pagi ini terasa lebih dingin dibanding pagi-pagi sebelumnya, mungkin dikarenakan cahaya matahari yang belum menampakkan dirinya.
"Tuan, semua barang Anda sudah berada di dalam kereta. Apakah Anda ingin berangkat sekarang?"
"Ya, aku ingin segera pulang."
"Baik, Tuan."
Kereta kuda yang Tuan Nelson gunakan mulai pergi meninggalkan penginapan yang telah ia sewa. Perjalanan dari Coilleach menuju Auristela memakan waktu setidaknya 10 hingga 12 jam dan hanya melewati hutan. Sesekali mereka akan berhenti untuk mengisi tenaga. Seperti saat ini, Tuan Nelson dan juga kusirnya sedang berhenti untuk makan. Tuan Nelson yang sudah selesai memakan makananya meminta sang kusir untuk menunggunya, ia ingin berjalan-jalan sebentar di dalam hutan.
Hutan yang Tuan Nelson masuki terasa lebih sejuk. Ia terus memperhatikan isi hutan yang ia lewati. Banyak tumbuhan dan hewan yang jarang ia lihat berada di hutan itu. Tuan Nelson masuk semakin dalam, terdengar suara gemericik air dari arah depan. Ia melangkahkan kakinya untuk menuju suara tersebut. Di sana Tuan Nelson melihat pemandangan yang sangat indah, terdapat sebuah sungai yang di sekitarnya ditumbuhi rumput hijau. Terdapat dua ekor rusa yang sedang minum di sungai itu.
Mengalihkan pandangannya, Tuan Nelson terkejut dengan apa yang ia lihat, di antara semak-semak yang tumbuh di dekat pohon ia melihat bunga anggrek hitam yang sangat langka melekat pada sebuah batang bawah pohon yang terlihat tua. Tanpa sadar Tuan Nelson melangkahkan kakinya menuju bunga tersebut dan berjongkok untuk melihat bunga itu. Dipegangnya kelopak bunga yang sehitam langit di malam hari, dengan hati-hati Tuan Nelson mencabut bunga anggrek tersebut.
Saat akan berdiri sebuah tangan menggenggam erat tangan Tuan Nelson yang membawa bunga anggrek hitam. Membuat Tuan Nelson terkejut dan memandang sosok itu. Dilihatnya seorang laki-laki berambut merah menggunakan topeng yang menutupi setengah bagian dari wajahnya. Iris violet laki-laki itu memandang Tuan Nelson dengan sorot mata yang marah.
"Apa yang Anda lakukan, Tuan?"
Terdengar suara derap langkah kaki kuda yang sedang berlari kencang diiringi suara derit roda dari kereta kuda yang mulai memasuki halaman rumah Keluarga Nelson. Di dalam rumah, para pelayan sibuk membersihkan rumah. Beberapa pelayan yang bertugas merawat serta membersihkan tanaman yang berada di halaman depan dan beberapa pelayan yang sedang membersihkan jendela dari dalam rumah memperhatikan kereta kuda yang memasuki rumah Keluarga Nelson. Kereta kuda itu berhenti tepat di depan pintu depan rumah. Sang kusir segera turun dari kursi pengendaranya, beberapa orang pelayan yang memperhatikan kedatangan kereta kuda itu membantu sang kusir untuk membawa koper Tuan Nelson. Wajah sang kusir terlihat tegang dan takut, tetapi para pelayan yang melihat bagaimana raut wajah sang kusir enggan untuk menanyakan apa yang telah terjadi. Terlebih tidak adanya keberadaan Tuan Nelson di dalam kereta kuda. Di sebuah ruangan berukuran besar, Nyonya Nelson duduk d
Bulan menghiasi langit malam yang gelap, ditemani banyak bintang di sekitarnya. Cahayanya menerangi jalan di tengah hutan yang mereka lewati. Gardenia menatap bulan yang berukuran lebih besar dibanding biasanya dari balik kaca kereta kuda. Ia merapatkan matel bulu yang ia gunakan. Udara terasa lebih dingin, terlebih mereka sedang berada di jalan yang terletak di tengah hutan. Sesekali ia melirik Wilfred yang sedang memandang surat yang dikirimkan oleh Duke Forsythia dan menghela nafas. Wilfred mengalihkan pandangannya dari surat yang ia baca. Ia menatap Gardenia yang duduk di depannya. "Apa masih terasa dingin?" tanya Wilfred. Gardenia menatap Wilfred sekilas dan menganggukkan kepalanya pelan. Wilfred yang melihat Gardenia menganggukkan kepalanya pelan segera melepas mantel yang ia gunakan. "Kau
Posisi mereka masih sama, hanya saja di atas meja sekarang tersaji teh hangat dan kue kering. Wilfred dengan santai memakan kue kering yang tersusun rapi di atas piring. Ia menunggu Duke Forsythia untuk memulai pembicaraan. Gardenia memperhatikan dua laki-laki yang berada di sekitarnya, Duke Forsythia yang sedang meminum teh hangat dan Wilfred yang memakan kue kering. Sejujurnya ia juga ingin mencicipi teh hangat serta kue kering yang berada di depannya, tetapi mengingat tujuan mereka untuk membahas sesuatu, Gardenia menahan keinginannya. "Maaf… apa kita bisa mulai untuk membahas surat yang Anda kirim, Duke Forsythia?" ucap Gardenia.
Cahaya matahari mulai mengintip dari arah timur. Burung-burung mulai beterbangan di langit yang masih terlihat agak gelap. Terlihat seekor kelinci putih dengan sedikit warna cokelat pada telinga kirinya sedang memakan wortel di atas meja pada sebuah gazebo. Duke Forsythia yang sedang memberi makan kelinci itu tersenyum kecil.Wilfred yang duduk di kursi sisi lain masih memperhatikan Duke Forsythia. Ia sering berkunjung ke mansion Duke Forsythia, jadi bukan hal aneh jika di pagi hari ia melihat Duke Forsythia memberi makan kelinci. Terlebih biasanya laki-laki itu juga akan menyiapkan beberapa jenis kacang atau buah untuk seekor tupai, tetapi
Gardenia masih menatap ke arah pintu gerbang yang terbuka. Ia menghela nafas pelan. Sepertinya hari ini akan menjadi awal hari yang benar-benar berbeda. "Halo, salam kenal. Aku Lillian Alcott. Aku dengar kau akan menjadi pengganti Bibi Isabella sebagai pelayan pribadi Duke Forsythia. Apakah itu benar?" ucap seorang pelayan perempuan yang berada di dekat Gardenia. Gardenia menatap sedikit bingung pelayan perempuan yang ada di depannya. Pelayan itu sepertinya seusia dia, rambutnya berwarna hitam dengan iris mata berwarna cokelat. "Ah, benar. Saya Gardenia Nelson, pelayan pribadi Duke Forsythia yang baru." Pelayan perempuan itu terlihat
Kereta kuda yang membawa pulang Tuan Nelson sudah memasuki halaman depan kediaman Keluarga Nelson. Nyonya Nelson dan Loreen terlihat sudah berdiri di depan pintu masuk. Tuan Nelson tersenyum kecil saat kakinya memijak teras depan rumahnya. Di belakangnya terlihat Wilfred dengan raut wajah yang datar turun dari kereta kuda."Selamat datang kembali, suamiku."Nyonya Nelson segera memeluk Tuan Nelson setelah ia menyambut kepulangan suaminya dengan hangat. Loreen tersenyum senang melihat ayah tirinya sudah pulang."Selamat datang, ayah," ucap Loreen dengan suara lembut.Wilfred yang melihat hal itu dari belakang Tuan Nelson menghela nafas pelan. Ia segera mengambil kopernya dan berjalan memasuki rumah. Loreen yang melihat kepergian Wilfred menggenggam tangan laki-laki itu, membuat langkah Wilfred terhenti.
Gardenia berjalan dengan riang menuju dapur. Ia menyapa dengan ramah setiap pelayan yang ia temui di lorong. Pekerjaannya menjadi pelayan pribadi ternyata tidak terlalu merepotkan seperti yang ia bayangkan. Duke bukan orang yang banyak protes, hanya saja jika sesuatu tidak berjalan sesuai penjelasan yang telah ia jabarkan, perkataan Duke akan sangat mengerikan, itu yang dikatakan oleh para pelayan. Gardenia masih belum melihat sisi mengerikan Duke seperti yang pelayan lain katakan walau ia sudah menjadi pelayan Duke selama seminggu. Bahkan saat ia menyajikan teh yang berbeda, Duke hanya menatapnya meminta penjelasan dan akan mengangguk pelan setelah ia menjelaskan mengapa teh yang disajikan berbeda. "Gardenia!" Gardenia menghentikan langkahnya saat ia mendengar suara seseorang memanggil namanya. Di ujung lorong menuju taman ia melihat Lillian yang berja
Laki-laki itu menghela nafas pelan, ia lalu memijat keningnya dengan pelan. Tumpukan kertas yang tidak ada habisnya membuat kepalanya terasa sedikit pusing. Melirik cangkir teh yang berada di pojok meja dan kembali menghela nafas."Sepertinya aku perlu beristirahat terlebih dahulu. Berjalan-jalan sebentar sepertinya bukan ide yang buruk."Laki-laki berambut merah sebahu itu segera merapikan tumpukan kertas di atas meja. Ia meletakan tumpukan kertas yang sudah ia baca ke atas meja lain agar tidak tercampur dan membuatnya mengulang pekerjaan membaca tumpukan kertas itu untuk kedua kalinya. Selain itu, ia juga meletakkan kertas bertuliskan 'sudah selesai' di atas tumpukan kertas itu.Merasa meja kerjanya sudah lumayan rapi, walau masih terdapat banyak tumpukan kertas, ia segera keluar dari ruang kerjanya. Di depan pintu seorang laki-laki yang mempunyai warn
Lillian merasa bingung apa yang harus ia lakukan. Dua puluh satu tahun ia hidup, ia tidak pernah membayangkan bisa berada di satu tempat sempit yang sangat berdekatan dengan seorang bangsawan tingkat tinggi, terlebih bangsawan itu merupakan tuannya. Lillian hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu merasa takut atau gugup saat ini, bahkan kedua tangannya saling menggenggam erat.Gardenia yang duduk di samping Lillian ingin tertawa, tetapi ia juga merasa kasihan dengan gadis itu. Ia sedikit paham perasaan yang Lillian rasakan, walau ia tidak mengerti sepenuhnya karena ia sering bertemu bangsawan tingkat atas lainnya saat di pesta atau hanya kunjungan minum teh antar bangsawan. Dengan lembut ia menggenggam tangan Lillian, membuat gadis itu menatapnya bingung. Gardenia hanya tersenyum kecil tanpa mengatakan apapun.Wilfred yang berada di tempat yang sama hanya memperhatikan apa yang dilakukan ole
Tidak ada yang berbicara setelah semua selesai menyantap makan siang, bahkan setelah Gardenia selesai membersihkan peralatan makan yang telah selesai mereka digunakan. Wilfred dan Cain hanya saling pandang, tidak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan. Merasa tidak ada hal yang diperlukan ketiga laki-laki itu, Gardenia mendorong troli makanan menuju pintu keluar."Aku belum memberimu ijin untuk keluar, Gardenia."Langkah kaki Gardenia terhenti saat suara Duke memasuki indera pendengarannya. Ia menatap bingung Duke yang sekarang menatapnya. Laki-laki itu tidak mengatakan hal apapun dan hanya menatapnya saja."Maaf, saya hanya ingin mengembalikan peralatan makan yang sudah kotor in
Ia berjalan mendekati Lillian yang sedang sibuk menata kukis ke dalam stoples berukuran sedang. Gardenia hanya mengamati apa yang sedang Lillian lakukan, tidak ada niat untuk memulai percakapan hingga Lillian selesai menata kue di dalam stoples pertama. Lillian yang sedang fokus pada pekerjaannya tidak menyadari kehadiran Gardenia yang berada di belakang dirinya dan sedang memperhatikan apa yang ia lakukan. Selesai menata dengan rapi dan terlihat cantik, Lillian bermaksud untuk meletakkan nampan yang ia gunakan untuk memanggang kue ke tempat pencucian. Saat membalikkan badan Lillian terkejut dengan keberadaan Gardenia yang sekarang berada di depannya."Astaga, sejak kapan kau ada di sini, Gardenia? Kau membuatku terkejut.""Tidak lama. Maaf membuatmu terkejut, Lillian. Aku hanya menunggumu selesai menata semua kukis.""Kau bisa menyapaku, kau tahu. Tungg
Gardenia memperhatikan tetesan air yang masih setia membasahi halaman mansion Duke Forsythia dan wilayah sekitarnya. Ia ingin hujan segera berakhir agar ia bisa pergi ke Coilleach bersama Lillian lalu memberi beberapa batang cokelat, Gardenia jadi ingin makan cokelat. Gardenia sedikit terkejut saat merasakan seseorang menepuk pundaknya dengan pelan. Dengan segera ia mengalihkan pandangannya dari halaman ke arah seseorang yang tadi menepuk pundaknya. Ia melihat Duke yang berdiri di belakangnya dengan senyum kecil menghiasi wajah laki-laki itu."Maaf membuatmu terkejut," ucap Duke."Tidak apa, Duke Forsythia. Apa
Hujan deras yang turun sejak malam masih bertahan hingga saat ini. Gardenia menghela nafas pelan sambil menatap tetesan air yang membasahi halaman dari balik jendela. Dilihatnya jam saku yang ia pegang, pukul 9 lewat 15 menit pagi. Hari ini seharusnya ia pergi bersama Lillian untuk membeli keperluan dapur ke kota Coilleach dan sebenarnya mereka mempunyai rencana untuk membeli beberapa cokelat nantinya, tetapi karena hujan yang belum berhenti mereka terpaksa membatalkan janji tersebut.Kembali menghela nafas, Gardenia mengalihkan pandangannya pada tiga orang laki-laki yang sedang duduk di sofa yang berada di tengah ruangan. Duke Forsythia, Cain dan Wilfred terlihat sedang serius membahas sesuatu. Sejujurnya Gardenia merasa kurang nyaman sendirian berada di dekat ketiga orang itu. Biasanya ia akan bersama Lillian, tetapi gadis itu saat ini diminta untuk membant
Seperti hari-hari sebelumnya, hari ini Lillian kembali mengajak Gardenia untuk melakukan sesuatu. Berkat bujukan Lillian dan izin yang diberikan oleh Bibi Isabella sekarang mereka berada di kebun belakang yang berada di dekat dapur. Gardenia tidak pernah menyangka di dalam mansion mewah Duke Forsythia terdapat kebun sayur dan buah yang cukup luas yang tersembunyi di balik taman belakang. Terdapat tanaman mawar yang tumbuh subur sebagai pemisah antara taman dan kebun."Ini kebun yang dibuat oleh kepala dapur atas izin Duke. Mereka bilang berkebun bisa mengurangi stress mereka."Gardenia menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Lillian. Ia kembali memperhatikan kebun itu, terdapat beberapa sayur yang sudah siap panen dan terlihat
Laki-laki itu menghela nafas pelan, ia lalu memijat keningnya dengan pelan. Tumpukan kertas yang tidak ada habisnya membuat kepalanya terasa sedikit pusing. Melirik cangkir teh yang berada di pojok meja dan kembali menghela nafas."Sepertinya aku perlu beristirahat terlebih dahulu. Berjalan-jalan sebentar sepertinya bukan ide yang buruk."Laki-laki berambut merah sebahu itu segera merapikan tumpukan kertas di atas meja. Ia meletakan tumpukan kertas yang sudah ia baca ke atas meja lain agar tidak tercampur dan membuatnya mengulang pekerjaan membaca tumpukan kertas itu untuk kedua kalinya. Selain itu, ia juga meletakkan kertas bertuliskan 'sudah selesai' di atas tumpukan kertas itu.Merasa meja kerjanya sudah lumayan rapi, walau masih terdapat banyak tumpukan kertas, ia segera keluar dari ruang kerjanya. Di depan pintu seorang laki-laki yang mempunyai warn
Gardenia berjalan dengan riang menuju dapur. Ia menyapa dengan ramah setiap pelayan yang ia temui di lorong. Pekerjaannya menjadi pelayan pribadi ternyata tidak terlalu merepotkan seperti yang ia bayangkan. Duke bukan orang yang banyak protes, hanya saja jika sesuatu tidak berjalan sesuai penjelasan yang telah ia jabarkan, perkataan Duke akan sangat mengerikan, itu yang dikatakan oleh para pelayan. Gardenia masih belum melihat sisi mengerikan Duke seperti yang pelayan lain katakan walau ia sudah menjadi pelayan Duke selama seminggu. Bahkan saat ia menyajikan teh yang berbeda, Duke hanya menatapnya meminta penjelasan dan akan mengangguk pelan setelah ia menjelaskan mengapa teh yang disajikan berbeda. "Gardenia!" Gardenia menghentikan langkahnya saat ia mendengar suara seseorang memanggil namanya. Di ujung lorong menuju taman ia melihat Lillian yang berja
Kereta kuda yang membawa pulang Tuan Nelson sudah memasuki halaman depan kediaman Keluarga Nelson. Nyonya Nelson dan Loreen terlihat sudah berdiri di depan pintu masuk. Tuan Nelson tersenyum kecil saat kakinya memijak teras depan rumahnya. Di belakangnya terlihat Wilfred dengan raut wajah yang datar turun dari kereta kuda."Selamat datang kembali, suamiku."Nyonya Nelson segera memeluk Tuan Nelson setelah ia menyambut kepulangan suaminya dengan hangat. Loreen tersenyum senang melihat ayah tirinya sudah pulang."Selamat datang, ayah," ucap Loreen dengan suara lembut.Wilfred yang melihat hal itu dari belakang Tuan Nelson menghela nafas pelan. Ia segera mengambil kopernya dan berjalan memasuki rumah. Loreen yang melihat kepergian Wilfred menggenggam tangan laki-laki itu, membuat langkah Wilfred terhenti.