Kereta kuda yang akan membawa Tuan Nelson ke Coilleach mulai berangkat dan disaksikan oleh seluruh anggota Keluarga Nelson. Nyonya Nelson kembali berdiri di samping putrinya, Loreen dan kembali menatap kereta kuda yang membawa Tuan Nelson. Kereta itu sudah berada di luar pagar kediaman Keluarga Nelson.
Wilfred menatap Gardenia yang masih memperhatikan kereta kuda yang membawa ayah mereka. Ia menepuk pelan pucuk kepala Gardenia hingga membuat gadis itu sedikit kaget dan menatapnya.
"Mau berlatih bersama?"
Gardenia berpikir sebentar, menimbang apakah ia akan menerima ajakan Wilfred atau mengajak kakaknya itu untuk melakukan hal lain. Setelah menentukan apa yang akan ia lakukan, Gardenia menatap Wilfred dan menganggukan kepalanya pelan.
Loreen yang melihat kejadian itu dengan perlahan mendekati mereka. "Apa … aku boleh ikut bergabung?" tanyanya pelan.
Loreen ingin sekali bisa dekat dengan mereka berdua, terutama Gardenia. Tetapi ia tahu itu akan sulit, terlebih bagaimana ia dan ibunya menjadi bagian dari Keluarga Nelson. Yang bisa ia lakukan hanya mencoba untuk berada di sekitar mereka tanpa membuat mereka merasa tidak nyaman.
Gardenia dan Wilfred menatap Loreen sebentar lalu saling menatap kembali. "Apa kau pernah menggunakan pedang?" tanya Wilfred.
"Jika Kak Loreen tidak pernah menggunakan pedang lebih baik tidak usah," ucap Gardenia lalu beranjak pergi. "Tetapi jika kakak tetap ingin ikut, aku tidak masalah, tetapi kau tau sendiri akan bagaimana," ucapnya kembali sebelum pergi meninggalkan Wilfred dan Loreen berdua.
Loreen yang mendengar ucapan Gardenia tersenyum senang. Sudah lama ia ingin belajar menggunakan pedang hanya saja ibunya selalu melarang dengan alasan wanita tidak boleh melakukannya. Mungkin ini salah satu kesempatan Loreen. Selain ia bisa mewujudkan keinginannya, ia juga bisa mendekati Gardenia.
Wilfred tersenyum kecil. Walau ia kurang menyukai anggota keluarga baru mereka seperti Gardenia, ia tetap berharap Loreen bisa menjadi teman Gardenia. "Karena Gardenia tidak keberatan, kau boleh ikut. Lebih baik kau mengganti gaunmu, karena itu akan membuatmu susah untuk bergerak. Kalau begitu aku pergi dulu. Kau bisa menemui kami di tempat latihan setelah mengganti pakaianmu."
Loreen menganggukkan kepalanya pelan sebelum kepergian Wilfred. Senyumnya semakin lebar. Ia ingin segera kembali ke kamar untuk mengganti pakaian jika saja ibunya tidak menggenggam tangannya.
"Kau ingin kemana, Loreen?"
.
.
.
Matahari sudah berada tepat di atas kepala, membuat suhu udara terasa semakin panas. Suhu panas dan teriknya matahari tidak membuat Gardenia menyerah, ia masih dengan semangat mengayunkan pedang kayunya ke arah Wilfred yang bisa dengan mudah menangkis dan menghindarinya.
"Apa hanya segini kemampuanmu, Gardenia? Aku rasa kau baru sebulan tidak berlatih pedang bersamaku," ucap Wilfred sambil mengayunkan pedang kayunya untuk menyerang Gardenia.
Gardenia menatap Wilfred kesal. Ia semakin mempercepat langkah dan memperkuat ayunan pedang kayunya. Apa yang dilakukan Gardenia membuat Wilfred tersenyum kecil.
"Jangan meremehkanku, Kak Wilfred. Tadi itu hanya permulaan."
Gerakan Gardenia semakin cepat dan kuat, tetapi itu masih tidak bisa untuk mengalahkan Wilfred. Senyum Wilfred semakin lebar, ia mulai ikut mempercepat serangan balik ke Gardenia hingga pedang kayu yang Gardenia gunakan terlempar hingga ujung tempat latihan. Gardenia menatap Wilfred yang tersenyum lebar dengan kesal. Nafasnya memburu cepat.
Wilfred menggerakkan tangannya memberikan isyarat agar mereka beristirahat terlebih dahulu. Gardenia mengangguk pelan lalu mengikuti Wilfred untuk duduk di bawah pohon. Ia mengambil botol air berwarna putih dan segera meminumnya. Wilfred tertawa pelan melihat apa yang Gardenia lakukan. Laki-laki itu meletakan terlebih dahulu pedang kayu yang masih ia genggam lalu meminum air dari botol air berwarna hitam.
"Aku merasa hidup kembali," ucap Gardenia setelah selesai meminum airnya.
Di lorong menuju rumah terlihat Loreen yang lari terburu-buru sambil membawa botol air berwarna merah muda. Ia berhenti sejenak untuk mengatur nafas dan mencari keberadaan Gardenia dan Wilfred. Saat penglihatannya menangkap dua sosok yang ia cari, Loreen segera berlari ke arah mereka.
"Maaf membuat kalian menunggu," ucap Loreen saat sudah berada di depan Gardenia dan Wilfred.
"Tidak apa. Aku yakin sangat sulit untuk meyakinkan ibumu itu, bukan?" tanya Wilfred. Tangannya mengisyaratkan agar Loreen duduk terlebih dahulu untuk mengatur nafasnya.
"Begitulah."
"Karena Loreen sudah datang, aku akan mengajarkan cara memegang pedang dengan benar dan cara mengayunkannya. Kau tidak keberatan bukan, Gardenia?"
.
.
.
Coilleach di malam hari terlihat sangat ramai saat kereta kuda yang Tuan Nelson gunakan memasuki desa tersebut. Tuan Nelson memandangi bangunan yang terbuat dari kayu dengan bentuk yang berbeda-beda melalui jendela kaca di pintu kereta kudanya.
Sampai di penginapan yang sudah ia pesan, Tuan Nelson yang dibantu oleh sang kusir untuk membawakan kopernya segera memasuki penginapan tersebut. Di dalam kamar Tuan Nelson terlebih dahulu menyiapkan berkas untuk keperluannya besok pagi sebelum merebahkan diri di atas kasur dan menuju alam mimpi.
Malam yang dingin telah berlalu, cahaya matahari mulai menampakan dirinya dari arah timur. Tuan Nelson yang sudah rapi melangkahkan kakinya untuk berjalan-jalan pagi melihat desa Coilleach. Bau roti panggang yang baru keluar dari oven serta coklat panas menguar dari salah satu toko roti yang ia lewati. Tuan Nelson dengan senang hati melangkahkan kakinya menuju toko roti tersebut untuk sarapan pagi.
Memasuki toko roti tersebut, Tuan Nelson dapat mencium wangi roti panggang dan coklat panas yang semakin pekat. Mendengar suara lonceng yang akan berbunyi saat seseorang memasuki toko roti itu, seorang pelayan segera menghampiri Tuan Nelson dan tersenyum ramah.
"Selamat pagi, Tuan. Selamat datang di Coilleach Pistrinum. Apakah ada yang bisa saya bantu, Tuan?"
"Apakah aku bisa sarapan di sini?"
"Tentu saja, Tuan. Silakan duduk terlebih dahulu, saya akan mengambilkan buku menu untuk Anda."
Tuan Nelson segera mengambil tempat duduk yang berada dekat jendela besar yang menampilkan pemandangan jalan desa Coilleach. Pelayan yang sebelumnya menyapa Tuan Nelson kembali mendekatinya. Di tangan pelayan itu terdapat buku menu yang ia bawa. Kembali menyapa Tuan Nelson ramah, ia meletakan buku menu di atas meja.
Tuan Nelson membaca daftar menu yang untuk sarapan. Terdapat banyak jenis roti dan juga minuman hangat sebagai teman untuk menyantap roti. Merasa bingung, Tuan Nelson menatap pelayan yang masih tersenyum ramah berdiri di sampingnya.
"Apa kau punya menu rekomendasi?"
"Tentu, Tuan. Kami mempunyai beberapa menu rekomendasi, yaitu cheese bun with choco syrup, mixed berry tea dan hot choco hazelnut almond with marshmallow."
"Tolong satu porsi cheese bun with choco syrup dan mixed berry tea. Dan dua hot choco hazelnut almond with marshmallow untuk dibawa pulang."
"Baik, Tuan. Mohon untuk tunggu sebentar. Untuk hot choco hazelnut almond with marshmallow akan dibuatkan saat anda akan selesai sarapan."
Pelayan itu segera pergi untuk menyiapkan pesanan Tuan Nelson. Tuan Nelson memandang pemandangan di luar toko roti, terlihat mulai banyaknya orang yang berjalan-jalan untuk sarapan atau hanya menikmati sejuknya udara desa Coilleach di pagi hari. Roti panggang dan teh panas untuk sarapan sepertinya tidak buruk untuk dicoba.
Tuan Nelson tersenyum puas memandang lembaran kertas yang ia pegang. Ternyata tidak sesulit yang ia pikirkan, walau terjadi sedikit perselisihan yang terjadi. Ia hanya menghabiskan waktu selama 5 hari untuk menyelesaikan semua urusannya. Pertemuan untuk melakukan kerja sama dengan beberapa petani dan peternak juga berjalan sangat lancar. Tuan Nelson bersyukur akan hal itu. Ia lalu menyimpan semua berkas kembali dalam koper dan menyimpan koper di tempat yang aman. Mungkin kedepannya ia akan mencoba untuk bekerja sama dengan beberapa toko yang ada di Coilleach. Hari mulai siang, matahari masih memancarkan cahayanya dengan terang. Tuan Nelson beranjak pergi keluar dari tempat penginapan yang ia sewa. Di tangannya terdapat selembar kertas. Ia membaca tulisan yang berada di kertas tersebut lalu memandang papan petunjuk yang berada di depan penginapan. "Ternyata toko roti waktu itu merupakan toko
Terdengar suara derap langkah kaki kuda yang sedang berlari kencang diiringi suara derit roda dari kereta kuda yang mulai memasuki halaman rumah Keluarga Nelson. Di dalam rumah, para pelayan sibuk membersihkan rumah. Beberapa pelayan yang bertugas merawat serta membersihkan tanaman yang berada di halaman depan dan beberapa pelayan yang sedang membersihkan jendela dari dalam rumah memperhatikan kereta kuda yang memasuki rumah Keluarga Nelson. Kereta kuda itu berhenti tepat di depan pintu depan rumah. Sang kusir segera turun dari kursi pengendaranya, beberapa orang pelayan yang memperhatikan kedatangan kereta kuda itu membantu sang kusir untuk membawa koper Tuan Nelson. Wajah sang kusir terlihat tegang dan takut, tetapi para pelayan yang melihat bagaimana raut wajah sang kusir enggan untuk menanyakan apa yang telah terjadi. Terlebih tidak adanya keberadaan Tuan Nelson di dalam kereta kuda. Di sebuah ruangan berukuran besar, Nyonya Nelson duduk d
Bulan menghiasi langit malam yang gelap, ditemani banyak bintang di sekitarnya. Cahayanya menerangi jalan di tengah hutan yang mereka lewati. Gardenia menatap bulan yang berukuran lebih besar dibanding biasanya dari balik kaca kereta kuda. Ia merapatkan matel bulu yang ia gunakan. Udara terasa lebih dingin, terlebih mereka sedang berada di jalan yang terletak di tengah hutan. Sesekali ia melirik Wilfred yang sedang memandang surat yang dikirimkan oleh Duke Forsythia dan menghela nafas. Wilfred mengalihkan pandangannya dari surat yang ia baca. Ia menatap Gardenia yang duduk di depannya. "Apa masih terasa dingin?" tanya Wilfred. Gardenia menatap Wilfred sekilas dan menganggukkan kepalanya pelan. Wilfred yang melihat Gardenia menganggukkan kepalanya pelan segera melepas mantel yang ia gunakan. "Kau
Posisi mereka masih sama, hanya saja di atas meja sekarang tersaji teh hangat dan kue kering. Wilfred dengan santai memakan kue kering yang tersusun rapi di atas piring. Ia menunggu Duke Forsythia untuk memulai pembicaraan. Gardenia memperhatikan dua laki-laki yang berada di sekitarnya, Duke Forsythia yang sedang meminum teh hangat dan Wilfred yang memakan kue kering. Sejujurnya ia juga ingin mencicipi teh hangat serta kue kering yang berada di depannya, tetapi mengingat tujuan mereka untuk membahas sesuatu, Gardenia menahan keinginannya. "Maaf… apa kita bisa mulai untuk membahas surat yang Anda kirim, Duke Forsythia?" ucap Gardenia.
Cahaya matahari mulai mengintip dari arah timur. Burung-burung mulai beterbangan di langit yang masih terlihat agak gelap. Terlihat seekor kelinci putih dengan sedikit warna cokelat pada telinga kirinya sedang memakan wortel di atas meja pada sebuah gazebo. Duke Forsythia yang sedang memberi makan kelinci itu tersenyum kecil.Wilfred yang duduk di kursi sisi lain masih memperhatikan Duke Forsythia. Ia sering berkunjung ke mansion Duke Forsythia, jadi bukan hal aneh jika di pagi hari ia melihat Duke Forsythia memberi makan kelinci. Terlebih biasanya laki-laki itu juga akan menyiapkan beberapa jenis kacang atau buah untuk seekor tupai, tetapi
Gardenia masih menatap ke arah pintu gerbang yang terbuka. Ia menghela nafas pelan. Sepertinya hari ini akan menjadi awal hari yang benar-benar berbeda. "Halo, salam kenal. Aku Lillian Alcott. Aku dengar kau akan menjadi pengganti Bibi Isabella sebagai pelayan pribadi Duke Forsythia. Apakah itu benar?" ucap seorang pelayan perempuan yang berada di dekat Gardenia. Gardenia menatap sedikit bingung pelayan perempuan yang ada di depannya. Pelayan itu sepertinya seusia dia, rambutnya berwarna hitam dengan iris mata berwarna cokelat. "Ah, benar. Saya Gardenia Nelson, pelayan pribadi Duke Forsythia yang baru." Pelayan perempuan itu terlihat
Kereta kuda yang membawa pulang Tuan Nelson sudah memasuki halaman depan kediaman Keluarga Nelson. Nyonya Nelson dan Loreen terlihat sudah berdiri di depan pintu masuk. Tuan Nelson tersenyum kecil saat kakinya memijak teras depan rumahnya. Di belakangnya terlihat Wilfred dengan raut wajah yang datar turun dari kereta kuda."Selamat datang kembali, suamiku."Nyonya Nelson segera memeluk Tuan Nelson setelah ia menyambut kepulangan suaminya dengan hangat. Loreen tersenyum senang melihat ayah tirinya sudah pulang."Selamat datang, ayah," ucap Loreen dengan suara lembut.Wilfred yang melihat hal itu dari belakang Tuan Nelson menghela nafas pelan. Ia segera mengambil kopernya dan berjalan memasuki rumah. Loreen yang melihat kepergian Wilfred menggenggam tangan laki-laki itu, membuat langkah Wilfred terhenti.
Gardenia berjalan dengan riang menuju dapur. Ia menyapa dengan ramah setiap pelayan yang ia temui di lorong. Pekerjaannya menjadi pelayan pribadi ternyata tidak terlalu merepotkan seperti yang ia bayangkan. Duke bukan orang yang banyak protes, hanya saja jika sesuatu tidak berjalan sesuai penjelasan yang telah ia jabarkan, perkataan Duke akan sangat mengerikan, itu yang dikatakan oleh para pelayan. Gardenia masih belum melihat sisi mengerikan Duke seperti yang pelayan lain katakan walau ia sudah menjadi pelayan Duke selama seminggu. Bahkan saat ia menyajikan teh yang berbeda, Duke hanya menatapnya meminta penjelasan dan akan mengangguk pelan setelah ia menjelaskan mengapa teh yang disajikan berbeda. "Gardenia!" Gardenia menghentikan langkahnya saat ia mendengar suara seseorang memanggil namanya. Di ujung lorong menuju taman ia melihat Lillian yang berja
Lillian merasa bingung apa yang harus ia lakukan. Dua puluh satu tahun ia hidup, ia tidak pernah membayangkan bisa berada di satu tempat sempit yang sangat berdekatan dengan seorang bangsawan tingkat tinggi, terlebih bangsawan itu merupakan tuannya. Lillian hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu merasa takut atau gugup saat ini, bahkan kedua tangannya saling menggenggam erat.Gardenia yang duduk di samping Lillian ingin tertawa, tetapi ia juga merasa kasihan dengan gadis itu. Ia sedikit paham perasaan yang Lillian rasakan, walau ia tidak mengerti sepenuhnya karena ia sering bertemu bangsawan tingkat atas lainnya saat di pesta atau hanya kunjungan minum teh antar bangsawan. Dengan lembut ia menggenggam tangan Lillian, membuat gadis itu menatapnya bingung. Gardenia hanya tersenyum kecil tanpa mengatakan apapun.Wilfred yang berada di tempat yang sama hanya memperhatikan apa yang dilakukan ole
Tidak ada yang berbicara setelah semua selesai menyantap makan siang, bahkan setelah Gardenia selesai membersihkan peralatan makan yang telah selesai mereka digunakan. Wilfred dan Cain hanya saling pandang, tidak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan. Merasa tidak ada hal yang diperlukan ketiga laki-laki itu, Gardenia mendorong troli makanan menuju pintu keluar."Aku belum memberimu ijin untuk keluar, Gardenia."Langkah kaki Gardenia terhenti saat suara Duke memasuki indera pendengarannya. Ia menatap bingung Duke yang sekarang menatapnya. Laki-laki itu tidak mengatakan hal apapun dan hanya menatapnya saja."Maaf, saya hanya ingin mengembalikan peralatan makan yang sudah kotor in
Ia berjalan mendekati Lillian yang sedang sibuk menata kukis ke dalam stoples berukuran sedang. Gardenia hanya mengamati apa yang sedang Lillian lakukan, tidak ada niat untuk memulai percakapan hingga Lillian selesai menata kue di dalam stoples pertama. Lillian yang sedang fokus pada pekerjaannya tidak menyadari kehadiran Gardenia yang berada di belakang dirinya dan sedang memperhatikan apa yang ia lakukan. Selesai menata dengan rapi dan terlihat cantik, Lillian bermaksud untuk meletakkan nampan yang ia gunakan untuk memanggang kue ke tempat pencucian. Saat membalikkan badan Lillian terkejut dengan keberadaan Gardenia yang sekarang berada di depannya."Astaga, sejak kapan kau ada di sini, Gardenia? Kau membuatku terkejut.""Tidak lama. Maaf membuatmu terkejut, Lillian. Aku hanya menunggumu selesai menata semua kukis.""Kau bisa menyapaku, kau tahu. Tungg
Gardenia memperhatikan tetesan air yang masih setia membasahi halaman mansion Duke Forsythia dan wilayah sekitarnya. Ia ingin hujan segera berakhir agar ia bisa pergi ke Coilleach bersama Lillian lalu memberi beberapa batang cokelat, Gardenia jadi ingin makan cokelat. Gardenia sedikit terkejut saat merasakan seseorang menepuk pundaknya dengan pelan. Dengan segera ia mengalihkan pandangannya dari halaman ke arah seseorang yang tadi menepuk pundaknya. Ia melihat Duke yang berdiri di belakangnya dengan senyum kecil menghiasi wajah laki-laki itu."Maaf membuatmu terkejut," ucap Duke."Tidak apa, Duke Forsythia. Apa
Hujan deras yang turun sejak malam masih bertahan hingga saat ini. Gardenia menghela nafas pelan sambil menatap tetesan air yang membasahi halaman dari balik jendela. Dilihatnya jam saku yang ia pegang, pukul 9 lewat 15 menit pagi. Hari ini seharusnya ia pergi bersama Lillian untuk membeli keperluan dapur ke kota Coilleach dan sebenarnya mereka mempunyai rencana untuk membeli beberapa cokelat nantinya, tetapi karena hujan yang belum berhenti mereka terpaksa membatalkan janji tersebut.Kembali menghela nafas, Gardenia mengalihkan pandangannya pada tiga orang laki-laki yang sedang duduk di sofa yang berada di tengah ruangan. Duke Forsythia, Cain dan Wilfred terlihat sedang serius membahas sesuatu. Sejujurnya Gardenia merasa kurang nyaman sendirian berada di dekat ketiga orang itu. Biasanya ia akan bersama Lillian, tetapi gadis itu saat ini diminta untuk membant
Seperti hari-hari sebelumnya, hari ini Lillian kembali mengajak Gardenia untuk melakukan sesuatu. Berkat bujukan Lillian dan izin yang diberikan oleh Bibi Isabella sekarang mereka berada di kebun belakang yang berada di dekat dapur. Gardenia tidak pernah menyangka di dalam mansion mewah Duke Forsythia terdapat kebun sayur dan buah yang cukup luas yang tersembunyi di balik taman belakang. Terdapat tanaman mawar yang tumbuh subur sebagai pemisah antara taman dan kebun."Ini kebun yang dibuat oleh kepala dapur atas izin Duke. Mereka bilang berkebun bisa mengurangi stress mereka."Gardenia menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Lillian. Ia kembali memperhatikan kebun itu, terdapat beberapa sayur yang sudah siap panen dan terlihat
Laki-laki itu menghela nafas pelan, ia lalu memijat keningnya dengan pelan. Tumpukan kertas yang tidak ada habisnya membuat kepalanya terasa sedikit pusing. Melirik cangkir teh yang berada di pojok meja dan kembali menghela nafas."Sepertinya aku perlu beristirahat terlebih dahulu. Berjalan-jalan sebentar sepertinya bukan ide yang buruk."Laki-laki berambut merah sebahu itu segera merapikan tumpukan kertas di atas meja. Ia meletakan tumpukan kertas yang sudah ia baca ke atas meja lain agar tidak tercampur dan membuatnya mengulang pekerjaan membaca tumpukan kertas itu untuk kedua kalinya. Selain itu, ia juga meletakkan kertas bertuliskan 'sudah selesai' di atas tumpukan kertas itu.Merasa meja kerjanya sudah lumayan rapi, walau masih terdapat banyak tumpukan kertas, ia segera keluar dari ruang kerjanya. Di depan pintu seorang laki-laki yang mempunyai warn
Gardenia berjalan dengan riang menuju dapur. Ia menyapa dengan ramah setiap pelayan yang ia temui di lorong. Pekerjaannya menjadi pelayan pribadi ternyata tidak terlalu merepotkan seperti yang ia bayangkan. Duke bukan orang yang banyak protes, hanya saja jika sesuatu tidak berjalan sesuai penjelasan yang telah ia jabarkan, perkataan Duke akan sangat mengerikan, itu yang dikatakan oleh para pelayan. Gardenia masih belum melihat sisi mengerikan Duke seperti yang pelayan lain katakan walau ia sudah menjadi pelayan Duke selama seminggu. Bahkan saat ia menyajikan teh yang berbeda, Duke hanya menatapnya meminta penjelasan dan akan mengangguk pelan setelah ia menjelaskan mengapa teh yang disajikan berbeda. "Gardenia!" Gardenia menghentikan langkahnya saat ia mendengar suara seseorang memanggil namanya. Di ujung lorong menuju taman ia melihat Lillian yang berja
Kereta kuda yang membawa pulang Tuan Nelson sudah memasuki halaman depan kediaman Keluarga Nelson. Nyonya Nelson dan Loreen terlihat sudah berdiri di depan pintu masuk. Tuan Nelson tersenyum kecil saat kakinya memijak teras depan rumahnya. Di belakangnya terlihat Wilfred dengan raut wajah yang datar turun dari kereta kuda."Selamat datang kembali, suamiku."Nyonya Nelson segera memeluk Tuan Nelson setelah ia menyambut kepulangan suaminya dengan hangat. Loreen tersenyum senang melihat ayah tirinya sudah pulang."Selamat datang, ayah," ucap Loreen dengan suara lembut.Wilfred yang melihat hal itu dari belakang Tuan Nelson menghela nafas pelan. Ia segera mengambil kopernya dan berjalan memasuki rumah. Loreen yang melihat kepergian Wilfred menggenggam tangan laki-laki itu, membuat langkah Wilfred terhenti.