Terdengar suara derap langkah kaki kuda yang sedang berlari kencang diiringi suara derit roda dari kereta kuda yang mulai memasuki halaman rumah Keluarga Nelson. Di dalam rumah, para pelayan sibuk membersihkan rumah. Beberapa pelayan yang bertugas merawat serta membersihkan tanaman yang berada di halaman depan dan beberapa pelayan yang sedang membersihkan jendela dari dalam rumah memperhatikan kereta kuda yang memasuki rumah Keluarga Nelson. Kereta kuda itu berhenti tepat di depan pintu depan rumah. Sang kusir segera turun dari kursi pengendaranya, beberapa orang pelayan yang memperhatikan kedatangan kereta kuda itu membantu sang kusir untuk membawa koper Tuan Nelson. Wajah sang kusir terlihat tegang dan takut, tetapi para pelayan yang melihat bagaimana raut wajah sang kusir enggan untuk menanyakan apa yang telah terjadi. Terlebih tidak adanya keberadaan Tuan Nelson di dalam kereta kuda.
Di sebuah ruangan berukuran besar, Nyonya Nelson duduk di depan cermin riasnya. Ia menatap pantulan dirinya yang berada di dalam cermin. Para pelayan yang membantu Nyonya Nelson untuk bersiap terlihat berlalu-lalang di belakangnya. Dari arah pintu terdengar suara ketukan yang terkesan buru-buru. Mendengar ketukan tersebut, Nyonya Nelson memerintahkan salah satu pelayan untuk membuka pintu. Terlihat sang kusir berdiri di depan pintu yang sudah terbuka. Wajahnya masih menunjukkan raut wajah takut. Sang kusir masih berdiri di depan pintu menunggu izin dari Nyonya Nelson untuk dapat memasuki ruangan itu. Saat sudah mendapatkan izin, ia melangkahkan kakinya dengan agak terburu menuju Nyonya Nelson.
"Selamat pagi, Nyonya. Saya ingin menyerahkan sesuatu kepada Anda." Pelayan itu meletakkan sepucuk surat di atas meja rias Nyonya Nelson.
Di surat itu terdapat segel lilin berwarna ungu tua dengan sedikit warna emas. Nyonya Nelson memperhatikan surat itu, dengan perlahan ia membuka surat tersebut dan membacanya.
.
.
.
Gardenia kembali membalik lembaran buku yang sedang ia baca. Satu cangkir teh hangat serta satu piring kue kering menjadi temannya untuk membaca di pagi hari. Di kursi lainnya terlihat Wilfred yang sedang duduk bersandar sambil membaca koran. Sesekali laki-laki itu akan berbicara dengan suara yang kecil seperti berbisik.
Gardenia menutup bukunya, tidak sepenuhnya, jari telunjuk kirinya berada di tengah buku pada halaman terakhir yang ia baca. Ia mengambil cangkir teh dan meminumnya perlahan lalu mengembalikan cangkir tersebut ke atas piring kecil sebagai alas cangkir tersebut. Menatap kakak laki-lakinya yang masih menggumamkan sesuatu, ia memilih untuk kembali membaca bukunya.
Suasana menjadi lebih hening. Cahaya matahari masuk semakin dalam ke dalam kamar Gardenia, sesekali terdengar suara burung yang terbang melewati atau hanya bertengger sebentar di pagar beranda kamar. Gardenia kembali menghentikan kegiatan membacanya, ia melihat ke arah balkon dan memperhatikan burung-burung yang ada di sana. Ingin sekali ia memberi remahan kue kering sebagai makanan untuk burung-burung, tetapi ia terlalu malas untuk beranjak pergi dari kursi empuknya. Mungkin lain kali ia akan membuat tempat makan kecil untuk burung-burung itu.
Saat akan kembali membaca bukunya, terdengar suara ketukan dari arah pintu. Wilfred menatap Gardenia yang balas menatapnya. Melipat koran yang ia baca dan melekatannya di atas meja, ia berdiri dari posisi duduknya lalu berjalan ke arah pintu untuk membukanya. Terlihat seorang pelayan yang kemudian memberikan gestur salam kepadanya.
"Maaf mengganggu waktu Anda, Tuan Wilfred. Nyonya Nelson meminta saya untuk memanggil Tuan dan juga Nona Gardenia untuk segera menemuinya di ruang makan. Ada sesuatu yang penting," ucap pelayan tersebut.
Gardenia yang mendengar apa yang dikatakan oleh pelayan itu segera meletakan pembatas buku pada halaman terakhir yang ia baca dan meletakan buku tersebut di atas meja. Ia berjalan mendekati Wilfred yang berdiri di samping pelayan itu. Setelah menutup pintu kamarnya, mereka bersama-sama pergi menuju ruang makan.
Tidak ada yang berbicara atau berminat untuk memulai pembicaraan, bahkan saat Gardenia tidak sengaja tergelincir pada anak tangga terakhir Wilfred hanya membantu Gardenia agar tidak terjatuh tanpa mengatakan apa-apa. Begitu juga dengan Gardenia, ia hanya memilih diam. Merapikan gaun yang ia gunakan, Gardenia segera menyusul Wilfred dan pelayan yang sudah berdiri di depan pintu ruang makan.
Di dalam ruang makan terlihat Nyonya Nelson dan Loreen sudah duduk di kursi mereka. Wilfred dan Gardenia segera duduk di kursi mereka dengan tenang. Beberapa pelayan mendorong masuk troli makanan yang membawa sarapan pagi mereka lalu meletakkannya di atas meja makan. Nyonya Nelson masih diam walau semua makanan untuk mereka santap sudah berada di atas meja makan.
Gardenia menatap ibu tirinya bingung. Terlihat sebuah surat yang sedari tadi terus dipandang oleh Nyonya Nelson. Gardenia beralih menatap Loreen, kakak tirinya itu terlihat bingung dan juga menatap ibunya. Wilfred hanya diam memperhatikan mereka semua. Wajah Nyonya Nelson terlihat tidak baik-baik saja, seperti orang yang sedang merasa takut dan juga sedih.
Gardenia menghela nafas. Ia kembali menatap ibu tirinya yang masih diam. "Jadi… apa yang ingin ibu bicarakan pada kami saat ini?"
Nyonya Nelson memandang mereka satu persatu. Diperlihatkannya surat yang sedari tadi ia pandang. "Ayah kalian… saat ini sedang ditahan di mansion Duke Forsythia."
Gardenia, Wilfred serta Loreen menatap Nyonya Nelson tidak percaya. Apa yang dikatakan oleh Nyonya Nelson itu benar? Namun, mengapa? Wilfred menghela nafas berat, ia tahu hal apa yang telah dilakukan oleh ayahnya hingga Duke Forsythia menahan ayahnya.
"Aku…"
"Tetapi bagaimana bisa? Bagaimana mungkin ayah ditahan?" ucap Gardenia memotong ucapan Wilfred.
Nyonya Nelson memberikan surat yang ia pegang pada Gardenia. Gardenia segera membaca isi surat itu dan menatap tidak percaya.
"Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan hal itu? Mereka bahkan tidak pernah memberikan pemberitahuan bahwa tanaman tersebut dilarang untuk dicabut," ucap Gardenia, ia berusaha untuk menahan emosinya.
Terjadi keheningan setelah itu. Nyonya Nelson terlihat menundukkan kepalanya, di sampingnya terlihat Loreen yang mencoba untuk menenangkan Nyonya Nelson. Wilfred kembali menghela nafas, ia tahu berurusan dengan orang itu agak merepotkan. Ia menatap Gardenia yang masih memandang surat itu. Dipegangnya tangan Gardenia lembut, ia menarik surat itu perlahan. Gardenia menatap Wilfred bingung.
"Sebaiknya kita sarapan terlebih dahulu," ucap Wilfred, ia lalu melipat surat itu dan menyimpan surat tersebut ke dalam kantong celananya. Ia mulai menyantap sarapannya dengan tenang.
Gardenia ingin membantah, tetapi saat melihat tatapan mata kakak laki-lakinya, ia memilih untuk mengikuti apa yang dikatakan laki-laki itu. Walau Wilfred terlihat seperti laki-laki ceria tanpa beban hidup dan mudah untuk didekati, tetapi laki-laki itu memiliki sisi lain yang menyeramkan, bahkan Gardenia tidak berani untuk melawannya.
Gardenia mulai menyantap sarapannya, begitu juga Nyonya Nelson dan Loreen. Biasanya waktu sarapan terasa menyenangkan dengan beberapa obrolan santai, tetapi saat ini hanya suara sendok serta garpu yang beradu terdengar memenuhi ruang makan tersebut. Tidak ada yang berniat untuk memecah keheningan yang terjadi hingga semua sudah selesai menyantap sarapan mereka.
"Aku akan pergi ke Forsythia dan meminta pertimbangan untuk membebaskan ayah," ucap Wilfred.
"Aku ikut."
"Tidak. Aku akan pergi sendiri."
"Aku mohon, Kak Wilfred. Aku akan ikut." Gardenia menatap Wilfred penuh harap, tatapan yang hanya ia perlihatkan kepada kakak laki-lakinya, ayahnya dan juga mendiang sang ibu.
Wilfred berdecak kasar. Bagaimana mungkin ia tega menolak jika Gardenia menatapnya seperti itu? Tatapan mata penuh harap Gardenia merupakan salah satu kelemahannya. Dengan berat hati ia mengijinkan Gardenia untuk ikut pergi ke mansion Duke Forsythia.
"Tetapi ingat Gardenia. Kau tidak boleh berbuat macam-macam di sana."
"Baik, aku akan menuruti semua ucapan kakak saat berada di sana."
Wilfred dan Gardenia meminta izin untuk meninggalkan ruang makan agar bisa segera berkemas lalu segera pergi menuju kamar mereka sendiri. Setelah selesai menyiapkan keperluan selama berada di sana, Wilfred dan Gardenia pergi menuju mansion Duke Forsythia menggunakan kereta kuda yang sebelumnya digunakan oleh Tuan Nelson. Mereka pergi meninggalkan kediaman Keluarga Nelson saat matahari sudah berada tepat di atas kepala.
Bulan menghiasi langit malam yang gelap, ditemani banyak bintang di sekitarnya. Cahayanya menerangi jalan di tengah hutan yang mereka lewati. Gardenia menatap bulan yang berukuran lebih besar dibanding biasanya dari balik kaca kereta kuda. Ia merapatkan matel bulu yang ia gunakan. Udara terasa lebih dingin, terlebih mereka sedang berada di jalan yang terletak di tengah hutan. Sesekali ia melirik Wilfred yang sedang memandang surat yang dikirimkan oleh Duke Forsythia dan menghela nafas. Wilfred mengalihkan pandangannya dari surat yang ia baca. Ia menatap Gardenia yang duduk di depannya. "Apa masih terasa dingin?" tanya Wilfred. Gardenia menatap Wilfred sekilas dan menganggukkan kepalanya pelan. Wilfred yang melihat Gardenia menganggukkan kepalanya pelan segera melepas mantel yang ia gunakan. "Kau
Posisi mereka masih sama, hanya saja di atas meja sekarang tersaji teh hangat dan kue kering. Wilfred dengan santai memakan kue kering yang tersusun rapi di atas piring. Ia menunggu Duke Forsythia untuk memulai pembicaraan. Gardenia memperhatikan dua laki-laki yang berada di sekitarnya, Duke Forsythia yang sedang meminum teh hangat dan Wilfred yang memakan kue kering. Sejujurnya ia juga ingin mencicipi teh hangat serta kue kering yang berada di depannya, tetapi mengingat tujuan mereka untuk membahas sesuatu, Gardenia menahan keinginannya. "Maaf… apa kita bisa mulai untuk membahas surat yang Anda kirim, Duke Forsythia?" ucap Gardenia.
Cahaya matahari mulai mengintip dari arah timur. Burung-burung mulai beterbangan di langit yang masih terlihat agak gelap. Terlihat seekor kelinci putih dengan sedikit warna cokelat pada telinga kirinya sedang memakan wortel di atas meja pada sebuah gazebo. Duke Forsythia yang sedang memberi makan kelinci itu tersenyum kecil.Wilfred yang duduk di kursi sisi lain masih memperhatikan Duke Forsythia. Ia sering berkunjung ke mansion Duke Forsythia, jadi bukan hal aneh jika di pagi hari ia melihat Duke Forsythia memberi makan kelinci. Terlebih biasanya laki-laki itu juga akan menyiapkan beberapa jenis kacang atau buah untuk seekor tupai, tetapi
Gardenia masih menatap ke arah pintu gerbang yang terbuka. Ia menghela nafas pelan. Sepertinya hari ini akan menjadi awal hari yang benar-benar berbeda. "Halo, salam kenal. Aku Lillian Alcott. Aku dengar kau akan menjadi pengganti Bibi Isabella sebagai pelayan pribadi Duke Forsythia. Apakah itu benar?" ucap seorang pelayan perempuan yang berada di dekat Gardenia. Gardenia menatap sedikit bingung pelayan perempuan yang ada di depannya. Pelayan itu sepertinya seusia dia, rambutnya berwarna hitam dengan iris mata berwarna cokelat. "Ah, benar. Saya Gardenia Nelson, pelayan pribadi Duke Forsythia yang baru." Pelayan perempuan itu terlihat
Kereta kuda yang membawa pulang Tuan Nelson sudah memasuki halaman depan kediaman Keluarga Nelson. Nyonya Nelson dan Loreen terlihat sudah berdiri di depan pintu masuk. Tuan Nelson tersenyum kecil saat kakinya memijak teras depan rumahnya. Di belakangnya terlihat Wilfred dengan raut wajah yang datar turun dari kereta kuda."Selamat datang kembali, suamiku."Nyonya Nelson segera memeluk Tuan Nelson setelah ia menyambut kepulangan suaminya dengan hangat. Loreen tersenyum senang melihat ayah tirinya sudah pulang."Selamat datang, ayah," ucap Loreen dengan suara lembut.Wilfred yang melihat hal itu dari belakang Tuan Nelson menghela nafas pelan. Ia segera mengambil kopernya dan berjalan memasuki rumah. Loreen yang melihat kepergian Wilfred menggenggam tangan laki-laki itu, membuat langkah Wilfred terhenti.
Gardenia berjalan dengan riang menuju dapur. Ia menyapa dengan ramah setiap pelayan yang ia temui di lorong. Pekerjaannya menjadi pelayan pribadi ternyata tidak terlalu merepotkan seperti yang ia bayangkan. Duke bukan orang yang banyak protes, hanya saja jika sesuatu tidak berjalan sesuai penjelasan yang telah ia jabarkan, perkataan Duke akan sangat mengerikan, itu yang dikatakan oleh para pelayan. Gardenia masih belum melihat sisi mengerikan Duke seperti yang pelayan lain katakan walau ia sudah menjadi pelayan Duke selama seminggu. Bahkan saat ia menyajikan teh yang berbeda, Duke hanya menatapnya meminta penjelasan dan akan mengangguk pelan setelah ia menjelaskan mengapa teh yang disajikan berbeda. "Gardenia!" Gardenia menghentikan langkahnya saat ia mendengar suara seseorang memanggil namanya. Di ujung lorong menuju taman ia melihat Lillian yang berja
Laki-laki itu menghela nafas pelan, ia lalu memijat keningnya dengan pelan. Tumpukan kertas yang tidak ada habisnya membuat kepalanya terasa sedikit pusing. Melirik cangkir teh yang berada di pojok meja dan kembali menghela nafas."Sepertinya aku perlu beristirahat terlebih dahulu. Berjalan-jalan sebentar sepertinya bukan ide yang buruk."Laki-laki berambut merah sebahu itu segera merapikan tumpukan kertas di atas meja. Ia meletakan tumpukan kertas yang sudah ia baca ke atas meja lain agar tidak tercampur dan membuatnya mengulang pekerjaan membaca tumpukan kertas itu untuk kedua kalinya. Selain itu, ia juga meletakkan kertas bertuliskan 'sudah selesai' di atas tumpukan kertas itu.Merasa meja kerjanya sudah lumayan rapi, walau masih terdapat banyak tumpukan kertas, ia segera keluar dari ruang kerjanya. Di depan pintu seorang laki-laki yang mempunyai warn
Seperti hari-hari sebelumnya, hari ini Lillian kembali mengajak Gardenia untuk melakukan sesuatu. Berkat bujukan Lillian dan izin yang diberikan oleh Bibi Isabella sekarang mereka berada di kebun belakang yang berada di dekat dapur. Gardenia tidak pernah menyangka di dalam mansion mewah Duke Forsythia terdapat kebun sayur dan buah yang cukup luas yang tersembunyi di balik taman belakang. Terdapat tanaman mawar yang tumbuh subur sebagai pemisah antara taman dan kebun."Ini kebun yang dibuat oleh kepala dapur atas izin Duke. Mereka bilang berkebun bisa mengurangi stress mereka."Gardenia menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Lillian. Ia kembali memperhatikan kebun itu, terdapat beberapa sayur yang sudah siap panen dan terlihat