Menarikan jemari di atas meja kerja, diam yang mengantarkan pikiran secara acak ke dalam dunia yang tidak tertembus apapun. Bukan imajinasi yang menyenangkan dan bukan juga harapan yang diimpikan, hanya kekosongan pikiran yang terasa memuakkan dan melelahkan dalam menjalani hidup yang penuh permasalahan.“Ah …,” desah seorang wanita di ruang kerja khusus Kepala Humas, ruang kerja yang pernah diperjuangkan demi privasi dan keinginan menyendiri yang amat kuat dari pada keinginan bersosialisasi.Sekali lagi, bekerja sebagai kepala hubungan masyarakat di sebuah perusahaan besar jelas menjadi pekerjaan yang tidak pernah diimpikan, hanya direncanakan secara mendadak karena suatu rasa bernama frustrasi, dan kehampaan diri yang ingin menyerah dalam kekonyolan, “Nifa,” panggilnya pada salah satu anggota humas yang sangat diandalkan, wanita yang cukup cekatan namun tak sepandai dirinya saat berdebat penuh keberanian pada siapapun.Walau kenyataannya, wanita bernama Kirana Zendaya itu tahu bahwa
"Temanmu!" teriak seorang wanita setibanya di rumah. Wajah memerah dalam emosi menggebu dengan mata berair, sangat menggambarkan betapa banyaknya emosi yang siap ia luapkan. Gerbang yang belum ditutup, mobil yang masih terparkir asal, dan alas kaki yang masih digunakan meski sudah berada di dalam rumah. Hasrat besar tidak terbendung begitu terlihat, "kenapa sama temanku? Temanku yang mana?" "Tomi Uraga," ucap wanita bernama Kirana Zendaya itu dengan tegasnya yang mendalam, seolah ada dendam yang menelan suaranya hingga ke dalam diri yang menyesakkan. "Oh si Tom, kenapa?" tanggap pria berstatus suami dari Rana. "Masih tanya?" sahut Rana tersenyum miris sebelum menggigit bibir bawahnya, menahan tangis dengan perasaan kosong yang mengecewakan. "Iya gue tanya dong, gue bukan maknya yang harus tahu semua tentang dia," jawab Kal tetap bersandar di sofa dengan santainya, menggerakkan kaki yang selonjor lurus ke meja kecil depan sofa, menatap Rana yang terlihat mengatur napas, "ses
Taman kota dengan ciri khas yang menenangkan, banyaknya berbagai kendaraan melewati taman dengan segala kesibukan setiap pengemudi. Para pengunjung taman dengan berbagai permasalahan dan beban hidup, datang menyendiri, datang untuk sekadar rehat sejenak, maupun datang untuk janji temu seperti yang dilakukan seorang pria bernama Kalil Nayaka."Kal," panggil seorang pria di salah satu bangku taman, melihat lurus ke pohon rindang tanpa sedikitpun menoleh ke lawan bicara yang berada di sebelahnya."Hm?" deham pria yang akrab disapa Kal itu menanggapi, melihat lurus ke sela di antara dedaunan dan batang pohon untuk melihat banyaknya kendaraan yang lewat, terlihat begitu menarik dan cukup menghibur saat pikiran berhasil menebak jenis kendaraan yang dilihat."Maksud lo apaan bilang gue pacaran sama Fafa?" tanya pria bernama Tomi Uraga, pria berstatus sebagai teman Kal sekaligus kakak ipar Kal."Ada alat kontrasepsi bekas dan masih ada sedikit isinya, dan di kotak bertuliskan KDRFN," jawab Ka
Termenung diam dengan jemari menari tak lincah di atas meja rias, tatapan kosong menatap lurus ke permukaan meja yang rata dengan pantulan cahaya lampu dari sekitar kaca. Desah napas yang dihelakan berulang kali terdengar bebas dari mulutnya, tangan kanan menangkup pipi dengan kepala sedikit miring jelas menggambarkan kegundahan yang ada.Pertemuan tidak mengenakkan yang menghanyutkan diri dalam aliran fakta menyedihkan, membuatnya harus izin dari kantor untuk pulang lebih awal, dan tidak kembali sejak pamit keluar untuk bertemu dua pria konyol di taman kota. Mengernyit cepat kening wanita cantik itu seraya netra bergerak perlahan menatap bayangan di cermin, teringat pada suatu percakapan bersama seseorang, bukankah lebih baik jika mencari bukti valid dan saksi yang jelas untuk dihadapkan ke Jessica?“Tapi, mau mulai darimana?” gumamnya melirih seorang diri dengan rasa pesimis yang kembali melanda hati dan pikiran.Merengut lagi bibirnya dan terhembus lagi napas kasarnya melalui hidun
“A-aku … aku … aku kecewa bang-banget,” tangis seorang wanita meringsak masuk ke dalam dekapan seorang pria, menangis tersenguk dengan napas yang begitu sulit untuk diraihnya.Desisan pelan yang lembut terdengar berulang kali dari bibir pria berbadan cukup atletis, melingkarkan tangan kanan di pinggang dan tangan kiri mengusap lembut puncak kepala wanita yang menangis. Kelembutan bersama kesabaran yang justru membuat wanita itu semakin tersenguk dalam tangis yang hampir serupa meraung, “shh … shh … nangis saja sampai lega, aku di sini kok,” gumam pria itu menjawab.Deham pelan dengan tangis yang meraung sendu terdengar jelas, sunyinya rumah yang berada di perumahan pada pagi hari sungguh menjadi tempat yang menenangkan, hanya andai permasalahan dan kekecewaan tidak mendatangi hati. Satu jam sudah wanita itu bersandar di dada bidang si pria, berada dalam dekapan hangat yang seharusnya menenangkan, “maaf ya, ka-kamu jadi har ... harus lihat muka aku ... la-lagi jelek begini,” ucap wanit
[2 Minggu yang lalu] "Kamu mau tahu sesuatu enggak, sayang?" "Enggak," jawab seorang wanita seraya bersandar manja ke dada seorang pria, memainkan kuku panjangnya dengan pandangan kosong tanpa melamun. "Si Kal, kagak dibantu sama bininya buat tetap di perusahaan, malah bininya bilang pecat ya pecat saja kalau memang enggak kompeten," ujar pria berbadan tegap itu mengulurkan tangan dan mengelus-elus paha si wanita, "sudah berapa lama kamu enggak perawatan? Enggak enak gini," lanjutnya namun tetap mengusap paha yang terpampang bebas berkat celana pendek yang digunakan. "Sebulan ... mungkin," jawab si wanita memegang lengan pria itu dan mengusapnya pelan, "kulit aku jadi kasar, kan? Kamu pegang duit enggak?" lanjutnya merengutkan bibir seraya mendongak, menjumpai pria yang disayangi juga menunduk hingga membuatnya saling beradu tatap. "Ada satu juta lima ratus, ambil saja semuanya di dompetku," ucap si pria kemudian mengangkat kepalanya lagi dan memutus kontak mata, "nanti aku minta
"Kenapa sih kamu seyakin itu suruh aku buat minta bantuan ke Pak Arhan?" tukas seorang wanita pada temannya di dalam ruang kerja, berawal dari ingin berkeluh kesah sambil berbagi kisah, justru jadi saling berdebat untuk mendapat solusi yang bertentangan, "dia cuma penasaran doang, tahu aku," lanjutnya yakin bahwa sosok yang diungkit hanya penasaran pada masalahnya.Perasaan dan praduga satu sama lain yang berbeda, seorang wanita menganggap hanya penasaran, sedangkan wanita lainnya menganggap ada unsur kepedulian tulus selayaknya manusia pada sesama makhluk hidup, "kebiasaan buruk lo memandang orang lain pasti negatifnya dulu, prasangka buruk dulu," oceh wanita lainnya bernama Nifala, salah satu anggota tim humas, dan wanita yang paling dekat dengan Kepala Humas dari lingkungan kantor."Itu cara aku bertahan hidup dan bertahan waras dari kejinya dunia sosial, aku tahu kotornya dunia sosial. Jadi aku harus punya cara untuk tetap bersih," jawab seorang wanita bernama Kirana Zendaya atas
Menetes lagi dan lagi air mata seorang wanita berambut cokelat lurus sebatas bahu, dilihatnya selembar foto yang didapat dari sang suami tercinta. Foto keramaian yang samar dengan fokus tertuju pada dua insan muda, pria dan wanita yang saling bertukar saliva penuh kemesraan dan kebahagiaan. "Ini Kalil Nayaka?" tanya wanita itu lagi pada sang suami yang mengangguk untuk ke sekian kalinya, pertanyaan yang sama terus terulang dan kembali terucap pada jeda waktu tertentu, "Rana terlalu fokus sama paket misterius tentang rumah tangga kita, padahal rumah tangganya juga di ujung tanduk." Terhela napas suami dari wanita bernama Jessica Danti itu, "sebenarnya itu isi dari kotak misterius tanpa nama yang terkirim ke kantorku, aku ingat cerita kamu tentang Rana dapat paket," ucap pria itu sontak membuat istrinya membulatkan mata lebar dan menatapnya terkejut. "Di resepsionis?" kata Jess terdengar seperti menebak, perkataan yang langsung mendapat anggukan dari sang suami, "kata resepsionis dian