Anis mendekatiku, kemudian memelukku erat. Menenangkanku dengan tepukan di pundakku. "Mbak, maaf! Aku benar-benar tidak tau kalau mbak istrinya, eh, mantannya Mas Aditya! Di rumah sakit pun aku tidak langsung mengenali Mas Aditya. Karena memang aku tidak pernah melihatnya!" ujar Anis lembut. "Memang, bagaimanapun Mas Aldi tetaplah adik dan anak mereka. Tapi, mereka sudah membuang Mas Aldi, menderita. Mereka mengadu pada pimpinan perusahaan, kalau Mas Aldi bermasalah dan bualan mereka yang lainnya sehingga Mas Aldi di pecat tanpa pesangon. Sekarang Mas Aldi mengurus ladang kami! Apa yang bisa kami tanam, yang sebagian bisa di jual, sebagian di masak dan makan sendiri. Aku yang bekerja dan da yang di rumah dan sesekali jadi tukang ojek dadakan." imbuh Anis. "Mbak, kalau bisa hancurkan mereka. Agar mereka bisa mengingat Tuhan. Tindakan mereka sudah terlalu jauh! Percayalah, aku akan mendukungmu! Maafkan atas ketidak tahuanku tentangmu. Karena, aku sudah putus kontak dengan mereka sejak
Terdengar tawanya ketika keluar dari kamar. Aku menggaruk kepalaku, melihat tingkahnya yang aneh. Buru-buru, aku membersihkan diri dan menemui tante Rebecca. Karena hanya ada dia di rumah, tante Rose sedang berada di salah satu kota untuk mengurus udahannya. "Tan, apakah Mas Kelvin kepalanya terluka?" tanyaku serius. Tante Ecca menatapku bingung. "Kemarin, dokter enggak ngasih tau kalau kepalanya terluka! Hanya dadanya saja, dan itu harus berhati-hati, karena jantungnya terhimpit!" terangnya. "Emang ada apa?" tanya Tante Ecca kemudian. "Kayaknya dia mulai sinting, Tan!" ujarku serius. Tante Ecca tertawa terbahak-bahak, mendengar penuturanku."Tante kira aku bohong?!" ucapku kesal. "Tidak! Emang rada aneh sih dia, sejak pagi ini!" Tante mencoba mengingat-ingat. "Nah, coba tante kirim dia ke rumah sakit lagi! Mungkin ada pemeriksaannya terlewat!" Aku mencoba memberikan saran dan tante mengacu ngikutin jempol. "Oya, kapan kamu siap di operasi?" tanyanya, tante Ecca mengalihkan p
Mas Kelvin terus mendekatiku, berusaha meraih tubuhku. "Mas, sadar! Aku minta maaf kalau aku salah!" lirihku. Seperti awal tadi, Mas Kelvin tidak menggubris ucapanku. Dia makin mendekat dan mencoba meraih tanganku. Aku berlari ke arah jendela, dan melompati pembatas. "Jangan berani sentuh aku lagi, Mas!" ujarku. Mataku sudah tidak mampu menampung air yang ingin menyerobot keluar. Mas Kelvin duduk di tepi ranjang, dan memandang nanar padaku. Setitik air mata jatuh, dari neteanya yang terlihat memerah. "Kalau kamu mati, aku pun akan mati!" Mataku terbelalak mendengarnya. Ini mah benar, Mas Kelvin kepalanya luka parah. "Tante! Tante!" pekikku berulang. Suaraku menggema hingga seluruh ruangan, tentu saja Tante Ecca mendengarnya. Tidak butuh waktu lama, Tante Ecca datang dan melihat ke arahku. "Kamu apa-apaan, Dis!" bentaknya."Tan, Mas Kelvin sudah jadi gila! Ini pasti karena kepalanya yang kebentur dan dia mengalami gegar otak! Dia, mau ...."Aku menatap ngeri ke arah Mas Kelvin.
Buru-buru aku menarik meja yang menghalangi pintu dan membuka pintu dengan cepat, kemudian berteriak memanggil tante Ecca dan berlari ke bawah meminta bantuan security, yang berjaga di luar rumah. Aku kembali bersama security dan di dalam kamar ternyata sudah ada tante Ecca yang sedang mengguncang-guncang tubuh Mas Kelvin yang terkulai lemah di lantai. Kekhawatiran nampak jelas di wajahnya, melihat kedatanganku tante Ecca meminta security membantunya mengangkat tubuh Mas Kelvin ke ranjang. "Ada apa sebenarnya, Dis?" tanya Tante Ecca. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku, bingung bagaimana caranya menjelaskan yang terjadi pada tante. Tante Ecca mengambil ponsel dan menghubungi seseorang, untuk membantunya terkait kesehatan Mas Kelvin. Aku berdiri mematung, ketika melihat Mas Kelvin menggeliat. Sungguh, hal yang aneh menurutku. Aku tidak pernah melihat lelaki tidur kecuali papaku dan Mas Kelvin. "Aku ganteng, ya?" ucapan absurd, ketika Mas Kelvin terbangun dan duduk. "Gila!" ma
"Mas! Bisa enggak sih, enggak muncul tiba-tiba dan bikin orang jantungan!" kesahku, "lagi pula, siapa yang mau tahu tentang orang aneh kayak gitu!" tambahku. "Hmmm!" jawab Mas Kelvin, sepertinya dia mulai normal. "Mas, jangan berubah seperti itu lagi. Jika kamu pun berubah, aku akan kehilangan semangat! Kamu teman terbaikku." Aku menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Dis, maaf jika membuatmu terluka karena tindakanku kemarin. Mungkin karena pengaruh obat yang kuminum, tapi ajakan untuk menikah aku serius, Dis." Entah kenapa, aku terharu dengan pintanya. Namun, rasa sakit menghalangi semua. "Mas, aku tidak memikirkan pernikahan untuk saat ini. Yang ada di pikiranku, mereka harus membayar semuanya, meskipun aku tahu hal itu tidak akan setimpal dengan apa yang aku rasakan dan alami." "Jika kita menikah, semua bisa lebih mudah Gladis!" ujarnya dengan nada tinggi. "Tidak! Akan lebih sulit, Mas. Tolong, bencilah aku. Hingga suatu saat ada cinta lain di hatimu, aku tidak pantas unt
"Mbak!" sapa Anis. Suaranya membuatku tenang, aku langsung memeluknya erat. Menumpahkan rasa sakit yang tidak akan pernah hilang, aku butuh seseorang yang terus di sisiku, merangkulku dalam tangis dan kesedihan mendalam saat ini. "Mbak sudah siap-siap?" tanyanya di sela-sela menepuk punggungku. "Maaf atas kebohonganku, kenyataan yang takut aku jelaskan!" tambahnya. "Kamu, tahu? Tanpa kamu aku sangat kesepian. Sudah tiga hari ini aku mengurung diri, aku benar-benar tidak ingin diganggu. Bahkan aku memulai membenci semua orang yang ada di dalam rumah ini! Mereka seperti menutupi sesuatu dariku!" ucapku dalam isakan. "Seminggu kamu pergi, aku seperti ranting di sungai, yang terombang-ambing tidak jelas. Rasanya sangat lelah, dan ingin mengakhirinya segera!" tambahku. "Sabar, semua akan bahagia pada waktunya. Mas Aldi pun tidak tenang saat mengetahui perbuatan keluarganya pada mbak Gladis, dia ingin langsung melabrak kakaknya, tapi aku berusaha melarangnya agar balas dendam Mbak Gl
*** "Mbak, ini ada istri bupati dari daerah Jawa, minta di buatkan baju khusus." Anis melapor. Aku merentangkan tangan, dan memiringkan tubuhku ke kiri dan ke kanan. Meregangkan otot yang mulai kaku. "Buatkan saja, janji. Agar dia bisa memilih desainnya seperti apa!" jawabku, saat memutar kursiku menghadap ke arahnya. Tiga tahun setelah operasi plastik di lakukan, aku dan Anis melakukan branding nama dan produk, tentu didukung oleh kedua tante Mas Kelvin dan pastinya Mas Kelvin sendiri. Aku hadir dengan wajah yang baru tapi tetap tidak menghilangkan wajah asliku. Orang-orang terdekatku pasti mengenaliku, hanya saja penampilanku yang sangat berubah. Begitu kata mama dan papa saat berjumpa denganku untuk pertama kalinya. Kuceritakan kepedihan dan kesakitanku pada mereka, ketika mereka sudah kuamankan di rumahku. Rumah sederhana yang kuperoleh dari jerih payahku. Awalnya mama papa ingin langsung marah ke rumah mantan besannya, tapi aku melarang mereka. Aku mengatakan akan memba
Kububuhkan emot love di setiap postingan Mas Aditya, agar menarik perhatiannya. Lalu aku mengunggah poto diriku yang sedang bekerja di ruangan dengan berbagai gaya dan secantik mungkin. Banyak komentar dari para kolega, yang pernah atau masih bekerja sama denganku. Memuji kecantikanku dan juga keanggunanku. Tling! Ada pesan masuk melalui WA dan dari nomor yang aku tidak aku kenal. Dengan malas aku membukanya, sebenarnya saat ini aku enggan menerima pekerjaan, apapun. Namun, untuk segera melunasi hutangku pada Mas Kelvin lunas, aku harus bekerja lebih ekstra lagi. [Hai, cantik!] Waduh, pesan apaan ini?! Tentu saja membuatku tersenyum miris. Aku tahu, jika yang mengirim pesan itu adalah Mas Aditya. Sepertinya, dia butuh dana banyak. Sehingga menghilangkan urat malunya. [Maaf, saya tidak suka dipuji! Saya pun tidak mengenal anda!] Kukirimkan balas padanya. [Saya hanya menyampaikan apa yang saya lihat tadi di akun, Mbaknya. Saya hanya ingin menyambung hubungan bisnis.] Pesanny