Eugene masuk ke dalam ruangan kantor dengan interior modern yang sangat bersih dan setiap sudutnya sangat rapi tanpa cacat sedikitpun, ia mengerutkan keningnya menatap pria dengan rambut hitam, mata sipitnya terpejam, kerutan kecil tampak menghiasi keningnya, kacamata dengan bingkai besi berwarna perah tergantung di hidungnya yang tinggi, dan bibir merahnya tertutup rapat tidak seperti biasanya. Melihat pemandangan aneh itu Eugene menunduk lalu mengetuk keras meja kaca di hadapannya membuat pria yang tidak menyadari kedatangannya membuka mata tajamnya kaget
“hey, Hong Ni El ada apa denganmu? Tidak biasanya kau seperti ini?” Tanyanya curiga.
Ni El hanya menghembuskan nafas besar dari mulutnya lalu kembali memejamkan matanya mengabaikan Eugene. Ia mengayunkan tangannya pelan “jika yang ingin kau bicarakan tidak penting, lebih baik pergilah!” Usirnya halus. Tawa kecil Eugene pun pecah mendengar hal yang seakan sudah biasa baginya itu, ia meletakkan map hitam yang di bawanya ke atas meja Ni El
“baiklah, bacalah laporan ini! Jika ada masalah hubungi aku, aku pergi dulu,” pamitnya santai.
Ni El pun membuka matanya cepat “tunggu!” Tahannya cepat, ia menggerakkan dagunya ke arah meja tamu di seberang meja kerjanya “urus itu untukku, gantikan aku nanti!” Perintahnya. Eugene pun menoleh ke arah meja tamu lalu duduk di sofa depan meja itu, ia membaca satu persatu lembaran biodata itu teliti. Matanya melebar melihat lembar biodata seorang wanita yang tak lain adalah aku
“dia berhasil lolos rupanya,” sahutnya bangga.
Ni El mengerutkan keningnya lalu mengangkat pandangannya menatap Eugene “ada yang kau kenal?” Tanyanya penasaran, Eugene pun mengangguk kecil “hmm, Sophie,” sebutnya sambil menunjukkan lembar biodataku.
Kening Ni El berkerut semakin dalam menengar namaku “siapa? So Hee?” Tanyanya lagi.
Tawa Eugene pecah mendengar Ni El yang salah menyebut namaku “Sophie, S-O-P-H-I-E nama asing, dasar bodoh!” Timpalnya menghina.
Ni El hanya mengangguk kecil “orang asing rupanya, dari mana kau mengenalnya?” timpalnya sambil kembali memejamkan matanya menenangkan diri, Eugene kembali menatap fotoku di lembar biodata “dia adik kelasku saat aku sekolah di Indonesia, dia sangat cantik dan baik,” ungkapnya bangga. Senyum kecil mengembang di ujung bibir Ni El, ia menggeleng kecil lalu menghembuskan nafas besar dari mulutnya
“pokoknya urus itu untukku,” perintahnya santai.
Eugene mengangguk kecil lalu mengumpulkan lembar biodata di atas meja itu, ia bangkit dari duduknya “baiklah, aku akan mengurusnya,” sahutnya santai lalu meninggalkan ruangan Ni El cepat.
Kerutan di kening Ni El terlihat semakin dalam semakin keras ia berusaha mengingat wanita yang meninggalkannya begitu saja. Aroma yang di tinggalkan wanita itu tak bisa hilang dari ingatannya, hidungnya terus mencium aroma itu, aroma yang hanya ia cium dari tubuh wanita misterius yang menghilang bagaikan mimpi ketika ia membuka matanya.
000
Ni El berjalan dengan sekertarisnya di Lobi perusahaan menuju pintu utama, semua yang melihatnya lewat langsung menghentikan kegiatan mereka dan membungkuk sopan meskipun ia tidak menghiraukannya. Eugene yang berjalan dengan para karyawan baru dari arah berlawanan pun menghadangnya cepat lalu menoleh ke belakang
“ini rekan kerja saya, sekaligus pemilik DeRoz, Hong Ni El,” jelasnya memperkenalkan.
Semua yang ada di barisan itu hanya membungkuk sopan, tidak ada yang berani mengangkat wajah mereka termasuk aku. Setelah ia berjalan mewati kami, aku pun ikut menengakkan tubuhku kembali lalu berbaik mengikuti arahan Eugene. Langkah Ni El terhenti mencium aroma yang tidak asing setelah ia berjalan melewatiku, ia menoleh cepat menatap punggungku lurus terdiam di tempatnya.
Aku dan para pekerja baru duduk di sebuah ruang kaca besar dengan map hitam polos masing – masing di hadapan kami. Eugene menepuk tangannya sekali memecah keheningan membuat kami kompak menoleh menatapnya lurus
“di hadapan kalian sudah ada kontrak kerja yang harus kalian tanda tangani, kalian bisa membacanya lebih dulu, jika ada pertanyaan atau ada yang tidak sesuai dengan pembicaraan sebelumnya kalian bisa langsung menyampaikannya padaku,” jelasnya tenang. Eugene membuka tangannya “silahkan membacanya lebih dulu!” Tambahnya. Kami pun menggerakkan tangan kami kompak membuka map di hadapan kami, tiba – tiba pintu kaca ruangan itu terbuka cepat membuat kami langsung menoleh serentak ke arah pintu. Semua orang langsung berdiri secepat mungkin dan membungkuk sopan menyapa pria yang datang itu.
Mataku melebar kaget melihat wajah yang masih sangat segar di ingatanku itu, tiba – tiba telah terpajang di hadapanku. Aku pun lanngsung mengangkat map di tanganku cepat menutupi wajahku sambil memejamkan mataku rapat
“kesialan apa ini?” Tanyaku dalam hati mengutuk nasibku.
Mata tajam Ni El langsung terguling ke arahku, keningnya semakin berkerut tajam melihat tingkah anehku. Eugene pun mengikuti arah pandangan Ni El lalu menunduk di depanku
“Sophie, ada apa? Turunkan mapmu, dia partner yang aku kenalkann tadi, dia atasanmu,” bisiknya cemas.
Mendengar kata “atasanmu” itu aku memjamkan mataku dan menunduk dalam mengutuki diriku semakin keras. Eugene pun menoleh panik sambil tertawa kecil ke arah Ni El, ia berdeham kecil lalu kembali menatapku “Sophie, apa yang kau lakukan? Turunkan mapmu!” Bisiknya mendesakku, aku menggeleng kuat sambil terus menutupi wajahku menolak permintaan Eugene. Ia pun berdeham kecil lalu mengulurkan tangannya menarik map yang menutupi wajahku, aksi tarik menarik konyol itu terus terjadi sampai akhirnya map yang menjadi perisai itu terlepas dari tanganku. Eugene menyunggingkan senyum panik ke arah Ni El sejenak lalu kembali menatapku
“angkat wajahmu, rapikan rambutmu dengan benar lalu berdirilah dan membungkuk sopan,” desaknya panik.
Aku pun melipat mulutku dengan nafas besar terhembus dari hidungku, aku mengangkat wajahku tegak mulai merapikan rambutku lalu berdiri menghadap pria itu membungkuk sopan sesuai permintaan Eugene.
Mata kami akhirnya bertemu, kerutan kecil yang perlahan semakin mendalam di wajah pria itu membuat jantungku semakin berebar cepat. Perasaan campur aduk memenuhi hatiku, ruangan yang awalnya terasa biasa saja, kini terasa panas bagaikan Neraka untukku. Hatiku kini membisikan harapan
“semoga saja, ia tidak mengingatku!” bisikku berulang kali bagaikan doa yang mengambarkan keputus asaanku.
Tapi mata itu, entah kenapa? Mata itu menatapku seakan ia mengingat semuanya, seakan ia mengenaliku.
***
Ha Na dan Mi Do membuka hampa mulut mereka kompak mendengar ceritaku tentang kejadian kemarin. Ha Na menggeleng kecil kembali mencerna ceritaku barusan "jadi kemarin kau tidur dengan seseorang yang tidak kau kenal, dan sekarang kau bilang dia adalah atasanmu di De Roz?" tanyanya memastikan. Aku menghembuskan nafas panjang lalu mengangguk lesu, Mi Do pun melambai cepat dengan mata tertuju lurus pada layar ponselnya "hey... hey... lihat ini!" desaknya membuat kami penasaran. Wajah Ni El terpajang memenuhi layar ponsel Mi Do, berbagai artikel tentang kesuksesannya tersebar di internet. Semua berita menceritakan kesuksesannya di usia muda dan tidak ada satupun berita buruk tentangnya tertulis di internet, aku dan kedua temanku langsung saling menatap dengan mulut terbuka hampa kehabisan kata - kata. Mi Do pun meletakkan ponselnya ke atas meja lalu menegak bir di gelasnya anggun "lalu apa yang terjadi setelah itu?" tanyanya ingin tahu, aku pun memutar mata
Eugene menerobos masuk ke dalam ruangan Ni El begitu saja setelah mendengar kabar tentang keributan yang aku sebabkan pagi tadi. Aku hanya berdiri dengan tangan terlipat sopan dan kepala tertunduk dalam, di hadapan Ni El yang duduk menatap keluar jendela membelakangiku. Eugene menatapku dengan terusan hitam yang terlihat cukup menggoda itu lalu berdeham kecil sambil memalingkan wajahnya cepat, Ni El yang mendengar suara dehaman Eugene pun melirik kecil lalu memutar kursinya menghadap kami. Ia menatap Eugene lurus lalu melipat tangannya di atas meja "kau bilang kau mengenalnya," bukanya singkat. Eugene mengangguk kecil sambil mengangkat kedua tangannya ke pinggang santai "hmm, aku akan mengajarinya dengan baik, maafkan kali ini saja!" Mintanya cepat. Ni El menggeleng kecil "peraturan tetap peraturan!" Tepisnya dingin. Aku yang merasa aneh dengan arah pembicaraan itu pun mengatupkan kedua tanganku di depan wajahku "aku mohondaepyonim,
Eugene langsung duduk di hadapan Ni El cepat setelah pintu ruang kerjanya tertutup rapat "ada apa dengan aroma parfumnnya? Apa kau tertarik?" Tanyanya penasaran. Ni El hanya menghembuskan nafas kecil sambil menggeleng heran lalu membuka tumpukan dokumen di hadapannya santai, Eugene yang tidak menyerah pun kembali membuka mulutnya menghujani Ni El dengan ceramah panjang lebar "sudah ku bilang dia sangat berbakat, percaalah padaku kau tidak akan menyesal mempekerjakannya, dia sudah membuat parfum itu sejak kuliah jadi aku tahu bahwa dia berbakat," jelasnya bangga. Ni El menghembuskan nafas besar dari mulutnya mendengar celotehan Eugene, ia menutup map di hadapannya cepat lalu menatap Eugene sinis "jika kau begitu menyukainya kenapa kau tidak mengencaninya?" Tembaknya keras. Eugene terdiam mendengar pertanyaan itu, ia menggaruk belakang kepalanya "pokoknya dia berbakat, jangan sia - siakan dia," tepisnya canggung lalu bangkit dari kursinya mening
Wanita cantik itu membuka pintu Ruang Kerja Eugene, lalu masuk dan menjatuhkan dirinya nyaman ke sofaseberang meja kerja Eugene. Ia melepas kaca mata hitamnya lalu menoleh kecil menatap Eugene yang mengabaikannya, wanita itu hanya tersenyum kecil paham akan sikap itu. Ia pun menghela nafas besar lalu melipat tangannya di depan dada mulai membuka mulut tajamnya "apa kau begitu menyukainya sampai mempekerjakannya disini?" Tanyanya mengacu padaku. Eugene yang terpancing akan pertanyaan itu langsung menghentikan gerakannya dan memutar matanya menatap wanita yang di abaikannya sejak tadi "kau menemuinya?" Timpalnya balik bertanya. Wanita itu tersenyum puas lalu menaikkan kedua bahunya bermain - main dengan Eugene yang tampak tegang. Ia pun bangkit dari duduknya berpindah ke kursi di depan Eugene, keduanya terdiam saling menatap lurus membuat suasana dingin menyelimuti ruangan itu. Eugene pun membuka mulutnya memecahkan keheningan dingin itu
Ni El menatap Eugene yang tersenyum kecil menatap ponselnya diam. Eugene yang belum menyadari kedatangan Ni El pun meletakkan ponselnya lalu mengangkat pandnagannya, ia menarik kecil tubuhnya kaget melihat Ni El yang sudah menatapnya entah sejak kapan. Ni El pun melangkah santai masuk ke dalam ruangan Eugene dengan map hitam di tangannya"apa kau se senang itu?" Tanyanya menghina sambil melempar kecil map di tangannya ke hadapan Eugene.Eugene menghembuskan nafas kecil sambil menggeleng mengabaikan pertanyaan itu. Ni El duduk di depan meja Eugene lalu menurunkan pandangannya melirik kecil layar ponsel Eugene yang menunjukkan pesan dariku. Ni El langsung mengalihkan pandangannya cepat sambil berdeham kecil canggung. Setelah membaca sekilas dokumen yang di bawa Ni El, Eugene membubuhkan tanda tangannya cepat lalu menyerahkan map itu kembali pada Ni El. Eugene menatap Ni El yang masih diam di tempatnya lalu melepaskan tawa canggung"wae? (Kenapa?) Ada yang
Ni El menurunkan lembaran biodata pegawai di tangannya perlahan, lalau melipat tangannya di depan bibir berpikir keras. Ia menutup matanya kembali terngiang aroma manis yang terus melekat dalam kepalanya sejak malam itu, pikirannya kembali semakin dalam ke saat di mana ia berpapasan denganku hari itu. Bayangan kami berpapasan beberapa kali terus berputar di kepalanya, telinganya pun ikut memutar suaraku saat aku mengatakan "ini buatanku sendiri," di rungannya hari itu. Mata Ni El terbuka tajam dan ia bangkit dari kursinya cepat keluar dari Ruang Kerjanya.000Langkahnya terhenti di depan Laboratorium uji coba produk, matanya berputar cepat mengamati setiap orang di dalam Laboratorium itu. Tiba - tiba aku lewat di hadapannya membuat matanya tertuju lurus padaku, bola mata hitamnya terus bergerak mengikuti arah kemana aku pergi. Ni El pun membalikkan badannya membuka pintu Laboratorium cepat membuat semua yang ada di dalamnya menoleh kompak menatap lurus ke arah pintu, s
Aku menatap Ni El lurus dengan harapan sekaligus perasaan yang tidak tenang memenuhi hatiku. Senyum miringnya mengembang dan ia melemparkan dokumen di tangannya ke arahku cepat"kau bilang ini laporan? Penulisannya berantakan, banyak kesalahan eja, dan tidak ada progres yang di jelaskan dalam laporan ini! Pergi dan perbaiki ini dengan benar!" Perintahnya kesal.Aku hanya terdiam melihat kertas - kertas yang beterbangan di atas kepalaku, aku kaget akan perlakuan yang baru aku dapat pertama kalinya dalam hidupku ini. Ni El yang kesal melihatku terdiam di tempatku dengan tatapan kosong kembali membuka mulutnya"apa yang kau lakukan? Apa kau tidak dengar kata - kataku?" Tekannya.Aku pun mengedipkan mataku beberapa kali tersadar lalu menunduk sopan, membalikkan badanku meninggalkan Rungan Ni El cepat. Aku menghembuskan nafas dalam yang sejak tadi aku tahan di depan pintu Ruangan Ni El, aku menoleh dengan mulut terbuka hampa tidak percaya atas perlakuan yang k
Aku membanting gelas kaca di tanganku kesal mengingat betapa tersiksanya aku sepanjang hari ini. Ha Na dan Mi Do yang tidak tahu apa yang terjadi padaku hari ini hanya menatapku dengan alis terangkat bingung, mereka saling menatap satu sama lain sejenak memberi kode satu sama lain lalu mereka kompak menggeleng kecil tidak mendapat alasan atas sikap anehku ini. Aku kembali menuang soju(minuman beralkohol khas Korea Selatan) di gelasku cepat hendak menegakknya kembali, namun Ha Na menahan tanganku lalu merebut gelasku secepat kilat"hey! Hentikan... hentikan..." cegahnya.Mi Do mengusap ujung bibirku yang terkena tumphansoju,ia menghembuskan nafas panjang lalu menopang sikunya di atas meja "katakan! Apa yang terjadi hari ini?" Tudingnya cepat. Aku kembali teringat akan perlakuan Ni El yang menyebalkan sepanjang hari ini, nafas berat terhembus dari mulutku cepat dan aku menjatuhkan kepalaku ke atas meja lemas. Ha Na mengulurkan jarinya