SEOUL, 2022.
Matahari bersinar cerah menembus jendela membuatku membuka mata perlahan, aku mengangkat tanganku menghalangi sinar yang menusuk tajam mataku lalu memalingkan wajahku perlahan. Aku membuka mataku dengan senyum kecil teringat akan hari penting yang aku tunggu ini akhirnya tiba, aku langsung bangkit dari tempat tidurku cepat dengan langkah ringan berjalan menuju kamar mandi. Aku berdiri di depan cermin dengan setelan kantor biru muda rapi, aku merapikann rambutku sejenak lalu mengangguk kecil melihat pantulan diriku yang tampak sempurna di kaca.
000
Tanpa terasa sudah Enam tahun sejak kedatanganku pertama kali ke Korea Selatan, aku tidak menyangka aku sampai sejauh ini mengejar cinta pertama yang aku impikan selama ini. Setelah berjuang seberat ini akhirnya aku mendapatkan kesempatan yang aku incar, yaitu kartu karyawan DeRoz. Perusahaan Parfum terkenal yang menjadi pilihan orang – orang terkenal di sleuruh belahan dunia, tapi tentu saja bukan itu alasanku berjuan untuk bekerja disana. Alasanku adalah pemegang saham utama DeRoz adalah Eugene, cinta pertama yang tidak bisa ku lepaskan hingga saat ini. Sejak hari itu kami memang semakin dekat, sampai saat hari kelulusannya Eugene mengatakan padaku bahwa ia harus pergi ke Korea Selatan untuk mengerjakan bisnisnya, maka sampailah aku disini.
Aku mendorong pintu kaca besar di hadapanku sambil menoleh ke sekeliling café mencari wajah familiar yang harus aku temui disana. Mataku melebar kecil melihat dua wanita duduk di samping jendela dengan tangan terlambai ke arahku, aku pun langsung melangkahkan kakiku cepat ke arah mereka lalu membuka tanganku lebar memeluk keduanya erat. Tawa kecil pecah dari mulut kami dan kami pun duduk mulai membagikan cerita kami. Sebelum akhirnya aku mendapat pekerjaan di DeRoz, aku bekerja di perusahaan lain dan bertemu dengan kedua sahabatku ini. Seorang memiliki rambut pendek, mata sipit, bibir tebal, tubuhnya ideal, dan ia terlihat cukup tinggi tanpa bantuan sepatu hak, namanya Shin Ha Na. Seorang lainnya bernama Hwang Mi Do, rambut gelombang panjangnya tampak indah, mata lebar, hidung serta bibir mungilnya sangat imut dengan tubuhnya yang juga mungil. Mereka yang selalu membantuku selama Enam tahun ini dan aku sangat berterima kasih kepada mereka. Ha Na meletakkan gelas kopinya anggun lalu menjentikkan jarinya di depan wajahku
“kalau begitu malam ini kita rayakan hari terakhirmu, sekaligus kesuksesanmu masuk ke DeRoz” ajaknya dengan sorot mata licik.
Senyum miringku tersunging perlahan dan aku pun menggangguk kecil menyetujui ajakan itu.
000
Suara dentuman musik terdengar keras menembus tembok hitam dengan lampu – lampu yang bersinar warna – warni. Kami menunggu di barisan antrian sambil membenarkan riasan sebelum memasuki dunia gemerlap yang penuh keseruan serta rahasia. Setelah mengantri beberapa menit penjaga dengan setelan jas hitam menghadang kami lalu mengulurkan tangannya
“boleh aku lihat undanganmu nona?” tanyanya sopan.
Aku dan teman – temanku pun saling menatap satu sama lain bingung lalu menggeleng kecil, aku kembali menatap pengawal di hadapan kami “kami tidak punya undangan, sejak kapan kami perlu undangan untuk masuk?” tanyaku sedikit menantang.
Penjaga itu menunduk kecil “maaf nona, hari ini Club telah di sewa untuk acara penting jadi hanya yang memiliki undangan yang boleh masuk” jelasnya sopan.
Aku dan teman – temanku kembali saling menatap lalu mengangguk kecil, kami pun keluar dari barisan cepat dan memulai perdebatan
“wah… sepenting apa orang ini?” buka Ha Na tidak percaya,
“yang pasti dia sangat kaya” timpalku santai.
Mi Do pun menghembuskan nafas besar lalu mengeluarkan ponselnya cepat, ia mengetuk anggun layar ponselnya lalu menempelkan ponsel itu ke telinga. Wajah sombongnya terus terlihat sampai seseorang dari seberang telfon mengangkat panggilannya “ini aku, lama tak jumpa, saat ini aku di depan Club” sapanya. Aku dan Ha Na saling menatap bingung lalu kembali menatap Mi Do “ahh.. tidak, aku sangat ingin berkunjung tapi mereka tidak mengijinkan aku masuk” lanjutnya tenang. Senyum Mi Do mengembang puas “benarkah?” tanyanya, ia mengangkat tinjunya senang ke udara “baiklah, akan ku tunggu terima kasih, aku akan mentrakirmu makan” ucapnya senang lalu menutup sambungan telfonnya. Mi Do menurunkan ponselnya lalu menyibakkan rambutnya angkuh
“ayo kita masuk!” ajaknya percaya diri.
Kami hanya berjalan mengikuti Mi Do sampai ke depan pintu Club lalu berdiri di depan penjaga yang sedang menerima telfon dari seseorang, penjaga itu menutup panggilannya lalu menatap kami “nona Hwang Mi Do?” tanyanya bingung. Mi Do pun mengangguk yakin “benar” jawabnya singkat, penjaga itu pun menunduk sopan lalu membukakan pintu utama untuk kami memberikan kami jalan masuk. Aku dan Ha Na saling menatap dengan ekspresi kaget yang sama sambil berjalan masuk mengikuti Mi Do yang berjalan dengan wajah sombong dan tangan terlipat di depan dada.
Suara musik yang perlahan semakin keras menusuk telinga, lantai dansa bagaikan lautan manusia yang menari dan melompat penuh girang. Kami pun duduk di meja bar menunggu minuman kami sambil menoleh ke sekeliling yang tampak berkelas, Mi Do pun mendekatkan bibirnya ke telingaku “orang kaya yang sedang menghambur – hamburkan uang mereka,” guraunya menghina. Tawaku pecah mendengar hinaan halus itu, aku kembali melayangkan pandanganku sampai aku menatap satu sosok pria yang tampak tak asing di mataku. Keningku mulai berkerut kecil berusaha mengenali pria itu, namun ia menghilang di antara desakan orang banyak di lantai dansa. Aku pun memalingkan wajahku dan menyesap minumanku anggun sambil sesekali bergurau kecil bersama teman – temanku. Tiba – tiba segerombolan pria dari lantai dansa menghampiri kami, kami pun akhirnya berdansa dan minum bersama, meskipun awalnya terasa asing kami akhirnya membaur dengan orang – orang di pesta itu. Aku menggerak
Eugene masuk ke dalam ruangan kantor dengan interior modern yang sangat bersih dan setiap sudutnya sangat rapi tanpa cacat sedikitpun, ia mengerutkan keningnya menatap pria dengan rambut hitam, mata sipitnya terpejam, kerutan kecil tampak menghiasi keningnya, kacamata dengan bingkai besi berwarna perah tergantung di hidungnya yang tinggi, dan bibir merahnya tertutup rapat tidak seperti biasanya. Melihat pemandangan aneh itu Eugene menunduk lalu mengetuk keras meja kaca di hadapannya membuat pria yang tidak menyadari kedatangannya membuka mata tajamnya kaget “hey, Hong Ni El ada apa denganmu? Tidak biasanya kau seperti ini?” Tanyanya curiga. Ni El hanya menghembuskan nafas besar dari mulutnya lalu kembali memejamkan matanya mengabaikan Eugene. Ia mengayunkan tangannya pelan “jika yang ingin kau bicarakan tidak penting, lebih baik pergilah!” Usirnya halus. Tawa kecil Eugene pun pecah mendengar hal yang seakan sudah biasa baginya itu, ia meletakkan map hitam yang di baw
Ha Na dan Mi Do membuka hampa mulut mereka kompak mendengar ceritaku tentang kejadian kemarin. Ha Na menggeleng kecil kembali mencerna ceritaku barusan "jadi kemarin kau tidur dengan seseorang yang tidak kau kenal, dan sekarang kau bilang dia adalah atasanmu di De Roz?" tanyanya memastikan. Aku menghembuskan nafas panjang lalu mengangguk lesu, Mi Do pun melambai cepat dengan mata tertuju lurus pada layar ponselnya "hey... hey... lihat ini!" desaknya membuat kami penasaran. Wajah Ni El terpajang memenuhi layar ponsel Mi Do, berbagai artikel tentang kesuksesannya tersebar di internet. Semua berita menceritakan kesuksesannya di usia muda dan tidak ada satupun berita buruk tentangnya tertulis di internet, aku dan kedua temanku langsung saling menatap dengan mulut terbuka hampa kehabisan kata - kata. Mi Do pun meletakkan ponselnya ke atas meja lalu menegak bir di gelasnya anggun "lalu apa yang terjadi setelah itu?" tanyanya ingin tahu, aku pun memutar mata
Eugene menerobos masuk ke dalam ruangan Ni El begitu saja setelah mendengar kabar tentang keributan yang aku sebabkan pagi tadi. Aku hanya berdiri dengan tangan terlipat sopan dan kepala tertunduk dalam, di hadapan Ni El yang duduk menatap keluar jendela membelakangiku. Eugene menatapku dengan terusan hitam yang terlihat cukup menggoda itu lalu berdeham kecil sambil memalingkan wajahnya cepat, Ni El yang mendengar suara dehaman Eugene pun melirik kecil lalu memutar kursinya menghadap kami. Ia menatap Eugene lurus lalu melipat tangannya di atas meja "kau bilang kau mengenalnya," bukanya singkat. Eugene mengangguk kecil sambil mengangkat kedua tangannya ke pinggang santai "hmm, aku akan mengajarinya dengan baik, maafkan kali ini saja!" Mintanya cepat. Ni El menggeleng kecil "peraturan tetap peraturan!" Tepisnya dingin. Aku yang merasa aneh dengan arah pembicaraan itu pun mengatupkan kedua tanganku di depan wajahku "aku mohondaepyonim,
Eugene langsung duduk di hadapan Ni El cepat setelah pintu ruang kerjanya tertutup rapat "ada apa dengan aroma parfumnnya? Apa kau tertarik?" Tanyanya penasaran. Ni El hanya menghembuskan nafas kecil sambil menggeleng heran lalu membuka tumpukan dokumen di hadapannya santai, Eugene yang tidak menyerah pun kembali membuka mulutnya menghujani Ni El dengan ceramah panjang lebar "sudah ku bilang dia sangat berbakat, percaalah padaku kau tidak akan menyesal mempekerjakannya, dia sudah membuat parfum itu sejak kuliah jadi aku tahu bahwa dia berbakat," jelasnya bangga. Ni El menghembuskan nafas besar dari mulutnya mendengar celotehan Eugene, ia menutup map di hadapannya cepat lalu menatap Eugene sinis "jika kau begitu menyukainya kenapa kau tidak mengencaninya?" Tembaknya keras. Eugene terdiam mendengar pertanyaan itu, ia menggaruk belakang kepalanya "pokoknya dia berbakat, jangan sia - siakan dia," tepisnya canggung lalu bangkit dari kursinya mening
Wanita cantik itu membuka pintu Ruang Kerja Eugene, lalu masuk dan menjatuhkan dirinya nyaman ke sofaseberang meja kerja Eugene. Ia melepas kaca mata hitamnya lalu menoleh kecil menatap Eugene yang mengabaikannya, wanita itu hanya tersenyum kecil paham akan sikap itu. Ia pun menghela nafas besar lalu melipat tangannya di depan dada mulai membuka mulut tajamnya "apa kau begitu menyukainya sampai mempekerjakannya disini?" Tanyanya mengacu padaku. Eugene yang terpancing akan pertanyaan itu langsung menghentikan gerakannya dan memutar matanya menatap wanita yang di abaikannya sejak tadi "kau menemuinya?" Timpalnya balik bertanya. Wanita itu tersenyum puas lalu menaikkan kedua bahunya bermain - main dengan Eugene yang tampak tegang. Ia pun bangkit dari duduknya berpindah ke kursi di depan Eugene, keduanya terdiam saling menatap lurus membuat suasana dingin menyelimuti ruangan itu. Eugene pun membuka mulutnya memecahkan keheningan dingin itu
Ni El menatap Eugene yang tersenyum kecil menatap ponselnya diam. Eugene yang belum menyadari kedatangan Ni El pun meletakkan ponselnya lalu mengangkat pandnagannya, ia menarik kecil tubuhnya kaget melihat Ni El yang sudah menatapnya entah sejak kapan. Ni El pun melangkah santai masuk ke dalam ruangan Eugene dengan map hitam di tangannya"apa kau se senang itu?" Tanyanya menghina sambil melempar kecil map di tangannya ke hadapan Eugene.Eugene menghembuskan nafas kecil sambil menggeleng mengabaikan pertanyaan itu. Ni El duduk di depan meja Eugene lalu menurunkan pandangannya melirik kecil layar ponsel Eugene yang menunjukkan pesan dariku. Ni El langsung mengalihkan pandangannya cepat sambil berdeham kecil canggung. Setelah membaca sekilas dokumen yang di bawa Ni El, Eugene membubuhkan tanda tangannya cepat lalu menyerahkan map itu kembali pada Ni El. Eugene menatap Ni El yang masih diam di tempatnya lalu melepaskan tawa canggung"wae? (Kenapa?) Ada yang
Ni El menurunkan lembaran biodata pegawai di tangannya perlahan, lalau melipat tangannya di depan bibir berpikir keras. Ia menutup matanya kembali terngiang aroma manis yang terus melekat dalam kepalanya sejak malam itu, pikirannya kembali semakin dalam ke saat di mana ia berpapasan denganku hari itu. Bayangan kami berpapasan beberapa kali terus berputar di kepalanya, telinganya pun ikut memutar suaraku saat aku mengatakan "ini buatanku sendiri," di rungannya hari itu. Mata Ni El terbuka tajam dan ia bangkit dari kursinya cepat keluar dari Ruang Kerjanya.000Langkahnya terhenti di depan Laboratorium uji coba produk, matanya berputar cepat mengamati setiap orang di dalam Laboratorium itu. Tiba - tiba aku lewat di hadapannya membuat matanya tertuju lurus padaku, bola mata hitamnya terus bergerak mengikuti arah kemana aku pergi. Ni El pun membalikkan badannya membuka pintu Laboratorium cepat membuat semua yang ada di dalamnya menoleh kompak menatap lurus ke arah pintu, s