PoV Maya***Aku sudah punya rencana untuk mempertemukan Hans dan juga Risma. Sepertinya itu juga akan diatur oleh Mas Yoga. Wanita itu sepertinya memang harus dibuat kaget atas kelakuannya sendiri. Sepenyelidikan Mas Yoga, sepertinya Risma ngarang-ngarang saja asal jeplak sebut dan nyamar menjadi nama Hans. Dia juga pasti pernah saling kenal dekat, makanya nama Hans yang ada di ingatan Risma."Sayang, ke sini. Ke ruanganku sebentar lagi ya."Begitu kata Mas Yoga satu menit yang lalu. Sepertinya ada rencana yang aku inginkan akan dia jalankan sekarang.Aku pun bereskan pekerjaan sebentar yang tinggal sedikit lagi, lalu selesai. Dan kini menuju ke ruangan suami.Tok tok tok!"Masuk!" sahut dari dalam. Itu adalah suara suamiku. Aku pun masuk saja dan memang di dalam sudah ada orang lain."Sayang, masuklah!" pinta Mas Yoga padaku. Kini aku melenggang masuk ke arah mereka dengan sa
"Sebenarnya ini kenapa?" Hans kebingungan."Maaf atas kekurang nyamanannya, Pak Hans. Saya akan jelaskan dari awal, kenapa juga di momen pertemuan kita ini saya tahan Risma rekan kalian."Mas Yoga sekarang mulai menjelaskan dari awal ada orang yang berpura-pura mengenalkan nama Hans kepadaku sampai sebuah identitas terkantongi. Saat ini Hans masih belum mengerti. Tapi wajah Risma semakin pias seperti tak berdarah. Giliran aku menjelaskan dengan detail kalau Risma sengaja menyamar menjadi Hans untuk menggangu rumah tangga kami. Dia juga membubuhkan foto Hans di foto profil. Yang Hans akui kalau itu adalah foto di media sosialnya lima tahun terakhir. Karena sekarang dia sudah tak terlalu aktif di media sosial berlogo biru itu kecuali aplikasi berlogo kamera berwarna merah jambu.Sebenarnya mungkin bagi Hans ini bukan apa-apa, tapi bagi kami, sikap, sifat dan kelakuan Risma sangatlah buruk sekali.Saa
Risma***"Pak, tolong jangan pecat saya, Pak. Saya mohon!" Aku menangis lagi dengan tersedu-sedu, "Maya, tolong aku, May. Aku butuh pekerjaan ini." Semoga saja aku bisa dipertahankan. Kalau mereka orang baik, pasti tak akan tega melihat wanita menangis."Sejak kapan dia bekerja, Pak Yoga?" Hans bertanya sembari menunjukku. Aku harap dia akan membelaku. Dia temanku, sepertinya tadi marah hanya karena emosi saja."Belum genap dua Minggu. Sepertinya dia juga meneror istri saya sejak masuk ke perusahaan ini. HRD menerimanya. Mungkin dia membuat-buat etika yang baik supaya diterima."Hans geleng-geleng mendengar penjelasan Yoga. Aku tak habis pikir dengan yang Yoga katakan. Memang aku melakukan itu supaya diterima. Tapi kenapa cepat sekali aku berakhir. Belum juga mendapatkan benih-benih berlian, malah dapat kotoran ayam."Ya ampun, kamu benar-benar memalukan, Risma," kata Hans lagi mengge
Sindy (mantan pacar Anang)***Tuk … tuk … tuk …Napasku sepertinya susah berhembus. Sesak sekali saat ini. Ingin menangis tapi kekesalan melanda batin. Rusak sudah masa depanku.Ketuk palu keputusan hakim telah bersorak riang di telinga. Saat ini aku hanya bisa duduk kesal dengan vonis empat tahun penjara. Kenapa bisa selama itu, padahal perbuatan yang aku lakukan ringan. Hukum tidak adil. Sidang selesai dan kami diminta bubar.Hakim ketua sudah beranjak. Pun dengan jajarannya. Aku akan segera dibawa ke lapas. Resmi sekarang menjadi seorang narapidana.Aku dibawa keluar. Yang mendampingi sidang hanya Ibu dan pengacara. Sayang, aku tak dapat keringanan hukuman yang banyak."Ah, Sindy! Kenapa kamu bertindak hal bodoh dan konyol! Jadinya begini 'kan? Kamu ini." Ibu menggerutu kecewa padaku. Dia benar-benar tak menyangka, anaknya yang adem-adem saja malah terjerat hukum. Dan seka
Maya***"Jadi, Sindy itu katanya dikurung 4 tahun penjara ya, Mas?" tanyaku pada Mas Yoga yang memberitahu perihal vonis Sindy. Katanya dia dapat kabar dari pengacara."Iya. Aku dikasih informasi. Tinggal nunggu sidang Anang yang mungkin akan vonis bulan depan. Aku sudah tak sabar lihat dia dijatuhi hukuman.""Iya, Mas. Lama ternyata proses hukum itu ya, Mas? Kupikir akan selesai dalam waktu satu bulan. Hihi. Ternyata enggak semudah itu. Berita di televisi bukan bohong ya, Mas. Apalagi para maling uang negara." Kami saling berkomentar."Iya. Di penjara-penjara juga katanya enak. Ada Tv, AC, lemari es, kasur empuk. Ya, seperti rumah saja. Makanya tak bakalan jera-jera tuh mereka. Rekan papa juga koruptor, di penjara kayanya enak. Hanya, tak bisa ke mall aja. Tapi apa yang ia mau, dikasih lho.""Masak sih, Mas?" "He'em.""Mas Anang gitu enggak ya, Mas? Kalau begitu, percuma di
Maya***"Lho! Ini kok di box makanan ada bangkai kecoaknya?"Aku kaget mendengar teriakan tetangga saat ia membuka isi box makanan yang baru saja dihidangkan."Lah, ini malah yang saya ada cicaknya. Ih!" Degh!Kini para tamu malah membuka box makanan yang kami berikan untuk dibawa pulang. Beberapa dari mereka ada yang langsung membuang kotak makanan itu. Ada juga yang hanya diam menyaksikan seakan ini hanya rekayasa. "Ada apa, Bu?" Ibu bertanya pada mereka."Ini nih, kok di kotak makanan saya ada bangkai kecoak! Ih, gak higienis ini! Ibu sengaja pesan katering murahan biar irit biaya ya!" Jleb!Lontaran salah seorang tetangga yang didukung oleh beberapa tetangga lain pun membuat suasana saat ini menjadi ramai dengan pembicaraan."Bu! Itu makanan produksi saya lho! Ibu menyalahkan saya? Saya baru ada kejadian seperti i
"Oh, jadi Bu Ana sengaja pasti ya? Ingin meracuni kami?" kata tetangga malah jadi kompor. Yang Bu Ana lakukan saat ini hanyalah geleng-geleng kepala. Beliau seakan tak sanggup lagi menjelaskan karena tak ada bukti."Bukan, Bu. Bukan begitu maksud saya. Apa iya, kalau Ibu punya usaha, Ibu akan menjelekkan usaha Ibu. Itu artinya usaha tak akan laku dong, Bu!" kata suamiku kembali."Intinya, kalau tidak ada undur kesengajaan, tidak mungkin ada dua hewan itu di dalam lima box makanan. Saya sudah katakan, susah seksli untuk menangkap hewan lincah tersebut. Satu lagi, cicak akan berlari kalau dia sedang makan didekati makhluk hidup lain. Mungkinkah cicak santai saja dan mau ditutup oleh kardus makanan?" Mertuaku kalau bicara memang dengan logika. Ini aku yakin, pasti ada pemitnahan. Apa Risma? Karena ia ingin mempermalukan keluargaku?"Oke, kita cek CCTV. Mungkin saja seseorang melakukan sebuah hal di rumah ini. Di setiap sudut ada CCTV 'kan, Ga?"
Maya***"Gimana, Mas?" tanyaku pada Mas Yoga perihal rekaman CCTV.Yang lain saat ini terpaksa masih duduk atas permintaan kami."Bentar," kata Mas Yoga. Ia tampak belum menemukan sesuatu hal yang ganjil."Nah, ini, kamu lihat! Ada orang yang jalan santai lalu membuka kotak makanan beberapa yang ada di bagian teratas."Degh!Mas Yoga memperlihatkan sebuah bukti padaku terlebih dahulu. Lalu ibuku dan ibu mertua mendekat sama-sama ingin memastikan."Bagaimana, Nak Maya?" Bu Ustazah menanyakan dengan ramah.Aku geleng-geleng kepala melihatnya. Orang itu benar-benar keterlaluan sekali. Ada dua orang yang kami temui memasukkan sesuatu ke dalam box makanan. Kami memang saat itu tadi sedang fokus ngobrol sebelum acara dimulai.Dua orang ini satu kubu atau bagaimana? Karena mereka bekerja di waktu yang berbeda dan di tempat yang berbeda.Orang yang ada di rekeman kulirik dengan ekor mata. Mereka nampaknya serba salah tak enak diam."Em, maaf, saya ada urusan dulu, ibu-ibu." Seorang wanita ba
PoV Maya***"Oh, jadi kamu Mas biang kerok semua ini? Aku gak nyangka kamu begini ya Mas!" Aku begitu marah. Wajahnya memerah nanar menatap pria itu."Arkh, apaan kalian, dasar tukang tuduh!" Dia itu berdecak. Dia berdalih dan tidak mengakui hal yang sebenarnya terjadi.Kami sekarang sedang berada di sebuah tempat. Dimana sekarang di sini kami sudah berhadapan dengan Mas Diwan yang ternyata memang biang kerok dari semuanya.Di sini juga tidak hanya ada aku dan suami juga anak buahku. Tapi di sini juga ada Hans yang baru saja datang. Aku sengaja ingin memperlihatkan kepadanya kalau anak buahnya selama ini telah melakukan hal yang buruk.Mas Diwan mencuri identitas dirinya untuk menerorku. Dan seakan-akan Hans lah yang ingin menggencarkan rumah tanggaku bersama Mas Yoga. Pijit sekali kelakuannya.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi nya Mas Diwan oleh telapak tanganku. Mas Yog
Dada omah mundur ke belakang. Bibirnya tertarik ke atas seperti tak mengindahkan apa yang aku duga. "Ya ampun, Yoga. Kamu menduga istrimu itu hanya jadi korban orang lain? Takut itu kah kamu istri kamu pergi? Pasti benar, dia itu sudah selingkuh. Kamu ini kok kaya melindungi banget istri kamu?" Dugaanku benar, Oma menyalahkan istriku."Bukan begitu, Oma. Tapi aku sama Mas Yoga juga sedang menyelidiki siapa orang yang selalu meneror aku dengan barang-barang seperti ini. Aku benar-benar enggak tahu, Oma, aku yakin ini ada unsur disengaja." Istriku mendekat membela dirinya.Aku coba meredam kemarahan Oma. "Oke, Oma tenang dulu. Jangan marah-marah dulu. Sekarang Yoga sama Maya mau ke kamar dulu. Ada hal yang ingin kita bicarakan.""Nah, itu bagus!" Oma setuju, "pasti kamu ingin memarahi dia kan? Bagus itu, ayok sana. Jangan pernah mau kalah sama istrimu. Nanti dia bakal kebiasaan," tandas Oma.Istriku masih terus rerpojok
PoV Yoga***"Semua informasinya sudah aku kirim lewat email."Pesan masuk setelah aku keluar dari ruang meeting. Temanku yang detektif ini menjanjikan waktu sebentar, tapi karena katanya dia ada meeting penting sehingga pekerjaannya dia tunda dulu. Dan baru sekarang dia mengirimkan semuanya. Katanya sudah lewat email.Aku Pun bergegas menuju ruang bekerja. Membuka laptop dan segera mencari tahu informasi terbaru yang masuk lewat email yang yang aku pakai untuk mendapatkan informasi darinya.Tanpa basa-basi aku pun segera membaca dan melihat bukti lokasi yang telah temanku itu selidiki.Degh!Aku kaget ketika dua nomor yang berbeda itu ternyata berada di lokasi yang sama. Bahkan bukan berdekatan, tapi memang di titik yang sama.Satu Nomor dengan identitas bernama Diwan. Dan satu lagi nomor atas nama Hans. Aku malah semakin bingung, jangan-jangan dugaan istriku benar, kalau Diwan lah yang memanfaatkan situasi ini untuk meneror istriku. Tapi apa maksud dan tujuannya?Ku tanya lagi kepad
PoV Yoga***[Maaf, kita belum bisa bertemu. Aku hanya bisa mengagumimu tanpa bisa melihatmu. Kita ini berada di posisi yang masih salah. Aku punya istri dan kamu pun punya. Aku hanya berharap suatu saat kita bersatu]Wajah istriku saat ini benar-benar murung dan ketakutan. Dia pasti berpikir kalau aku akan marah. "Mas, sumpah aku nggak tahu lho Mas salah orang ini," resahnya.Aku berusaha percaya. "Oke, sudah jelas kalau orang itu benar-benar menginginkan kamu. Tapi identitasnya terus saja dia sembunyikan.""Mas, aku yakin, ini adalah kerjaan seseorang untuk menghancurkan rumah tangga kita saja. Sumpah, aku gak tahu soal ini." Kekeh istriku seperti meresahkan pikiranku saat ini.Kami berdua diam. Namun, tiba-tiba istriku mengatakan kalau dia memiliki sebuah ide. "Mas!" Dia membuyarkan lamunanku. "Ada apa?" tanyaku.Dia malah mondar-mandir. "Gini nih, Mas, aku kok jadi suuzon kalau
PoV Yoga***"Selidikku siapa Diwan yang dimaksud oleh Hans. Saya mau kabar sebelum 24 jam!" titahku pada orang suruhan.Mereka langsung sigap mengiyakan.Aku ingin tahu nama Diwan yang disebut Hans. Mungkin saja dia adalah Diwan yang sama dengan suaminya Risma.Dari kantor dia resign katanya ingin buka usaha, tapi setelah aku telusuri ternyata Diwan tidak buka usaha di rumah. Kata ibunya istriku Diwan itu seperti masih kerja kantoran.Aku ingin segera clear kan masalah ini. Keresahan hati mengenai Hans yang ingin merebut istriku ini harus segera aku pecahkan saat ini juga. Jangan sampai ada kesalahpahaman diantara kita yang terlalu jauh.Di menit kemudian tiba-tiba ponselku berdenting. Setelah melihat nama yang tertera di nomor panggilan yang masuk, ternyata dia adalah istriku.Segera aku menjawabnya. "Ya, Sayang?" sapaku lebih dulu."Mas, aku ada kabar dari sese
Ternyata Hans sedang ada masalah keluarga. Mungkinkah dia bermasalah dengan istrinya sehingga ingin mendapatkan istriku? Benar saja dia barusan menyanjung istriku tanpa ada rasa resah."Semoga rumah tangga kalian kembali membaik ya," ujarku mengharapakan."Ya, semoga. Terima kasih."Lumayan lama berbincang-bincang ke sana-kemari. Bahkan kami juga membahas bisnis yang sedang berjalan. Namun, karena sudah pukul sebelas, aku pun gegas kembali ke kantor. Cukup untuk hari ini menjadi detektif secara langsung tanpa Hans sadari. Karena aku yakin, dia tak akan sadar kalau kecurigaan hati ini jatuh padanya. Entah kalau dia sudah tahu semuanya, sehingga dia seakan-akan memperlihatkan tak sedang terjadi sesuatu di depanku.***Saat makan siang aku ijin pada istri untuk bertemu dengan dua rekan. Yang satunya baru tiba dari luar negeri setelah pergi selama empat bulan lamanya. Dia melanjutkan studi di sana."Halo, Will, apa kabar?" Aku m
PoV Yoga***Dia seperti gelisah setelah berkali-kali melirikku. "Oh, ya, it's oke. Em, diantar siapa kemari? Em, ya, duduk, duduk!" Ia nampak salah tingkah lagi. Hal yang membuat hatiku jadi tidak nyaman bila dia begini. "Resepsionis yang mengantarkan." Aku menjawab sembari duduk di sofa."Oh iya." Ia manggut dengan bola mata tak henti bergerak.Aku semakin curiga dengan ekspresinya. "Sepertinya Pak Hans sedang gelisah sekali? Ada hal buruk 'kah?" Bola matanya tak menatapku fokus. Semuanya membuatku semakin penasaran. Kenapa aku menduga dialah yang akan merusak rumah tanggaku. Untuk apa juga dia pindah rumah ke tempat yang dekat dengan rumahku? Tapi aku tak bisa suudzon begini. Harus benar-benar dicari bukti terlebih dahulu."Em, ada hal yang teramat pentingkah hingga langkah Pak Yoga sampai kemari?" tanyanya begitu resah. Tapi ada sandiwara persembunyian di baliknya."Oh tak ada apa-apa. Kebetulan saya hari
Betapa kagetnya aku, ada KTP rekan bisnisku di layar. Dengan jelas kutatap foto dan juga nama lengkap. Benar sekali, tak ada yang salah."Hans Putra Baskhara," batinku kaget.Aku zoom kembali lebih detail. Aku juga melihat lagi file lain, siapa tahu salah buka, ternyata tidak. Benar-benar identitas Hans kudapat.Ada sosial media juga yang terpaut dengan nomor asing itu. Semua wajah rekan bisnisku. Ini benar-benar membuatku bertanya-tanya. Bukankah kemarin Risma memalsukan atas nama Hans? Lalu istriku menyelidiki hingga identitas Risma dan suaminya itu terbukti? Sekarang?Apa mungkin ini bukti palsu? Gegas kuhubungi kembali si orang suruhan. Dia yakin 100%, data yang ia dapat dari nomor tersebut itu benar. Tidak ada yang keliru. Aku jadi geleng-geleng kepala. Setelah dipikir-pikir, hari ini lebih baik aku datang pada Hans. Perusahaan cabangnya yang baru berdiri itu akan kuhampiri. Mungkin dia bisa memberikan penjelasan atas semu
PoV Yoga***Sekarang di rumah ada Oma. Ia katanya ingin tinggal di sini sampai istriku melahirkan nanti. Biasalah, orang tua selalu banyak sekali aturan dan juga soal pantrangan. Kupikir dulu dia juga melakukan hal yang sama pada anak dan cucunya, dan sekarang istriku. Oma akan berada di sini untuk menjaga istri dan jabang bayiku. Mungkin lebih ke ingin menemani.Itu kata Oma, yang aku pikir di sini Oma lebih ke menginginkan peraturan baru. Dia sepertinya ingin mencaritahu bagaimana istriku kesehariannya lebih detail. Kutahu, Oma selalu menginginkan semua hal itu sempurna.Di sisi lain datangnya Oma membuatku gembira. Jadinya, aku juga bisa melihat dan menjaga dia lebih dekat lagi. Bukan hanya bertemu setahun sekali atau dua kali saja.Usianya sudah sepuh sekali. Kalau tak salah, sudah lebih dari 78 tahunan. Begitu katanya. Dengan usia demikian, dia masih mampu berjalan tegap walaupun tak secepat sewaktu masih muda. Kadang aku berpikir,