"Em, tolong ambilkan secangkir kopi latte lagi. Ingat, yang pas takarannya. Kalau tidak bisa, seduh yang kemasan saja." Aku memintanya supaya pergi sejenak."Kopi lagi, Pak? Memangnya itu …," herannya."Kenapa?" protesku.Dia seketika langsung menunduk. "Oh iya, Pak." Dia pun pergi.Aku saat ini sedang menunggu kedatangan seseorang. Siapa lagi kalau bukan Hans yang asli. Kami ada penandatanganan kontrak kerja sama hari ini. Karena dia juga sudah pindah rumah dan ternyata ke kawasan dekat rumahku, jadi kami mudah bertemu.Tok tok tok!Jeda setelah Risma pergi, pintu diketuk. Yang masuk adalah sekretarisku membawa Hans, rekan kerja yang ditunggu sejak tadi."Selamat siang, Pak Yoga."Aku berdiri lalu kami berjabat tangan. "Oh ya, selamat siang. Silahkan duduk, Pak Hans.""Kalau begitu saya permisi, Pak. Mungkin perlu saya buatkan kopi sekarang, Pak?" tawar sekretaris."Tak perlu, saya sudah suruh OB kok.""Oh baiklah, Pak. Saya permisi." Aku lanjut duduk di sofa dengan Pak Hans yang u
PoV Maya***Aku sudah punya rencana untuk mempertemukan Hans dan juga Risma. Sepertinya itu juga akan diatur oleh Mas Yoga. Wanita itu sepertinya memang harus dibuat kaget atas kelakuannya sendiri. Sepenyelidikan Mas Yoga, sepertinya Risma ngarang-ngarang saja asal jeplak sebut dan nyamar menjadi nama Hans. Dia juga pasti pernah saling kenal dekat, makanya nama Hans yang ada di ingatan Risma."Sayang, ke sini. Ke ruanganku sebentar lagi ya."Begitu kata Mas Yoga satu menit yang lalu. Sepertinya ada rencana yang aku inginkan akan dia jalankan sekarang.Aku pun bereskan pekerjaan sebentar yang tinggal sedikit lagi, lalu selesai. Dan kini menuju ke ruangan suami.Tok tok tok!"Masuk!" sahut dari dalam. Itu adalah suara suamiku. Aku pun masuk saja dan memang di dalam sudah ada orang lain."Sayang, masuklah!" pinta Mas Yoga padaku. Kini aku melenggang masuk ke arah mereka dengan sa
"Sebenarnya ini kenapa?" Hans kebingungan."Maaf atas kekurang nyamanannya, Pak Hans. Saya akan jelaskan dari awal, kenapa juga di momen pertemuan kita ini saya tahan Risma rekan kalian."Mas Yoga sekarang mulai menjelaskan dari awal ada orang yang berpura-pura mengenalkan nama Hans kepadaku sampai sebuah identitas terkantongi. Saat ini Hans masih belum mengerti. Tapi wajah Risma semakin pias seperti tak berdarah. Giliran aku menjelaskan dengan detail kalau Risma sengaja menyamar menjadi Hans untuk menggangu rumah tangga kami. Dia juga membubuhkan foto Hans di foto profil. Yang Hans akui kalau itu adalah foto di media sosialnya lima tahun terakhir. Karena sekarang dia sudah tak terlalu aktif di media sosial berlogo biru itu kecuali aplikasi berlogo kamera berwarna merah jambu.Sebenarnya mungkin bagi Hans ini bukan apa-apa, tapi bagi kami, sikap, sifat dan kelakuan Risma sangatlah buruk sekali.Saa
Risma***"Pak, tolong jangan pecat saya, Pak. Saya mohon!" Aku menangis lagi dengan tersedu-sedu, "Maya, tolong aku, May. Aku butuh pekerjaan ini." Semoga saja aku bisa dipertahankan. Kalau mereka orang baik, pasti tak akan tega melihat wanita menangis."Sejak kapan dia bekerja, Pak Yoga?" Hans bertanya sembari menunjukku. Aku harap dia akan membelaku. Dia temanku, sepertinya tadi marah hanya karena emosi saja."Belum genap dua Minggu. Sepertinya dia juga meneror istri saya sejak masuk ke perusahaan ini. HRD menerimanya. Mungkin dia membuat-buat etika yang baik supaya diterima."Hans geleng-geleng mendengar penjelasan Yoga. Aku tak habis pikir dengan yang Yoga katakan. Memang aku melakukan itu supaya diterima. Tapi kenapa cepat sekali aku berakhir. Belum juga mendapatkan benih-benih berlian, malah dapat kotoran ayam."Ya ampun, kamu benar-benar memalukan, Risma," kata Hans lagi mengge
Sindy (mantan pacar Anang)***Tuk … tuk … tuk …Napasku sepertinya susah berhembus. Sesak sekali saat ini. Ingin menangis tapi kekesalan melanda batin. Rusak sudah masa depanku.Ketuk palu keputusan hakim telah bersorak riang di telinga. Saat ini aku hanya bisa duduk kesal dengan vonis empat tahun penjara. Kenapa bisa selama itu, padahal perbuatan yang aku lakukan ringan. Hukum tidak adil. Sidang selesai dan kami diminta bubar.Hakim ketua sudah beranjak. Pun dengan jajarannya. Aku akan segera dibawa ke lapas. Resmi sekarang menjadi seorang narapidana.Aku dibawa keluar. Yang mendampingi sidang hanya Ibu dan pengacara. Sayang, aku tak dapat keringanan hukuman yang banyak."Ah, Sindy! Kenapa kamu bertindak hal bodoh dan konyol! Jadinya begini 'kan? Kamu ini." Ibu menggerutu kecewa padaku. Dia benar-benar tak menyangka, anaknya yang adem-adem saja malah terjerat hukum. Dan seka
Maya***"Jadi, Sindy itu katanya dikurung 4 tahun penjara ya, Mas?" tanyaku pada Mas Yoga yang memberitahu perihal vonis Sindy. Katanya dia dapat kabar dari pengacara."Iya. Aku dikasih informasi. Tinggal nunggu sidang Anang yang mungkin akan vonis bulan depan. Aku sudah tak sabar lihat dia dijatuhi hukuman.""Iya, Mas. Lama ternyata proses hukum itu ya, Mas? Kupikir akan selesai dalam waktu satu bulan. Hihi. Ternyata enggak semudah itu. Berita di televisi bukan bohong ya, Mas. Apalagi para maling uang negara." Kami saling berkomentar."Iya. Di penjara-penjara juga katanya enak. Ada Tv, AC, lemari es, kasur empuk. Ya, seperti rumah saja. Makanya tak bakalan jera-jera tuh mereka. Rekan papa juga koruptor, di penjara kayanya enak. Hanya, tak bisa ke mall aja. Tapi apa yang ia mau, dikasih lho.""Masak sih, Mas?" "He'em.""Mas Anang gitu enggak ya, Mas? Kalau begitu, percuma di
Maya***"Lho! Ini kok di box makanan ada bangkai kecoaknya?"Aku kaget mendengar teriakan tetangga saat ia membuka isi box makanan yang baru saja dihidangkan."Lah, ini malah yang saya ada cicaknya. Ih!" Degh!Kini para tamu malah membuka box makanan yang kami berikan untuk dibawa pulang. Beberapa dari mereka ada yang langsung membuang kotak makanan itu. Ada juga yang hanya diam menyaksikan seakan ini hanya rekayasa. "Ada apa, Bu?" Ibu bertanya pada mereka."Ini nih, kok di kotak makanan saya ada bangkai kecoak! Ih, gak higienis ini! Ibu sengaja pesan katering murahan biar irit biaya ya!" Jleb!Lontaran salah seorang tetangga yang didukung oleh beberapa tetangga lain pun membuat suasana saat ini menjadi ramai dengan pembicaraan."Bu! Itu makanan produksi saya lho! Ibu menyalahkan saya? Saya baru ada kejadian seperti i
"Oh, jadi Bu Ana sengaja pasti ya? Ingin meracuni kami?" kata tetangga malah jadi kompor. Yang Bu Ana lakukan saat ini hanyalah geleng-geleng kepala. Beliau seakan tak sanggup lagi menjelaskan karena tak ada bukti."Bukan, Bu. Bukan begitu maksud saya. Apa iya, kalau Ibu punya usaha, Ibu akan menjelekkan usaha Ibu. Itu artinya usaha tak akan laku dong, Bu!" kata suamiku kembali."Intinya, kalau tidak ada undur kesengajaan, tidak mungkin ada dua hewan itu di dalam lima box makanan. Saya sudah katakan, susah seksli untuk menangkap hewan lincah tersebut. Satu lagi, cicak akan berlari kalau dia sedang makan didekati makhluk hidup lain. Mungkinkah cicak santai saja dan mau ditutup oleh kardus makanan?" Mertuaku kalau bicara memang dengan logika. Ini aku yakin, pasti ada pemitnahan. Apa Risma? Karena ia ingin mempermalukan keluargaku?"Oke, kita cek CCTV. Mungkin saja seseorang melakukan sebuah hal di rumah ini. Di setiap sudut ada CCTV 'kan, Ga?"