Di dalam sebuah kamar, yang cukup sempit, terlihat seorang pemuda sedang menatap nanar sebuah map bewarna merah, lelaki itu meremas sedikit kuat, pinggiran map tersebut, yang berada di genggamannya sungguh perasaanya saat ini tidak menentu, antar senang dan juga sedih. Senang karena jalannya pemuda itu untuk menikahi kekasihnya sudah berbuka lebar di depan mata, namun sedih karena mengetahui pengorbanan kedua orang tuanya yang sampai seperti ini.Ya, tadi malam Pak Agus sudah memutuskan, akan menyerahkan lahan perkebunan warisan milik kakeknya tersebut kepada Jaka, sebagai mahar sang putra untuk menikahi gadis pujaan hatinya, memikirkan itu kembali tiba-tiba membuat hatinya jadi gundah gulana. Jaka berpikir apakah ia harus merelakan warisan milik keluarganya hanya demi keegoisannya, itulah yang Jaka pikirkan saat ini. Bu Romlah yang awalnya hendak menuju dapur, menghentikan langkahnya, saat matanya tidak sengaja melihat pintu kamar putranya sedikit terbuka, karena merasa penasaran, w
Setelah kepergian Juragan Wildan, Ciko kembali duduk. Sedangkan Bi Ratih langsung menuju dapur untuk menyiapkan sarapan untuk majikannya."Bi, apa Ayuna, kalau jam segini belum bangun ya?" tanya Ciko, lelaki itu menatap pintu kamar Ayuna yang masih tertutup rapat."Selama sakit biasanya bibi membangunkan Neng Ayuna jam sembilan Nak Ciko," jelas Bi Ratih."Benarkan? Berarti saya datangnya kepagian dong?""Sepertinya begitu,""Apa tidak bisa dibangunin saja Bi, seperti yang Om Wildan katakan tadi?" tawar Ciko.Baru saja Bi Ratih hendak menjawab, tiba-tiba terdengar suara seorang gadis yang memanggil Bi Ratih, dan siapa lagi kalau bukan Ayuna. Kepala gadis itu menyembul dari luar kamar, sedangkan tubuhnya masih berada di dalam kamarnya. Sedangkan Ciko dan Bi Ratih langsung menoleh ke arah sumber suara, dan mereka mendapati Ayuna yang ternyata sedang menatap ke arah mereka, dengan wajah bantal dan rambut yang berantakan, meskipun begitu, wajah gadis itu tidak pernah terlihat jelek sama se
Wanita itu melangkah mendekati gazebo yang di isi oleh dua orang muda mudi. Sedangkan di sisi gazebo yang lain sudah menyadari kedatangan gadis tersebut, namun Jaka dan Silvi sepertinya masih belum menyadari kedatangan gadis itu, karena terlihat masih sibuk dengan aktivitas mereka, dan itu membuat gadis baru datang tersebut semakin menggeram."Bang Jaka!" panggil gadis itu, sedikit berteriak saat melihat Jaka malah terlibat percakapan dengan gadis lain, dan tidak menyadari kedatangannya seperti yang lainnya. Mendengar ada yang memanggil sontak mereka menoleh ke arah sumber suara, dan alangkah terkejutnya Jaka saat melihat kedatangan orang yang dicintainya, ya gadis itu adalah Indah. Indah masih menatap Jaka dan Silvi dengan tajam, lalu tatapan gadis itu jatuh pada makanan yang ada di depan Jaka. Makanan itu terlihat sudah hampir habis, entah mengapa Indah sedih melihatnya, bukan karena Jaka menghabiskan makanan tersebut, namun karena dirinya saat ini sudah sia-sia saja menyiapkan maka
Ayuna terdiam saat mendengar suara orang dari seberang telpon tersebut, gadis itu yakin jika suara yang ada di ujung telpon itu bukanlah suara Ciko, ataupun ayahnya Juragan Wildan. Belum sempat Ayuna berpikir, lagi-lagi gadis itu terkejut saat orang diseberang sana memberitahukan siapa dirinya."Jaka? Ini kamu, Jaka??" Ayuna memekik kaget saat tahu siapa penelpon tersebut. Gadis itu merutuki dirinya karena tadi sempat memaki pemuda itu, yang dirinya pikir adalah Ciko.'Duuh, malu banget aku, semua karena Ciko sih,' batin Ayuna yang malah menyalahkan Ciko, padahal salahnya sendiri, kenapa tidak melihat siapa yang sudah menghubunginya tadi."Oh, tidak kok Jaka, aku tidak sibuk. Maaf ya tadi karena sudah marah-marah sama kamu, soalnya tadi ada yang terus mengganggu aku," ucapnya berkilah.Beberapa saat kemudian Ayuna sudah menutup panggilan telponnya, gadis itu memegangi dadanya yang masih berdegup dengan kencang, ingin rasanya Ayuna berteriak karena tadi ia sempat memaki Jaka, lelaki ya
Terlihat Juragan Wildan melangkah ke arah ruang tamu, tadinya lelaki paruh baya itu memang kembali ke kamarnya karena ada keperluan, tetapi sekarang sudah kembali bergabung bersama mereka."Bagai mana hubungan kalian? Kapan akan melangsungkan pernikahan?" tanya Juragan Wildan tiba-tiba, Ayuna yang saat itu sedang minum langsung tersedak dibuatnya."Uhuk-uhuk ..." "Loh, kamu kenapa Ay? Pelan-pelan dong Sayang," Juragan Wildan mengusap punggung putrinya, namun dengan cepat ditepis oleh gadis itu. Tidak tahukah Juragan Wildan, jika pertanyaannya itu barusan membuat hati sang putri menjerit."Aku tidak apa Ayah," jawab gadis itu cepat.'Apaan sih Ayah, ngapain coba tanya hal tidak penting seperti itu, males banget dengarnya,' batin Ayuna merutuki ayahnya sendiri.Sedangkan Indah yang mendapat pertanyaan tersebut, langsung antusias untuk menjawabnya."Doa kan saja Juragan, secepatnya. Saya juga sudah tidak sabar ingin cepat menjadi istrinya Bang Jaka," ucap Indah terlihat sangat antusias.
Seminggu sudah berlalu, kini Ayuna sudah mulai beraktivitas seperti biasanya. Gadis itu duduk didepan cermin, melihat penampilannya yang sudah waw, gadis itu yakin, siapa saja yang melihatnya pasti akan terpesona, begitu juga dengan Jaka. Ya, tujuannya mempercantik diri seperti ini hanya untuk Jaka seorang. Ayuna ingin lelaki itu terpesona dengannya, dan Ayuna sangat berharap bisa meluluhkan hati pemuda tersebut."Sudah satu Minggu tidak ketemu kamu Jaka, aku kangen," gumam Ayuna. Gadis itu mengusap lembut, satu buah bingkai yang berisikan poto Jaka di dalamnya. Ya, Ayuna pernah secara diam-diam mengambil Poto pemuda itu saat pertama kali ia bekerja di perkebunan membantu ayahnya.Ayuna kembali menatap pantulan wajahnya di depan cermin, gadis itu tersenyum. Mencoba memberikan semangat untuk dirinya sendiri. "Harus semangat Ay, walaupun sekuat apa cinta mereka, pasti ada jalan untuk memisahkan," monolog gadis itu, bersemangat. "Tetapi kok kedengarannya aku jahat sekali ya, berencana un
Setelah pamit pada Pak Budi, Ayuna dan Jaka langsung menuju lokasi, dengan mengendarai motor bebek milik Jaka. Tidak lupa mereka berdua menggunakan topi di kepala, untuk pengaman, yang biasa digunakan para pekerja perkebunan."Sudah siap Neng?" tanya Jaka."Sudah Jak, ayo langsung saja, agar tidak kesiangan," ucap Ayuna. Gadis itu berpegangan di pinggang pemuda tersebut, Jaka sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Ayuna. Pemuda itu berdehem untuk mengurangi rasa groginya."Ayo Jak, aku sudah siap," ucap Ayuna."Oh, baik Neng. Kita pergi sekarang," ucap Jaka yang langsung menyalakan mesin motor roda dua miliknya."Pelan-pelan saja, jangan ngebut ya Jak," ucap Ayuna yang sebenarnya hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan pemuda tersebut."Iya Neng, baiklah," jawab Jaka.Sepanjang perjalanan menuju lokasi perkebunan, Ayuna terus tersenyum. Gadis itu tidak menyangka jika hal sekecil ini bisa membuatnya bahagia.Namun tiba-tiba Jaka menghentikan laju motornya, saat merasa
Tidak terasa jam sudah menunjukan pukul tiga sore, saat ini Ayuna dan Jaka sudah berada ditempat dimana tadi pagi mereka memarkirkan motor miliknya, rencananya mereka akan kembali ke perkebunan. Karena tugas keduanya mengawasi pengambilan buah sudah selesai. Sebenarnya Ayuna dan Jaka hanya mengontrol saja, karena Pak Budi sendiri memang sudah menyiapkan satu orang pengawas, yang memang bertujuan untuk memantau langsung pekerjaan para karyawan, sementara Ayuna dan Jaka hanya melihat-lihat saja."Jaka, apa Kita langsung kembali ke perkebunan?" tanya Ayuna. Saat ini keduanya sudah berada di samping motor milik Jaka."Tentu, memangnya mau ke mana lagi Neng, ini sudah sore, dan saya pikir Pak Budi juga butuh laporan yang ada pada kita saat ini, iya kan?"'Rasanya tidak rela jika pulang gitu saja, bagai mana ya caranya agar bisa lebih lama bersama Jaka?' batin Ayuna, sambil berpikir."Neng, ayo naik!" ajak Jaka. Pemuda itu menoleh kebelakang, saat melihat Ayuna masih belum naik ke atas moto