Seminggu sudah berlalu, kini Ayuna sudah mulai beraktivitas seperti biasanya. Gadis itu duduk didepan cermin, melihat penampilannya yang sudah waw, gadis itu yakin, siapa saja yang melihatnya pasti akan terpesona, begitu juga dengan Jaka. Ya, tujuannya mempercantik diri seperti ini hanya untuk Jaka seorang. Ayuna ingin lelaki itu terpesona dengannya, dan Ayuna sangat berharap bisa meluluhkan hati pemuda tersebut."Sudah satu Minggu tidak ketemu kamu Jaka, aku kangen," gumam Ayuna. Gadis itu mengusap lembut, satu buah bingkai yang berisikan poto Jaka di dalamnya. Ya, Ayuna pernah secara diam-diam mengambil Poto pemuda itu saat pertama kali ia bekerja di perkebunan membantu ayahnya.Ayuna kembali menatap pantulan wajahnya di depan cermin, gadis itu tersenyum. Mencoba memberikan semangat untuk dirinya sendiri. "Harus semangat Ay, walaupun sekuat apa cinta mereka, pasti ada jalan untuk memisahkan," monolog gadis itu, bersemangat. "Tetapi kok kedengarannya aku jahat sekali ya, berencana un
Setelah pamit pada Pak Budi, Ayuna dan Jaka langsung menuju lokasi, dengan mengendarai motor bebek milik Jaka. Tidak lupa mereka berdua menggunakan topi di kepala, untuk pengaman, yang biasa digunakan para pekerja perkebunan."Sudah siap Neng?" tanya Jaka."Sudah Jak, ayo langsung saja, agar tidak kesiangan," ucap Ayuna. Gadis itu berpegangan di pinggang pemuda tersebut, Jaka sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Ayuna. Pemuda itu berdehem untuk mengurangi rasa groginya."Ayo Jak, aku sudah siap," ucap Ayuna."Oh, baik Neng. Kita pergi sekarang," ucap Jaka yang langsung menyalakan mesin motor roda dua miliknya."Pelan-pelan saja, jangan ngebut ya Jak," ucap Ayuna yang sebenarnya hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan pemuda tersebut."Iya Neng, baiklah," jawab Jaka.Sepanjang perjalanan menuju lokasi perkebunan, Ayuna terus tersenyum. Gadis itu tidak menyangka jika hal sekecil ini bisa membuatnya bahagia.Namun tiba-tiba Jaka menghentikan laju motornya, saat merasa
Tidak terasa jam sudah menunjukan pukul tiga sore, saat ini Ayuna dan Jaka sudah berada ditempat dimana tadi pagi mereka memarkirkan motor miliknya, rencananya mereka akan kembali ke perkebunan. Karena tugas keduanya mengawasi pengambilan buah sudah selesai. Sebenarnya Ayuna dan Jaka hanya mengontrol saja, karena Pak Budi sendiri memang sudah menyiapkan satu orang pengawas, yang memang bertujuan untuk memantau langsung pekerjaan para karyawan, sementara Ayuna dan Jaka hanya melihat-lihat saja."Jaka, apa Kita langsung kembali ke perkebunan?" tanya Ayuna. Saat ini keduanya sudah berada di samping motor milik Jaka."Tentu, memangnya mau ke mana lagi Neng, ini sudah sore, dan saya pikir Pak Budi juga butuh laporan yang ada pada kita saat ini, iya kan?"'Rasanya tidak rela jika pulang gitu saja, bagai mana ya caranya agar bisa lebih lama bersama Jaka?' batin Ayuna, sambil berpikir."Neng, ayo naik!" ajak Jaka. Pemuda itu menoleh kebelakang, saat melihat Ayuna masih belum naik ke atas moto
"Ayuna kamu di sini juga?" tiba-tiba saja Ciko datang ke meja Ayuna dan Jaka, membuat keduanya langsung menoleh ke arah sumber suara. Setelah itu ayuna kembali menikmati bakso yang ada di depannya.Ayuna mendengus, sejujurnya gadis itu sangat merasa terganggu dengan kehadiran keduanya, ingin sekali menyuruh mereka pergi, namun tidak mungkin juga ia lakukan, apa lagi mengingat ada Jaka bersamanya. "Kalian sudah selesai makannya? Kalau mau pulang duluan saja, saya dan Jaka masih ingin menikmati bakso sambil nyantai," ucap Ayuna tanpa melihat lawan bicaranya. Gadis itu terlihat masih asik menikmati bakso beranak yang super duper nikmat tersebut. Sedangkan Jaka hanya tersenyum sambil menganggukan kepalanya untuk sekedar menyapa Ciko, dan wanita yang ada dibelakang pemuda tersebut, yang tidak lain adalah Silvi."Boleh kami gabung bersama kalian Ay?" tanya Ciko tanpa tahu malu, membuat Ayuna langsung menghentikan makannya, lalu menoleh ke arah pemuda tersebut."Bukannya kalian sudah selesai
Ayuna melangkahkan kakinya menuju lantai dua, dimana kantor sang ayah berada, sesampainya di sana gadis itu langsung mendudukkan bokongnya di atas sofa empuk yang memang disediakan untuk tamu. Juragan Wildan yang saat itu masih berkutat dengan beberapa kertas ditangannya langsung melirik ke arah sang putri yang terlihat memanyunkan wajahnya. "Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Juragan Wildan, lelaki tua itu menurunkan kaca mata bacanya sedikit, sambil menatap Ayuna dengan alis bertautan.Gadis itu semakin memberengut, lalu melirik malas ke arah sang ayah. Membuat Juragan Wildan semakin penasaran dibuatnya."Ada apa sih Sayang? Coba kamu bicara sama Ayah!" Juragan Wildan merapikan semua kertas yang tadi sempat ia pegang, lalu melangkah menuju sofa, di mana saat ini Ayuna berada."Ciko, dia itu benar-bebar menyebalkan sekali Yah," adu Ayuna."Ciko? Memangnya kenapa dengan pemuda itu?" Juragan Wildan bertanya dengan alis bertautan."Dia maksa aku buat pulang bersamanya, padahal
Pagi-pagi sekali Jaka sudah berada di kediaman Juragan Wildan, Ayuna yang saat itu baru keluar dari kamarnya cukup terkejut dengan kehadiran lelaki pujaan hatinya tersebut."Jaka? Apa aku tidak salah melihat? Ngapain pagi-pagi dia sudah berada di rumah?" gumam gadis itu bertanya-tanya. Kaki Ayuna sudah bisa berjalan normal, namun meskipun begitu, gadis itu masih tidak di perbolehkan berjalan dengan kencang, atau berlari. Gadis itu harus berjalan dengan perlahan.Jaka yang saat itu sedang duduk di ruang tamu seketika menoleh kebelakang, rupanya lelaki itu menyadari kedatangan Ayuna. Bagai mana tidak, aroma parfum yang semerbak memenuhi indra penciuman pemuda itu, meskipun begitu bagi Jaka, aroma tersebut sangat menyenangkan, wanginya lembut dan tidak bikin pusing kepala. Tentu saja, parfum yang digunakan gadis itu adalah parfum mahal."Ekhem ... "Ayuna berdehem menghilangkan sedikit rasa groginya, sedangkan Jaka, pemuda itu langsung tersenyum begitu pandangan mereka bertemu, pemuda itu
Bagai mana keadaan kakinya Neng Ayuna, Apa sudah baikan?" tanya Jaka, sambil melirik gadis yang ada disampingnya. Saat ini keduanya baru saja masuk kedalam mobil."Seperti yang kamu lihat, kaki saya sudah lebih baik," jawab gadis itu tanpa menoleh ke arah Jaka.Jaka menghela nafas, entah mengapa pemuda itu merasa sejak tadi Ayuna bersikap tak acuh padanya, bukannya bermaksud ingin dipedulikan, hanya saja sikap gadis itu berbeda seperti biasanya, dan jujur saja Jaka merasa kurang nyaman jika harus pergi bersama dengan seseorang yang bahkan merasa enggan saat bersamanya. Namun meskipun dalam hatinya merasa kurang nyaman, mau tidak mau Jaka tetap harus melakukan pekerjaannya. Ya, walaupun ini bukan diperkebunan, namun bagi Jaka, ini tetap bagian dari pekerjaannya.'Duh, kok aku jadi jaim begini sih? Kamu itu berharap apa sih Ay, berharap Jaka mau merayau kamu? Mimpi! Memangnya kamu itu siapanya dia? Kekasih? Jangan berharap dia mau melakukan apa yang kamu mau, ini adalah kesempatan langk
Sepanjang perjalanan, terlihat Ayuna lebih banyak bicara, entah apa yang gadis itu bicarakan, sehingga membuat Jaka yang mendengar tersenyum."Oh, jadi dulu Neng Ayuna dan Mba Lola satu fakultas?" tanya Jaka. Ternyata gadis itu sedang menceritakan tentang kehidupannya saat dulu dirinya berkuliah di kota."Ya, begitulah. Kamu sendiri?""Hah? Apanya Neng?" Jaka merasa bingung dengan pertanyaan gadis itu, hingga beberapa saat kemudian Jaka mengerti arah pertanyaan gadis itu. "Oh, saya hanya tamatan SMK Neng, makanya hanya bisa jadi buruh pabrik," jelas Jaka."Oh, maaf aku tidak tahu." Entah kenapa Ayuna tiba-tiba saja merasa tidak enak, namun saat melihat senyum pemuda itu seketika membuat gadis tersebut mengerutkan dahi. "Kenapa kamu senyum begitu?" tanya Ayuna yang merasa sedikit heran. "Tidak apa-apa, Neng tidak perlu merasa tidak enak, karena pada dasarnya, itu memang sesuatu kenyataan," jelas Jaka. Ayuna tidak lagi bicara, gadis itu terlihat sibuk dengan pikirannya, sedangkan Jaka