Tidak terasa jam sudah menunjukan pukul tiga sore, saat ini Ayuna dan Jaka sudah berada ditempat dimana tadi pagi mereka memarkirkan motor miliknya, rencananya mereka akan kembali ke perkebunan. Karena tugas keduanya mengawasi pengambilan buah sudah selesai. Sebenarnya Ayuna dan Jaka hanya mengontrol saja, karena Pak Budi sendiri memang sudah menyiapkan satu orang pengawas, yang memang bertujuan untuk memantau langsung pekerjaan para karyawan, sementara Ayuna dan Jaka hanya melihat-lihat saja."Jaka, apa Kita langsung kembali ke perkebunan?" tanya Ayuna. Saat ini keduanya sudah berada di samping motor milik Jaka."Tentu, memangnya mau ke mana lagi Neng, ini sudah sore, dan saya pikir Pak Budi juga butuh laporan yang ada pada kita saat ini, iya kan?"'Rasanya tidak rela jika pulang gitu saja, bagai mana ya caranya agar bisa lebih lama bersama Jaka?' batin Ayuna, sambil berpikir."Neng, ayo naik!" ajak Jaka. Pemuda itu menoleh kebelakang, saat melihat Ayuna masih belum naik ke atas moto
"Ayuna kamu di sini juga?" tiba-tiba saja Ciko datang ke meja Ayuna dan Jaka, membuat keduanya langsung menoleh ke arah sumber suara. Setelah itu ayuna kembali menikmati bakso yang ada di depannya.Ayuna mendengus, sejujurnya gadis itu sangat merasa terganggu dengan kehadiran keduanya, ingin sekali menyuruh mereka pergi, namun tidak mungkin juga ia lakukan, apa lagi mengingat ada Jaka bersamanya. "Kalian sudah selesai makannya? Kalau mau pulang duluan saja, saya dan Jaka masih ingin menikmati bakso sambil nyantai," ucap Ayuna tanpa melihat lawan bicaranya. Gadis itu terlihat masih asik menikmati bakso beranak yang super duper nikmat tersebut. Sedangkan Jaka hanya tersenyum sambil menganggukan kepalanya untuk sekedar menyapa Ciko, dan wanita yang ada dibelakang pemuda tersebut, yang tidak lain adalah Silvi."Boleh kami gabung bersama kalian Ay?" tanya Ciko tanpa tahu malu, membuat Ayuna langsung menghentikan makannya, lalu menoleh ke arah pemuda tersebut."Bukannya kalian sudah selesai
Ayuna melangkahkan kakinya menuju lantai dua, dimana kantor sang ayah berada, sesampainya di sana gadis itu langsung mendudukkan bokongnya di atas sofa empuk yang memang disediakan untuk tamu. Juragan Wildan yang saat itu masih berkutat dengan beberapa kertas ditangannya langsung melirik ke arah sang putri yang terlihat memanyunkan wajahnya. "Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Juragan Wildan, lelaki tua itu menurunkan kaca mata bacanya sedikit, sambil menatap Ayuna dengan alis bertautan.Gadis itu semakin memberengut, lalu melirik malas ke arah sang ayah. Membuat Juragan Wildan semakin penasaran dibuatnya."Ada apa sih Sayang? Coba kamu bicara sama Ayah!" Juragan Wildan merapikan semua kertas yang tadi sempat ia pegang, lalu melangkah menuju sofa, di mana saat ini Ayuna berada."Ciko, dia itu benar-bebar menyebalkan sekali Yah," adu Ayuna."Ciko? Memangnya kenapa dengan pemuda itu?" Juragan Wildan bertanya dengan alis bertautan."Dia maksa aku buat pulang bersamanya, padahal
Pagi-pagi sekali Jaka sudah berada di kediaman Juragan Wildan, Ayuna yang saat itu baru keluar dari kamarnya cukup terkejut dengan kehadiran lelaki pujaan hatinya tersebut."Jaka? Apa aku tidak salah melihat? Ngapain pagi-pagi dia sudah berada di rumah?" gumam gadis itu bertanya-tanya. Kaki Ayuna sudah bisa berjalan normal, namun meskipun begitu, gadis itu masih tidak di perbolehkan berjalan dengan kencang, atau berlari. Gadis itu harus berjalan dengan perlahan.Jaka yang saat itu sedang duduk di ruang tamu seketika menoleh kebelakang, rupanya lelaki itu menyadari kedatangan Ayuna. Bagai mana tidak, aroma parfum yang semerbak memenuhi indra penciuman pemuda itu, meskipun begitu bagi Jaka, aroma tersebut sangat menyenangkan, wanginya lembut dan tidak bikin pusing kepala. Tentu saja, parfum yang digunakan gadis itu adalah parfum mahal."Ekhem ... "Ayuna berdehem menghilangkan sedikit rasa groginya, sedangkan Jaka, pemuda itu langsung tersenyum begitu pandangan mereka bertemu, pemuda itu
Bagai mana keadaan kakinya Neng Ayuna, Apa sudah baikan?" tanya Jaka, sambil melirik gadis yang ada disampingnya. Saat ini keduanya baru saja masuk kedalam mobil."Seperti yang kamu lihat, kaki saya sudah lebih baik," jawab gadis itu tanpa menoleh ke arah Jaka.Jaka menghela nafas, entah mengapa pemuda itu merasa sejak tadi Ayuna bersikap tak acuh padanya, bukannya bermaksud ingin dipedulikan, hanya saja sikap gadis itu berbeda seperti biasanya, dan jujur saja Jaka merasa kurang nyaman jika harus pergi bersama dengan seseorang yang bahkan merasa enggan saat bersamanya. Namun meskipun dalam hatinya merasa kurang nyaman, mau tidak mau Jaka tetap harus melakukan pekerjaannya. Ya, walaupun ini bukan diperkebunan, namun bagi Jaka, ini tetap bagian dari pekerjaannya.'Duh, kok aku jadi jaim begini sih? Kamu itu berharap apa sih Ay, berharap Jaka mau merayau kamu? Mimpi! Memangnya kamu itu siapanya dia? Kekasih? Jangan berharap dia mau melakukan apa yang kamu mau, ini adalah kesempatan langk
Sepanjang perjalanan, terlihat Ayuna lebih banyak bicara, entah apa yang gadis itu bicarakan, sehingga membuat Jaka yang mendengar tersenyum."Oh, jadi dulu Neng Ayuna dan Mba Lola satu fakultas?" tanya Jaka. Ternyata gadis itu sedang menceritakan tentang kehidupannya saat dulu dirinya berkuliah di kota."Ya, begitulah. Kamu sendiri?""Hah? Apanya Neng?" Jaka merasa bingung dengan pertanyaan gadis itu, hingga beberapa saat kemudian Jaka mengerti arah pertanyaan gadis itu. "Oh, saya hanya tamatan SMK Neng, makanya hanya bisa jadi buruh pabrik," jelas Jaka."Oh, maaf aku tidak tahu." Entah kenapa Ayuna tiba-tiba saja merasa tidak enak, namun saat melihat senyum pemuda itu seketika membuat gadis tersebut mengerutkan dahi. "Kenapa kamu senyum begitu?" tanya Ayuna yang merasa sedikit heran. "Tidak apa-apa, Neng tidak perlu merasa tidak enak, karena pada dasarnya, itu memang sesuatu kenyataan," jelas Jaka. Ayuna tidak lagi bicara, gadis itu terlihat sibuk dengan pikirannya, sedangkan Jaka
Mendengar ada seorang pria yang mengaku sebagai kekasih Ayuna membuat Jaka sedikit terkejut. Karena setahu lelaki itu, Ayuna tidak memiliki seorang kekasih, bahkan gadis itu juga pernah mengatakan hal itu padanya. Namun sekarang tiba-tiba ada yang mengaku sebagai kekasih dari gadis itu, Jaka berpikir mungkinkah waktu itu Ayuna berbohong? pikir Jaka."Ridwan, kau di sini?" tanya Ayuna sedikit terkejut. Gadis itu melirik kearah Jaka yang terlihat diam, bahkan lelaki itu seolah tidak perduli dengan keberadaan lelaki yang bernama Ridwan tersebut."Tentu Sayang, aku mencari mu selama ini, dan akhirnya kita bertemu secara tidak sengaja di tempat ini, bukankah berarti semua itu takdir?" ucap lelaki tersebut."Hah, Takdir? sepertinya kau terlalu naif, kita itu tidak ada hubungan apapun, bahkan sejak dulu. Kau jangan mengaku-ngaku sebagai kekasihku, aku tidak suka kau berbicara seperti itu, karena kau akan membuat orang lain salah paham," ucap Ayuna, sambil melirik ke arah Jaka, yang ada itu m
Ridwan masih menatap dengan pupil mata yang melebar, mulutnya juga terlihat sedikit terbuka. Masih tidak percaya jika Ayuna berani melakukan hal tersebut di depan matanya."Sekarang kamu puas? Bisa tinggalkan kami?!Ridwan yang kehabisan kata-kata, langsung meninggalkan keduanya dengan perasaan yang kesal. Sementara Ayuna menghela nafas lega, namun itu hanya sementara, setelah ini gadis itu akan menghadapi amarah Jaka. Ya, Ayuna merasa bersalah pada lelaki itu karena perbuatannya barusan.Ayuna menatap kearah Jaka dengan tatapan bersalahnya, sedangkan lelaki itu menatap datar. "Jaka aku minta maaf karena sudah melibatkan mu dalam urusanku, aku--""Sebaiknya kita pergi dari sini, saya tidak ingin semangkin jadi tontonan oleh semua orang," ucap Jaka dengan nada dingin, Jaka yang biasanya selalu lembut dan kalem, namun saat ini terlihat berbeda, membuat Ayuna menelan ludahnya susah payah. Ayuna yakin jika Jaka sangat marah padanya, tatapan mata lelaki itu berbeda dari biasanya.Ayuna men