Rayhan duduk di dalam kamarnya. Mukanya pucat pasi, degup jantungnya terasa makin kencang ketika teringat istri dan anak anaknya menaiki perahu bersama pria lain.
Kepalan tangan Rayhan meninju lemari kaca."Prang!"Suaranya kencang sekali hingga membuat tangannya terluka dan berdarah. Ia kembali memukul meja di dekatnya. Melemparkan seluruh barang yang ada di kamar. Kertakan giginya terdengar, urat urat tipis yang ada di dahinya keluar."Apa - apaan ini! Aaarrrrrggghhh!" pekik Rayhan."Awas kau Sandra. Malam nanti aku akan membuatmu menyesal," ucap Rayhan pelan, ia menyeringai dengan tatapan penuh amarah.****Di atas perahu, Sandra yang mulai resah menatap kosong ke arah Danau. Ia hafal betul dengan sikap Rayhan yang pemarah."Rayhan pasti marah denganku," ucap Sandra.Arya menoleh ke arahnya. "Kenapa dia harus marah? Dia kan yang menyuruh kita berangkat duluan.""Dia teman yang baik sekaligus ayah yang baik. Aku melihatnya begitu mencintai anak anaknya." Arya mencoba menenangkan."Peran sebagai seorang suami dan ayah adalah hal yang berbeda," jawab Sandra singkat.Arya menyentuh tangan Sandra."Percayalah dia pria yang baik. Tak ada yang perlu di khawatirkan. Aku ada disini bersama kalian."Sentuhan tangan Arya membuat perasaan tenang dan aman. Sandra terpaku menatap Arya. Kemudian saling melemparkan senyuman. Anak - anak berteriak dengan gembira melihat ikan yang naik ke permukaan air. Semuanya kembali menikmati pemandangan.Dua puluh menit berlalu, awan mendung kian menebal. Matahari perlahan juga mulai menghilang."Pak apa perahunya sudah bisa menepi?" tanya Arya kepada seorang lelaki tua yang mengemudikan perahu."Maaf Pak... Masih satu putaran lagi."Mendengarkan hal ini, anak anak berteriak dengan gembira."Hore!""Ayo lanjutkan petualangan kita!" Levin berteriak sembari mengepalkan tangannya ke atas.Di atas kapal, Arya mengajak anak - anak bernyanyi. Sesekali ia mencuri pandang dengan Ibu dari anak-anak tersebut.Suasana begitu syahdu dan harmonis.Tiba - tiba Bapak pengemudi kapal bertanya."Anaknya hanya dua orang saja Pak?"Pertanyaan ini sukses membuat Sandra dan Arya gelagapan."Bukan pak! Itu."Belum selesai Sandra bicara, Arya langsung menyela."Oh iya Pak. Anak kami hanya dua orang saja.""Keluarga yang bahagia sekali. Saya senang sekali melihat pasangan serasi seperti kalian." Bapak pengemudi kapal memuji." Eh tapi." Sandra hendak mengatakan yang sebenarnya."Ssst! Jika dia tahu kita bukan pasangan, tapi berjalan berduaan seperti ini, apa yang akan dia pikirkan tentangmu?!" bisik Arya lirih sembari menaruh jari telunjuk tepat di depan bibirnya.Sandra hanya diam saja dan tersenyum. Ia tak mampu menolak apapun pernyataan Arya.Tak terasa perahu yang mereka sewa sudah selesai melakukan 2 sesi putaran berkeliling. Arya menggendong Ana, dan membantu Levin turun dari perahu. Ia juga menggenggam erat tangan Sandra di sampingnya, agar tidak terpeleset."Om... Aku mau makan itu," ucap Levin sambil menunjuk ke arah penjual bakso."Levin mau bakso? Ayo kita semua kesana!""Levin, kamu bikin Mama malu aja. Minta minta terus sama Om Arya." Sandra menasehati anaknya."Levin tidak meminta. Aku kan yang bertanggung jawab menjaganya. Sudah sewajarnya, aku juga memastikan kalian pulang dalam keadaan kenyang," jawab Arya.Mereka semua makan dengan lahap. Sesekali terlihat petir menyambar, diikuti oleh suara guntur yang bergemuruh. Selesai makan, mereka berjalan cepat pulang ke villa.Sesampainya di villa, semuanya kebingungan. Ruangan villa terlihat gelap tanpa penerangan. Tak satupun lampu yang menyala."Rayhan kemana? Kenapa dia tidak menyalakan lampu?""Rayhan! Rayhan!" Arya berteriak."Oh kalian sudah pulang, aku di kamar. Aku mengantuk. Aku ingin tidur!" Rayhan menjawab dari dalam kamarnya.Sandra yang mendengarkan ini langsung menyuruh anak anaknya mandi dan segera tidur. Tak lupa, ia pun juga mengucapkan terima kasih kepada Arya."Terima kasih sudah menemani kami.""Kau pasti lelah, segeralah mandi dan beristirahat juga ya." Sandra bicara lagi.Belum sempat Arya menjawab, Sandra bergegas pergi meninggalkan Arya sendirian.Ia sadar penuh, bahwa sebentar lagi Rayhan pasti akan mengamuk dan menyiksanya. Ia tak ingin siapapun mendengar suara tangisannya, terutama anak anaknya.Sandra membuka pintu kamar, ia mendapati situasi kamar yang kotor dan berantakan. Benda - benda berserakan di lantai. Pecahan kaca juga berhamburan di lantai. Sandra tahu bahwa suaminya tidak dalam keadaan baik, ia hanya diam dan berlalu ke kamar mandi.Setelah selesai mandi, ia mendekati suaminya. Memijat punggung dan kaki suaminya."Kau senang berjalan dengan sahabatku kan." Rayhan menyindir dengan suara parau."Tentu tidak. Kenapa bertanya seperti itu?" Sandra membantah tuduhan suaminya.Rayhan membalikkan badan, menatap istrinya penuh emosi."Plak!""Plak!"Dua tamparan mendarat di pipi Sandra.Rayhan meraih leher istrinya lalu mencengkeram dengan kasar."Take off your clothes! Layani aku sekarang!""Cepat!"Rayhan berteriak dengan suara melengking. Tapi kamar utama sudah terpasang peredam suara. Sehingga orang orang yang ada di luar tidak dapat mendengar suara mereka.Kamar itu sengaja di desain khusus oleh pemilik Villa sebagai kamar pengantin baru. Agar pengantin baru yang sedang bulan madu bisa bebas bereksplorasi dan berekspresi bersama pasangannya di atas pembaringan.Rayhan menarik tubuh istrinya ke atas ranjang. Tanpa rasa ragu, ia melepaskan senjatanya ke dalam goa."Kamu adalah milikku. Your body is my mine too," ceracau Rayhan.Ia menggendong tubuh istrinya ke kamar mandi, menyalakan shower dan melakukan olahraga panas di sana."Sakit." Sandra mengeluh seperti biasanya.Tak puas dengan gerakan biasa biasa saja, ia membuka mulut Florist dan memasukkan senjata pamungkasnya di sana.Setelah puas menyalurkan keinginannya, ia meninggalkan Sandra sendirian di kamar mandi.Lagi dan lagi, Sandra merasakan perih pada bagian bawahnya. Selesai membersihkan diri, ia pergi keluar kamar. Berjalan tertatih dengan kaki sedikit mengangkang, menahan sakit.Ia duduk sendirian di kursi ruang tamu. Matanya memerah menahan tetesan air yang akan turun membasahi pipinya.Tangan seseorang menepuk bahunya dari belakang, Sandra menoleh, ia melihat Arya berdiri di belakangnya."Hai apa yang sedang kau lakukan di ruangan gelap seperti ini sendirian?"Sandra diam tak menjawab. Ia menundukkan kepalanya."Kau tak mau ceritakan semuanya kepadaku? Padahal aku sudah siap menjadi pendengar setiamu.""Tidak ada... Aku hanya tidak bisa tidur saja."Arya tersenyum memandangi istri sahabatnya tersebut. Ia tahu bahwa Sandra menyimpan rahasia pahit."Suatu saat kau akan tahu, bahwa seseorang yang tulus berada didekatmu, hanyalah aku." Arya bicara dalam hati."Kletek!" Suara mirip benda yang jatuh ke lantai, membuat Sandra dan Arya kaget."Siapa itu? Apakah itu Rayhan?" Sandra menggigil ketakutan.Suara berisik membuat Sandra berlari masuk ke dalam kamarnya. Untungnya saat ia masuk ke dalam kamar, Rayhan sudah tertidur.Keesokan paginya, Sandra menyiapkan sarapan di atas meja. Menata makanan dengan apik agar saat semua anggota keluarga bangun, makanan sudah siap santap. Mbok Sukra juga membantu sejak pagi.Diam - diam, Arya mengamati Sandra dari kejauhan. Irama jantungnya berdegup kencang."Kenapa selalu seperti ini, saat menatap istri sahabatku? Gelora rasa yang tak biasa. Ia seperti permata, kilauannya saja mampu menggetarkan dada. Apa jadinya jika permata seperti dirinya, menjadi bagian dari hidupku?""Apa - apaan pikiranku! Pagi ini setelah sarapan, aku harus mengirimkan laporan instalasi menara." Arya bicara sambil menepuk dahinya sendiri.Arya berjalan mendekati Sandra dan menyapanya."Hai selamat pagi! Bagaimana tidurmu semalam?" Arya tersenyum menatap wanita pujaannya.Sandra tidak menjawab. Ia menatap nanar kearah Arya."Ada apa?"Belum sempat Arya melanjutkan pertanya
Sandra yang refleks memeluk Arya, segera melepaskan pelukannya. Pipinya memerah, ia jadi salah tingkah."Maaf, aku tidak seharusnya melakukan ini."Jari telunjuk Arya menyentuh bibir Sandra dengan lembut."Ssstt! Jangan katakan apapun. Aku mencintaimu. Aku mencoba berkali kali menepis perasaan ini. Tapi aku tidak bisa."Austin berlutut di depan Sandra. Ia mengulurkan tangannya, mirip seperti seseorang yang akan melamar kekasihnya."Aku ingin ada dalam hidupmu. Biarkan aku menjadi bagian dari hatimu. Apa kau mengizinkannya?"Sandra jadi membeku. Ia tak menyangka, jika Arya akan meminta hal seperti ini."Kenapa diam? Jangan palingkan wajahmu. Aku di sini menunggu jawabanmu."Sandra masih saja diam. Ia merasa dilema. Namun, ia tak bisa menyangkal, jika dirinya merasa nyaman di dekat lelaki itu."Kenapa kau ciptakan sekat di antara kita?Seakan kau tahu, jika sekat itu dilepas, air bukan hanya akan mengalir deras tapi mampu merobohkan dinding bendungan yang ada." Arya melanjutkan ucapannya.
Rayhan melepaskan tangan Sandra. Ia membuang wajahnya. Terlihat raut wajahnya yang kesal tapi ia berusaha untuk menahan emosi."Begitu banyak bunga 1 gerobak penuh. Untuk apa bunga bunga itu dibawa ke sini?" Rayhan bertanya sembari menatap sinis ke arah bunga bunga itu."Yang pasti, untuk ditanam. Tidak mungkin untuk kita makan. Karena kita bukan kambing." Arya mencoba untuk mencairkan suasana yang sempat memanas.Rayhan yang mendengar jawaban tersebut, tersenyum kecil."Konyol sekali jawabanmu itu!" Mereka menata bunga di seluruh penjuru taman yang ada di Villa. Kakek penjual bunga juga sudah berpamitan pulang. Hanya ada mereka bertiga di taman.Rayhan mendekati Sandra, mencoba menyentuh lengan istrinya. Tapi sebelum berhasil disentuh, Sandra pergi menghindari suaminya."Maaf aku permisi dulu. Aku ingin mandi. Badanku terasa kotor." Sandra bicara kepada dua lelaki di depannya."Tentu." Arya dan Rayhan, menjawa
"Siapa yang mengetuk pintu?" Sandra bicara pelan. Arya hanya menggelengkan kepalanya. Pria itu merapikan rambutnya dan juga pakaiannya. Ia meminta Sandra untuk melakukan hal yang sama."Kenakan pakaianmu dan bersembunyilah di dalam kamar mandi!" Sandra dengan gugup meraih pakaiannya dan bersembunyi ke dalam kamar mandi. Sementara itu, Arya membuka pintu kamar dengan perlahan.Ia menghembuskan nafas lega ketika melihat Mbok Sukra yang berdiri di depan kamar."Mbok Sukra? Ada apa ke sini, malam malam?" "Saya ke sini mau antar makanan. Saya tadi nggak sengaja lihat waktu makan malam, kok Pak Arya nggak ikut makan. Jadi saya siapkan makanan." "Oh begitu. Terima kasih. Saya terima makanannya." Arya mengambil nampan yang dibawa oleh Mbok Sukra.Perempuan tua itu secara sekilas menangkap pemandangan yang ada di dalam kamar. Ia melihat ada nampan yang berisi banyak makanan di meja dekat tempat tidur Arya."
"Ta tadi di luar hujan. Aku bermain air hujan sebentar." Sandra berbohong."Hujan?" Rayhan mengerutkan keningnya. Sementara Sandra bergegas menuju ke kamar mandi, sebelum suaminya memberikan pertanyaan lebih banyak lagi.Sesampainya di dalam kamar mandi, Sandra merendam dan membasuh tubuhnya. Ia mengingat moment dimana dirinya dan Arya bercumbu untuk pertama kali."Hal gila apa yang sudah aku lakukan tadi? Kenapa rasanya begitu tak terlupakan. Biasanya aku akan kesakitan setelah olahraga malam. Tapi kali ini, aku malah menikmati." Sandra bicara sendirian.Saat sedang asyik mandi, pintu kamar mandi dibuka oleh sang suami. Rayhan menatap aneh ke arah tubuh istrinya yang tanpa busana."Kau bermain air hujan di tengah malam seperti ini? Kenapa?" Rayhan memberikan pertanyaan lagi."A aku merasa gerah mas. Dan beberapa artikel mengatakan, bermain air hujan dapat menghilangkan stress." Sandra beralasan."Kau merasa stres? Kenap
"Mbok Sukra, ada apa Mbok?" tanya Arya dengan suara terbata."Nggak Pak. Saya cuma mau bilang, kalau Pak Rayhan melupakan jam tangannya. Tadi saat sarapan, ia melepaskan jam tangannya di atas meja makan." Mbok Sukra menyerahkan jam tangan milik Rayhan kepada Sandra.Sandra menerima jam tangan itu. Tapi ia masih memegangi tangan Mbok Sukra."Mbok, tolong ikut saya sebentar." Sandra meminta Mbok Sukra masuk ke dalam kamar. Ia akan mengobrol empat mata dengan wanita tua itu. Arya segera pergi dari sana. "Ada apa Non?" Mbok Sukra bertanya dengan nada gemetar namun sorot matanya menatap tajam."Mbok tadi lihat apa yang saya lakukan dengan Arya kan?"Mbok Sukra terdiam. Ia tak berani menjawab ya ataupun tidak."Mbok! Saya mohon, jangan katakan apapun pada Rayhan." Sandra mengatupkan kedua tangannya."Saya tidak berani mengadu Non. Saya sadar betul kalau saya hanya orang miskin. Mana berani saya mencampuri kehidupan o
Arya menyodorkan selembar tissue kepada Sandra."Kenapa hal sederhana seperti ini saja sampai membuatmu menitikkan air mata? Kita akan ke rumah Ibumu. Jika Rayhan marah, aku yang akan menghadapinya!" seru Arya dengan nada tegas.Akhirnya mereka semua menuju ke Desa Sawahan. Letaknya di balik Bukit Duri yang mengelilingi Danau Blue Bell. Jarak tempuh yang diperlukan hanya sekitar satu jam saja.Tak perlu waktu lama, mereka pun tiba di Desa Sawahan. Di kanan dan kiri jalan, banyak terdapat kebun warga setempat, yang ditanami jagung dan juga bawang.Sungai kecil di pinggir sawah, banyak ditumbuhi bunga Marigold. Terlihat cantik dan asri khas suasana alam pedesaan.Mobil berhenti tepat di depan rumah berbentuk joglo. Mereka sampai di rumah Ibu. Mobil Arya terparkir tepat di halaman rumah yang penuh dengan gabah. Gabah gabah itu sedang melalui tahap pengeringan, menggunakan sinar matahari. Terhampar lepas di halaman rumah beralaskan kain mota
"Kamu kok kelihatan ketakutan begitu? Apa kamu nggak minta izin sama suami kamu?" "Izin kok Bu.""Lalu kenapa Rayhan sampai menelepon?""Ya mana aku tahu. Mas Rayhan kan orangnya memang begitu. Suka mencari kesalahan aku.""Mbok Darti, sini Mbok! Katakan apa yang dibicarakan oleh Rayhan di telepon barusan?""Anu Bu. Pak Ray cuma tanya Non Sandra ke sini dengan siapa. Itu saja.""Hmmm. Ya nggak apa apa lah. Dia hanya tanya seperti itu saja kan? Nggak teriak teriak kan kalau tanya?""Nggak Bu. Cuma nada suaranya nggak enak didengar.""Hmmmh! Sudah terlanjur seperti ini. Mau bagaimana lagi? Biar Ibu yang jelaskan kalau misalkan Ray bertanya nanti." Ibunda Sandra menyelesaikan makan malamnya. Ia pergi masuk ke dalam kamar.Wanita paruh baya itu duduk di pojokan ranjang. Matanya menatap ke arah langit langit rumah.Semua hal yang terjadi hari ini, membuatnya mengingat akan masa lalunya se
Arya berjalan ke ruang monitoring, seorang karyawan mengantarnya hingga masuk ke dalam ruangan."Tolong perlihatkan rekaman CCTV yang ada di depan ruangan saya!" ucap Arya kepada seorang karyawan."Baik Pak!" "Pak Amri, tolong perlihatkan rekaman sepuluh menit sebelum saya ke sini," titah Arya lagi sembari melihat ID Card yang menempel pada seragam karyawannya tersebut."Siap Pak. Ini Pak," ucap Amri."Mundurkan lima menit lagi." "Siap Pak!" Amri langsung memainkan ketrampilan nya dalam hal monitoring."Cukup Pak Amri!" seru Arya."Ada wanita di depan ruanganku. Sedang membungkuk di depan pintu. Apa yang ia lakukan? Siapa dia?" Arya memicingkan kedua matanya."Ini Pak, wajah wanita itu. Sudah saya perbesar," ucap Amri."Wulan?" Arya kaget. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat."Gani, tolong pergi ke resepsionis tanyakan apa ada tamu untukku bernama Wulan?!" titah Arya kepada sala
Aryo dan Ayahnya saling memandang kemudian masuk bersamaan ke dalam rumah. Ternyata Rayhan sedang marah kepada office boy tersebut."Dasar kau bodoh sekali! Siapa yang kemarin menerimamu bekerja di kantor?!" Rayhan berteriak dengan mata melotot, wajahnya juga tampak menegang."PLaaK!"Rayhan menampar wajah office boy tersebut dengan sangat kencang, hingga yang menyaksikan ikut merasa takut."Ono opo toh?!" tanya Pak Karso, pelan.Rayhan tidak menjawab, dia hanya menatap tajam ke arah office boy."Siapa namamu?" tanya Rayhan."Rudi, Pak. Maaf Pak, saya tidak bermaksud apa - apa." "Cukup! Saya tidak mau mendengar ucapan atau penjelasan apapun darimu! Bereskan itu dan segera pergi dari sini! Atau kamu mau saya pecat mulai besok pagi?!" teriak Rayhan lagi.Suasana menjadi canggung. Rayhan terlihat marah, ia melihat sepintas seluruh rumah Aryo kemudian berpamitan."Pak Karso dan Aryo, saya ke kanto
"Wes lah Pak, sudah jangan di sesali. Saya sudah menikah dengan Wulan. Lagipula Pak Dani sudah banyak membantu keluarga kita," ucap Aryo.Pak Karso membantu Aryo membereskan pakaian dan barang barang pribadi Aryo yang digunakan selama ia dirawat di rumah sakit. Setelah selesai mengemas barang, Aryo dan Pak Karso pergi ke ruang administrasi."Suster, saya Aryo Wasesa yang rawat inap di ruang Anggrek, tolong di chek berapa total yang harus saya bayar ya Sus."Staf administrasi mengangguk singkat. "Maaf Pak, setelah saya chek ternyata semua biaya perawatan sudah terbayar lunas. Jadi bapak, bisa langsung pulang meninggalkan rumah sakit tanpa perlu membayar apapun lagi.""Tapi siapa yang membayar biaya rumah sakit sebanyak itu Sus?""Saya kurang tahu Pak. Sepertinya salah seorang kerabat Bapak." "Pasti Rayhan yang membayar semuanya. Jika nanti Wulan tahu bahwa kakaknya membayar lunas seluruh biaya rumah sakit, aku pasti akan jadi bahan cemoohannya lagi." Aryo bicara dalam hati.Pak Karso
Sandra berhasil melepaskan tangannya dari genggaman security. Sandra memundurkan langkahnya dan berjalan dengan menunduk ke arah pintu keluar. Ia tak melihat ada seorang lelaki yang berdiri di depannya, hingga ia menabrak lelaki tersebut, tanpa disengaja."Maaf," ucap Sandra dengan wajah yang masih menunduk.Lelaki yang ada di hadapannya tidak menjawab permintaan maaf Sandra, ia malah langsung memegang tangan Sandra dan menariknya ke arah lain."Eh siapa kau! Kenapa menarik ku seperti ini? Lepaskan aku! Aku tahu dimana pintu keluarnya!" Sandra berteriak.Semua karyawan yang ada di sana, terlihat menunduk dan memberikan salam kepada lelaki yang menggandeng tangan Sandra.Sandra melepaskan tangannya dari genggaman lelaki tersebut. Lelaki itu membalikkan badannya dan bertanya, " Kenapa sayang? Bukankah kau ingin menemuiku?""Arya!" Sandra melongo."Ayo ke ruanganku.""Tidak. Aku mau pulang," ucap Sandra."Kenapa begitu?" tanya Arya."Kata resepsionismu, penampilanku yang seperti ini tid
Sandra memilih keluar dari kamar dan menghentikan semua perdebatan yang terjadi. Meski sebenarnya, masih banyak hal yang ingin ia lontarkan pada sang suami.Setelah pertengkaran hebat yang terjadi, Sandra dan Rayhan menjadi diam tak saling menyapa. Bahkan saat makan malam, mereka hanya makan lalu pergi tidur.Sandra pun memilih tidur di dalam kamar Ana dibandingkan dengan kamarnya sendiri.Keesokan paginya, Sandra bangun lebih pagi. Untuk mengusir rasa kesalnya terhadap sang suami, Sandra memasak di dapur, membantu Bi Inah."Ddrrrttt!" Suara pesan teks singkat dari ponsel pribadi milik Sandra, berbunyi.Sandra buru buru membuka dan membacanya."I love You. Pagi ini aku mulai memikirkanmu lagi. Apakah ini cinta? Atau rasa rinduku yang sedang menggebu untukmu?" Sebuah pesan teks berisi kalimat romantis dari Arya, seakan menjadi obat mujarab bagi Sandra yang sampai saat ini masih merasa dongkol terhadap Rayhan."Arya! Romantis sekali dia. Aku akan mengantar Ana pagi ini ke sekolah lalu m
Sandra memindahkan lingrie itu ke dalam kotak kecil. Ia kemudian melanjutkan acara mencuci bajunya. Setelah semuanya selesai dicuci, ia datang ke kamar membawa kotak kecil berisi lingrie tersebut."Mas! Bukalah!" ucap Sandra sembari menyodorkan kotak tersebut."Apa ini?" tanya Rayhan bingung."Coba bukalah. Lalu jelaskan, siapa pemilik aslinya," jawab Sandra.Rayhan membuka kotak tersebut dan melihat lingrie yang dikenakan Novi semalam, ada di dalam sana."Aku bingung bagaimana menjelaskan ini. Apakah penjelasanku nanti akan dipercaya olehmu atau tidak?" ucap Rayhan."Jawab saja. Kenapa harus bingung? Dengan siapa kau semalam di hotel? Apa perlu, aku juga bertanya hal ini kepada anak - anak kita?" tanya Sandra, tegas."A...a...aku tidak bisa menjelaskan. Intinya percayalah kepadaku. Aku tidak melakukan seperti apa yang sedang kau pikirkan," jawab Rayhan dengan suara terbata - bata.Sandra menatap dalam ke arah netra Rayhan. Meski ada perasaan curiga ia mencoba menepisnya."Mengenai pe
"Tolong!" Rayhan berteriak histeris karena panik. Kedua anaknya juga tampak cemas melihat kondisi Kakek mereka yang tergeletak tak berdaya di lantai."Kakek! Bangun Kek!" seru Ana dengan mata berkaca."Kalian tunggu di sini, Papa akan meminta bantuan." Rayhan bicara serius kepada kedua anaknya."Cepat Pa! Kasihan Kakek!" seru Levin.Tepat saat Rayhan hendak bangkit berdiri, sang Ayah perlahan lahan membuka matanya."Pa, Kakek bangun." Levin bersuara pelan.Rayhan berjongkok di depan Dani. Ia memegang erat tangan Dani."Bagaimana keadaan Papa. Aku sangat khawatir," ucap Rayhan."Papa baik Ray. Hanya sedikit sakit di bagian dada." Dani bicara sembari menarik nafas dalam dalam. Tarikan nafasnya juga terlihat menyakitkan."Kita ke Dokter terdekat lebih dulu sebelum pulang!" Rayhan menegaskan.Rayhan menelepon petugas hotel menggunakan telepon kamar. Tak perlu waktu lama, petugas hotel datang. Mereka membantu Rayhan untuk menurunkan barang bawaan dan menaruhnya ke dalam mobil.Sementara it
"Apa yang baru saja kau lakukan Ray? Kenapa kamar ini tampak seperti kandang domba dibandingkan dengan kamar manusia?" Dani mengerutkan kening.Dani memicingkan mata ketika melihat pakaian dalam milik Novi tergeletak di pojokan tempat tidur. Dani menoleh ke arah Rayhan dan menatap tajam. Ia merasa geram dengan sikap amoral yang dilakukan oleh putra sulungnya tersebut."Kau dan adik perempuanmu ternyata sama saja. Kalian tidak bisa diandalkan." Dani mengkritik sikap Rayhan."Ini hanya soal kecil. Aku hanya bersenang senang sedikit." Rayhan berusaha menjelaskan. Tapi Dani nampak enggan mendengar penjelasan dari anaknya."Tadinya aku ingin membahas mengenai Wulan denganmu. Tapi aku rasa, kau juga tak bisa menyelesaikan apa apa. Kau juga bermasalah. Ingat Ray, jika sampai terjadi hal buruk pada Sandra, karena ulahmu, Papa tidak akan melepaskanmu!" Dani mengancam. Baginya, Sandra adalah menantu terbaik yang tak bisa ia dapatkan dimana pun.
Novi mulai melepas pengait dan melepaskan celana dari pemiliknya. Ia tanpa diminta berjongkok di lantai. Lalu memasukkan tongkat kebanggaan milik Rayhan ke dalam mulutnya. Gerakannya yang cepat membuat si pemilik tongkat tak mampu lagi menahan diri. Rayhan menarik Novi ke atas tempat tidur.Novi menyeringai puas. Tongkat kebanggaan menembus masuk ke dalam goa hangat. Novi mulai merintih. "Ouh!" Novi mencengkeram bahu Rayhan. Rayhan mempercepat durasi gerakan tongkatnya. Si pemilik goa hanya bisa menceracau sembari menikmati permainan tongkat sakti yang menggelitik sampai bagian terdalam goa."Apa kau benar benar menginginkan hal ini?" bisik Rayhan dengan nafas tersengal sengal."Kau menyukainya kan?" Novi menggoda.Rayhan tak menjawab. Ia sibuk memakan dua gundukan bulat empuk dengan ujung merah muda. Puas bermain dengan gundukan tersebut, tongkat sakti menyemburkan cairan. Mereka mencapai puncak kenikmatan bersama sa