Suara berisik membuat Sandra berlari masuk ke dalam kamarnya. Untungnya saat ia masuk ke dalam kamar, Rayhan sudah tertidur.
Keesokan paginya, Sandra menyiapkan sarapan di atas meja. Menata makanan dengan apik agar saat semua anggota keluarga bangun, makanan sudah siap santap. Mbok Sukra juga membantu sejak pagi.Diam - diam, Arya mengamati Sandra dari kejauhan. Irama jantungnya berdegup kencang."Kenapa selalu seperti ini, saat menatap istri sahabatku? Gelora rasa yang tak biasa. Ia seperti permata, kilauannya saja mampu menggetarkan dada. Apa jadinya jika permata seperti dirinya, menjadi bagian dari hidupku?""Apa - apaan pikiranku! Pagi ini setelah sarapan, aku harus mengirimkan laporan instalasi menara." Arya bicara sambil menepuk dahinya sendiri.Arya berjalan mendekati Sandra dan menyapanya."Hai selamat pagi! Bagaimana tidurmu semalam?" Arya tersenyum menatap wanita pujaannya.Sandra tidak menjawab. Ia menatap nanar kearah Arya."Ada apa?"Belum sempat Arya melanjutkan pertanyaannya lagi, Rayhan datang ke meja makan."Selamat pagi Arya." Rayhan menyapa sembari tersenyum."Pagi bro! Maaf untuk kemarin. Aku meninggalkanmu sendiri dan naik ke perahu bersama istri dan anak anakmu. Aku harap kau tidak marah tentang hal ini.""Bahas apaan sih? Biasa sajalah. Aku tidak marah kok. Sandra, ku berikan kebebasan dalam hal apapun, termasuk berteman. Dia adalah milikku. Dia tidak akan berpaling kepada lelaki lain. Jadi untuk apa aku marah karena hal sepele seperti itu." Rayhan bicara penuh percaya diri.Jawaban Rayhan berhasil membuat hati dan pikiran Arya menjadi cemas, gundah gulana. Matanya menunduk, ia mengernyitkan dahi.Melihat perubahan raut wajah Arya yang drastis, Rayhan menepuk bahu sahabatnya."Hai ada apa? Kenapa kau nampak gelisah?""Tidak." Arya menggelengkan kepala." Papa!" Ana dan Levin berlarian menuju ke arah Rayhan.Rayhan lantas memeluk dan mencium kedua anaknya. Ia memangku putri kecilnya, bersiap untuk menyuapi Ana seperti biasanya.Arya yang melihat pemandangan ini menjadi gelisah. Suasana hatinya kacau."Aku seharusnya bahagia melihat sahabatku bahagia. Kenapa aku sekarang? Apa aku cemburu?" Arya bicara dalam hati.Mereka semua sarapan tanpa banyak bicara. Suasana hati Arya sedang tidak baik. Begitu juga Sandra, yang masih mengingat tamparan suaminya tadi malam."Permisi! Aku akan ke kamar sebentar. Ada tugas kantor yang harus segera dikirim." Arya beranjak pergi meninggalkan meja makan.Di dalam kamarnya, Arya duduk dengan perasaan tidak tenang. Ia mengambil laptop, mencoba fokus untuk menyelesaikan pekerjaan.Sementara di luar kamar, Sandra dan Rayhan sedang menonton TV."Kenapa kau diam saja? Kau marah kepadaku karena kejadian semalam?" tanya Rayhan ketus.Sandra menatap dalam ke arah suaminya."Mas apakah kau lupa bahwa orang yang melahirkanmu juga seorang wanita. Tidak seharusnya kau memperlakukan wanita dengan kasar.""Kasar? Jadi tamparanku semalam tidak berhasil menyadarkan kesalahanmu ya? ""Apa salahku mas?""Hah! Luar biasa Sandra! Kau baru mengenal Arya beberapa hari. Dan sekarang, kau menjadi wanita yang tidak tahu diri." Rayhan kesal.Sandra menghela nafas menjaga nada suaranya agar tidak meninggi."Mas, aku sedang bertanya kepada kamu. Apa salahku? Kenapa kamu malah membawa nama Arya ke dalam pembicaraan kita? Tunggu dulu, kamu marah soal perahu kemarin? Iya?""Pertanyaan bodoh macam apa ini? Suami mana yang tidak cemburu melihat istrinya berjalan bersama lelaki lain," sahut Rayhan."Pertanyaan bodoh? Bukankah kamu yang bodoh mas? Kamu yang jelas jelas menyuruh aku pergi bersama temanmu!""Eh aku menyuruhmu pergi bersama Arya tapi bukan berarti kalian juga harus naik perahu bersama," ujar Rayhan sembari menuding ke wajah istrinya."Sudahlah Mas! Percuma bicara tentang ini! Lakukan sesukamu.""Sekarang kamu sudah berani menjawab ucapan suamimu dengan tidak sopan! Ingatlah statusmu sebagai seorang istri!""Mas juga sebaiknya ingat tugas sebagai seorang suami adalah menjaga marwah seorang istri.""Apa kamu bilang? Jadi selama ini kamu anggap aku suami yang otoriter?" Rayhan melotot."Sudahlah Mas. Aku lelah. Aku mau ke kamar saja!"Rayhan menarik tangan istrinya dan meremasnya dengan kencang. Hal ini membuat Sandra menyeringai kesakitan."Duduk di sini! Dengarkan aku bicara!""Apalagi yang perlu dibicarakan? Mas, tolong sadari. Pernikahan bicara tentang dua pribadi yang berbeda.""Pernikahan bicara tentang kehidupan kedua anak manusia untuk saling melengkapi.""Pernikahan adalah rumah bagi anak anak. Apalagi yang musti aku dengarkan dari kamu?""Semua kesalahan yang terjadi di dalam pernikahan kita, kamu limpahkan kepadaku dan aku menerimanya tanpa rasa ragu sedikitpun!"Semua jawaban Sandra membuat amarah Rayhan kembali memuncak. Ia menyuruh kedua anaknya masuk ke dalam kamar."BRAK!" Rayhan membanting pintu kamar anak anaknya.Sandra yang melihat ini, menjadi kecewa."Apa yang kau lakukan? Kenapa kemarahanmu kepadaku, ingin kau lampiaskan juga kepada anak anak? Aku yang melahirkan mereka, seorang diri di rumah sakit. Ketika aku melahirkan, kau malah asyik berkunjung ke rumah adikmu! Prioritasmu sejak dulu hanyalah dirimu dan keluarga besarmu! Bukan kami!" teriak Sandra.Teriakan Sandra terdengar oleh Arya. Ia segera berlari, untuk melihat situasi yang terjadi."PLAK!""PLAK!""PLAK!"Rayhan memukuli istrinya tanpa henti. Mbok Sukra yang melihatnya mencoba melerai, tapi tak digubris oleh Rayhan.Rayhan mendorong Mbok Sukra hingga tersungkur ke lantai dan kepalanya membentur ujung meja. Pelipisnya tergores dan mengeluarkan sedikit darah.Arya yang melihat hal ini, menjadi marah. Jiwa lelakinya yang ingin melindungi wanita pujaan, sudah tak tertahankan lagi.Arya meraih bahu Rayhan. Membalikkan badannya, dan satu pukulan mendarat di pipi Rayhan."Rayhan! Sadar! Apa yang kau lakukan kepada istrimu!" Arya berteriak dengan suara melengking.Sandra yang sedang marah dan kecewa, lari meninggalkan villa. Ia berlari seraya meratap. Air matanya mengalir deras. Kakinya telanjang tanpa alas kaki, pecahan kaca yang diinjak kini melukainya. Darah menetes meninggalkan jejak di sepanjang jalan.Sandra menghentikan langkah di dekat jembatan. Ia menangis, hatinya hancur berkeping-keping, terbayang pukulan suaminya.Seorang kakek pedagang bunga, memperhatikan Sandra yang saat itu sedang melihat kebawah jembatan sambil menangis. Ia juga melihat kaki Sandra yang penuh darah.Karena merasa kasihan, kakek itu mendekati Sandra."Nak, kenapa kamu menangis? Ini kakek bawakan lidah buaya, untuk mengobati kakimu yang berdarah."Sandra tidak menjawab. Ia masih menangis sesenggukan. Kakek tua dengan telaten mengobati kaki Sandra sembari mencoba menenangkan"Nak, melihatmu menangis, kakek jadi teringat dengan cucu di rumah. Seberat apapun masalahmu sekarang, Allah pasti membantu. Semua yang terjadi di dalam hidup kita, itu yang terbaik yang Allah rencanakan."Sandra tak menjawab apapun, air matanya menjadi semakin deras mendengar perkataan kakek tua.Beberapa meter dari jembatan, terlihat Arya yang berlari dengan gelisah menatap sepanjang jalan mencari wanita pujaan hatinya. Tak lama kemudian, ia melihat Sandra yang duduk di bahu jalan dekat jembatan. Ada kakek tua yang menemaninya sedang mengobati kaki Sandra yang terluka."Sandra," teriak Arya.Arya bergegas menghampiri Sandra. Mereka berdua berpelukan. Tangisan Sandra kini jatuh pada dekapan lelaki lain.Sandra yang refleks memeluk Arya, segera melepaskan pelukannya. Pipinya memerah, ia jadi salah tingkah."Maaf, aku tidak seharusnya melakukan ini."Jari telunjuk Arya menyentuh bibir Sandra dengan lembut."Ssstt! Jangan katakan apapun. Aku mencintaimu. Aku mencoba berkali kali menepis perasaan ini. Tapi aku tidak bisa."Austin berlutut di depan Sandra. Ia mengulurkan tangannya, mirip seperti seseorang yang akan melamar kekasihnya."Aku ingin ada dalam hidupmu. Biarkan aku menjadi bagian dari hatimu. Apa kau mengizinkannya?"Sandra jadi membeku. Ia tak menyangka, jika Arya akan meminta hal seperti ini."Kenapa diam? Jangan palingkan wajahmu. Aku di sini menunggu jawabanmu."Sandra masih saja diam. Ia merasa dilema. Namun, ia tak bisa menyangkal, jika dirinya merasa nyaman di dekat lelaki itu."Kenapa kau ciptakan sekat di antara kita?Seakan kau tahu, jika sekat itu dilepas, air bukan hanya akan mengalir deras tapi mampu merobohkan dinding bendungan yang ada." Arya melanjutkan ucapannya.
Rayhan melepaskan tangan Sandra. Ia membuang wajahnya. Terlihat raut wajahnya yang kesal tapi ia berusaha untuk menahan emosi."Begitu banyak bunga 1 gerobak penuh. Untuk apa bunga bunga itu dibawa ke sini?" Rayhan bertanya sembari menatap sinis ke arah bunga bunga itu."Yang pasti, untuk ditanam. Tidak mungkin untuk kita makan. Karena kita bukan kambing." Arya mencoba untuk mencairkan suasana yang sempat memanas.Rayhan yang mendengar jawaban tersebut, tersenyum kecil."Konyol sekali jawabanmu itu!" Mereka menata bunga di seluruh penjuru taman yang ada di Villa. Kakek penjual bunga juga sudah berpamitan pulang. Hanya ada mereka bertiga di taman.Rayhan mendekati Sandra, mencoba menyentuh lengan istrinya. Tapi sebelum berhasil disentuh, Sandra pergi menghindari suaminya."Maaf aku permisi dulu. Aku ingin mandi. Badanku terasa kotor." Sandra bicara kepada dua lelaki di depannya."Tentu." Arya dan Rayhan, menjawa
"Siapa yang mengetuk pintu?" Sandra bicara pelan. Arya hanya menggelengkan kepalanya. Pria itu merapikan rambutnya dan juga pakaiannya. Ia meminta Sandra untuk melakukan hal yang sama."Kenakan pakaianmu dan bersembunyilah di dalam kamar mandi!" Sandra dengan gugup meraih pakaiannya dan bersembunyi ke dalam kamar mandi. Sementara itu, Arya membuka pintu kamar dengan perlahan.Ia menghembuskan nafas lega ketika melihat Mbok Sukra yang berdiri di depan kamar."Mbok Sukra? Ada apa ke sini, malam malam?" "Saya ke sini mau antar makanan. Saya tadi nggak sengaja lihat waktu makan malam, kok Pak Arya nggak ikut makan. Jadi saya siapkan makanan." "Oh begitu. Terima kasih. Saya terima makanannya." Arya mengambil nampan yang dibawa oleh Mbok Sukra.Perempuan tua itu secara sekilas menangkap pemandangan yang ada di dalam kamar. Ia melihat ada nampan yang berisi banyak makanan di meja dekat tempat tidur Arya."
"Ta tadi di luar hujan. Aku bermain air hujan sebentar." Sandra berbohong."Hujan?" Rayhan mengerutkan keningnya. Sementara Sandra bergegas menuju ke kamar mandi, sebelum suaminya memberikan pertanyaan lebih banyak lagi.Sesampainya di dalam kamar mandi, Sandra merendam dan membasuh tubuhnya. Ia mengingat moment dimana dirinya dan Arya bercumbu untuk pertama kali."Hal gila apa yang sudah aku lakukan tadi? Kenapa rasanya begitu tak terlupakan. Biasanya aku akan kesakitan setelah olahraga malam. Tapi kali ini, aku malah menikmati." Sandra bicara sendirian.Saat sedang asyik mandi, pintu kamar mandi dibuka oleh sang suami. Rayhan menatap aneh ke arah tubuh istrinya yang tanpa busana."Kau bermain air hujan di tengah malam seperti ini? Kenapa?" Rayhan memberikan pertanyaan lagi."A aku merasa gerah mas. Dan beberapa artikel mengatakan, bermain air hujan dapat menghilangkan stress." Sandra beralasan."Kau merasa stres? Kenap
"Mbok Sukra, ada apa Mbok?" tanya Arya dengan suara terbata."Nggak Pak. Saya cuma mau bilang, kalau Pak Rayhan melupakan jam tangannya. Tadi saat sarapan, ia melepaskan jam tangannya di atas meja makan." Mbok Sukra menyerahkan jam tangan milik Rayhan kepada Sandra.Sandra menerima jam tangan itu. Tapi ia masih memegangi tangan Mbok Sukra."Mbok, tolong ikut saya sebentar." Sandra meminta Mbok Sukra masuk ke dalam kamar. Ia akan mengobrol empat mata dengan wanita tua itu. Arya segera pergi dari sana. "Ada apa Non?" Mbok Sukra bertanya dengan nada gemetar namun sorot matanya menatap tajam."Mbok tadi lihat apa yang saya lakukan dengan Arya kan?"Mbok Sukra terdiam. Ia tak berani menjawab ya ataupun tidak."Mbok! Saya mohon, jangan katakan apapun pada Rayhan." Sandra mengatupkan kedua tangannya."Saya tidak berani mengadu Non. Saya sadar betul kalau saya hanya orang miskin. Mana berani saya mencampuri kehidupan o
Arya menyodorkan selembar tissue kepada Sandra."Kenapa hal sederhana seperti ini saja sampai membuatmu menitikkan air mata? Kita akan ke rumah Ibumu. Jika Rayhan marah, aku yang akan menghadapinya!" seru Arya dengan nada tegas.Akhirnya mereka semua menuju ke Desa Sawahan. Letaknya di balik Bukit Duri yang mengelilingi Danau Blue Bell. Jarak tempuh yang diperlukan hanya sekitar satu jam saja.Tak perlu waktu lama, mereka pun tiba di Desa Sawahan. Di kanan dan kiri jalan, banyak terdapat kebun warga setempat, yang ditanami jagung dan juga bawang.Sungai kecil di pinggir sawah, banyak ditumbuhi bunga Marigold. Terlihat cantik dan asri khas suasana alam pedesaan.Mobil berhenti tepat di depan rumah berbentuk joglo. Mereka sampai di rumah Ibu. Mobil Arya terparkir tepat di halaman rumah yang penuh dengan gabah. Gabah gabah itu sedang melalui tahap pengeringan, menggunakan sinar matahari. Terhampar lepas di halaman rumah beralaskan kain mota
"Kamu kok kelihatan ketakutan begitu? Apa kamu nggak minta izin sama suami kamu?" "Izin kok Bu.""Lalu kenapa Rayhan sampai menelepon?""Ya mana aku tahu. Mas Rayhan kan orangnya memang begitu. Suka mencari kesalahan aku.""Mbok Darti, sini Mbok! Katakan apa yang dibicarakan oleh Rayhan di telepon barusan?""Anu Bu. Pak Ray cuma tanya Non Sandra ke sini dengan siapa. Itu saja.""Hmmm. Ya nggak apa apa lah. Dia hanya tanya seperti itu saja kan? Nggak teriak teriak kan kalau tanya?""Nggak Bu. Cuma nada suaranya nggak enak didengar.""Hmmmh! Sudah terlanjur seperti ini. Mau bagaimana lagi? Biar Ibu yang jelaskan kalau misalkan Ray bertanya nanti." Ibunda Sandra menyelesaikan makan malamnya. Ia pergi masuk ke dalam kamar.Wanita paruh baya itu duduk di pojokan ranjang. Matanya menatap ke arah langit langit rumah.Semua hal yang terjadi hari ini, membuatnya mengingat akan masa lalunya se
"Harusnya aku yang bertanya padamu! Apa yang kau lakukan di sini! Kenapa kau berani masuk ke ruanganku tanpa izin!" Arnold meneriaki balik wanita tersebut."Maaf Pak." Si wanita segera menutup pintu dengan kasar. Wanita itu adalah sekretaris pribadi Arnold yang sejak lama memendam rasa kepada Arnold namun Arnold enggan untuk menanggapinya."Aku minta maaf padamu. Aku terpengaruh minum minuman ker4s. Ini uang untuk semua gula yang aku ambil dari kiosmu!" Arnold menarik laci meja dan mengambil uang dari sana. Ia menyerahkan uang itu kepada Sulastri.Sulastri tak banyak bicara. Ia hanya mengangguk dan mengambil uang dalam amplop coklat tersebut. Lalu keluar dari ruangan Arnold."Hufft! Untunglah perempuan itu tadi datang tepat waktu. Kalau tidak, maka aku bisa diperk0s@ oleh orang kaya itu!" keluh Sulastri.Sulastri memutuskan untuk pergi ke kios dan menyerahkan uang hasil penjualan gula kepada bosnya.Sesampainya ia di pasar, si bo
"Mau ngomong apa Pa? Yang sebenarnya apa? Emangnya kalau nyari tanaman musti ke toko? Ke hutan kan juga banyak. Papa pikirannya terlalu kotor! Hanya demi Sandra, jadinya Papa nuduh Mama yang bukan bukan!" seru Ayunda sambil meletakkan mangkuk di atas meja. Ayunda keluar dari kamar Wulan begitu saja."Ma, kenapa Mama nyangkutin Sandra ke topik pembicaraan kita! Papa sama sekali nggak membahas soal Sandra!" teriak Dani."Terakhir kali Mama menyakiti aku hanya demi ingin tahu dimana Kak Sandra tinggal, sekarang. Apa memang Mama sudah melakukan sesuatu terhadap Kak Sandra?" batin Wulan.****Arya dan kedua anaknya sudah sampai di depan rumah sakit yang dimaksud oleh Aryo di telepon. Ia menghubungi bagian administrasi dan menanyakan apakah ada pasien bernama Sandra yang dirawat di sana.Setelah mengetahui dimana kamar tempat Sandea dirawat, Arya ke sana dengan wajah tegang."Sandra," ucap Arya seraya membuka pintu kamar.Aryo
"Ti tidak Om." Suara Novi menjawab dengan gemetar."Kau pasti berbohong!" seru Dani."Tapi saya benar benar tidak menemui Sandra." Novi mulai gemetaran."Kau menemuinya!" bentak Dani dengan mata melotot."Papa! Stop! Papa ini apa apaan! Kenapa Papa malah menuduh Novi yang aneh aneh!" Ayunda membela. Ia juga takut kejahatannya akan terbongkar."Siapa yang menuduh? Papa hanya bertanya!""Ya tapi pertanyaan Papa tanpa alasan yang jelas. Lagian untuk apa Novi bertemu Sandra. Novi saja tidak mengenal Sandra.""Bau parfum milik Sandra jelas jelas ada di badan Novi. Parfum itu aku yang belikan. Apa mungkin Novi juga beli parfum yang sama. Ya mungkin saja begitu." Dani bermonolog.Ayunda mengedipkan mata ke arah Novi.Novi ke luar rumah dan duduk di teras. Ia memesan taksi online. Taksi online nya belum datang, tapi Dani sudah menutup pintu rumahnya rapat - rapat."Pa, kok pintunya ditutup? Novi kan masih d
"Kakak!" teriak Aryo dengan kencang sembari menggali tanah lebih cepat lagi menggunakan kedua tangannya.Peluh di wajahnya menetes deras diiringi air mata yang ikut mengalir tanpa aba aba. Aryo melihat tubuh Sandra yang kotor penuh tanah tak bernafas. Aryo menangis sesenggukan di tengah hutan. Ia berteriak teriak seperti orang gila."Arrrggghhh Kakak bangun Kak! Bangun!" Aryo memangku tubuh Sandra yang kotor penuh tanah."Kakak." Aryo menangis dan bangkit menggendong tubuh Sandra. Hujan mulai turun membasahi tubuh mereka berdua.Teriakan dan tangisan Aryo yang begitu pilu tak sengaja didengar oleh pengurus hutan yang ada di sana. Pengurus hutan tersebut menolong Aryo dan Sandra. Ia membawa Sandra ke rumah sakit terdekat.Beberapa menit dalam perawatan medis, Sandra siuman. Ia melihat sekelilingnya, sepi tak ada orang.Aryo ada di luar ruang UGD untuk memberikan kabar mengerikan ini kepada Arya.****Setelah mendapat telepon pertama dari Aryo, kekasih Sandra segera menuju Cattleya Posh
"Lepaskan aku!" Sandra berteriak."Hei! Apa kau benar benar mau aku memb*nuh anak anakmu! Jangan berteriak! Jangan membuat kegaduhan!" bentak Novi dengan mata melotot.Sandra berkeringat dingin. Ia melirik ke arah Ayunda."Jika kau menurut, maka semuanya akan jauh lebih mudah. Tapi jika kau berteriak teriak histeris, maka hal yang lebih buruk akan terjadi. Novi, nyalakan mobilnya!" seru Ayunda.Novi mulai menyalakan mesin mobil. Mobil berkendara pelan. Aryo yang sejak tadi mengamati mobil Ayunda, merasa terkejut saat melihat Sandra berada di dalam mobil bersama dengan Ayunda dan Novi."Untuk apa Kak Sandra pergi bersama kedua orang itu?" Aryo bermonolog.Merasa ada yang tidak beres, Aryo segera menggunakan masker hitam dan helm teropong, ia mengikuti arah kemana mobil Ayunda pergi.Detak jantung Aryo semakin kencang, ketika mobil Ayunda menuju ke luar kota." Kemana Ayunda akan membawa Kakak?" gumam Ar
Aryo datang ke apartemen. Ia mengikuti arahan yang diberikan oleh Sandra. Hingga akhirnya mereka dapat bertemu dan mengobrol sebentar."Kakak, maaf jika aku mengganggu waktunya.""Tidak Aryo. Ayo silahkan duduk. Sekarang ceritakan tentang keputusanmu," sahut Sandra."Sebelumnya aku mau ceritakan ketika pertama kali aku pulang ke rumah setelah sekian lama aku terbaring di rumah sakit, aku menemukan puntung rokok di dalam asbak. Menurut Kakak, milik siapa puntung rokok tersebut?" "Entahlah, mungkin milik teman Wulan," jawab Sandra."Lalu yang lebih mengejutkan aku juga melihat kond*m yang tercecer di lantai kamar." Aryo menelan ludah."Bukankah itu hal biasa, jika di dalam kamar pasangan suami istri ditemukan benda itu?""Menurut Kakak, itu hal yang wajar? Tidak kah Wulan sudah menggunakan benda itu dengan lelaki lain?" jawab Aryo."Apa kau tak bisa bedakan, benda itu sudah digunakan atau belum? Jika benda itu su
"DRrrrTtt " Suara pesan teks singkat masuk ke ponsel Sandra.Sandra melihat ponselnya dan dengan segera membaca isi pesan teks tersebut.<<[[Kak... aku ingin bertemu, ada hal yang ingin kubicarakan. Apa boleh aku datang ke rumahmu? ]]>> Aryo Send.Setelah membaca pesan teks singkat dari Aryo, Sandra langsung menghubunginya."Hallo Aryo. Ada apa?""Aku sedang memikirkan hubunganku dengan Wulan. Aku akan mengambil tindakan, tapi aku butuh bantuan dari Kakak.""Bantuan apa?""Aku tak bisa bercerita lewat telepon Kak.""Baiklah datang saja ke Apartemen Cattleya Posh." Sandra memberitahu tempat dimana ia tinggal."Hah?!! Tapi Kak... aku nggak tahu caranya masuk apartemen. Apalagi apartemen semewah itu.""Datang saja. Kau hubungi aku, jika sudah dekat, aku akan menunggumu di lobby."****Hari itu Ana dan Levin sudah masuk sekolah seperti biasanya. Kini ada Pak Man, supir pribadi , A
"BRak!" "BRug!" "PRak!" Rayhan melempari pagar rumah Arya menggunakan bebatuan dan pelepah daun palem. Ia bahkan menendang tong sampah yang ada di depan rumah Arya. Hingga sampah berserakan dimana mana."Buka pintunya! Kalau kau memang lelaki, temui aku! Jangan seperti tikus yang bersembunyi di dalam lubang tanah!" teriak Rayhan, memaki.Meski telah berusaha dengan keras, Rayhan masih tak dapat bertemu dengan Arya. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke Rumah Besar Lantana.Di Rumah Besar Lantana, Novi masih ada di sana. Ia tengah berbincang dengan Ayunda."Kau masih di sini?" tanya Rayhan."Ya! tentu saja. Aku setiap hari ke sini untuk membantu Mama merawat Wulan," jawab Novi berdalih."Bagaimana, apa kau sudah bertemu dengan Arya?" tanya Ayunda.Rayhan menggelengkan kepalanya."Mereka itu takut, itu sebabnya mereka bersembunyi." "Kau tak perlu khawatir mengena
"Mama lagi bercanda kan!" sahut Rayhan."Bercanda? Untuk apa Mama bercanda! Mama bahkan sempat mengambil foto ketika mereka berdua sedang bermesraan! Sayangnya handphone Mama, rusak.""Dimana Mama melihat mereka berdua?""Mereka sedang makan malam romantis di Memories Hall and Resto.""Br3ng$3k!" Rayhan mengumpat."Mereka berdua punya hubungan spesial. Bukan hanya sekedar berteman. Sudahlah Ray. Biarkan saja mereka berdua. Untuk apa kau pikirkan Sandra? Ceraikan dia secara resmi dan menikahlah dengan Novi," ucap Ayunda seraya melirik ke arah Novi yang tersenyum mendengar ucapan Ayunda.Mendengar ucapan Ayunda, darah Rayhan makin mendidih. Ia masuk ke dalam mobilnya dan dengan secepat mungkin pergi menuju PT Angkasa Glori, tempat dimana Arya bekerja.Ia datang dengan wajahnya yang sudah merah padam. Rayhan menuju resepsionis dan bertanya dimana ruangan Arya."Dimana ruangan bos kalian?" tanya Rayhan dengan wajah
Bocah kecil itu ketakutan tapi ia juga penasaran dengan siapa yang datang bertamu malam malam begini.Namun karena rasa penasarannya jauh lebih besar dan mengalahkan rasa takutnya, ia berjalan mendekati pintu. Lalu mengintip dari lubang kunci.Levin melihat ada seorang laki laki berbadan besar berdiri di depan pintu dan wajah menggunakan topeng.Kali ini, nyali bocah kecil itu menciut. Ia berlari ke kamar Ibunya dan membangunkan Ibunya."Ma! Mama!" teriak Levin sambil mengguncang keras bahu Sandra.Sandra membuka mata. Ia melihat Levin bicara dengan cepat karena panik."Tunggu dulu, apa yang terjadi? Mama tidak paham.""Ada lelaki berbadan besar berdiri di depan pintu! Dia mencoba masuk ke sini!""Ceklek! Ceklek!" Kali ini suara berisik yang berasal dari gagang pintu juga terdengar oleh Sandra. Dan suaranya juga makin kencang."Kita harus melakukan sesuatu!" ucap Sandra.Sandra menelepon petuga