Share

Bab 40. Minta Dibuatin Kopi

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-13 06:53:52
“Mas, kamu istirahat saja dulu, ya. Kamu terlihat sangat lelah,” ucap Naura pelan, mencoba mengalihkan perhatian Dion. Ia menunduk, berharap Dion tidak menyadari perubahan ekspresinya.

Dion tidak melepaskan genggamannya. Sebaliknya, ia menarik Naura lebih dekat. Wajahnya semakin mendekat ke wajah Naura, membuat wanita itu semakin merasa terpojok.

“Aku tidak terlalu lelah untuk ... sesuatu,” bisiknya, senyuman licik tersungging di bibirnya.

Naura memundurkan kepalanya, tetapi cengkeraman Dion di tangannya terlalu kuat.

“Mas, aku lagi nggak enak badan,” ucapnya terbata.

Dion terdiam sejenak, tatapannya berubah, menyisir wajah Naura dengan penuh selidik. Lalu, matanya jatuh pada leher Naura. Kerutan tipis muncul di dahinya.

“Itu kenapa? Kamu beneran sakit?” tanya Dion, menunjuk tanda merah di leher Naura.

Naura mengangguk lemah. Ia berharap jika Dion segera melepaskannya.

Dion memiringkan kepala, alisnya terangkat. Tatapannya penuh kecurigaan, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa
Rich Mama

Pagi ... bantu support author dengan memberikan gems dan ulasan yang baik, ya Kakak... :-)

| 2
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rich Mama
hatinya masih ragu.....
goodnovel comment avatar
Arsi Quthie
lebih baik .........menuruti kata hati gak sich daripada berada d toxic relationship
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 41. Ronde Kedua

    “Kenapa dia tiba-tiba minta saya?” gumam Naura pelan sambil berdiri dari kursinya. Naura berjalan menuju pantry kecil di sudut ruangan kantor. Tangannya cekatan mengambil cangkir putih bersih dengan logo perusahaan, lalu mulai menakar bubuk kopi. Pikiran Naura melayang. Sejak kapan seorang CEO memintanya untuk membuatkan kopi? Biasanya, Sheila yang mengurus urusan remeh-temeh seperti ini. Saat menuangkan air panas ke dalam cangkir, Naura teringat dengan ucapan Sheila tadi. “Pak Reval nggak suka yang terlalu manis.” Dengan hati-hati, ia mengambil sendok kecil dan menakar gula. Satu sendok saja, pikirnya. Ia mengaduk perlahan, aroma kopi menguar, memenuhi ruang kecil itu. “Naura, cepat! Pak Reval nggak suka nunggu lama-lama!” Suara Sheila tiba-tiba terdengar dari belakang, membuat Naura hampir menjatuhkan sendok. “Iya, iya, ini sudah selesai,” balas Naura sambil membawa cangkir kopi itu di atas nampan kecil. Napasnya terasa sedikit berat ketika ia berjalan menuju ruangan Reva

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 42. Kamu Bisa

    “Pak .…” Suara Naura bergetar, mencoba mencari celah untuk keluar dari percakapan ini. “Pak Reval, saya rasa kita harus fokus pada pekerjaan saja. Saya … akan mempersiapkan laporan mingguan seperti yang Bapak minta.” “Laporan bisa menunggu,” potong Reval dengan nada rendah namun mengintimidasi. “Tapi aku belum selesai dengan urusan kita kemarin.” Naura melangkah mundur, menjauh dari aura dominasi pria itu. Namun Reval tidak memberinya kesempatan. Dengan langkah tenang, ia terus mendekat hingga punggung Naura bersandar pada dinding. Napas Naura memburu, matanya menatap Reval dengan campuran rasa takut dan marah. “Pak Reval,” Naura akhirnya memberanikan diri untuk bicara. “Saya rasa kita sudah terlalu jauh. Saya mohon, jangan buat semuanya menjadi lebih rumit.” Reval tertawa kecil, namun tawa itu tidak terdengar menyenangkan di telinga Naura. “Rumit? Menurutku semuanya sederhana, Naura. Kau hanya perlu menurut, dan semuanya akan baik-baik saja.” Naura menelan ludah, mencoba meredam

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 43. Nikmati Saja

    Naura mencoba mengatur napasnya yang mulai tidak beraturan. Tangannya mengepal di dadanya, berusaha menenangkan degup jantung yang terasa semakin kencang. Ia tidak tahu harus berkata apa atau bagaimana harus bersikap. “Kamu tahu aku tidak suka ditolak, Naura.” Kata-kata itu mengunci gerakan Naura. Perlahan, ia mulai bergerak, meski dengan ragu dan kikuk. Reval tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun, seolah mengawasi setiap gerakan Naura dengan penuh perhatian. “Lihat aku,” ucap Reval. Naura mendongak, matanya bertemu dengan mata Reval yang gelap. Ia merasa seolah-olah terperangkap dalam tatapan itu, tidak mampu berpaling meski keinginannya berkata lain. Reval tersenyum tipis, sebuah senyum yang tidak sepenuhnya ramah. Tangannya terangkat, menyentuh pinggang Naura untuk mengarahkan gerakannya. “Kamu mulai mengerti,” gumamnya pelan. Pikiran Naura bergejolak. Ia ingin menolak, ingin berhenti, tetapi tubuhnya tidak mendengarkan. Ia terjebak dalam situasi yang tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 44. Mengejutkan

    Naura membuka matanya perlahan, wajahnya masih memerah. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata tidak kunjung keluar. Tangannya gemetar saat ia mencoba untuk menutupi wajahnya. Melihat Naura terkulai lemas, Reval menarik napas panjang dan mulai merapikan pakaian Naura dengan tenang, memastikan tidak ada yang terlihat berantakan. Lelaki itu tidak berkata apa-apa, hanya menatap Naura yang masih memejamkan mata dengan wajah memerah. Setelah memastikan semuanya rapi, Reval berdiri, mengenakan jasnya kembali, dan melangkah keluar dari ruangan pribadinya. Pintu tertutup perlahan, meninggalkan Naura yang masih berusaha mengatur napas dan menenangkan debaran jantungnya. Beberapa waktu telah berlalu, Naura bangkit dengan langkah pelan. Tubuhnya terasa ringan, tetapi pikirannya penuh dengan berbagai emosi yang bercampur aduk. Rasa malu, bingung, dan sesuatu yang ia sendiri tidak tahu bagaimana menggambarkannya. “Aku harus segera kembali ke ruanganku,” lirih Naura berusaha menguatka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 45. Makan Malam Berdua

    Reval tidak menjawab langsung. Sebaliknya, ia melirik sekilas ke arah Naura, memberikan isyarat yang jelas. “Naura, kamu boleh pergi sekarang.” Kalimat itu seperti belati yang menembus hati Naura. Suara Reval dingin dan datar, tidak seperti tadi saat berbicara dengannya. Ada sesuatu yang berubah dan Naura tidak tahu apa. Perintah itu cukup jelas. Naura menunduk sopan. “Baik, Pak.” Naura berbalik dengan langkah perlahan, mencoba meninggalkan ruangan dengan tenang meski hatinya bergemuruh. Namun, sebelum mencapai pintu, ia tak bisa menahan diri untuk melirik ke belakang. Callista sudah berdiri sangat dekat dengan Reval, tangannya dengan santai menyentuh bahu pria itu. Sementara itu, Reval sudah duduk kembali di kursi kebesarannya dengan sikap dingin, tidak menunjukkan ketertarikan maupun penolakan. Setelah berjalan keluar dari ruangan Reval, langkah Naura melambat. Ada ribuan pikiran yang berputar di kepalanya. Siapa Callista? Kenapa dia memanggil Reval dengan nada akrab seper

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 46. Suara Ribut-ribut

    Setelah pintu tertutup, suasana ruangan kembali hening. Reval menghela napas panjang, memijat pelipisnya sejenak sebelum mengambil tempat di kursinya. Pikirannya melayang pada Naura yang tadi meninggalkan ruangan dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. Matanya melirik ke arah dokumen di atas meja, tetapi fokusnya terganggu oleh bayangan wajah Naura. Reval menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran itu. Tangannya tanpa sadar mengepal, seolah berusaha menahan sesuatu yang tidak ingin ia akui. Di luar ruangan, Callista berjalan dengan langkah cepat, sepatu hak tingginya beradu keras dengan lantai. Amarah membara di dadanya, tetapi di balik itu, ada rasa sakit yang menusuk. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar ditolak oleh pria yang selalu ia anggap sebagai tantangan. “Aku tidak akan membiarkan hal ini begitu saja,” gumam Callista pelan, matanya menyipit dengan tekad. “Reval, kamu akan menyesal telah meremehkan aku.” Callista berhenti di lorong kantor, mengeluarkan pons

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 47. Tak Tenang

    Dinda mendongak, menatap Naura dengan tatapan yang sulit diartikan. Perpaduan antara rasa kesal, simpati, dan sedikit keraguan. “Kamu belum dengar gosip terbaru, Naura?” tanyanya balik dengan suara yang bergetar. Naura menggeleng lemah, tidak tahu apa yang sedang terjadi. “Gosip apaan?” Dinda mendesah berat, tampak mencoba menenangkan dirinya sebelum berbicara lebih lanjut. “Sheila dan yang lain … mereka sedang membicarakan sesuatu tentang kamu,” ujar Dinda akhirnya, nadanya rendah tetapi penuh tekanan. Naura merasakan darahnya mengalir dingin. “Membicarakan aku?” ulangnya, memastikan ia tidak salah dengar. Dinda mengangguk tegas. “Ya, mereka menyebarkan gosip di pantry. Sheila bilang kamu itu ... simpanan Pak Reval.” Kata-kata itu seperti petir yang menyambar kepala Naura. Ia terdiam, tubuhnya kaku, dan pikirannya seolah berhenti bekerja. “Apa?” suara Naura nyaris tak terdengar, lebih mirip bisikan. Dinda melangkah mendekat, meletakkan tangan di bahu Naura dengan gerakan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 48. Gugup banget

    Seketika udara di dalam ruangan terasa sesak, seperti menindih pundaknya dengan beban yang tak terlihat. Naura membiarkan keheningan menyelimutinya. Namun, pikiran-pikiran itu tak bisa dibungkam. Kata-kata dalam pesan tadi masih bergema di kepalanya, mengusik kedamaiannya. “Apakah aku harus menceritakan hal ini kepada Pak Reval?” gumam Naura sendirian. “Ya, mungkin besok saat melakukan perjalanan ke luar kota. Hari ini sebaiknya aku fokus mempersiapkan semuanya.” Naura menghembuskan napas panjang. Pandangannya tertuju pada layar komputer di depannya. Ketukan di pintu cukup mengejutkan Naura. Ia terlonjak, lalu buru-buru membetulkan posisi duduk. “Masuk,” ucap Naura dengan suara setenang mungkin. Seorang rekan kerja laki-laki, Hendra, masuk dengan membawa berkas. Ia tersenyum, tetapi ada sesuatu di balik senyumnya yang membuat Naura merasa tidak nyaman. Apakah ia sudah mendengar gosip itu? “Naura, ini dokumen untuk revisi laporan kemarin. Bisa kamu cek lagi? Deadline-nya hari in

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 102. Sebuah Kejujuran

    Naura segera menutup telepon dengan terburu-buru. “Aku tutup dulu, ya, Mas. Nanti lanjut lagi.”“Kenapa lama sekali?” tanya Reval datar setelah Naura meletakkan ponselnya.Naura mengerutkan kening, bingung dengan nada dingin Reval. “Kenapa, Pak? Itu tadi telepon dari suami saya.”“Saya tahu itu suamimu. Tapi kita sedang di sini untuk pekerjaan, Naura. Apalagi ini waktu makan malam yang seharusnya digunakan untuk berdiskusi tentang proyek, bukan obrolan personal,” jawab Reval, suaranya terdengar menekan.Naura menatapnya dengan tidak percaya. “Saya pikir makan malam ini adalah waktu untuk santai. Lagipula, saya hanya berbicara beberapa menit. Apa itu salah? Bukankah tadi Pak Reval—”“Bukan salah, tapi tidak profesional. Terutama ketika kamu terlalu lama berbicara dan membiarkan saya menunggu seperti orang bodoh.”Reval berbicara sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Naura dengan tatapan tajam.Pernyataan itu membuat darah Naura mendidih. Ia mengepalkan tangannya di bawah meja,

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 101. Menarik Perhatiannya

    Naura menelan ludah. Ia kemudian menyesap teh perlahan, membiarkan rasa hangat mengalir di tenggorokannya, menenangkan seluruh syaraf yang tegang. Dalam diam, ia berusaha menyembunyikan hatinya yang begitu terpengaruh oleh kehadiran Reval juga oleh cara lelaki itu merawatnya dengan perhatian yang tak pernah ia duga.“Apa kamu merasa lebih baik?” suara Reval memecah keheningan.Naura mengangguk pelan, meskipun jauh di lubuk hatinya, ia tahu bahwa rasa nyaman ini berbahaya. “Terima kasih,” bisiknya. “Untuk tehnya ... dan untuk semuanya.”Reval hanya tersenyum samar. “Apakah kamu merasa lapar?” tanya Reval sambil menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Naura yang masih memegang cangkir teh hangat di tangannya.Naura terdiam sejenak, mengalihkan pandangan ke jendela hotel yang mulai basah oleh hujan di luar. Suara derasnya menambah kesan sunyi di dalam ruangan. Perutnya sebenarnya sudah lama meronta, tetapi ia terlalu terbiasa mengabaikan kebutuhannya sendiri. “Sedikit,” jawab Nau

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 100. Jika Aku Peduli

    Hatinya melompat mendengar kata-kata itu, tetapi ia segera menutupinya dengan senyum tipis yang sinis. “Penting? Untuk apa? Agar Bapak bisa bermain dengan emosi saya setiap kali Anda bosan?” “Tidak.” Reval menggeleng pelan, seolah jawaban itu sudah lama ia pikirkan. “Aku tidak bermain-main. Aku tidak pernah menganggap kamu sebagai mainan, Naura.” “Lalu kenapa? Kenapa Pak Reval terus membuat saya bingung seperti ini?” Naura mendesak, matanya mulai terasa panas. Ia benci kelemahannya sendiri, benci betapa mudahnya lelaki ini memengaruhinya. Reval terdiam sejenak, mengamati wajah Naura seakan mencari sesuatu yang tak terucapkan. “Karena aku tidak bisa berhenti.” Naura mengerutkan kening, hatinya semakin kacau. “Berhenti apa?” “Berhenti peduli.” Reval menghela napas, seolah ucapan itu membawa beban yang lama ia pendam. “Berhenti memikirkan kamu setiap saat. Berhenti ingin selalu berada di dekatmu.” Sunyi menyelimuti ruangan, hanya suara napas mereka yang terdengar. Kata-kata

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 99. Kamu Penting

    Naura terdiam. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Sebagian dari dirinya merasa bahwa Reval benar, ia terlalu sensitif. Tapi di sisi lain, ia juga merasa bahwa Reval sering kali bersikap terlalu dingin dan mendominasi. “Saya tidak berniat mencari masalah,” gumam Naura akhirnya. “Saya hanya ingin diperlakukan dengan sedikit lebih baik.” Reval menatapnya selama beberapa detik, lalu menghela napas lagi. Ia memutar kemudi dan melanjutkan perjalanan tanpa berkata apa-apa lagi. Setibanya di hotel, Naura langsung membuka pintu mobil dan keluar tanpa menunggu Reval. Ia berjalan cepat menuju lobi, berusaha mengabaikan tatapan beberapa tamu yang kebetulan lewat. “Naura,” panggil Reval dari belakang. Ia berhenti, tetapi tidak menoleh. “Apa lagi, Pak?” Reval berjalan mendekat, hingga berdiri di sampingnya. “Kita belum selesai membicarakan ini.” Naura menatapnya dengan tajam. “Kita bisa membahasnya besok. Lagipula tadi Bapak juga bilang jika Bapak lelah.” “Tidak, sekarang

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 98. Mencari Celah

    Tubuh Naura membeku sesaat, matanya menatap muatan besar yang bergerak semakin cepat ke bawah. Sebelum ia sempat berpikir untuk melarikan diri, seseorang menarik tangannya dengan keras, membuatnya terhuyung ke belakang dan jatuh di atas tanah berdebu. Debum keras terdengar, membuat tanah bergetar. Naura terengah-engah, menyadari betapa dekatnya ia dengan bahaya tadi. Ia mendongak dan mendapati Reval berlutut di sampingnya, napasnya terdengar berat. “Apa kamu baik-baik saja?” tanya pria itu dengan nada yang lebih lembut daripada biasanya. Naura hanya mengangguk, masih belum bisa berkata-kata. Reval segera berdiri dan mengulurkan tangannya pada Naura. “Kamu harus lebih berhati-hati. Proyek ini bukan tempat untuk melamun.” Naura menerima uluran tangan itu, merasa pipinya memanas karena merasa bodoh. “Maaf, Pak. Saya tidak menyadari—” “Simpan penjelasanmu,” potong Reval. “Yang penting kamu selamat.” Nada suaranya terdengar dingin, tetapi sorot matanya menunjukkan sesuatu yang lain

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 97. Jatuh

    Setelah makan siang yang penuh ketegangan terselubung, Reval memutar kunci mobilnya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memegang ponsel. Ia tampak serius, berbicara dengan seseorang di ujung sana dengan nada tegas. Naura duduk diam di kursi penumpang, mencoba mengalihkan perhatian dari suara Reval dengan menatap jalanan yang mulai dipadati kendaraan. Perutnya masih terasa kenyang, tetapi pikirannya tidak tenang. Sikap Reval yang samar atau tidak jelas, membuatnya kesulitan menebak apa yang sebenarnya lelaki itu inginkan darinya. “Baik, aku akan sampai dalam lima belas menit,” ujar Reval sebelum menutup panggilannya. Ia melirik Naura sekilas, lalu mengarahkan mobil kembali ke arah proyek. “Pak, apakah kita kembali ke lokasi proyek?” tanya Naura, mencoba memecah keheningan. Reval mengangguk. “Ada yang perlu aku cek lagi. Kamu ikut.” Naura mendesah pelan, merasa tidak memiliki pilihan. Ia menyandarkan tubuhnya pada kursi, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini hanya p

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 96. Menggigit

    Reval mendekat, menatap Naura dengan tatapan yang sulit diartikan. “Naura, dengarkan aku baik-baik. Apa yang terjadi di luar sana, apa yang orang lain lakukan, tidak pernah memengaruhi bagaimana aku bekerja atau bagaimana aku melihat situasi ini. Clara tidak berarti apa-apa.” Naura merasa wajahnya memanas mendengar penegasan itu. Tetapi sebelum ia bisa merespons, Reval melanjutkan. “Dan satu hal lagi,” kata Reval, suaranya menjadi lebih lembut. “Kamu tidak perlu merasa terganggu oleh hal-hal seperti itu. Fokuslah pada pekerjaan kita. Itu yang penting.” Naura mengangguk pelan, meskipun hatinya masih diliputi rasa tidak nyaman. Wanita itu menggenggam tangan, mencoba menenangkan pikirannya. Mungkin, ia hanya terlalu sensitif. “Naura.” Wanita itu menoleh, melihat wajah Reval yang begitu dekat dengannya. “Jangan lupa, besok pagi kita masih banyak kegiatan. Jangan tidur terlalu larut.” Reval mengecup singkat kening Naura. Membuat wanita itu terdiam kaku di tempatnya. Kecupan singka

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 95. Menikmatinya?

    Naura merasa wajahnya memanas. Ia hanya mengangguk singkat dan melangkah keluar. Di dalam lift, mereka berdiri berdampingan, tetapi tidak ada yang berbicara. Naura mencuri pandang ke arah Reval, mencoba membaca ekspresinya, tetapi seperti biasa, ia tidak menunjukkan apa-apa. Ketika mereka hendak turun dari mobil, Reval membukakan pintu untuknya. “Kamu sudah melakukannya dengan baik hari ini,” ucap Reval singkat, tetapi ada nada tulus dalam suaranya. Naura terkejut mendengar pujian itu. “Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha lebih baik lagi.” Reval mengangguk, lalu berjalan pergi. Naura berdiri di sana sejenak, merenungkan kata-kata pria itu. Meski hanya sederhana, pujian itu memberinya semangat baru untuk menghadapi hari-hari berikutnya. Namun, ketika ia melangkah masuk ruangan, di sana sudah ada dua orang yang menunggu. Mereka akhirnya duduk bersama dua klien di meja bundar yang dikelilingi kursi empuk. Percakapan mengalir dengan santai, sesekali dipenuhi suara gelas yang berad

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 94. Cantik

    Suasana mendadak begitu sunyi. Kehangatan yang ditinggalkan lelaki itu seolah terserap oleh dinding-dinding kamar yang kini terasa dingin dan luas. Naura menghela napas panjang, kemudian berbalik menatap kamarnya yang luas dan elegan. Kamar hotel itu begitu mewah dengan perabotan kayu berkilap, seprai putih bersih yang tertata rapi, dan balkon besar yang menghadap ke taman di luar. Namun, bukannya merasa nyaman, Naura justru merasa asing. Ia berjalan pelan ke jendela besar yang menampilkan pemandangan senja. Langit oranye membentang di atas pohon-pohon kelapa yang melambai tertiup angin. Di kejauhan, burung-burung beterbangan kembali ke sarang mereka. Betapa damainya dunia di luar sana. Berbeda jauh dengan badai kecil yang mengisi hatinya saat ini. Naura menyandarkan dahinya ke kaca yang dingin. Ingatan tentang kejadian tadi kembali terlintas di benaknya. Sentuhan Reval di tangannya, ciuman yang terasa terlalu hangat, terlalu nyata. Dia menggigit bibir bawahnya, mencoba menepis

DMCA.com Protection Status