Share

Bab 48. Gugup banget

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-15 22:11:26
Seketika udara di dalam ruangan terasa sesak, seperti menindih pundaknya dengan beban yang tak terlihat. Naura membiarkan keheningan menyelimutinya. Namun, pikiran-pikiran itu tak bisa dibungkam. Kata-kata dalam pesan tadi masih bergema di kepalanya, mengusik kedamaiannya.

“Apakah aku harus menceritakan hal ini kepada Pak Reval?” gumam Naura sendirian.

“Ya, mungkin besok saat melakukan perjalanan ke luar kota. Hari ini sebaiknya aku fokus mempersiapkan semuanya.”

Naura menghembuskan napas panjang. Pandangannya tertuju pada layar komputer di depannya.

Ketukan di pintu cukup mengejutkan Naura. Ia terlonjak, lalu buru-buru membetulkan posisi duduk.

“Masuk,” ucap Naura dengan suara setenang mungkin.

Seorang rekan kerja laki-laki, Hendra, masuk dengan membawa berkas. Ia tersenyum, tetapi ada sesuatu di balik senyumnya yang membuat Naura merasa tidak nyaman.

Apakah ia sudah mendengar gosip itu?

“Naura, ini dokumen untuk revisi laporan kemarin. Bisa kamu cek lagi? Deadline-nya hari in
Rich Mama

Holla.....

| 1
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 49. Melampaui Batas

    “Dinda, jangan mulai,” potong Naura dengan suara pelan tetapi tegas. “Dia hanya atasan. Tidak lebih dari itu.” “Iyalah, lagi pula kamu sudah punya suami. Mana mungkin kamu mengkhianatinya.” DEG ! Kata-kata itu benar-benar menghantam hati Naura. Bagaimana jika Dinda tahu yang sebenarnya? Apakah ia akan menjauhi Naura? Naura hanya memiliki Dinda sebagai sahabat. Ia tidak mau kehilangan Dinda. Naura mengalihkan pandangannya ke arah lain, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang kian menggerogoti. Tangan-tangannya bergerak resah, memainkan ujung rambut panjangnya. Ia tidak ingin Dinda melihat perubahan ekspresi di wajahnya, tetapi Dinda tetap memperhatikannya dengan saksama. “Naura,” Dinda mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Naura lekat-lekat. “Kamu baik-baik aja, kan? Kok tiba-tiba mukamu jadi tegang gitu?” “Aku nggak apa-apa, Din,” jawab Naura cepat, terlalu cepat hingga terdengar seperti bantahan. “Oh, ya aku belum pesan makanan. Sebentar, ya?” Naura bangkit dari kursinya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 50. Apa yang Kamu Pikirkan?

    Naura menelan ludah, berusaha mengolah informasi yang baru saja ia terima. Wanita tersebut merasa resah. Justru hal itu yang ia takutkan. Naura tidak mau menjadi sekretaris sekaligus asisten pribadi Reval. Itu hanya akan membuatnya semakin terjerat dalam rasa yang terlalu sulit untuk ia definisikan. “Bapak harus ingat. Saya wanita yang sudah berkeluarga.” Naura menarik napas dalam-dalam setelah menyelesaikan kalimatnya, mencoba mengembalikan kontrol atas perasaannya yang mulai goyah. Tangannya gemetar di bawah meja, tetapi wajahnya tetap tegas, seperti mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia telah mengambil langkah yang benar. Keheningan menggantung di antara mereka, terasa berat, seolah setiap detiknya membawa beban tak terlihat. Reval tidak langsung menjawab. Ia menatap Naura dengan sorot mata yang sulit diartikan. Tangan kanannya terangkat, jari-jarinya bermain dengan tepi gelas air di depannya, menciptakan suara kecil yang hampir tak terdengar. Ia menundukkan sedikit k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 51. Geli

    Naura tertegun. “T-tidak ada,” jawabnya buru-buru, meskipun ia tahu jawabannya sama sekali tidak meyakinkan. Ia menundukkan kepala, memindahkan pandangannya ke piringnya yang kini setengah kosong. Reval tidak langsung merespon. Ia hanya menatap Naura dalam diam, menciptakan tekanan yang membuat wanita itu semakin gelisah. Ia mengetukkan garpunya pelan ke piring, bunyinya nyaris seperti dentingan lembut, tetapi cukup untuk membuat Naura semakin merasa terpojok. “Aku tahu ada sesuatu,” ucap Reval akhirnya, nada bicaranya lebih lembut, tetapi tetap saja membuat Naura merasa terjebak. “Sepertinya kamu tidak pernah merasa nyaman berada di dekatku.” Naura mendongak, terkejut dengan pernyataan itu. Bagaimana mungkin Reval bisa mengatakan hal itu kepadanya? Tentu ia tahu jawabannya. “Sa–sayaya tidak ...” Naura menghentikan kalimatnya, merasa tidak mampu melanjutkan karena pada kenyataannya, yang dikatakan Reval memang benar. Bukan hanya merasa tidak nyaman. Namun, Naura juga merasa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 52. Menjemput Seseorang

    Naura mengangguk cepat. “Ya, hanya ... sedikit terkejut.” Ia mengalihkan pandangannya ke lantai lift, berharap Reval tidak melihat wajahnya yang memerah. Tetapi, saat ia menunduk, sesuatu yang kecil tetapi cukup memalukan terjadi. Tali sepatu haknya tiba-tiba longgar. “Aduh ....” gumamnya pelan, mencoba membungkuk untuk mengikat kembali tali sepatu itu. Tetapi karena ruang di lift yang terbatas, ia malah kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh. Untungnya, tangannya sempat memegang dinding lift untuk menahan tubuhnya. Reval, yang memperhatikan itu, tidak bisa menahan senyumnya. Senyum yang mengejek. “Kamu selalu ceroboh seperti ini?” tanya Reval sambil mencondongkan tubuh sedikit, jelas-jelas menikmati situasi tersebut. Wajah Naura kembali memerah. Ia buru-buru berdiri tegak kembali, meskipun tali sepatunya masih belum terikat sempurna. “Saya tidak ceroboh. Ini hanya ... kebetulan.” Reval menggeleng pelan, senyumnya tidak hilang. “Kebetulan yang terlalu sering.” Sebelum N

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 53. Menusuk Pelan Tetapi Dalam

    Perjalanan menuju bandara berlangsung dalam keheningan. Hanya suara radio yang terdengar samar-samar mengisi ruang mobil. Naura memandang keluar jendela, memperhatikan pemandangan yang berlalu cepat, tetapi pikirannya terus berputar. Ketika mobil memasuki area parkir bandara, Reval langsung memarkirkan mobilnya di salah satu tempat kosong yang tidak jauh dari pintu kedatangan. Ia mematikan mesin, melepas sabuk pengaman dengan cepat. Sementara itu, Naura, yang duduk di sebelahnya, mencoba melakukan hal yang sama. Jemarinya berusaha menarik pengait sabuk pengaman, tetapi benda itu terasa begitu bandel hari ini. Tidak mau bergerak sedikit pun. “Duh ...,” gumam Naura pelan sambil menggoyangkan sabuk pengaman dengan wajah frustrasi. Tangannya berkali-kali menarik tuas pengait, tetapi nihil. Reval, yang sudah bersiap keluar, mendesah pelan ketika menyadari Naura masih terjebak di kursinya. Ia memutar tubuhnya dan menatap Naura dengan tatapan datar, tetapi ada kilatan lain yang tidak bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 54. Bosan

    “Alexa,” ujar Reval sambil melepaskan pelukan gadis itu. “Jangan seperti ini. Kamu sudah besar. Bukan saatnya bermanja-manja lagi.” Alexa hanya tertawa kecil. “Ah, Kak Reval. Aku tetap akan menjadi gadis kesayanganmu, tidak peduli berapapun umurku.” Naura hanya bisa berdiri di samping mereka, merasa seperti orang asing yang tidak diinginkan kehadirannya. Ia berusaha memasang wajah datar, tetapi hatinya terusik melihat kedekatan Alexa dengan Reval. Entah kenapa dadanya terasa sedikit nyeri. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, meski ia tahu itu tidak masuk akal. Ia mencoba mengabaikan perasaan itu, tetapi matanya tetap terpaku pada adegan di depannya. ‘Apa ini? Kenapa aku harus merasa seperti ini?’ batin Naura sambil menggigit bibirnya. Sementara itu, Alexa melepas pelukannya dan langsung menggamit lengan Reval seperti anak kecil yang enggan jauh dari orang tuanya. “Aku kangen banget sama Kak Reval. Lama banget nggak ketemu!” ujarnya dengan suara manja. “Alexa, kamu selalu be

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 55. Bibir yang Tipis

    “Alexa, aku sibuk. Sudah ada jadwal lain,” jawab Reval tegas, tidak mau dibantah. Mendengar penolakan itu, Alexa langsung berbalik ke arah Naura yang sedang sibuk menunduk, tidak ingin terlibat dalam pembicaraan. “Kalau Kak Reval sibuk karena dia, aku keberatan. Serius, Kak, kenapa harus dia?” Alexa menunjuk ke arah Naura dengan dagunya, nada suaranya jelas penuh kecurigaan. Naura mengangkat wajahnya perlahan, menatap Alexa dengan ragu. Ia membuka mulut untuk menjelaskan, tetapi Reval memotong lebih dulu. “Alexa, cukup!” Nada suaranya tajam, jauh berbeda dari sebelumnya. Alexa tampak terkejut, bibirnya mengerucut seperti anak kecil yang baru dimarahi. “Kak Reval jadi marah cuma karena perempuan ini?” Naura merasa dadanya berdesir, tetapi ia tetap berusaha mempertahankan sikap profesionalnya. Ia tahu bukan tempatnya untuk ikut campur, tetapi suasana ini semakin membuatnya tidak nyaman. “Naura bekerja denganku, Alexa. Itu saja. Jangan membuat masalah yang tidak perlu,” kata Reval

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 56. Menyerah

    Naura menoleh cepat, matanya membelalak. “Apa?” serunya spontan, tetapi tidak cukup keras. Reval tidak menjawab, hanya tersenyum tipis sambil menatap lurus ke depan. Naura mengerutkan kening, merasa kesal sekaligus bingung. Ia memeluk tasnya erat-erat, mencoba menahan diri agar tidak mengatakan sesuatu yang mungkin akan ia sesali. Namun, rasa kesal itu terus menggelitik pikirannya. ‘Apa-apaan maksudnya? Aku jadi berhutang budi kepadanya?’ pikir Naura, bibirnya mengerucut. Suasana di dalam mobil kembali hening. Tetapi kali ini, Naura merasa lebih tidak nyaman. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi lidahnya terasa kelu. Sementara itu, Reval tetap tenang, seperti tidak ada yang perlu dibahas lagi. Naura mengamati jalan yang mereka lewati dan menyadari sesuatu. Mereka tidak sedang menuju kantor. “Pak, ini bukan arah ke kantor,” katanya ragu. Reval tidak langsung menjawab. Ia hanya melirik Naura sekilas, sebelum kembali fokus menyetir. “Ikut saja Naura,” ucap Reval singkat, tanpa p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 168. Ini Keputusanmu?

    Seseorang yang selama ini berusaha ia hindari. Reval. Mata lelaki itu bertemu langsung dengan mata Naura. Seketika, udara di antara mereka terasa begitu menyesakkan. Dan di saat itu, Naura sadar. Melupakan Reval ternyata jauh lebih sulit dari yang ia bayangkan. Naura segera mengajak Dinda untuk pergi. “Ayo, Dinda. Kita harus segera kembali ke ruangan kita.” Namun tiba-tiba Reval bersuara. “Rupanya kamu di sini, Naura.” Langkah Naura terhenti mendadak. Suara itu. Suara yang selama ini selalu ia rindukan, tetapi juga ingin ia hindari. Napas Naura tercekat. Perlahan, ia menoleh. Reval berdiri di ujung koridor. Tangan lelaki itu dimasukkan ke dalam saku celana, ekspresinya sulit ditebak. Namun, tatapan matanya mengunci Naura di tempat. Ada sesuatu dalam tatapan itu. Bukan kemarahan. Bukan rasa kecewa. Tetapi lebih dari itu. Naura tidak berani menebak. Ia merasakan genggaman tangan Dinda di lengannya, memberi sedikit kekuatan. Namun, Dinda juga tahu kapan harus mundur. “Nau,

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 167. Membeku

    “Ada yang ingin kamu sampaikan?” tanya Naura, sedikit ragu. Ervan membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi. Raut wajahnya seakan menyimpan sesuatu, tetapi akhirnya ia hanya menggeleng. “Tidak, Ibu Naura.” Naura menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis. “Baiklah. Kalau begitu, aku pamit dulu.” Naura segera melangkah pergi, ia berusaha fokus menyelesaikan pekerjaannya. Ketika jam makan siang tiba, Naura memilih untuk menyendiri. Wanita itu sengaja mencari restoran agak jauh dari kantor. Setiap langkah terasa begitu berat, tetapi Naura tetap berjalan. Suasana restoran itu tidak terlalu ramai, seperti yang ia harapkan. Ia memilih meja di sudut ruangan. Tempat yang biasa ia duduki bersama Reval. Sebuah meja kecil di dekat jendela, dengan pemandangan jalanan kota yang sibuk. Tempat yang penuh kenangan. Naura menghela napas panjang. Kali ini, tidak ada suara tawa Reval, tidak ada tatapan tajamnya, tidak ada obrolan ringan yang biasanya mengisi waktu makan siangnya. Yang ada hanyala

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 166. Ingin Mengatakan Sesuatu

    Ervan menelan ludah. Ia berdeham dengan canggung. Dinda masih belum bisa berpikir dengan jernih. Wajahnya terasa panas, dan ia bisa merasakan jari-jari Ervan masih dengan lembut menopang punggungnya. “A-aku ... aku baik-baik saja,” gumam Dinda pelan. Namun, tubuhnya masih dalam dekapan Ervan. Dan itu membuatnya semakin salah tingkah. Ervan menyadari hal itu dan segera melepaskan Dinda dengan gerakan hati-hati. “Maaf. Aku refleks.” Dinda buru-buru berdiri tegak dan merapikan bajunya, berharap Ervan tidak menyadari betapa panasnya wajahnya saat ini. “T-tidak, tidak apa-apa. Terima kasih ... kalau saja tadi kamu tidak menangkapku, mungkin aku sudah babak belur.” Ervan tersenyum kecil, tetapi matanya masih menyiratkan sisa keterkejutan. “Aku kebetulan lewat dan melihatmu hampir jatuh. Instingku langsung bergerak.” Dinda mengangguk kikuk, merasa bodoh karena tidak tahu harus berkata apa. Sementara itu, Ervan juga tampak sama canggungnya. Ia menggaruk tengkuknya, sesuatu yang selalu

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 165. Begitu Dekat

    Naura merasakan aliran darahnya seakan berhenti sesaat. Callista? Ia menatap layar ponselnya sekali lagi. Nama yang tertera di sana memang Reval, tetapi suara yang ia dengar jelas milik Callista. Dinda yang masih berdiri di sampingnya menatap penuh tanya, tetapi Naura terlalu sibuk mengendalikan napasnya yang tiba-tiba terasa berat. “Halo? Naura?” suara Callista kembali terdengar, kali ini lebih lembut, tetapi menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. Naura menelan ludah. “Iya, aku Naura.” Sejenak, tidak ada suara di seberang sana. Hanya terdengar embusan napas Callista sebelum akhirnya wanita itu kembali berbicara, kali ini dengan nada yang lebih dalam. “Aku ingin bertemu denganmu.” Naura mengernyit. “Bertemu denganku? Untuk apa?” Dinda kini semakin penasaran, matanya menatap Naura penuh keingintahuan, tetapi Naura mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar Dinda menunggu. “Ada sesuatu yang harus aku bicarakan denganmu,” ujar Callista. “Aku rasa … ini penting.” Naura menghe

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 164. Bukan Suara Reval

    Naura menarik napas dalam, mencoba mengontrol gejolak yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Ia menatap Dinda dengan ekspresi setenang mungkin. Dinda menatap Naura dengan mata berbinar, tampak begitu bersemangat menceritakan gosip yang tengah hangat diperbincangkan di kantor. “Nona Callista.” Kata itu seperti palu godam yang menghantam dada Naura. Seketika, suara di sekitarnya memudar. Udara yang tadi bisa ia hirup dengan leluasa kini seakan menipis, menyisakan rongga kosong di dadanya. Callista? Tangannya mencengkeram tali tas lebih erat, berusaha menstabilkan dirinya yang tiba-tiba merasa limbung. Seharusnya ia tidak terkejut. Callista memang selalu berada di sekitar Reval, dan wanita itu bukan orang asing di kehidupan mereka. Tapi mendengarnya langsung seperti ini … tetap saja membuatnya sesak. “Naura, kamu kenapa?” suara Dinda membuyarkan lamunannya. Naura segera menampilkan senyum tipis. “Em, tidak apa-apa kok, Din. Aku masuk dulu ya?” Ia melangkah cepat menuju lift, berhara

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 163. Siapa Wanita Beruntung Itu?

    Naura sontak sedikit menjauhkan kepalanya. Ada sesuatu yang terasa janggal. Ia menarik napas pelan, mencoba meredakan kegelisahan dalam hatinya. “Kenapa mendadak, Mas?” tanya Naura menatap Dion melalui cermin. Dion tersenyum samar. “Nggak ada alasan khusus, Sayang. Aku hanya ingin menebus waktu yang terbuang. Selama ini aku terlalu sibuk dengan urusan kerja, sampai lupa membahagiakanmu.” Naura mengerutkan kening. Sejak kapan Dion sibuk kerja? Setahu Naura, Dion lebih sering menghilang tanpa kabar. Malam-malam pulang larut atau bahkan tidak pulang sama sekali. Sekarang, tiba-tiba berbicara soal liburan berdua? Naura menatap bayangan suaminya di cermin. Ada sesuatu yang tidak bisa ia pahami dari sikap Dion pagi ini. “Jadi bagaimana? Kamu mau kan?” Dion berbisik lagi, tangannya kini bergerak naik, menyentuh bahu Naura dengan lembut. Naura mengangguk pelan, meskipun hatinya dipenuhi tanda tanya. “Kita lihat nanti saja, Mas. Aku juga perlu mempersiapkan semuanya. Selain itu, aku be

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 162. Hanya Berdua Saja

    Kedua mata Naura melirik jam digital di atas nakas. 01.45 AM. Malam sudah sangat larut. Naura menyingkap selimut, menurunkan kakinya ke lantai. Hawa dingin segera menyergap kulitnya, tetapi bukan itu yang mengganggunya. Ada perasaan tidak nyaman yang menekan dadanya, sebuah firasat yang sulit dijelaskan. Ia bangkit dan berjalan ke arah pintu, membuka perlahan. Koridor rumah gelap, hanya ada sedikit cahaya dari lampu di ruang tengah. Nafasnya tertahan saat menatap sekeliling. Rumah terasa terlalu sepi. “Mas Dion?” panggilnya pelan, suara seraknya nyaris tenggelam dalam keheningan malam. Tidak ada jawaban. Naura melangkah ke dapur, berharap suaminya ada di sana untuk mengambil minum seperti yang sering dilakukan. Namun, dapur kosong. Tidak ada jejak Dion di sana. Tidak ada gelas yang diletakkan di meja. Bahkan kulkas masih tertutup rapat, tidak menunjukkan tanda-tanda baru saja digunakan. Dadanya mulai terasa berat. Nafasnya tersendat. Matanya kemudian melirik ke arah

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 161. Lebih Cepat

    Callista berusaha menarik tangannya, tetapi genggaman Dion terlalu kuat. “Lepaskan aku! Ini tidak termasuk dalam kesepakatan kita!” Dion terkekeh, matanya berkilat dengan sesuatu yang sulit diartikan. “Kata siapa?” Callista mendelik, wajahnya mengeras. “Aku tidak pernah menawarkan diriku, Dion. Aku hanya ingin menyelesaikan urusan denganmu, bukan melayani keinginan kotormu.” Dion menyipitkan matanya. “Oh, jadi kamu berani menentangku?” Callista berusaha menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berpacu lebih cepat. Ia tahu Dion, mengenalnya lebih baik daripada siapa pun. Jika pria itu sudah menunjukkan sisi gelapnya, maka tidak ada gunanya melawan dengan keras kepala. Tetapi Callista bukan wanita lemah. Ia menarik napas panjang, mencoba melepaskan tangannya dengan sedikit lebih lembut. “Dion, dengarkan aku. Aku tidak mau ada masalah. Kita sudah punya kesepakatan, bukan?” Dion tidak bergeming. Matanya menatap Callista dengan penuh penilaian sebelum bibirnya melengkung dalam sen

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 160. Tidak Perlu Terburu-buru

    Dion mengerjap, matanya membesar. “Callista?” Wanita itu tersenyum miring, lalu dengan anggun memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan. “Apa kabar kamu, Dion? Sudah lama aku tidak melihatmu.” Dion melepaskan tangannya perlahan, membiarkan Callista berdiri tegak kembali. Matanya mengamati wanita itu dengan penuh kewaspadaan. Callista masih seperti dulu. Berpenampilan mewah, tubuhnya dibalut gaun hitam ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Parfum mahalnya masih tercium kuat, mengingatkan Dion pada masa-masa yang ingin ia lupakan. “Aku pikir kamu masih di luar negeri,” gumam Dion. Callista menyeringai. “Aku pulang beberapa bulan lalu. Kau tidak tahu?” Dion menggeleng. “Tentu saja kamu tidak tahu. Aku tidak menghubungimu.” Callista melipat tangan di depan dadanya. “Kamu terlalu sibuk dengan istrimu, kan?” Dion menatap Callista tajam. Wanita itu terkekeh pelan. “Kamu ingat, Dion? Waktu itu kamu membawa kabur uangku.” Dion mengepalkan tangan. “Aku tidak punya pilihan.” “Dan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status