Share

Bab 55. Bibir yang Tipis

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2024-12-18 12:08:08
“Alexa, aku sibuk. Sudah ada jadwal lain,” jawab Reval tegas, tidak mau dibantah.

Mendengar penolakan itu, Alexa langsung berbalik ke arah Naura yang sedang sibuk menunduk, tidak ingin terlibat dalam pembicaraan.

“Kalau Kak Reval sibuk karena dia, aku keberatan. Serius, Kak, kenapa harus dia?” Alexa menunjuk ke arah Naura dengan dagunya, nada suaranya jelas penuh kecurigaan.

Naura mengangkat wajahnya perlahan, menatap Alexa dengan ragu. Ia membuka mulut untuk menjelaskan, tetapi Reval memotong lebih dulu.

“Alexa, cukup!” Nada suaranya tajam, jauh berbeda dari sebelumnya.

Alexa tampak terkejut, bibirnya mengerucut seperti anak kecil yang baru dimarahi. “Kak Reval jadi marah cuma karena perempuan ini?”

Naura merasa dadanya berdesir, tetapi ia tetap berusaha mempertahankan sikap profesionalnya. Ia tahu bukan tempatnya untuk ikut campur, tetapi suasana ini semakin membuatnya tidak nyaman.

“Naura bekerja denganku, Alexa. Itu saja. Jangan membuat masalah yang tidak perlu,” kata Reval
Rich Mama

hm.....

| Like
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 56. Menyerah

    Naura menoleh cepat, matanya membelalak. “Apa?” serunya spontan, tetapi tidak cukup keras. Reval tidak menjawab, hanya tersenyum tipis sambil menatap lurus ke depan. Naura mengerutkan kening, merasa kesal sekaligus bingung. Ia memeluk tasnya erat-erat, mencoba menahan diri agar tidak mengatakan sesuatu yang mungkin akan ia sesali. Namun, rasa kesal itu terus menggelitik pikirannya. ‘Apa-apaan maksudnya? Aku jadi berhutang budi kepadanya?’ pikir Naura, bibirnya mengerucut. Suasana di dalam mobil kembali hening. Tetapi kali ini, Naura merasa lebih tidak nyaman. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi lidahnya terasa kelu. Sementara itu, Reval tetap tenang, seperti tidak ada yang perlu dibahas lagi. Naura mengamati jalan yang mereka lewati dan menyadari sesuatu. Mereka tidak sedang menuju kantor. “Pak, ini bukan arah ke kantor,” katanya ragu. Reval tidak langsung menjawab. Ia hanya melirik Naura sekilas, sebelum kembali fokus menyetir. “Ikut saja Naura,” ucap Reval singkat, tanpa p

    Last Updated : 2024-12-18
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 57. Apa Maksudnya?

    Ruangan itu masih sunyi, hanya ditemani suara pelan dari pendingin udara yang berhembus lembut. Naura terbangun perlahan, matanya berusaha menyesuaikan dengan cahaya yang masuk. Sebentar, di mana ini? pikirnya, sebelum menyadari bahwa ia masih berada di kamar apartemen Reval. Tubuhnya terasa kaku, tetapi yang lebih mengganggunya adalah sesuatu yang berat di pinggangnya. Perlahan, ia menoleh ke samping dan langsung membeku. Tangan Reval bertengger di pinggangnya, menjaganya tetap dekat dengan tubuh pria itu. Jantung Naura langsung berdegup kencang. Ia menelan ludah, menatap wajah Reval yang tampak begitu damai dalam tidurnya. Kedua mata pria itu masih terpejam, napasnya terdengar tenang, dan rambutnya sedikit berantakan, membuatnya terlihat lebih santai dibandingkan citra dingin yang biasa ditampilkan di kantor. Namun, ini bukan saatnya untuk mengagumi. Naura tahu ia harus segera bergerak. Ia tidak bisa terus berada di sini, terperangkap dalam situasi yang membuatnya gelisah.

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 58. Salah Tingkah

    Naura duduk di ujung ranjang, tangannya menggenggam ujung roknya dengan gelisah. Ia memandang ke arah pintu kamar mandi yang tertutup rapat, di mana suara gemericik air terdengar samar dari dalam. “Apa yang dilakukan Pak Reval? Kenapa lama sekali?” gumam Naura. Waktu terasa berjalan lambat. Keheningan yang menyelimuti kamar membuat pikirannya berlarian ke berbagai arah. Setelah beberapa menit berlalu, suara dari dalam kamar mandi memecah keheningan. “Naura, ambilkan handukku!” Suara Reval terdengar jelas, tegas, namun tetap rendah seperti biasa. Naura terlonjak sedikit. “Ba–baik, Pak,” jawabnya gugup. Wanita itu segera berdiri, mencari-cari handuk di lemari yang terletak di sudut ruangan. Setelah menemukannya, ia berjalan ke arah pintu kamar mandi dengan langkah ragu. Tangannya terulur untuk mengetuk pintu, tetapi sebelum sempat melakukannya, suara Reval terdengar lagi dari dalam. “Masuk saja.” Naura menelan ludah, jantungnya berdegup lebih cepat. Ia memutar ke

    Last Updated : 2024-12-19
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 59. Fokus

    “Pak ... saya tidak ...” Naura tergagap, mencoba mencari alasan, tetapi otaknya tidak bekerja dengan baik. Reval menyipitkan matanya, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum tipis yang seolah mengejek. “Apa aku terlihat menakutkan?” Naura menggeleng cepat. “Bukan, Pak. Saya hanya ....” Kata-katanya terhenti ketika Reval mengulurkan tangan, menyentuh sudut bibir Naura dengan jemarinya yang panjang. Sentuhan itu ringan, hampir seperti angin, tetapi cukup untuk membuat Naura terdiam. “Kenapa kamu selalu tampak gelisah di dekatku?” bisik Reval, suaranya penuh dengan godaan yang samar. Naura menahan napas. Jantungnya berdebar tak karuan, seperti lonceng alarm yang berdentang tanpa henti. Ia mencoba membuang wajah, tetapi Reval malah semakin mendekat, membuat jarak di antara mereka nyaris tak bersisa. ‘Kenapa dia justru menanyakan hal ini? Apakah dia benar-benar tidak paham dengan statusku yang masih istri sah Mas Dion?’ Naura mengumpat di dalam hatinya, namun tak mampu meluahk

    Last Updated : 2024-12-20
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 60. Sangat Menggoda

    Langit sore mulai menggelap, seolah menandakan hujan yang akan segera turun. Naura berdiri di tepi trotoar depan apartemen Reval, dengan ponsel di tangannya. Ia mencoba memesan taksi melalui aplikasi, tetapi sinyal yang tidak stabil membuatnya frustrasi. Pandangannya sesekali melirik ke arah pintu apartemen, memastikan tidak ada tanda-tanda Reval keluar untuk mengajaknya kembali ke kantor. Tiba-tiba, suara klakson mobil membuyarkan pikirannya. Sebuah sedan hitam berhenti tepat di depannya. Kaca jendela bagian depan perlahan turun, memperlihatkan wajah Ervan. Senyum ramah pria itu muncul, tetapi Naura hanya memandanginya dengan alis terangkat. “Bu Naura, ayo masuk,” ujar Ervan, seolah-olah itu hal yang sudah diputuskan tanpa perlu diskusi. Naura menggeleng halus. “Tidak usah, Ervan. Saya sudah memesan taksi. Lagi pula, sebentar lagi sudah jam lembur.” Ervan tertawa kecil, lalu melirik arlojinya. Ia kemudian keluar dari mobil. “Taksi di sekitar sini biasanya lama datangnya,

    Last Updated : 2024-12-20
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 61. Dengan Satu Syarat

    Jantung Naura berdegup lebih cepat. Pesan itu singkat, tetapi Naura merasakan sesuatu yang tidak beres. Dalam pikirannya, berbagai kemungkinan buruk bermunculan, membuatnya merasa tak nyaman. Naura segera menyelesaikan laporan terakhir. Ia menyusun dokumen di mejanya dengan tergesa-gesa. Saat berjalan keluar dari ruangan, langkah cepat Naura menarik perhatian Dinda, rekannya. “Naura, kenapa terburu-buru?” tanya Dinda, menghentikan langkahnya. “Hai, Din.” Naura tersenyum tipis meski terlihat jelas wajahnya diliputi kecemasan. “Sepertinya ibu sangat membutuhkan aku di rumah. Aku duluan ya?” Tanpa menunggu jawaban, Naura berjalan ke arah pintu keluar. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran, dan suara-suara bising di kantor seolah menghilang. Ia memesan ojek melalui aplikasi ponsel dan berdiri gelisah di pinggir jalan, menunggu pengemudi tiba. Tak lama, ojek datang, dan Naura segera naik. Angin sore menerpa wajahnya saat motor melaju, tetapi bukannya membuatnya merasa tenang, angin it

    Last Updated : 2024-12-20
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 62. Kamu Sudah Siap?

    Dion menegakkan tubuhnya sedikit. Ia menatap Naura dengan penuh harap, meskipun wajahnya masih dihiasi luka yang belum kering. “Apa syaratnya?” Ruangan itu terasa hening setelah Dion mengajukan pertanyaan. Hanya suara detak jam dinding yang terus berdetak seperti mengingatkan waktu yang berjalan tanpa henti. Naura menghela napas panjang. Matanya menatap lurus pada suaminya, mencoba mengukur reaksi dari apa yang akan ia katakan. “Besok aku harus menemani Pak Reval keluar kota, Mas. Mungkin sampai tiga hari,” jelas Naura dengan nada yang sedapat mungkin dibuat tenang. Dion mengerutkan kening sejenak, tetapi kemudian mengangguk. “Ya, itu tidak masalah. Asalkan aku dapatkan uangnya, Naura.” Jawaban Dion membuat hati Naura sedikit terguncang. Begitu sederhananya pria itu menyetujui, seolah kepergian istrinya bersama pria lain tidak membawa beban apa pun. Namun, Naura menahan lidahnya. Ia tidak ingin menambah panjang konflik malam ini. “Mas, kamu yakin tidak apa-apa aku pergi se

    Last Updated : 2024-12-21
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 63. Meminjam Uang Lagi

    Naura mengangguk. “Sebagian besar sudah, Mas. Nanti aku akan berangkat langsung dari kantor.” Dion menghela napas. “Semoga perjalananmu lancar.” Naura mengangguk lagi, tetapi kali ini tanpa bicara. Ia tidak tahu harus merespons bagaimana. Kata-kata Dion terdengar datar, tanpa emosi. Namun, Naura mencoba untuk tidak memikirkan itu terlalu dalam. Setelah selesai membereskan semua, Naura memasak sarapan sederhana. Meja makan menjadi tempat mereka bertemu lagi, tetapi seperti biasanya, keheningan mengisi ruang di antara mereka. Hanya suara sendok dan piring yang saling beradu. “Naura,” panggil Dion tiba-tiba, memecah suasana. Naura mengangkat wajahnya. “Iya, Mas?” “Nanti kalau di sana, jangan terlalu sibuk dengan pekerjaan sampai lupa makan, ya?” Kata-katanya terdengar tulus, tetapi Naura tahu, itu hanyalah basa-basi kecil sebelum ia meminta sesuatu lagi. “Baik, Mas,” jawab Naura singkat. Tiba di kantor, Naura sudah bersiap menunggu keberangkatan dengan Reval. Sebuah koper kecil te

    Last Updated : 2024-12-21

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 148. Setelah Dia Pergi

    Jari-jarinya mencengkeram kertas itu lebih erat. Perasaannya campur aduk antara keterkejutan, luka, dan amarah yang tak terbendung. Setiap kata yang ia baca terasa seperti belati yang menusuk ke dalam jantungnya. Surat itu penuh dengan pengakuan, kehangatan, dan cinta yang begitu dalam. Cinta yang Naura pikir hanya miliknya.Tetapi satu kalimat membuat seluruh tubuhnya menegang.“Aku hanya bisa berharap kita bertemu di waktu yang tepat, ketika aku bisa memilihmu tanpa ragu, tanpa batasan.”Napas Naura memburu. Siapa wanita yang dimaksud oleh Reval? Jantungnya terasa seperti ingin melompat keluar dari dadanya. Ia memandang surat itu dengan tatapan kosong sebelum menurunkannya perlahan. Tidak mungkin ini untuknya. Surat ini tidak mungkin ditujukan untuknya.Suara langkah kaki terdengar mendekat dari arah lorong. Naura buru-buru menyembunyikan surat itu di balik tumpukan amplop lain. Jantungnya berdetak begitu keras sampai ia takut Reval bisa mendengarnya dari kejauhan. Ketika sosok pr

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 147. Menjeritkan Namamu

    Naura menatap layar komputernya dengan tatapan kosong. Dokumen yang seharusnya ia revisi sudah terbuka sejak tadi, tetapi tidak satu pun kata yang berhasil ia pahami. Jemarinya menggenggam mouse, tetapi tidak ada perintah yang ia jalankan.Fokusnya sepenuhnya terganggu.Pikirannya terus kembali ke satu hal. Siapa yang menemui Reval tadi?Yang membuat Naura resah adalah karena lelaki itu sama sekali tidak menyebutkan apa pun kepadanya.Naura menghela napas panjang, lalu melirik ponselnya yang tergeletak di meja. Layar masih gelap, tidak ada notifikasi dari Reval. Tidak ada pesan yang mengingatkan tentang makan siang atau menyelipkan kata-kata manis yang mungkin berhasil membuatnya tersenyum.Ia menggigit bibir, berusaha menepis kegelisahannya.“Naura.”Suara Dinda membuatnya tersentak. Ia buru-buru menoleh ke arah sahabatnya yang berdiri dengan kedua tangan menyilang.“Apa yang sedang kamu pikirkan?” Dinda mengangkat alis. “Sejak tadi aku melihatmu cuma duduk diam menatap layar. Bah

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 146. Begitu Besar

    Reval tersenyum miring. “Karena itu membuatku ingin melakukan sesuatu.”Jantung Naura hampir meloncat keluar dari dadanya. Ia tahu ia harus menjauh, harus menghentikan ini sebelum semuanya semakin lepas kendali. Tapi tubuhnya seolah membangkang, terpaku di tempat.Dan dalam sekejap, Reval menariknya ke dalam pelukan.Naura tersentak. Kedua tangannya otomatis terangkat, tapi sebelum ia bisa melakukan apa pun, Reval sudah menundukkan wajahnya.“Aku hanya ingin memastikan sesuatu,” bisiknya tepat di telinga Naura, membuat bulu kuduk wanita itu berdiri.“Me-memastikan apa?” suara Naura bergetar.Reval menatapnya dalam. “Bahwa kamu benar-benar milikku.”Sebelum Naura bisa memproses kata-kata itu, Reval sudah mendekatkan wajahnya. Napas hangat pria itu menyapu kulitnya, dan dalam sepersekian detik, bibirnya hampir menyentuh bibir Naura—Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu membuat mereka berdua tersentak. Naura langsung melangkah mundur dengan wajah memerah, sementara Reval mengumpat pelan.“

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 145. Berpikir Jernih

    Naura menggeleng cepat. “Tidak apa-apa.” “Tadi lama sekali di depan. Kamu habis bertemu siapa?” bisik Dinda sambil meliriknya penuh selidik. “Tidak ada. Aku hanya ...” Naura menggigit bibirnya, mencari alasan. “Membaca pesan.” Dinda mengerutkan kening. “Pesan dari siapa?” Sebelum Naura bisa menjawab, rapat sudah dimulai. Namun, baru beberapa menit berjalan, ponsel Naura kembali bergetar. [Kamu tidak akan melirikku sekali saja?] Naura menegang. Ia mengangkat wajah dan melirik ke arah Reval sekilas. Pria itu tersenyum tipis. Naura langsung menunduk, merasakan panas di wajahnya. Sementara Reval masih menatapnya dengan ekspresi jahil. Rapat pun dimulai, tetapi Naura kesulitan berkonsentrasi. Reval sesekali meliriknya, bahkan pernah pura-pura mengatur dasinya hanya untuk menarik perhatiannya. Saat seorang kepala divisi sedang berbicara panjang lebar, Naura merasakan ponselnya bergetar lagi. Ia melirik layar. Tentu saja pesan dari Reval. [Kamu terlihat cantik hari ini.] Naura

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 144. Menatap Curiga

    Naura berjalan cepat menuju ruangannya, langkahnya masih terasa ragu setelah percakapan pagi tadi dengan Reval di dalam mobil. Rasa hangat yang pria itu tinggalkan di bibirnya masih membekas, tetapi pikirannya dipenuhi banyak pertanyaan yang belum terjawab. Saat hendak membuka pintu ruangan, suara seorang wanita terdengar tergesa-gesa dari belakangnya. “Naura! Ke mana saja kamu? Bukankah seharusnya kamu sudah mulai bekerja lebih awal?” Langkah Naura terhenti. Ia menoleh dan mendapati Dinda berjalan cepat ke arahnya. Wajah sahabatnya itu dipenuhi ekspresi khawatir, kedua alisnya bertaut rapat. Naura menarik napas dalam, mencoba memasang senyum santai. “Hai, Dinda. Maaf ya? Aku jadi merepotkanmu.” Dinda berhenti tepat di depannya, masih dengan tatapan menyelidik. “Apakah kamu tahu, aku sampai nekat bertanya kepada Pak Reval?” Naura menegang seketika. “Kamu bertanya pada Pak Reval?” ulangnya, berusaha terdengar santai meskipun dadanya mulai berdebar. Dinda mengangguk. “Tentu saja

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 143. Menjauh

    Naura berusaha melepaskan diri, tetapi Reval mempererat pelukannya. “Saya sudah menyiapkan sarapan,” ujar Naura, berharap bisa mengalihkan perhatian pria itu. Namun, bukannya melepaskan, Reval malah menariknya lebih dekat. “Aku sudah mendapatkan sarapan yang lebih manis,” gumam Reval seraya mencium pipi Naura lebih lama. Naura memutar bola matanya. “Kalau Bapak tidak segera bangun, saya akan makan sendiri.” Reval tertawa kecil, akhirnya melepas Naura dengan enggan. “Baiklah, baiklah. Aku akan bangun.” Beberapa menit kemudian, keduanya duduk di meja makan. Naura meletakkan piring di hadapan Reval, menunggu reaksi pria itu saat mencicipi masakannya. Reval mengambil sesendok nasi goreng, mengunyahnya perlahan. Alisnya terangkat sedikit, lalu ia mengangguk. “Hmm, enak.” Naura tersenyum lega. “Terima kasih.” Reval menatapnya dengan mata berbinar. “Kalau setiap pagi dimasakkan seperti ini, aku tidak keberatan untuk selalu bangun lebih pagi.” Naura terkekeh. “Saya tidak janji, Pak.”

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 142. Manja

    Naura menatapnya dengan mata berkabut. Napasnya masih tersengal, tetapi ia berhasil mengangguk. “Saya percaya.” Jemari Reval membelai pipi Naura. “Aku harus tahu, Naura ... apa kamu merasakan hal yang sama seperti aku?” tanya Reval, tatapannya begitu dalam hingga membuat Naura tidak bisa menghindar. Naura menatap mata Reval yang begitu dekat, dan bibirnya sedikit terbuka, namun tidak ada suara yang keluar. Jantungnya berdetak begitu cepat, seakan seluruh ruangan dipenuhi dengan ketegangan yang tidak terucapkan. “Saya ....” Naura menggigit bibirnya, mencoba mengumpulkan keberanian. “Saya tidak tahu, Pak Reval.” Suaranya terdengar ragu, tetapi ada kejujuran di sana, sebuah pengakuan yang bahkan membuat dirinya terkejut. Reval tersenyum kecil, tatapannya melunak. “Tidak tahu?” gumamnya sambil mengangkat satu alis. Jemarinya dengan lembut menyentuh dagu Naura, mengangkatnya sedikit agar wanita itu tetap menatapnya. “Apa yang kamu rasakan, Naura? Jangan takut untuk jujur.” Naura

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 141. Semakin Cepat

    Reval mengerutkan kening, menatap wanita itu dengan seksama. “Apa itu?” Naura menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengangkat kepalanya, menatap langsung ke mata Reval. “Katakanlah.” Alis Reval semakin bertaut, tetapi ia tetap diam, menunggu kelanjutan ucapan Naura. “Saya ingin tahu … sebenarnya siapa Kirana itu? Apakah benar, Bapak sangat mencintainya?” Hening. Wajah Reval yang sebelumnya tenang berubah drastis. Matanya menajam, rahangnya mengeras. Udara di antara mereka seketika menjadi berat, seperti ada sesuatu yang menekan. Dalam sekejap, langkah Reval menghantam lantai, mendekati Naura dengan tatapan gelap. Sebelum wanita itu sempat mundur, tubuhnya sudah terdorong hingga punggungnya membentur dinding. “Tidak seharusnya kamu menanyakan hal itu kepadaku, Naura.” Suara Reval rendah, tetapi penuh tekanan. Napasnya terdengar berat, emosinya seperti bergejolak di dalam dadanya. Naura terkejut. Dadanya naik-turun cepat, tubuhnya membeku di tempat. Matanya membesar ketik

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 140. Hal Penting

    Adelia meletakkan sendoknya dengan perlahan, tatapannya tajam menusuk ke arah putranya. Ruang makan yang sebelumnya dipenuhi suara alat makan kini mendadak sunyi. “Reval, apakah kamu serius?” suaranya datar, tetapi ada nada kekecewaan yang terselip di sana. Reval mengangguk mantap. “Aku tidak pernah seyakin ini dalam hidupku, Ma. Aku memilih Naura.” Adelia menghela napas panjang, tatapannya beralih ke arah Naura yang masih diam di tempatnya. “Wanita ini? Kamu yakin? Apa yang bisa dia berikan padamu?” Naura menelan ludah, merasakan tekanan dari tatapan wanita itu. Namun, sebelum ia sempat menjawab, Reval lebih dulu berbicara. “Mama selalu melihat segalanya dari status dan latar belakang keluarga, tapi Mama lupa … perasaan dan kebahagiaan tidak bisa diukur dengan itu semua,” ujar Reval tegas. “Aku mencintai Naura bukan karena siapa dia di masa lalu, tetapi karena siapa dia di sisiku sekarang.” Adelia menatap putranya dalam diam. Wajahnya tetap dingin, tetapi ada kilatan emosi yan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status