Edward harus memastikan bahwa kakinya masih tetap berdiri tegak di tempatnya. Tidak, aku tidak takut. Lagipula, apakah aku telah melakukan kesalahan? Edward ingin berteriak, menjejalkan banyak alasan mengapa ia harus menyembunyikan kejadian itu dari Tuannya. Tapi, ia tidak bisa.“Apa yang terjadi, Ed?” tanya Sebastian. Ekspresi wajahnya tidak berubah, Edward masih belum bisa membaca apa maksud dari ekspresi wajah datar Sebastian kali ini.“Maafkan saya, Tuan.”Sebastian berdiri tegak. “Kenapa?”Edward menggerak-gerakkan alis matanya. “Saya tidak bisa mengatakannya.”Raut wajah Sebastian tampak putus asa, tapi ada kelegaan dalam hatinya. “Katakan saat kamu ingin mengatakannya padaku. Sekarang, pergilah pulang. Aku tidak memintamu lembur malam ini.”“Besok Tuan akan suka dengan apa yang saya dapat,” Edward berjanji. Ia mengangguk hormat pada Sebastian lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi.Sebastian mengusap wajahnya. Ia mendesah lega lalu membuka pintu ruang kerjanya. Ia memang
Mengurus senator Henry ternyata lebih mudah daripada yang di perkirakannya. Dan Henry ternyata tidak setangguh yang ia kira. Malam tadi saat ia mendapati ruangan kedap suara itu lebih hening daripada biasanya, ia memeriksa ruangan dan mendapati tubuh Henry tidak bergerak sedikitpun walau ia sudah menendang perutnya berkali-kali.Senator Henry yang agung telah mati.Padahal sebelumnya, ia sudah merencanakan pertunjukan yang lebih menarik. Ia berencana mempersatukan Juke dan Henry dan menyiksa mereka satu per satu. Juke bahkan belum melihat bagaimana Henry di siksa. Ia menjerit ketakutan saat ia menunjukkan jasad Henry dan memohon ampun dengan suara yang begitu pilu.Suara yang sama saat Liza memohon belas kasihan mereka saat itu. Tapi sekarang... pria itu tersenyum, membayangkan ketakutan yang tergambar pada wajah para pelaku yang tersisa. Saham perusahaan The Sanders akan turun drastis dan semua akan berjalan sesuai dengan yang ia inginkan.“Ah, media juga pasti akan menggila,” gumam
Ia melangkah ke teras depan, sangat kelelahan setelah mengawasi rumahnya semalaman. Ia tertidur sekitar jam empat pagi. Ketika terbangun, matahari sudah di atas kepala dan bau masakan istrinya sudah menggelitik indra penciumannya.Semua ini pasti akan berakhir. Entah dengan cara apa. Dan ia yakin, tidak akan lama lagi, ia tidak perlu merasa lebih cemas dari sekarang. Dan aku tidak perlu begadang semalaman lagi. Saat ia melangkah masuk ke dalam rumah, ia melihat istrinya berdiri di belakang sofa, matanya memerah karena menangis dan tiba-tiba jantungnya berdebar kencang. “Ada apa?”“Sebastian ada disini. Henry, dia meninggal.”“Apa? Henry sudah ditemukan? Dia... meninggal?”Istrinya menatapnya, bibirnya gemetaran. “Seseorang menggantungnya di atas pohon Ek di depan rumahnya. Dia... Dia tergantung dengan tidak memakai pakaian sehelai pun dan... wajahnya...” kalimat istrinya terhenti. Saat Sebastian tiba-tiba muncul di samping ibunya, tangis wanita itu pecah.Andrian menunduk, terlalu lel
“Kalian suka hadiahku? Oh, jangan terlalu senang dulu, ini baru permulaan. Pertunjukan yang sebenarnya sebentar lagi akan kalian nikmati.” Sebastian kembali melipat surat itu lalu kembali memasukkannya ke dalam amplop.Ferdinand menatap surat itu sambil bergidik. “Aku tidak percaya sesuatu seperti ini bisa menimpa keluarga kita.”Andrian menatap poto Henry beserta istri dan putrinya yang tergantung di dinding sebelum matanya mulai berat dan ia buru-buru mengalihkan pandangan matanya. Bodoh. Dasar pria tua bangka yang bodoh. Andrian membuka mulutnya sedemikian rupa tanpa mengatakan apa-apa.Elaine, istri Henry, sudah tidak sadarkan diri sejak tadi. Seorang dokter, dua asisten rumah tangga dan adiknya sudah membawanya beristirahat di kamarnya. Mereka tidak lagi mendengar suara tangis pilu wanita malang itu, ia sudah tenang. Dokter menyuntikkan obat penenang dan menunggunya di pinggir tempat tidur kalau-kalau Elaine bangun dan menangis histeris lagi.“Elaine mencakar George,” ucap Sebast
Dengan sebuah senter, mereka menaiki tangga darurat menuju atap dengan hati-hati melewati tepat penembak jitu mereka menunggu sasarannya.“Tapi, jika cucu pria itu ditembak, bukankah seharusnya ia sudah melapor pada polisi? Mengapa ia menyelidiki lokasi seorang diri?” Sebastian memusatkan pandangannya ke depan. Matanya menatap awas pada setiap benda yang ia lihat.“Anak pria tua itu pernah meninggal di siksa oleh seorang detektif dalam penjara. Hingga saat ini, polisi ia anggap sebagai hama yang menjijikkan. Akan saya selidiki berita ini nanti, Tuan. Kita tidak bisa mengenyampingkan kemungkinan bahwa pria tua itu mengarang cerita.”“Atau ia menjadi salah satu suruhan penembak jitu kita,” ucap Sebastian pelan. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa geramnya saat menyebutkan kalimat terakhir.Saat sampai di atap, Sebastian tersenyum puas. “Kau lihat itu, Ed? Tidak sia-sia kita naik sampai ke atas sini.”Edward memandangi sebuah cangkir plastik yang terletak di lantai atap. Hatinya menari-nar
“Apakah ada yang tinggal di rumah?” gumam Zoe. “Sepertinya seluruh kota hadir disini.”“Sepertinya begitu,” tukas Angela. Berdiri di pemakaman di belakang Gereja Baptis Pertama Toronto. Angela di apit Sebastian, dan Edward di sisi kirinya dan Zoe di sisi kanannya. Pendeta Gilbert mengambil posisi diantara hadirin, mengawasi, didukung sepuluh orang polisi berpakaian preman.“Kau melihat seseorang yang kau kenal?” gumam Sebastian.“Hanya orang-orang tua yang juga ku kenal darimu. Kau tahu, kau tidak banyak memperkenalkan keluargamu padaku.”“Kau benar. Apa kau tahu siapa yang memimpin misa?”“Kau bercanda, tentu saja aku tahu. Itu pastor Gilbert,” jawab Angela pelan, dan Sebastian menunduk mendekatkan kepalanya supaya mendengar lebih jelas. Wangi Sebastian seperti pohon pinus, pikir Angela, bau kebakaran dan kematian sudah hilang.Angela menarik nafas, mengisi kepalanya dengan bau parfum Sebastian sebelum akhirnya kembali fokus ke pemakaman. Pemakaman pertama yang ia hadiri sejak mereka
Dalam sekejap Angela terlempar ke tanah, nafasnya terhenti saat Sebastian menindihnya dan terjadi kepanikan di pemakaman. Di sekelilingnya, orang-orang berteriak dan berlarian saat polisi menenangkan keadaan.Dalam keadaan linglung, Angela mengangkat kepalanya, tatapannya tertuju pada seorang wanita yang berdiri diam di antara hiruk-pikuk di sekelilingnya. Wanita itu mengenakan pakaian serba hitam, mulai dari topi berkerudung, jahitan gaun yang ketinggalan zaman sampai sarung tangannya.Renda hitam dari kerudung menutupi wajahnya sampai ke dagu, tapi Angela tahu wanita itu sedang menatap seseorang. Menatap dirinya.Dan Angela menatap balik, untuk sesaat terpana.Bibir merah. Dia berbibir merah, bibir merah. Warna merah terlihat dari balik renda hitam, memberi efek menakutkan. Lalu wanita itu menyelinap ke keramaian dan menghilang.“Ya Tuhan, kamu tidak apa-apa, Angela?” teriak Sebastian di antara teriakan kepanikan“Aku baik-baik saja.”“Tetap menunduk beberapa... Oh, sialan,” Sebasti
Pria itu menurunkan camera, sebuah seringai tampak di wajahnya. Ia tadi memang berada di pemakaman dan saat suasana memungkinkan ia segera kembali ke mobilnya dan mengamati tiap peristiwa melalui kameranya.Ia memang sudah menduga bahwa mereka akan saling serang, ia hanya tidak menduga bahwa itu akan terjadi begitu cepat. Setiap salah satu dari mereka pergi ke luar kota bulan kemarin, pria itu membuntutinya.Biasanya akan mendapatkan hadiah dari perjalanannya berupa rahasia-rahasia baru yang ia tahu tidak akan diungkapkan mereka, dan malam ini bukanlah pengecualian.“Malam ini adalah malam keberuntunganku.”Sekarang jumlah mereka tinggal sedikit. Apa yang telah mereka lakukan saat ini justru mempermudah pekerjaannya. Ia tahu, ia akan menjadi satu-satunya target tersangka. Tapi ia berani bertaruh, hingga beberapa puluh tahun kedepan, baik Sebastian apalagi kepolisian tidak akan tahu tentang identitas aslinya.Pria itu memandangi hasil foto yang baru saja ia ambil di kameranya. “Rencana
Angela membantu Sebastian mencuci peralatan makan dengan mesin cuci piring, lalu membersihkan dapur setelah mereka selesai makan. Angela tidak tahu apa yang tengah terjadi, Sebastian tiba-tiba mengajaknya berlibur ke villa dekat pantai dan menugaskan tidak ada satu pelayan pun yang ikut bersama mereka. Ini aneh, pikir Angela. Mereka terbiasa liburan ke villa tapi Sebastian tidak pernah meliburkan pelayan di villa. Apalagi, saat aku sedang hamil, pikir Angela. Tetapi ia menduga, mungkin Sebastian hanya ingin menghabiskan waktu berdua, benar-benar berdua dengan dirinya. Sudah seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Mark dan pria itu jelas pembual yang ulung. Kurang dari dua puluh empat jam katanya? Huh, sudah berlalu tujuh hari dan Mark belum melaporkan apapun padanya. Pria itu bahkan terkesan menghindari dirinya. Telepon iseng itu memang sudah berhenti. Tapi Angela tidak menemukan ada satu pun pelayan yang menghilang atau diberhentikan. Semua berjalan seperti biasa. Seperti tidak
Diluar dugaan, Anna justru tertawa. Suara tawa keras yang membuat Edward bingung haruskah ia ikut tertawa atau hanya menunggu tawa Anna selesai.“Apa kau berharap aku mempercayaimu begitu saja?” tanya Anna sambil menepuk pundak Edward. “Kau tidak bisa membodohiku, Ed. Aku sudah melakukan segala upaya untuk mendapatkan dirimu tapi kau jelas-jelas menolakku. Lalu tiba-tiba, setelah tiga hari aku merawatmu saat kau sakit, kau datang padaku dan bilang bahwa kau mencintaiku?”Edward tidak mengatakan apapun. Untuk sesaat mereka hanya saling memandang berlama-lama, pandangan yang makin lama membuat nafas mereka sesak dan tak pelak lagi, pandangan itu membuat mereka bergairah.Edward mengambil langkah maju. Ia mencium lagi. Lebih lembut. Semesra mungkin. Anna tidak menolak, tidak melawan, tidak berusaha lari. Edward menggoda mulut Anna dengan kecupan-kecupan lembut, gigitan mesra, dan gelitikan kecil di lidahnya.Ketika Anna mendesah senang, Edward memanfaatkannya untuk memasukkan lidahnya ke
“Kau jelas menyukainya, Mr. Harrison. Kau menyukainya lebih dari yang kau duga.”Edward terdiam. Cornelia benar. Bagaimana mungkin ia tidak menyadarinya selama ini? Bagaimana mungkin orang lain bahkan lebih mengetahuinya dibandingkan dirinya sendiri?“Lalu, bagaimana perasaanmu melihat pemandangan itu?”Edward menatap wajah Cornellia bingung lalu mengikuti arah matanya. Kini ia melihat Alex, wanita yang menjadi alasan kehadirannya ke tempat ini, wanita itu membuat seolah matanya terhipnotis. Teman lelakinya, memojokkan Alex ke tikar, rok wanita itu tersingkap sehingga menampakkan pahanya yang langsing. Lalu tangan si lelaki menyelinap ke balik rok, mendekap bokong Alex.Mulut Cornelia menganga. “Aku tidak menyangka Alex seberani itu.”Edward kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin Alex yang polos dan ceria, yang bahkan Edward tidak menyangka usianya sudah dua puluhan, melakukan hal itu di tengah keramaian acara yang bertema keluarga seperti ini?“Aku tanya, bagaimana perasaanmu, Ed?”
Edward Harrison mengedarkan pandangannya ke lapangan tempat para pengunjung membentangkan selimut di tanah di depan panggung, dan asyik menikmati daging panggang sambil mendengarkan musik yang dibawakan band berirama country dan penyanyi lokal.Ia bertanya-tanya, dimana Alexandria di tengah lautan manusia ini. Ia tadi mengunjungi toko roti Alex dan menurut karyawannya, Alex menghadiri perayaan tanggal empat juli yang selalu diadakan setiap tahun di taman ini, jadilah Edward tahu gadis itu ada disini.Terlintas dalam benaknya untuk mengajak Alex datang bersamanya, tapi, itu sungguh perbuatan yang lancang. Ya, setelah apa yang dilakukannya pada gadis itu. Edward cukup tahu diri untuk tidak terlalu bertingkah meski tahu bahwa ia menguasai hati dan pikiran Alex.Banyak lelaki hari ini merasa iri padanya karena seorang wanita seksi, berambut panjang dan pirang dengan kedua tonjolan yang memukau di dadanya, duduk di sebelahnya. Ya, ia sengaja mengajak Cornellia Marshall, Asistennya di kanto
Callahan’s ramai oleh suara tamu mengobrol selama jam makan siang di rumah makan itu, sejak jam sebelas sampai jam dua selama hari kerja. Terletak di pusat kota, bangunan yang sudah di restorasi itu, yang dulu pernah dipakai sebagai toko obat pada awal tahun tiga puluhan hingga pertengahan tahun delapan puluhan.Mereka menempati lokasi yang sangat strategis untuk melayani kegiatan bisnis sehari-hari, termasuk karyawan pengadilan, perbankan serta para karyawan yang kantornya tersebar di segala penjuru kota. Pesaing mereka hanya rumah kana cepat saji yang melayani pengendara mobil, dan restoran kecil yang melayani roti isi.Jika seseorang ingin mengadakan rapat atau pertemuan sambil makan siang, Callahan’s-lah tempat yang paling nyaman.Ketika Angela tiba, pelayan mengantarkannya ke meja di belakang yang agak terpencil, di tempat Mark sudah menunggu. Mark, kepala keamanan rumah Sebastian dan Angela yang menggantikan posisi Zoe.Angela sengaja mengajak Mark bertemu di luar. Selain ia tid
Diluar dugaan, Anna mengantar Edward sampai ke depan pintu. Hal itu membuat Edward merasa, minimal ia harus mengundang wanita itu bertemu atau makan malam. Jika ia memang belum yakin dengan perasaannya, bukankah seharusnya ia membalas budi?“Bukankah banyak hal yang harus kau kerjakan, Ann?” tanya Edward. “Dan kau bisa tidak menunggu dan mengantarkanku seperti ini, lagipula...”“Jangan terlalu percaya diri, Ed.”Edward tergagap mendengar ucapan itu. Merasa malu tapi juga sekaligus membenarkan ucapan Anna. Ya, ada apa dengannya? Mengapa ia mengeluarkan kalimat sampah itu dari mulutnya?“Aku hanya terlambat karena mengerjakan beberapa hal tadi. Dan kebetulan waktu selesainya bersamaan dengan waktu kau keluar.”“Ya. Kau benar. Maafkan aku.”Pengecut. Anna mengumpat dirinya sendiri setelah ia mengatakan kalimat itu. Sistem pertahanan dirinya memang luar biasa. Entah ia harus bangga atau marah pada dirinya sendiri saat ini. Ia bangga karena mampu membuat wajah Edward memerah malu sekaligus
Sudah dua hari Edward hanya berada di atas tempat tidur. Dan sudah dua hari Anna melayaninya layaknya seorang pasien. Anna melakukannya secara profesional. Tidak ada candaan nakal atau celetukan yang membuatnya marah.Seharusnya hidup terasa damai, bukan? Tapi entah mengapa, sesuatu terasa hilang. Hambar.Ia benar-benar dilayani seperti orang yang asing bagi Anna. Pagi hari, ia akan masuk ke kamar, mengunjungi Edward, tersenyum dengan hanya bibir yang tertarik ke samping tanpa guratan. Kelihatan sekali sebenarnya ia tidak ingin tersenyum tapi ia memaksakan senyum itu keluar.Lalu kemudian ia akan memeriksa kondisi Edward, memeriksa infus lalu memastikan apa saja yang boleh Edward lakukan hari itu, kemudian ia akan berbicara dengan seorang perawat laki-laki di sampingnya lalu setelah itu ia pergi.Perawat itulah yang datang setiap dua puluh menit sekali, secara rutin memeriksa cairan infus Edward, lalu kondisinya secara keseluruhan. Sedangkan Anna, Ed tidak tahu kemana gadis itu pergi.
Dipenuhi ketidakpastian, Anna berhenti di ambang pintu kamar tamu di rumahnya. Terakhir kali melihat Edward di rumah ini, ia hanya berada di koridor antara ruang tamu dan ruang tengah rumahnya. Tapi kali ini, pria itu tergeletak tak berdaya di kamar tamu.Anna sengaja membawa Edward kerumahnya, bukan ke klinik pengobatan miliknya atau rumah sakit. Sudah menjadi kebiasaan bagi Sebastian, Edward ataupun beberapa orang di perusahaan untuk lebih memilih di rawat di rumah Anna daripada harus kerumah sakit atau klinik.Sekarang, berdiri disini merupakan sebuah momen yang canggung. Edward berbaring di tempat tidur dengan mata tertutup, dengan selang infus yang menempel di tangannya. Terlihat sangat lemah, jauh dari keangkuhan dan sikap arogan yang sering ia tunjukkan.“Dia akan baik-baik saja,” gumam Anna pada dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya, meremas ujung gaun hitam yang ia pakai lalu menghela nafas panjang. Ia hanya takut ketika Edward bangun dan membuka mata, maka pria itu akan mar
Begitu Alex memusatkan perhatian kepada teman makan siangnya, senyum di wajah Edward lenyap. Pandangannya terpusat ke tempat pria di samping Alex yang dengan lancang memeluk pinggang gadis itu.Ingin benar ia menyeberang jalan, merebut Alex dari tangan pria itu, memanggilnya ke tempat yang menjamin privasi lalu mengatakan, “Kau sudah menemukan pria baru, Alexandria Porter?”Pada saat Alex dan pria itu menghilang masuk ke Callahan’s, Edward langsung menyebrang dan mengikuti mereka masuk ke dalam Restoran. Pelayan sedang mengantarkan pasangan itu menuju meja mereka ketika Edward duduk di bar.Ia dapat melihat mereka berdua dari tempatnya, karena area bar letaknya lebih tinggi sekitar satu meter daripada restoran. Ia memesan sekaleng kola dan memasukkan beberapa butir kacang ke dalam mulutnya, berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak peduli.Edward melepaskan kaca mata hitamnya, memasukkannya ke dalam saku kaosnya, dan mengawasi pasangan yang berada di meja di pojok ruangan itu.Edward