Pria itu menurunkan camera, sebuah seringai tampak di wajahnya. Ia tadi memang berada di pemakaman dan saat suasana memungkinkan ia segera kembali ke mobilnya dan mengamati tiap peristiwa melalui kameranya.Ia memang sudah menduga bahwa mereka akan saling serang, ia hanya tidak menduga bahwa itu akan terjadi begitu cepat. Setiap salah satu dari mereka pergi ke luar kota bulan kemarin, pria itu membuntutinya.Biasanya akan mendapatkan hadiah dari perjalanannya berupa rahasia-rahasia baru yang ia tahu tidak akan diungkapkan mereka, dan malam ini bukanlah pengecualian.“Malam ini adalah malam keberuntunganku.”Sekarang jumlah mereka tinggal sedikit. Apa yang telah mereka lakukan saat ini justru mempermudah pekerjaannya. Ia tahu, ia akan menjadi satu-satunya target tersangka. Tapi ia berani bertaruh, hingga beberapa puluh tahun kedepan, baik Sebastian apalagi kepolisian tidak akan tahu tentang identitas aslinya.Pria itu memandangi hasil foto yang baru saja ia ambil di kameranya. “Rencana
Sudah ada sekitar selusin gadis cantik di bar, tapi pria itu tahu persis mana yang akan diajaknya pulang. Ia sudah mengetahuinya selama lima tahun yang sangat panjang, sejak keluarga itu mengambil satu-satunya orang yang paling berharga dalam hidupnya.Mereka mengambil nyawanya saat menghancurkan hidup Liza. Mereka mengira mereka begitu pintar, begitu cerdas. Tapi John,Viona, dan Henry sudah mati. Dan gadis itu juga sebentar lagi akan menyusul mereka.Hasrat membakar kulit pria itu kala ia langkah kakinya mulai mendekat. Apapun respon wanita itu, akhirnya tetap akan sama. Dia tetap akan mati di tangannya.“Permisi,”kata pria itu di tengah kerasnya lagu yang dimainkan oleh band.Wanita itu menoleh, tangannya terangkat mencegah tiga orang penjaga keamanan yang mendekat siaga. Sorot matanya menyipit, memandangi pria itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sorot matanya menajam karena hatinya mulai tertarik.Wanita itu memiringkan kepalanya. “Oh my God! I know you, Handsome. You... Zoe,
Sebastian mengantar Angela sampai ke depan pintu rumah. Pria itu merasa bahwa tidak seharusnya ia pergi malam ini, minimal ia harus menemani sampai Angela terlelap. Tapi, beberapa hal terlalu mendesak untuk bisa ia abaikan. Ia bahkan meminta supir pribadinya untuk pulang dan menyetir sendiri.“Kamu yakin tidak mau menemaniku dulu sebentar malam ini?” tanya Angela. “Ada wine enak yang belum kubagi denganmu.”Sebastian menghela nafas. Ia membingkai wajah Angela dengan tangan kokohnya lalu membelainya lembut. “Keinginanku lebih besar dari yang kamu tahu, Sayang. Tapi, kamu tahu, hal ini tidak bisa ditunda.”Wanita itu terlihat kecewa tapi ia pandai menutupinya dengan senyuman. “Baiklah, segera pulang setelah urusanmu selesai.”Apa yang kau lakukan, Angela? Maki Angela dalam hatinya. Ia tidak terbiasa merasa kecewa ketika Sebastian lebih memilih pekerjaannya dibandingkan dirinya. Tapi situasi malam ini begitu buruk. Ya, Angela lebih tahu dari siapapun di dunia ini.Sebastian mendekapnya l
“Apa kabar, Angela?” Suara berat laki-laki itu menyapanya.Sekujur badan Angela merinding. “Anthony?”Ujung bibir Anthony melengkung ke atas sedikit. Sialan, orang ini. Anthony tahu bahwa ia takut tapi sekaligus penasaran dibuatnya, dan pengetahuan itu memberinya kekuasaan atas diri Angela, dan Angela tidak ingin laki-laki itu punya perasaan semacam itu.“Apa kau gila? Kau masuk ke ranah pribadi milik orang lain dan itu jelas melanggar hukum.”Ketika Angela menarik napas panjang untuk menenangkan diri, tatapan Anthony beralih dari wajah Angela ke dadanya yang naik turun. Hawa panas karena jengah merambati leher dan wajah Angela. Ia bersyukur hari sudah malam, dan penerangan di taman itu lembut dan temaram.Senyum Anthony semakin lebar. Ia mendekat sekali lagi, membuat tubuh mereka dekat sekali, nyaris saling menempel. “Aku kesini untuk menemuimu.”“Ada apa denganmu? Kau tidak pernah seperti ini, Anthony.” Suaranya terdengar bergetar, bahkan untuk telinganya sendiri. “Pergilah, dan ak
Pria itu berdiri di dekat jendela sambil memperhatikan Anthony meninggalkan Angela. Seandainya laki-laki itu tidak pergi, ia terpaksa harus memunculkan diri. Karena jika tidak, itu akan mencoreng reputasinya di depan Sebastian dan ia tidak ingin itu terjadi.Ia masih membutuhkan namanya tetap terlihat baik dan bersih setidaknya sampai misi ini selesai.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Untuk apa Anthony nekat masuk ke rumah ini? Apa yang dikatakannya pada Angela? Dan mengapa Angela tidak segera melaporkannya pada petugas keamanan?Pria itu memeriksa rekaman CCTV dari ponselnya. Ya, sejak ia bertekad ingin menghancurkan keluarga ini, segala aktifitas di rumah Sebastian terekam jelas lewat layar ponselnya. Keningnya berkerut lalu bibirnya menyeringai kesal saat melihat rekaman CCTV.Gelap. Layar menuju ruang taman belakang mati. Begitu pula dengan CCTV belakang rumah dan sekitarnya. Tapi walau CCTV nya mati, bagaimana dengan para penjaga? Kemampuan menembak dan beladiri mereka tidak
Erick menjentikkan jarinya ketika ia selesai memainkan tuts keyboard. “Selesai!”Sebastian melirik layar laptop, tidak terlalu bersemangat. Ia malah teringat dengan kasus lain yang tiba-tiba muncul dalam pikirannya. “Bagaimana dengan kemungkinan situs yang kuberikan padamu tempo hari? Apakah kau berhasil menemukannya?”“Aku agak sibuk, kau tahu.” Erick mengangkat bahunya. “Tapi, kau mempercayai orang yang tepat!”“Maksudmu kau berhasil menemukannya?”“Aku bertanya-tanya kapan kau akan menagih kasus itu.Aku kira kau sudah lupa.”“Aku agak sibuk,” kata Sebastian. Itu wajar. Ia menyerahkan file dokumen itu dari ruang bawah tanah pria tua itu sekitar satu tahun yang lalu dan melupakannya untuk sementara waktu karena beberapa kejadian yang terjadi belakangan ini.“Apa yang sudah kau dapat sejauh ini?”“Neraka kekacauan,” kata Erick kesal, lalu menghela nafas. “Maaf, aku terbawa emosi. Sesuatu yang aku temukan benar-benar membuatku muak.”“Lanjutkan.”“Aku menemukan satu situs yang terhubun
“Manis sekali.” Angela berdiri di ambang pintu ruang kerja Sebastian, tersenyum pada seekor anjing jenis Australian Shepherd yang meringkuk di sebelah Sebastian. “Siapa namanya?”Sebastian mengusap wajahnya lalu tersenyum lembut. Sudah pagi rupanya. Angela bahkan sudah bangun yang berarti menandakan hari sudah cukup terang. Ia membentangkan tangan ketika Angela berjalan mendekat. “Kamu sudah bangun, Sayang?”“Kenapa kamu tidak tidur di kamar?” tanya Angela sambil duduk di pangkuan Sebastian. Ia merengkuh kepala Sebastian dan membelai rambutnya. “Atau kamu memang tidak tidur?”Sebastian sudah sepakat untuk tidak membicarakan isi kepalanya yang terdengar sangat berisik di dalam pikirannya. Maka ia memilih untuk tidak mengatakan apapun. Belaian tangan Angela pada rambutnya beserta detak jantung wanita itu terasa menenangkan.Angela tahu, jika Sebastian memilih untuk tidak menjawab, itu berarti ia tidak ingin membicarakannya sekarang dan Angela menghargai hal itu. Berada dekat pria itu su
“Mintalah kepadaku,” bisik Sebastian. “Dengan baik-baik.”Angela menggigit bibirnya. Pipinya terasa panas. Tapi Sebastian tidak mau bergerak. Ia menunggu. Angela mencondongkan tubuhnya ke depan dan berbisik di telinga Sebastian. “Rasakan aku. Kumohon.”Sebastian menaruh kaki Angela di bahunya, lalu mengerang, dan apapun yang dikatakan Angela lenyap karena akhirnya mulut Sebastian di dirinya. Pria itu mencium dan menjilat dan menggigit, menembus renda sampai Angela merasa di awan.Angela menurunkan celana dalamnya, kemudian Sebastian menurunkan hingga ke kakinya. Lidah Sebastian semakin liar dan Angela mengerang, panjang dan keras. Tapi tiba-tiba pria itu berdiri, menendang celana panjangnya dan membuka sebuah kondom. “Berdiri.”Angela mengerjap dan menengadah, terengah-engah. “Apa?”Sebastian meraih tangan Angela dan menariknya ke lemari. “Lihat aku,” katanya tegas, membungkus tangannya dengan rambut Angela, menaikkan dagu wanita itu. “Lihat aku.”Angela menurut, memandang Sebastian d
Angela membantu Sebastian mencuci peralatan makan dengan mesin cuci piring, lalu membersihkan dapur setelah mereka selesai makan. Angela tidak tahu apa yang tengah terjadi, Sebastian tiba-tiba mengajaknya berlibur ke villa dekat pantai dan menugaskan tidak ada satu pelayan pun yang ikut bersama mereka. Ini aneh, pikir Angela. Mereka terbiasa liburan ke villa tapi Sebastian tidak pernah meliburkan pelayan di villa. Apalagi, saat aku sedang hamil, pikir Angela. Tetapi ia menduga, mungkin Sebastian hanya ingin menghabiskan waktu berdua, benar-benar berdua dengan dirinya. Sudah seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Mark dan pria itu jelas pembual yang ulung. Kurang dari dua puluh empat jam katanya? Huh, sudah berlalu tujuh hari dan Mark belum melaporkan apapun padanya. Pria itu bahkan terkesan menghindari dirinya. Telepon iseng itu memang sudah berhenti. Tapi Angela tidak menemukan ada satu pun pelayan yang menghilang atau diberhentikan. Semua berjalan seperti biasa. Seperti tidak
Diluar dugaan, Anna justru tertawa. Suara tawa keras yang membuat Edward bingung haruskah ia ikut tertawa atau hanya menunggu tawa Anna selesai.“Apa kau berharap aku mempercayaimu begitu saja?” tanya Anna sambil menepuk pundak Edward. “Kau tidak bisa membodohiku, Ed. Aku sudah melakukan segala upaya untuk mendapatkan dirimu tapi kau jelas-jelas menolakku. Lalu tiba-tiba, setelah tiga hari aku merawatmu saat kau sakit, kau datang padaku dan bilang bahwa kau mencintaiku?”Edward tidak mengatakan apapun. Untuk sesaat mereka hanya saling memandang berlama-lama, pandangan yang makin lama membuat nafas mereka sesak dan tak pelak lagi, pandangan itu membuat mereka bergairah.Edward mengambil langkah maju. Ia mencium lagi. Lebih lembut. Semesra mungkin. Anna tidak menolak, tidak melawan, tidak berusaha lari. Edward menggoda mulut Anna dengan kecupan-kecupan lembut, gigitan mesra, dan gelitikan kecil di lidahnya.Ketika Anna mendesah senang, Edward memanfaatkannya untuk memasukkan lidahnya ke
“Kau jelas menyukainya, Mr. Harrison. Kau menyukainya lebih dari yang kau duga.”Edward terdiam. Cornelia benar. Bagaimana mungkin ia tidak menyadarinya selama ini? Bagaimana mungkin orang lain bahkan lebih mengetahuinya dibandingkan dirinya sendiri?“Lalu, bagaimana perasaanmu melihat pemandangan itu?”Edward menatap wajah Cornellia bingung lalu mengikuti arah matanya. Kini ia melihat Alex, wanita yang menjadi alasan kehadirannya ke tempat ini, wanita itu membuat seolah matanya terhipnotis. Teman lelakinya, memojokkan Alex ke tikar, rok wanita itu tersingkap sehingga menampakkan pahanya yang langsing. Lalu tangan si lelaki menyelinap ke balik rok, mendekap bokong Alex.Mulut Cornelia menganga. “Aku tidak menyangka Alex seberani itu.”Edward kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin Alex yang polos dan ceria, yang bahkan Edward tidak menyangka usianya sudah dua puluhan, melakukan hal itu di tengah keramaian acara yang bertema keluarga seperti ini?“Aku tanya, bagaimana perasaanmu, Ed?”
Edward Harrison mengedarkan pandangannya ke lapangan tempat para pengunjung membentangkan selimut di tanah di depan panggung, dan asyik menikmati daging panggang sambil mendengarkan musik yang dibawakan band berirama country dan penyanyi lokal.Ia bertanya-tanya, dimana Alexandria di tengah lautan manusia ini. Ia tadi mengunjungi toko roti Alex dan menurut karyawannya, Alex menghadiri perayaan tanggal empat juli yang selalu diadakan setiap tahun di taman ini, jadilah Edward tahu gadis itu ada disini.Terlintas dalam benaknya untuk mengajak Alex datang bersamanya, tapi, itu sungguh perbuatan yang lancang. Ya, setelah apa yang dilakukannya pada gadis itu. Edward cukup tahu diri untuk tidak terlalu bertingkah meski tahu bahwa ia menguasai hati dan pikiran Alex.Banyak lelaki hari ini merasa iri padanya karena seorang wanita seksi, berambut panjang dan pirang dengan kedua tonjolan yang memukau di dadanya, duduk di sebelahnya. Ya, ia sengaja mengajak Cornellia Marshall, Asistennya di kanto
Callahan’s ramai oleh suara tamu mengobrol selama jam makan siang di rumah makan itu, sejak jam sebelas sampai jam dua selama hari kerja. Terletak di pusat kota, bangunan yang sudah di restorasi itu, yang dulu pernah dipakai sebagai toko obat pada awal tahun tiga puluhan hingga pertengahan tahun delapan puluhan.Mereka menempati lokasi yang sangat strategis untuk melayani kegiatan bisnis sehari-hari, termasuk karyawan pengadilan, perbankan serta para karyawan yang kantornya tersebar di segala penjuru kota. Pesaing mereka hanya rumah kana cepat saji yang melayani pengendara mobil, dan restoran kecil yang melayani roti isi.Jika seseorang ingin mengadakan rapat atau pertemuan sambil makan siang, Callahan’s-lah tempat yang paling nyaman.Ketika Angela tiba, pelayan mengantarkannya ke meja di belakang yang agak terpencil, di tempat Mark sudah menunggu. Mark, kepala keamanan rumah Sebastian dan Angela yang menggantikan posisi Zoe.Angela sengaja mengajak Mark bertemu di luar. Selain ia tid
Diluar dugaan, Anna mengantar Edward sampai ke depan pintu. Hal itu membuat Edward merasa, minimal ia harus mengundang wanita itu bertemu atau makan malam. Jika ia memang belum yakin dengan perasaannya, bukankah seharusnya ia membalas budi?“Bukankah banyak hal yang harus kau kerjakan, Ann?” tanya Edward. “Dan kau bisa tidak menunggu dan mengantarkanku seperti ini, lagipula...”“Jangan terlalu percaya diri, Ed.”Edward tergagap mendengar ucapan itu. Merasa malu tapi juga sekaligus membenarkan ucapan Anna. Ya, ada apa dengannya? Mengapa ia mengeluarkan kalimat sampah itu dari mulutnya?“Aku hanya terlambat karena mengerjakan beberapa hal tadi. Dan kebetulan waktu selesainya bersamaan dengan waktu kau keluar.”“Ya. Kau benar. Maafkan aku.”Pengecut. Anna mengumpat dirinya sendiri setelah ia mengatakan kalimat itu. Sistem pertahanan dirinya memang luar biasa. Entah ia harus bangga atau marah pada dirinya sendiri saat ini. Ia bangga karena mampu membuat wajah Edward memerah malu sekaligus
Sudah dua hari Edward hanya berada di atas tempat tidur. Dan sudah dua hari Anna melayaninya layaknya seorang pasien. Anna melakukannya secara profesional. Tidak ada candaan nakal atau celetukan yang membuatnya marah.Seharusnya hidup terasa damai, bukan? Tapi entah mengapa, sesuatu terasa hilang. Hambar.Ia benar-benar dilayani seperti orang yang asing bagi Anna. Pagi hari, ia akan masuk ke kamar, mengunjungi Edward, tersenyum dengan hanya bibir yang tertarik ke samping tanpa guratan. Kelihatan sekali sebenarnya ia tidak ingin tersenyum tapi ia memaksakan senyum itu keluar.Lalu kemudian ia akan memeriksa kondisi Edward, memeriksa infus lalu memastikan apa saja yang boleh Edward lakukan hari itu, kemudian ia akan berbicara dengan seorang perawat laki-laki di sampingnya lalu setelah itu ia pergi.Perawat itulah yang datang setiap dua puluh menit sekali, secara rutin memeriksa cairan infus Edward, lalu kondisinya secara keseluruhan. Sedangkan Anna, Ed tidak tahu kemana gadis itu pergi.
Dipenuhi ketidakpastian, Anna berhenti di ambang pintu kamar tamu di rumahnya. Terakhir kali melihat Edward di rumah ini, ia hanya berada di koridor antara ruang tamu dan ruang tengah rumahnya. Tapi kali ini, pria itu tergeletak tak berdaya di kamar tamu.Anna sengaja membawa Edward kerumahnya, bukan ke klinik pengobatan miliknya atau rumah sakit. Sudah menjadi kebiasaan bagi Sebastian, Edward ataupun beberapa orang di perusahaan untuk lebih memilih di rawat di rumah Anna daripada harus kerumah sakit atau klinik.Sekarang, berdiri disini merupakan sebuah momen yang canggung. Edward berbaring di tempat tidur dengan mata tertutup, dengan selang infus yang menempel di tangannya. Terlihat sangat lemah, jauh dari keangkuhan dan sikap arogan yang sering ia tunjukkan.“Dia akan baik-baik saja,” gumam Anna pada dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya, meremas ujung gaun hitam yang ia pakai lalu menghela nafas panjang. Ia hanya takut ketika Edward bangun dan membuka mata, maka pria itu akan mar
Begitu Alex memusatkan perhatian kepada teman makan siangnya, senyum di wajah Edward lenyap. Pandangannya terpusat ke tempat pria di samping Alex yang dengan lancang memeluk pinggang gadis itu.Ingin benar ia menyeberang jalan, merebut Alex dari tangan pria itu, memanggilnya ke tempat yang menjamin privasi lalu mengatakan, “Kau sudah menemukan pria baru, Alexandria Porter?”Pada saat Alex dan pria itu menghilang masuk ke Callahan’s, Edward langsung menyebrang dan mengikuti mereka masuk ke dalam Restoran. Pelayan sedang mengantarkan pasangan itu menuju meja mereka ketika Edward duduk di bar.Ia dapat melihat mereka berdua dari tempatnya, karena area bar letaknya lebih tinggi sekitar satu meter daripada restoran. Ia memesan sekaleng kola dan memasukkan beberapa butir kacang ke dalam mulutnya, berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak peduli.Edward melepaskan kaca mata hitamnya, memasukkannya ke dalam saku kaosnya, dan mengawasi pasangan yang berada di meja di pojok ruangan itu.Edward