Anna langsung meradang mendengar persyaratan kurang ajar dari Diego.
Walaupun Anna butuh uang, tapi Anna punya harga diri dan Anna tidak akan membiarkan Diego menginjak-injak harga dirinya seperti itu. "Dasar kurang ajar! Berani sekali kau meminta hal seperti itu padaku, Diego?" kecam Anna. "Pak Diego!" Diego mengingatkan. "Bersikap sopanlah padaku!" "Baiklah, Pak Diego!" ulang Anna dengan penuh tekanan. "Tapi aku tidak akan pernah setuju dengan syaratmu!" Diego menaikkan alisnya. "Boleh aku tahu alasannya? Aku menyetujui semua poin yang perusahaanmu minta, sedangkan aku hanya mengajukan satu syarat dariku, apanya yang berat?" "Syaratmu sangat tidak bermoral dan aku menolaknya! Jadi tidak akan ada kesepakatan di antara kita! Permisi!" Anna mencengkeram berkas yang ia pegang dan ia pun buru-buru keluar dari sana dengan jantung yang masih berdebar tidak karuan. Anna menahan dirinya dan terus mengangkat dagunya angkuh sampai saat ia sudah duduk di mobilnya dan tangisannya pun meledak di sana. "Ya Tuhan! Diego! Mengapa aku harus kembali bertemu dengannya di saat keadaanku seperti ini? Dari sekian banyak orang, mengapa harus dia? Mengapa?" Perasaan Anna campur aduk. Entah apa yang membuatnya lebih sedih. Kenangan masa lalu atau pelecehan yang Diego lakukan barusan. Anna pun hanya bisa menangis dan terus menangis sambil memeluk dirinya sendiri. Sementara Diego hanya meneguk minuman di ruang kerjanya dengan seringaian yang tidak pernah hilang dari wajahnya. "Kau bisa pergi sekarang. Tapi kau pasti akan kembali. Kita lihat saja nanti!" gumam Diego dengan penuh keyakinan. Sementara itu, setibanya Anna di rumah, Anna langsung melaporkan kegagalannya. Anna tidak menceritakan yang sebenarnya agar Jeremy tidak tahu tentang Diego. "Apa? Dia batal berinvestasi? Bagaimana bisa? Kau itu becus bekerja atau tidak sih, Anna?" "Aku sudah bilang kami tidak sepakat, Jeremy. Dia punya banyak permintaan yang tidak bisa kita terima." "Apa dia memintamu bunuh diri, hah? Tidak kan? Tidak ada permintaan yang tidak bisa kita terima asalkan dia mau berinvestasi di perusahaan kita, Anna." "Jeremy, bukan seperti itu! Persyaratannya ... persyaratannya merugikan kita." "Sejak kapan kau menjadi bodoh, Anna? Kita sekarang memang sudah rugi dan justru kita akan makin rugi kalau Global Jaya batal berinvestasi!" bentak Jeremy yang memang temperamen itu. Anna pun mengembuskan napas panjangnya. Dibentak Jeremy adalah makanannya sehari-hari dan Anna sudah biasa menghadapinya. "Aku akan mencari investor lain saja." "Tidak! Beberapa perusahaan sudah kupelajari dan tidak ada yang sekuat Global Jaya! Jadi apa pun yang terjadi, dapatkan kerja sama itu atau ucapkan selamat tinggal pada ibumu!" ancam Jeremy. Anna kembali meradang. Suasana hatinya sedang tidak baik untuk menanggapi ancaman Jeremy. "Berhenti mengancamku, Jeremy! Sekalipun kau tidak mau membantu biaya perawatan ibuku sama sekali, tapi aku akan berusaha sendiri! Aku tidak akan menyerah, jadi jangan harap kau bisa mengucapkan selamat tinggal pada ibuku! Tidak akan!" geram Anna, sebelum ia keluar meninggalkan ruang kerja suaminya itu. Jeremy yang tidak terima ditinggalkan pun terus berteriak kesal, tapi Anna tidak mau mendengar apa pun lagi dan ia juga tidak peduli apa pun. Anna pun masih melangkah pergi saat ponselnya berbunyi dan Anna langsung mengangkatnya. "Anna, apa kau jadi mau menjual mobilmu?" Teman Anna mempunyai dealer mobil. Anna pernah bertanya berapa harga mobilnya kalau ia menjualnya untuk biaya perawatan ibunya, tapi Anna masih ragu karena ia tidak punya kendaraan lain kalau mobilnya dijual. "Eh, itu ...." "Ada penawaran bagus, Anna. Ada seorang Bos yang mencari mobil second persis seperti mobilmu, bahkan tahunnya juga. Kalau kau menjualnya padaku, aku hanya akan membelinya dengan harga standar, tapi Bos ini bisa memberikan harga tinggi kalau kau mau menjual padanya." "Benarkah? Bos siapa?" "Temui dia nanti malam, Anna! Aku akan memberikan alamatnya." "Tapi aku belum yakin untuk menjualnya, biar aku berpikir lagi dulu." "Anna, dia mau menawar mobilnya dengan tiga kali lipat harga yang kuberikan waktu itu." Anna membelalak mendengarnya. "Berapa? Tiga kali lipat?" "Benar. Aku serius. Tapi dia mau bertemu dengan pemilik aslinya. Turuti saja, Anna! Temui dia nanti malam, kau tidak akan mendapatkan harga bagus yang seperti ini lagi, Anna!" Anna bimbang. Anna membuka lagi semua tagihan yang harus ia bayar sendiri. Jeremy menolak membantu sepeser pun sebagai balasan karena ayah Anna sudah mencuri semuanya. Anna mengembuskan napas panjangnya dan menghitung semuanya, sebelum akhirnya, dengan sangat terpaksa, ia memutuskan untuk menjual mobilnya saja. Anna pun memakai blouse sopan malam itu dan pergi ke sebuah tempat karaoke, tempat Bos yang mau membeli mobilnya berada. Namanya Jovan, Bos yang harus Anna temui di ruang VIP. "Ck, mengapa harus ke tempat seperti ini? Tidak bisakah kami bertransaksi di tempat yang lebih normal?" gumam Anna sambil mencari di mana ruang VIP berada. Seorang pria muda pun menyapa Anna di depan ruang VIP. "Anda pasti Bu Anna yang menjual mobil, aku Jovan. Bosku sudah menunggu di dalam." "Eh, Anda Pak Jovan? Lalu yang membeli mobilku ...." "Bosku! Silakan masuk, Bu!" Jovan membukakan pintu untuk Anna dan Anna langsung disambut suara musik yang menghentak. Bukan hanya itu, tapi suara beberapa pria juga terdengar sampai debaran jantung Anna pun memacu tidak terkendali. "Mari, Bu! Bosku sudah menunggu!" seru Jovan yang lagi-lagi mempersilakan Anna masuk. Anna menelan salivanya sejenak. Tempat seperti ini bukan tempat yang biasa ia datangi, tapi Anna mengangguk dan terpaksa melangkah masuk sambil mempertahankan wibawanya. Namun, wibawa Anna seketika luntur saat tatapannya lagi-lagi bertemu dengan tatapan Diego yang entah bagaimana ada di sana. **"Hei, bukankah ini Anna Wijaya, anaknya Pak Wijaya yang terhormat, hah?" Suara seorang pria mendadak membuat Anna memalingkan tatapannya dari Diego.Diego sedang duduk sendirian di tengah sofa panjang diapit oleh dua pria yang membawa pasangannya masing-masing. Dan Anna mengenali salah satu pria yang bersama Diego. Namanya Kenny, pengusaha yang menjadi korban penipuan ayahnya Anna juga. Kenny dulu juga pernah mengejar Anna, tapi Anna selalu menolaknya. "Jadi orang yang menjual mobilnya padamu itu adalah Anna Wijaya ini, Pak Diego?" seru Kenny yang membuat Anna membelalak. Ini terlalu kebetulan Diego yang akan membeli mobil Anna. Terlalu kebetulan dan terlalu memalukan. "Apa kau kekurangan uang, hah? Kasihan sekali! Anna Wijaya yang dulu kaya sekarang jadi seperti ini." Kenny mencemooh. "Tapi keluarga kalian pantas mendapatkannya, Anna! Ayahmu itu sombong dan suka merendahkan orang lain! Merasa dirinya yang paling hebat, tapi ternyata tidak lebih dari seorang pencuri! Berapa banya
"Kau benar-benar brengsek, Pak Diego!" Anna langsung mendorong Diego kasar sampai Kenny sontak ikut berdiri siaga dan menghampiri Anna. "Apa yang kau lakukan pada Pak Diego, hah? Kau tidak tahu siapa dia? Berani sekali kau, Anna!" "Kau dan dia sama-sama tidak sopannya!" geram Anna. Kenny tertawa kesal mendengarnya. "Memangnya apa yang Pak Diego minta, hah? Apa yang begitu susah kau turuti? Malahan seharusnya kau bersyukur kalau Pak Diego minta ditemani atau dilayani. Bahkan, aku juga tidak keberatan kalau kau mau melayaniku juga!" seru Kenny dengan menjijikkan sambil mencekal tangan Anna. "Akhh, lepaskan aku, Pak Kenny!" pekik Anna sambil menarik tangannya dari Kenny. "Jangan sok suci, Anna! Kau sudah di sini kan? Ayo kita bersenang-senang sebentar saja!" "Tidak! Lepaskan aku! Lepas!" pekik Anna lagi. Anna sempat menatap Diego, seolah meminta tolong pada pria itu, tapi Diego tetap diam di tempatnya, tanpa peduli apa pun. Anna makin kesal. Anna mengerahkan semua tenagan
"Berhenti mengganggu Papa seperti tadi, Darren! Papa sedang menelepon!" Terdengar suara bentakan begitu Anna tiba di rumah dan tidak lama kemudian, suara isakan tertahan anak kecil juga ikut terdengar. Anna membelalak saat menyadari bahwa itu adalah suara Jeremy dan Darren. Anna pun langsung menghambur masuk ke rumah dan berlari menyelamatkan anaknya itu, anak kandungnya yang berumur lima tahun itu. "Mama!" "Darren, apa yang terjadi? Apa yang kau lakukan pada Darren, Jeremy?" bentak Anna kesal. Anna bisa terima Jeremy membentaknya atau menghinanya, tapi Anna tidak bisa terima kalau anaknya dikasari. Jeremy sendiri hanya tertawa kesal menatap Anna. "Akhirnya kau pulang juga, hmm? Pergi ke mana kau? Apa kau tidak tahu kalau anakmu dari tadi begitu ribut mencarimu dan begitu ribut menggangguku, hah? Kau malah enak-enakan keluyuran?" "Aku ada urusan, Jeremy! Dan urusanku itu tidak ada hubungannya denganmu!" "Oh, tidak ada hubungannya denganku? Dengar, Anna! Aku tidak suk
Anna mengernyit dalam tidurnya pagi itu. Cahaya matahari terasa menyilaukan sampai Anna pun buru-buru membuka matanya. Dan benar saja hari sudah pagi. "Astaga, aku bangun kesiangan!" gumam Anna. Setiap pagi, Darren memang akan bersiap ke sekolah bersama pengasuhnya, lalu Anna yang akan mengantarnya ke sekolah. Anna pun menghela napas panjangnya yang masih begitu berat. Banyaknya masalah yang terjadi akhir-akhir ini membuat Anna begitu lelah, apalagi hari ini, Anna harus survey sekolah baru untuk Darren. Sudah dua tahun ini Darren bersekolah di sekolah internasional terbaik di kota itu. Sebagai orang kaya, tentu saja Anna merasa mampu memberikan pendidikan terbaik untuk Darren. Tapi itu dulu, sebelum tabungan Anna habis tidak bersisa. Anna pun terpaksa harus memindahkan Darren ke sekolah lain yang uang sekolahnya lebih murah tahun ajaran baru nanti. "Maafkan Mama, Sayang. Mama janji akan berusaha bagaimanapun caranya agar kau bisa sekolah di sekolah terbaik lagi. Mama hanya butuh
Anna membelalak tegang melihat Diego mencecap bibirnya sendiri setelah minum dari gelas Anna, seolah pria itu benar-benar baru saja berciuman dengan Anna. "Well, ternyata aku lebih suka melakukannya langsung," seru Diego sambil meletakkan kembali gelasnya di hadapan Anna. Anna sampai menatap gelas kosong itu cukup lama dan sumpah, Anna tidak mau memakainya lagi. "Jadi, ini pertama kalinya aku bertemu dengan suamimu. Dia tampan, walaupun tidak lebih tampan dariku," seru Diego percaya diri. Namun, Anna malah bertanya yang lain. "Mengapa kau harus bertemu dengannya, Pak Diego? Bukankah aku sudah bilang tidak akan ada kesepakatan di antara kita? Mengapa kau harus ...." "Dia yang meneleponku duluan, bukan aku yang meminta bertemu dengannya. Lagipula apa kau pernah dengar ada investor yang mengemis, Bu Anna? Tidak kan? Aku yang punya uang, aku yang punya kuasa. Suamimu justru yang mengemis padaku!" Anna menelan salivanya mendengar nada merendahkan dari Diego. Namun, Anna bel
"Di sini senang! Di sana senang! Di mana-mana hatiku senang ...." "Di sini senang! Di sana senang! Di mana-mana hatiku senang ...." "Yeay!" Darren masih tertawa dan bertepuk tangan bersama teman-temannya di dalam bus sekolah. Mereka hampir tiba ke taman wisata yang akan menjadi lokasi belajar sekaligus bermain pagi itu saat mendadak bus sekolah mengalami gangguan mesin. Guru Darren yang masih berdiri di bus pun mendadak oleng saat sopir bus membanting setirnya. "Akhh, ada apa? Ada apa?" "Miss!" teriak anak-anak yang kaget saat mereka juga terbentur bangku mereka sendiri. "Anak-anak tidak apa? Tenang dulu semua! Tenang dulu!" Sang guru mencoba menenangkan, tapi mendadak bus melaju begitu ngebut dan bau sangit mulai tercium di sana. Dan detik selanjutnya, semua kejadiannya pun berlangsung begitu cepat saat bus oleng lalu melaju makin tidak terkendali. "Akhh, ada apa ini? Ada apa ini?" pekik para guru yang sampai terhentak di kursinya. Beberapa guru yang lain berusaha memeluk p
Kaki Anna rasanya langsung lemas tak bertulang melihat Darren di sana. Sekuat tenaga, Anna berlari mencegat suster yang mendorong ranjang Darren, lalu memeluk anaknya. "Darren! Ini Mama, Darren! Bangun, Darren! Ini Mama!" seru Anna dengan tubuhnya yang gemetar hebat. "Bu, mohon tenang! Kami harus segera membawa pasien!" "Tapi dia tidak apa kan, Suster? Dia akan selamat kan, Suster? Selamatkan anakku, Suster! Tolong, selamatkan anakku!" Anna merasa seperti seluruh dunia runtuh di hadapannya. Ia berpegangan pada sisi ranjang dorong dengan air mata yang mengalir deras. "Kami akan berusaha semampunya, permisi, Bu!" Suster pun kembali membawa Darren sampai Anna hanya bisa mundur dan menatap kepergian mereka dengan hati teriris. "Bu Anna! Bu Anna!" Terdengar suara Bik Nim dan saat Anna menoleh, Bik Nim pun menghambur ke dalam pelukannya. "Darren, Bu! Darren!" lirih Bik Nim begitu pilu. Menjadi pengasuh Darren sejak Darren masih bayi membuat Bik Nim sangat menyayangi Darre
Anna melajukan mobilnya ke Global Jaya Group sore itu. Ya, Anna tahu Diego pasti bisa membantunya, walaupun jujur debar jantung Anna menghentak begitu kencang saat ini. Setelah direndahkan dan dilecehkan oleh Diego, setelah Anna begitu tegas menolak bantuan Diego, Anna tidak pernah menyangka scene seperti ini akan ada, Anna yang malah datang mencari pria itu. Namun, Anna sudah menyingkirkan semua harga dirinya. Bahkan, Anna sudah siap untuk direndahkan lagi atau bahkan ... dilecehkan. Anna sudah siap. Membayangkan wajah kesakitan Darren saat kecelakaan tadi dan membayangkan hal buruk yang akan menimpa Darren kalau anaknya itu tidak bisa dioperasi membuat Anna rela melakukan apa saja. Dengan langkah mantap, Anna pun akhirnya masuk ke gedung perusahaan itu. Tangannya gemetar menggenggam tasnya erat. Napasnya tersengal, bukan karena lelah, melainkan karena ketegangan yang begitu menusuk hati.Sampai akhirnya Anna tiba di meja resepsionis. "Selamat sore, ada yang bisa dibantu, Bu?"
"Apa itu, Anna? Apa yang kau sembunyikan dariku?" Jeremy melangkah mendekati Anna sampai Anna makin tegang sendiri. Buru-buru Anna menutup kembali lemarinya baru ia berhadapan dengan Jeremy. "Aku tidak menyembunyikan apa-apa." "Jangan bohong, Anna! Kalau kau tidak mau memberitahuku, aku bisa melihatnya sendiri!" Jeremy berniat membuka lemari Anna, tapi Anna menghalanginya. "Jangan membuat keributan, Jeremy! Darren sudah tidur!" "Kau pikir aku peduli? Kalau kau tidak mau aku membuat keributan, tunjukkan padaku sekarang!" Otak Anna pun berpikir cepat, sebelum akhirnya ia menjawab asal. "Itu hanya sisa perhiasan yang aku punya. Aku ... sedang menghitung sisa perhiasan yang bisa dijual untuk pengobatan ibuku," dusta Anna yang mendadak begitu lancar. Jeremy yang mendengarnya pun mendadak mengurungkan niatnya membuka lemari dan langsung memicingkan matanya. "Perhiasan? Jadi kau masih punya sisa perhiasan, tapi berpura-pura tidak punya apa-apa? Apa perhiasan itu juga yang kau jual
"Mama, Uncle Ronaldo mana?""Uncle sudah janji mau main bola sama Darren kalau Darren keluar dari rumah sakit." "Darren mau main bola, Mama ...." Darren tidak berhenti mencari Diego saat akhirnya ia diijinkan pulang dari rumah sakit malam itu. Malahan, Darren sempat tidak mau pulang tadi karena ngotot mencari Diego yang diyakini masih menunggunya di rumah sakit, tapi Anna dan Bik Nim memaksanya pulang. Anna yang menyetir mobilnya sampai terus mengembuskan napas lelahnya. Bagaimana tidak lelah kalau setelah ditinggalkan Diego, Anna terus menangis. Bahkan, wajah Anna terasa tebal saat ini. Anna berharap bisa menenangkan hatinya dan ia berharap tidak akan mendengar apa pun tentang Diego dalam waktu dekat, tapi malah anaknya yang terus menyebut nama pria itu. "Tidak ada Uncle Ronaldo, Darren! Mama kan sudah bilang tidak ada!" geram Anna sambil menggertakkan giginya. "Tapi Darren mau sama Uncle Ronaldo. Mama sudah janji mau temani Darren cari Uncle. Darren mau cari Uncle ...." Menda
Anna tidak pernah menyangka pada akhirnya Diego akan mengetahui tentang Darren. Anna tidak bisa menjelaskan debaran jantungnya yang menghentak tidak karuan saat ini dan tubuh Anna gemetar sampai ia tidak tahu harus menjawab bagaimana. "Aku ... aku ....""Apa menjawab iya atau tidak saja begitu sulit untukmu, Anna?" sela Diego tajam.Diego menatap Anna dengan tatapan mengerikan yang tidak bisa dijelaskan. Tatapannya penuh dengan kebencian, tapi Anna juga bisa melihat luka yang mendalam di sana. "Mungkin, dengan menyingkirkan aku, kau berpikir bisa menutupi kenyataan ini selamanya. Tapi takdir akhirnya membuatku melihat wanita seperti apa mantan istriku ini!" imbuh Diego penuh amarah tertahan. Anna sempat mengernyit, berusaha memahami maksud Diego. Namun, Diego kembali berbicara. "Selama pernikahan kita, aku hanya dianggap menantu sampah di rumahmu. Sampai suatu hari, ayahmu memintaku bekerja di perusahaan." "Aku mengira pada akhirnya dia bisa menerimaku, tapi ternyata itu hanyala
"Apa Anda Papanya? Tolong isi data pasien dulu, Pak!" Darren akhirnya tiba di ruang UGD sebuah rumah sakit. Darren langsung ditangani dan Diego pun diminta mengisi data pasien karena memang Diego tiba duluan di sana. "Isi data pasiennya, Jovan!" "Baik, Pak!" Jovan segera pergi, sedangkan Diego sama sekali tidak beranjak dari bilik Darren. Diego terus mengamati ekspresi Darren yang tadi masih kaku, tapi sekarang sudah mulai tenang. Diego pun kembali lega. "Bagaimana kondisinya, Dokter?" "Jadi dia tersedak makanan, Pak?" "Ya, seperti bola-bola daging, aku tidak melihatnya dengan jelas, tapi memang cukup besar." Sang dokter mengangguk. "Dari pernapasannya, semua sudah normal. Untung saja pertolongan pertama bisa diberikan segera. Karena kalau terlambat, pasien akan kehabisan napas. Untuk sementara, kami akan memantaunya dan memastikan kondisinya stabil dulu, tapi tidak ada kondisi bahaya yang harus dikhawatirkan, Pak!" "Syukurlah, terima kasih, Dokter!" "Sama-sama! Per
Jantung Anna berdebar tidak karuan melihat Darren digendong oleh Bik Nim, apalagi tubuh Darren terlihat begitu kaku. "Darren! Darren, ada apa? Apa yang terjadi pada Darren?" Anna langsung menghambur ke arah Bik Nim. Bik Nim sendiri sudah jatuh berlutut di dekat pintu karena ia tidak kuat menggendong tubuh Darren yang menjadi begitu berat. "Darren tersedak, Bu! Darren tersedak dan tidak bisa bernapas!" sahut Bik Nim panik. Bik Nim berusaha menjelaskan, tapi suaranya putus-putus dan kalimatnya belepotan. Bik Nim sesenggukan dan terus memeluk Darren begitu sedih sampai semua orang makin panik melihatnya. Jeremy dan Diego sudah ikut berdiri dari kursinya. Diego masih mengernyit berusaha memahami kejadiannya, tapi Jeremy kembali emosi. "Tersedak? Hanya tersedak tapi kau begitu heboh! Dia sudah sering tersedak kan?" geram Jeremy yang langsung melangkah mendekat. Jeremy tidak melakukan apa pun dan mendadak diam menatap Darren yang terlihat seperti orang akan mati, tapi Jeremy juga tid
Darren langsung kaku melihat Jeremy dan Anna saling membentak. Biasanya Bik Nim akan membawa Darren pergi dari pertengkaran orang tuanya, tapi kali ini, Bik Nim sendiri sampai tidak berani berkutik karena ada tamu Jeremy di sana. Jeremy dan Anna pun masih saling melotot, tapi Jeremy segera menyadari keberadaan Diego dan menjaga sikapnya lagi. "Ah, astaga, aku lepas kendali. Maafkan aku lagi, Pak Diego! Tidak seharusnya Anda melihat ini." Jeremy berusaha untuk tersenyum. Anna sendiri masih menenangkan napasnya yang tersengal. Jeremy benar, tidak seharusnya Diego melihat ini atau Diego akan menjadikan ini sebagai alat untuk makin menekan Anna. "Maafkan aku juga! Kurasa ... aku akan membawa Darren ke kamarnya saja! Ayo, Sayang!" Anna buru-buru memeluk Darren bersamanya. "Biarkan Bik Nim yang membawanya, Anna! Kau tetap di sini!" titah Jeremy, sebelum Anna sempat melangkah lagi. Anna terdiam sejenak dengan emosi yang hampir meledak lagi. Tapi layaknya Jeremy, Anna pun menahan diriny
Anna membelalak begitu lebar melihat Darren memeluk Diego. Tubuh Darren cukup tinggi untuk anak berumur lima tahun, tapi Darren tetap hanya memeluk kaki pria itu dan sedikit pinggangnya. Tapi bagaimana bisa Darren begitu akrab dengan Diego? Bagaimana bisa? "Uncle Ronaldo!" seru Darren dengan wajah yang berbinar-binar. Diego sendiri sempat terdiam kaget saat mendadak Darren memeluknya. Scene seperti ini sama sekali tidak ada dalam bayangan Diego, tapi entah mengapa, rasanya hangat. Diego sempat tersenyum tipis, sebelum ia balas memeluk Darren singkat dan membelai kepala anak itu. "Uncle Ronaldo!" panggil Darren lagi sambil mendongak menatap Diego. "Darren! Kau Darren yang di rumah sakit itu kan?" Diego menunduk menatap wajah tampan Darren. Darren mengangguk antusias. "Akhirnya Darren ketemu lagi sama Uncle Ronaldo!" Tatapan Anna goyah. "Apa? Uncle Ronaldo itu Uncle ini?" tanya Anna dengan suara yang bergetar. "Iya, Mama. Ini Uncle Ronaldo yang main bola sama Darren di rumah sa
"Sial! Apa yang kau lakukan, Anna?" geram Diego yang langsung memegangi bibirnya yang berdarah. Gigitan Anna cukup menyakitkan karena Anna melakukannya dengan sepenuh hati. Namun, Anna begitu puas melihatnya. "Kau pikir aku tidak berani melawanmu, hmm? Itulah yang akan kucing liar lakukan untuk melindungi dirinya," desis Anna. Belum sempat Diego menjawabnya lagi, tapi Jeremy sudah kembali ke ruang makan. "Maaf membuat Anda menunggu, Pak. Mengapa kau tidak mempersilakan Pak Diego duduk, Anna?" "Silakan duduk, Pak Diego!" seru Anna cepat. Diego sendiri hanya tertawa kesal, sebelum akhirnya ia duduk. Semua orang duduk di kursinya masing-masing dan Jeremy pun menyadari luka di bibir Diego. "Maaf, Pak, tapi apa bibir Anda terluka? Sepertinya tadi aku tidak melihat luka itu."Diego menyentuh bibirnya lagi sekilas sambil melirik Anna. "Sepertinya digigit serangga barusan. Aku juga baru menyadarinya," jawab Diego asal. "Serangga? Di dalam rumahku?" "Aku juga tidak yakin. Hanya saja,
"Cepat bereskan yang di sana!" "Yang di sana juga! Susun meja makannya yang benar!" "Ayo bekerja yang benar!" Jeremy terus memberikan perintah pada tiga orang pelayan untuk menyiapkan makanan dan membereskan ruang makan di rumahnya malam itu. Sekalipun Jeremy sudah bangkrut, tapi Jeremy adalah tipe orang yang harus dilayani. Jeremy yang dasarnya memang orang kaya juga harus tinggal di rumah yang bersih. Karena itulah, Jeremy masih mempertahankan tiga pelayannya, satu sopir, dan satu security di rumah.Jeremy bisa menggaji mereka. Bahkan, Bik Nim pun digaji oleh Jeremy. Namun, setiap kali Anna minta uang, Jeremy selalu bilang tidak punya uang. "Mama, siapa yang mau datang? Kok Papa sibuk dari tadi?" Darren yang sudah digandeng oleh Anna pun menatap ke arah para pelayan yang lalu lalang sejak tadi. "Teman Papa," sahut Anna singkat. Jantung Anna tidak berhenti berdebar kencang sejak Diego minta makan malam di rumah, apalagi alasannya adalah karena ingin mengenal anak Anna. Anna